Fauzi Bowo memulai kariernya dengan mengajar di Fakultas Teknik UI. Ia bekerja sebagai pegawai negeri sejak tahun 1977. Beberapa posisi yang pernah dijabatnya antara lain adalah sebagai Kepala Biro Protokol dan Hubungan Internasional dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta.
Fauzi Bowo menikah dengan Hj. Sri Hartati pada tanggal 10 April 1974. Hj. Sri Hartati adalah putri dari Sudjono Humardani, kelahiran Semarang, 29 Agustus 1953. Dari pernikahan ini, pasangan Fauzi Bowo dan Sri Hartati dikaruniai 3 orang anak: Humar Ambiya (20 Juli 1976), Esti Amanda (5 April 1979) dan Dyah Namira (1 Februari 1983).
Dalam penjaringan calon gubernur oleh Partai Persatuan Pembangunan, Fauzi Bowo mengungguli Agum Gumelar dan Mahfud Djailani dalam perolehan suara. Fauzi memperoleh 14 suara, Agum (5 suara) dan Djailani mendapat dua suara. Dua suara lain menyatakan.
Namun, dalam skoring terhadap enam kandidat calon gubernur yang mengajukan diri ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, ia menempati urutan paling terakhir. Dalam skoring itu, ia meraih 80 suara. Sedang, urutan teratas ditempati oleh Sarwono Kusumaatmadja.
Fauzi Bowo dan Gubernur Sutiyoso dianggap sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya Banjir besar di Jakarta di hampir seluruh wilayah ibu kota DKI Jakarta, dan memengaruhi popularitas Fauzi Bowo.
Ia mengikuti Konvensi Partai Golkar 2007. Ia adalah satu-satunya peserta konvensi yang mengembalikan formulir pendaftaran dan satu-satunya peserta yang diusung untuk jabatan gubernur. Ia juga menjadi salah satu calon gubernur yang dicalonkan Partai Bintang Reformasi. Selain menerima dukungan secara khusus dari Din Syamsudin dan Partai Damai Sejahtera.
Pada tanggal 16 Agustus 2007, pasangan Fauzi Bowo - Prijanto unggul dalam pilkada pertama langsung di Jakarta ini dengan 57,87% suara pemilih.[2] Fauzi Bowo menggantikan Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta periode 2007–2012 pada tanggal 7 Oktober 2007.[3]
Menurut Majalah TRUST Fauzi Bowo mengeluarkan ratusan miliar untuk mencari dukungan partai politik dan bernilai lebih dari Rp 200 miliar untuk tiap partai besar, namun pernyataan ini tidak ditanggapi oleh Fauzi Bowo. Ia juga dianggap sebagai koruptor sejati, karena dana APBD kota jakarta diselewengkannya.[4]
Hasil penelitian sejumlah lembaga survei memprediksi pemilu kepala daerah DKI Jakarta tahun 2012, pasangan nomor urut 1 memenangi pemilu kepala daerah DKI Jakarta tahun 2012 dengan hanya satu putaran dan unggul cukup jauh dibandingkan pasangan cagub lainnya. Tetapi, hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei yang sebelumnya memprediksikan kemenangan pasangan bernomor urut satu justru menempatkan pasangan Fauzi Bowo - Nachrowi Ramli (Foke-Nara) di urutan kedua dengan kisaran 33% suara, tertinggal dibandingkan pasangan nomor urut 3, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok).
Berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei seperti Lingkaran Survei Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia, pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat dan beberapa partai pendukung lain hanya bisa menempati urutan kedua dengan suara hanya sekitar 34,18 persen setelah pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama yang meraih 43,04 persen suara. Menurut tim sukses pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, kekalahan pasangan cagub Foke-Nara disebabkan oleh karena banyak warga DKI yang sedang berlibur.[5]
Riwayat jabatan
1976: Asisten Ahli Tech. Univ. Braunschweig
1977–1984: Staf pengajar di Universitas Indonesia
1979–1982: Plt. Kepala Biro Kepala Daerah DKI
1979–1982: Kepala Dinas Pariwisata DKI
1982–1986: Pjs. Kabiro Kepala Daerah DKI
1986–1988: Pj. Kabiro Kepala Daerah DKI
1993–1998: Kepala Dinas Pariwisata DKI
1998–2002: Sekretaris Daerah DKI Jakarta
2002–2007: Wakil Gubernur DKI Jakarta
2007–2012: Gubernur DKI Jakarta
2013–2018: Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Federasi Jerman