Kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2014
Kampanye kepresidenan Joko Widodo 2014 diumumkan pada 14 Maret 2014, ketika partai politiknya PDI-P mendeklarasikan dia sebagai kandidat dari partai untuk pemilihan umum mendatang pada tahun 2014. Dia saat itu menjabat Gubernur Jakarta, dan sebelumnya Wali kota Surakarta. Dengan mantan wakil presiden Jusuf Kalla sebagai pasangannya, dia terpilih sebagai Presiden Indonesia setelah pemilihan umum pada tanggal 9 Juli dan pengumuman resmi KPU pada 22 Juli. Didukung oleh empat partai politik, Widodo secara resmi memulai kampanyenya pada bulan Mei, diikuti dengan kampanye di media sosial dan fisik selama dua bulan. Setelah serangkaian perdebatan dan serangan, Widodo keluar sebagai pemenangnya dalam pemungutan suara pada 9 Juli, dengan memperoleh lebih dari 53% suara. Setelah gugatan yang gagal dari lawannya Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dia secara resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014, menjadi Presiden Indonesia ketujuh. Latar belakangPada tahun 2012, Joko Widodo (populer dikenal sebagai Jokowi) terpilih sebagai Gubernur Jakarta setelah mengalahkan petahana Fauzi Bowo dalam Pemilihan umum Gubernur Jakarta 2012. Setelah memasuki politik pada tahun 2005 sebagai wali kota di kota kelahirannya Surakarta, banyak media nasional dan internasional menggambarkannya sebagai "bintang baru",[4][5] dengan Bloomberg menggambarkannya sebagai "politisi Indonesia yang paling menjanjikan".[6] Selama pemilihan umum gubernur yang disebutkan sebelumnya, kampanyenya menggambarkannya sebagai seorang reformis yang berbeda dengan kandidat lain dan menggunakan pendekatan nonformal yang menarik langsung kepada para pemilih. Dia juga digambarkan sebagai "kesayangan media" karena hubungannya yang dekat dengan wartawan dan pelopor media sosial, dengan tim kampanyenya mengunggah semua materi kampanye ke YouTube.[7] Dengan presiden petahana Susilo Bambang Yudhoyono mencapai batas masa jabatannya pada tahun 2014, Jokowi dipandang sebagai pesaing utama untuk posisi tersebut karena popularitasnya dan dia memuncaki jajak pendapat awal.[8] Awalnya, Jokowi sendiri tidak secara langsung menanggapi pertanyaan media tentang kemungkinan pencalonannya.[5][9] Selama berbulan-bulan wacana tersebut menjadi tidak pasti karena pencalonan Jokowi di PDI-P harus disetujui oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dan ia menegaskan baru akan menentukan calon setelah pemilihan umum legislatif pada bulan April.[10] Selama masa jabatannya sebagai gubernur, kebiasaan "blusukan" (kunjungan lapangan mendadak) yang mulai dia lakukan selama masa jabatan sebagai wali kota, menjadi pusat perhatian di luar programnya.[11] Garis waktuDeklarasiPada 14 Maret 2014, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengumumkan bahwa partainya akan mendukung pencalonan Jokowi dalam pemilihan umum presiden 2014 pada bulan Juli tahun itu.[12] Sehari sebelumnya, Jokowi menemani Megawati dalam ziarah ke makam ayah Megawati dan presiden pertama Indonesia Sukarno.[13] Jokowi mengungkapkan kesiapannya sembari mengucap "bismillah" dan mencium bendera merah putih di rumah Si Pitung.[14] Setelah pengumuman itu, dia tidak segera mengundurkan diri sebagai gubernur, karena Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa dia tidak perlu melakukannya.[15] Pencalonan resminya masih membutuhkan dukungan dari parlemen yang akan dipilih kemudian dalam pemilihan umum legislatif tahun itu. Untuk mengajukan kandidat, sebuah partai koalisi membutuhkan 20 persen kursi DPR (112) atau 25 persen suara rakyat sesuai dengan UU 15 tahun 2014.[16][17] Setelah deklarasi ini, indeks IHSG melesat 152,47 poin menjadi 4.878,64,[18] sementara nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menguat hingga angka 11,386,[19] yang dikaitkan dengan sentimen positif investor terhadap berita tersebut.[20] Pencalonannya menuai kritik terutama dari pihak Prabowo Subianto, yang juga mencalonkan diri sebagai presiden dan sebelumnya mendukung Jokowi dalam pemilihan umum gubernur 2012.[21] Yang lainnya menyebutkan janji kampanyenya pada tahun 2012 bahwa dia akan menjabat sebagai gubernur untuk masa jabatan lima tahun penuh.[22] Pencalonan Jokowi juga diperkirakan dapat mendongkrak suara PDI-P hingga 30% dalam pemilu legislatif.[23] Namun, hasil hitung cepat menunjukkan bahwa suara PDI-P gagal mencapai 20%.[24] PendaftaranSetelah pemilihan legislatif diadakan pada 9 April 2014, dengan hasil yang diumumkan pada 10 Mei, partai politik Jokowi PDI-P memperoleh suara terbanyak dengan suara populer 18,95%.[25] PDI-P memperoleh 109 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, kurang 3 kursi dari yang dibutuhkan untuk bisa menggusung sendiri pasangan calon presiden dan wakil presiden dan karenanya harus membentuk koalisi untuk melakukannya.[26] Setelah pengumuman itu, Jokowi meminta cuti dari jabatannya sebagai gubernur pada 12 Mei.[27] Setelah disetujui, wakilnya Basuki Tjahaja Purnama mengambil alih posisinya dan menjadi pejabat gubernur ibu kota.[28] Pada tanggal 19 Mei 2014, Jokowi mengumumkan bahwa Jusuf Kalla akan menjadi calon wakil presidennya.[29] Pengumuman sekaligus deklarasi tersebut berlangsung di Gedung Joeang 45 di Menteng, Jakarta.[29] Pencalonan tersebut didukung oleh koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Hanura.[29] Golkar, yang awalnya menyatakan dukungan terhadap Jokowi, berganti mendukung Prabowo Subianto–Hatta Rajasa meskipun Jusuf Kalla merupakan mantan ketua umum Golkar.[30] Pada hari yang sama, Jokowi dan Jusuf Kalla secara resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum,[31] didampingi politisi Puan Maharani dan Tjahjo Kumolo.[32] Pada 23 Mei, tim kampanye nasional Jokowi-JK didirikan. Yang termasuk dalam tim tersebut yaitu ketua umum partai politik koalisi sebagai penasihat: Megawati Soekarnoputri, Muhaimin Iskandar, Surya Paloh dan Wiranto. Tim ini diketuai oleh sekretaris jenderal PDI-P dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Tjahjo Kumolo, dan mencakup anggota parlemen dari partai koalisi, jenderal purnawirawan seperti Luhut Binsar Pandjaitan dan A. M. Hendropriyono, dan tokoh agama seperti mantan ketua umum Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi. Akademisi Anies Baswedan dan mantan wali kota Blitar Djarot Saiful Hidayat, keduanya kelak akan menjadi Gubernur DKI Jakarta, juga termasuk dalam tim ini.[2] Kantor pusat tim kampanye berada di Jalan Sisingamangaraja, di kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.[33] Nomor urut pilpres ditentukan pada 1 Juni, dengan Prabowo-Hatta mendapatkan nomor 1 dan Jokowi-JK nomor 2.[34] Masa kampanye dimulai secara resmi pada 4 Juni dan perakhir pada 5 Juli.[35] Kedua pasangan mengumpulkan jadwal kampanye kepada KPU pada 7 Juni.[36] KampanyeJokowi memulai kampanye di Papua pada awal Juni 2014.[37] Turnya meliputi 31 provinsi (semua kecuali Jambi dan Daerah Istimewa Yogyakarta).[38] Pada hari terakhir masa kampanye, dia kembali ke Papua, mengunjungi Jayapura dan Sorong.[39] Karena Jokowi mendapatkan nomor 2, grup musik rock Slank membuat sebuah lagu untuk kampanyenya, yaitu "Salam Dua Jari".[40] Sebuah konser dengan nama yang sama diselenggarakan di Stadion Gelora Bung Karno, yang didatangi Jokowi.[41] Konser lainnya yang bernama sama dan lebih kecil juga diselenggarakan di beberapa kota di Jawa Barat.[42] Menjelang pemilihan umum presiden, terdapat berbagai macam kampanye hitam yang dialamatkan kepada Jokowi, seperti isu capres boneka,[43] keislaman Jokowi yang diragukan,[44] tuduhan bahwa Jokowi adalah orang Tionghoa yang merupakan putra dari Oei Hong Leong,[45] tuduhan bahwa Jokowi adalah komunis,[46] hingga klaim bahwa ia adalah antek asing dan bahkan zionis.[44] Tim kampanye Jokowi membantah semua tuduhan itu.[47] Mendekati hari pemilihan umum, Jokowi melakukan umrah ke Mekkah.[48] Media sosialAnggota parlemen dan wakil ketua umum Gerindra Fadli Zon menuduh bahwa kandidat partainya dan partainya mendapatkan banjir serangan di media sosial, dan mengepos sebuah puisi di Twitter yang menyebut penyerang itu "pasukan nasi bungkus" (panasbung).[49] Istilah ini menjadi umum digunakan di media sosial sebagai sebutan untuk pendukung kedua sisi atau sejumlah besar akun palsu.[50] Relawan dan staf dalam tim kampanye sosial media Jokowi dibagi menjadi "suportif" (mengepos berita positif mengenai Jokowi-JK), "defensif" (membela pasangan Jokowi-JK) dan "ofensif" (menyerang pasangan Prabowo-Hatta).[51] Dibandingkan dengan tim kampanye Prabowo-Hatta, relawan dan staf kampanye Jokowi dideskripsikan sebagai "lebih sporadis".[52] Visi dan misi kampanyeDalam dokumen yang diberikan kepada Komisi Pemilihan Umum, visi misi Jokowi-Jusuf Kalla diberi judul "Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian'". Visi misi tersebut dimulai dengan memaparkan tiga masalah utama bangsa, yaitu "merosotnya kewibawaan negara", "melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional", dan "merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa". Selanjutnya, mereka menyatakan akan menggunakan Pancasila dan Trisakti sebagai panduan. Dokumen sepanjang 42 halaman tersebut kemudian merincikan visi, misi, dan program yang akan mereka jalankan bila terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, dengan 12 agenda strategis untuk mewujudkan kedaulatan politik Indonesia, 16 agenda strategis untuk kemandirian ekonomi, dan 3 agenda strategis untuk Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan, dengan 9 agenda di antaranya menjadi agenda prioritas.[53] Sementara itu, dalam dialog langsung dengan presenter Metro TV Prisca Niken pada malam tanggal 24 Mei 2014, Jokowi juga menyatakan bahwa visi misinya adalah "revolusi mental dari negativisme menjadi positivisme", karena menurutnya Indonesia sering kali tidak percaya diri dalam menghadapi tantangan zaman walaupun Indonesia adalah negara yang besar.[54] Di media, Joko Widodo pernah menyatakan bahwa kebijakan ekonomi Indonesia perlu difokuskan pada dua sektor, yaitu pertanian dan energi.[55] Menurutnya, "ke depan, kita sebagai perusahaan, korporasi, atau negara sebaiknya punya program utama, apa yang mau kita fokuskan. Negara kita hanya ada dua yang harusnya kita fokuskan: pertanian, sehingga terjadi kedaulatan pangan; dan kedua, energi".[55] Jokowi berpendapat bahwa kebijakan pertanian Indonesia tidak maksimal karena pemerintah tidak mengoptimalkan kebijakan pada sektor pertanian dan kelautan.[55] Ia juga meyakini bahwa alokasi anggaran untuk perguruan tinggi dan penelitian pertanian perlu ditingkatkan untuk menuai hasil yang optimal.[55] Jokowi juga menyatakan bahwa Indonesia perlu menghentikan impor sapi dan mulai beralih menjadi produsen untuk mencapai swasembada sapi. Namun, ia tidak memaparkan bagaimana pembatasan impor sapi dapat menstabilkan harga daging sapi di pasaran atau bagaimana pemerintah seharusnya menggenjot produksi daging sapi nasional.[56] Perihal pendidikan, Jokowi mengatakan bahwa pendidikan adalah modal dasar pembangunan manusia.[57] Menurutnya, revolusi mental perlu diawali dari dunia pendidikan. Maka dari itu, ia mengusulkan agar di Sekolah Dasar 80 persen pendidikan karakter, sementara 20 persen untuk pengetahuan. Jokowi juga mengungkapkan bahwa di Sekolah Menengah Pertama jatah untuk pendidikan karakter diturunkan menjadi 60% dan pengetahuan dinaikkan menjadi 40%, sementara di Sekolah Menengah Atas, pendidikan karakter menjadi 20%, dan pengetahuan menjadi 80%.[58] Untuk meningkatkan efektivitas, mengurangi biaya, dan mengatasi masalah kesenjangan harga antara pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya, Jokowi memiliki visi untuk membangun "tol laut", yaitu pengadaan kapal-kapal besar pengangkut barang ke seluruh pelosok Indonesia, dengan intensitas keberangkatan setiap hari. Ia juga mengungkapkan niatnya untuk membangun rel kereta api ganda di setiap pulau di indonesia.[59] Referensi
|