Letnan JenderalTNI (Purn.) H. Sutiyoso, S.H. (lahir 6 Desember 1944), adalah politikus Indonesia dan mantan jenderal yang menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara sejak Juli 2015 hingga September 2016.[3][4][5] Dikenal secara informal sebagai 'Bang Yos', ia juga menjabat sebagai gubernurJakarta, ibu kota negara, selama periode politik yang penuh gejolak dari tahun 1997 hingga 2007. Pada masa ini, terdapat total lima presiden di Indonesia (Soeharto, B.J. Habibie, Gus Dur Wahid, Megawati, dan SBY). Peralihan antar presiden seringkali disertai dengan banyak gejolak dan gangguan di jalanan Jakarta. Sutiyoso juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) periode 2004–2008.[6]
Ia terutama dikenal karena karyanya dalam mendukung pengenalan sistem TransJakarta, sebuah sistem bus rapid transit, di Jakarta pada awal tahun 2000.[7] Disepakati secara luas bahwa pengaturan transportasi umum yang lebih baik sangat diperlukan di Jakarta sehingga pengenalan sistem TransJakarta dipandang sebagai sebuah inisiatif penting. Namun tidak mudah untuk memastikan bahwa sistem bus TransJakarta berfungsi dengan baik sehingga pengaturan tersebut saat ini[per kapan?] dianggap memiliki keberhasilan yang beragam.
Sutiyoso mengumumkan dirinya mencalonkan diri sebagai presiden Indonesia pada pemilu 2009 dan 2014 namun gagal mendapatkan dukungan yang cukup untuk memenangkan nominasi tersebut. Ia juga merupakan ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia antara tahun 2010 dan 2015.
Pendidikan dan latar belakang
Lahir di Semarang, Sutiyoso merupakan anak ke enam dari delapan bersaudara. Ia adalah putra pasangan Tjitrodihardjo dan Sumini. Setelah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Semarang pada 1963 dan sempat setahun kuliah di Jurusan Teknik Sipil Universitas 17 Agustus, ia masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) di Magelang. Lulus pada 1968, ia berpindah-pindah tugas di kesatuan militer.
Sutiyoso menikah dengan Setyorini pada tahun 1974 dan dikaruniai dengan dua orang putri:
Yessy Riana Dilliyanti, menikah dengan Yogie Sandi Nugraha
Renny Yosnita Ariyanti, menikah dengan Danindro Anindito
Karier
Periode 1988–1992, ia menjabat Asisten Personil, Asisten Operasi, dan Wakil Komandan Jenderal Kopassus. Sosoknya mulai mencuat saat terpilih sebagai komandan resimen terbaik se-Indonesia ketika menjabat Kepala Staf Kodam Jaya pada 1994. Prestasi yang digenggamnya itu kemudian ikut menghantarkannya pada jabatan Panglima Kodam Jaya. Semasa menjadi panglima itu, namanya kian dikenal terutama lewat acara Coffee Morning. Lewat acara yang digelar sebulan sekali itu, Sutiyoso berdiskusi dengan sesepuh dan tokoh masyarakat dalam kaitan dengan keamanan ibu kota.
Posisinya sebagai panglima, kemudian merentangkan jalan menjadi gubernur. Gaya kepemimpinannya disebut-sebut banyak meniru mantan GubernurAli Sadikin.
Periode pertama (1997–2002) sebagai Gubernur DKI Jakarta berlanjut pada periode kedua (2002-2007). Jabatan lain yang dipegang oleh Sutiyoso ialah Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) periode 2004–2008. Ia juga terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum ORARI (Organisasi Amatir Radio Indonesia ) untuk masa bakti 2006–2011.
Sebagai gubernur
Pada 15 Januari 2004, ia meluncurkan sistem angkutan massal dengan nama bus TransJakarta atau lebih populer disebut Busway sebagai bagian dari sebuah sistem transportasi baru kota. Setelah sukses dengan Koridor I, pengangkutan massal dikembangkan ke koridor-koridor berikutnya. Ia juga mencetuskan mengembangkan sisten transportasi kota modern juga segera melibatkan subway dan monorel.
Keberadaan Busway mulanya ditentang beberapa pihak terutamanya pengguna kendaraan pribadi karena mengurangi satu jalur jalan. Selain itu, pembangunan halte-halte Busway juga mengakibatkan sebagian pepohonan yang berada di pembatas jalan ditebang. Di lain pihak, Busway disambut baik penggunanya karena dianggap lebih nyaman dari angkutan umum sejenis lainnya. Bukan hanya sebagai sarana transportasi perkotaan modern untuk angkutan massal, tetapi juga dapat berfungsi sebagai bus pariwisata kota. Busway yang melewati Koridor II menempuh berbagai fasilitas pemerintah pusat terutama sisi barat Kompleks Sekretariat Negara, Jalan MH Thamrin, Monumen Nasional, Kantor Pemerintah DKI Jakarta, bekas Kantor Wakil Presiden Indonesia, Kedutaan Besar Amerika Serikat, dan Stasiun Gambir.
Mulai 4 Februari 2006, ia melarang siapapun yang berada di wilayah DKI merokok di sembarang tempat. Larangan merokok dilakukan di tempat-tempat umum, seperti halte, terminal, mall, perkantoran dan lain sebagainya. Meskipun program ini telah diefektifkan sejak 6 April 2006 ternyata masih saja banyak orang yang tidak mengindahkan larang merokok di sembarang tempat itu. Pengawasan yang kurang cermat dan tindakan yang tidak tegas dari aparat serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok menyebabkan peraturan pemerintah menjadi terhambat untuk direalisasikan.
Pada 22 Desember 2006, ia mencoba jalur BuswayKoridor IV-VII yang pengoperasiannya dilaksanakan pada 27 Januari 2007.
Saksi tilang bagi pengendara sepeda motor yang melaju di lajur tengah dan kanan mulai diterapkan semenjak itu juga. Dasar wajib lajur kiri bagi pengendara sepeda motor adalah Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan. Dalam Bab VIII Pasal 51 ayat 1 dijelaskan tata cara berlalu lintas di jalan adalah mengambil lajur sebelah kiri. Selain, karena masa ujicoba selama 13 hari sejak Desember 2006 yang dapat menurunkan jumlah kasus kecelakaan hingga 30,7 persen.
Pada 9 Januari 2007 ditemukan sebanyak 952 pengendara sepeda motor ditilang dan harus membayar denda Rp 20.000,- hingga Rp 40.000,- berdasarkan keputusan sidang di tempat kejadian, karena terbukti melanggar batas lajur kiri. Jumlah total sejak 8 Januari 2007 tidak kurang 2923 orang.
Selain pelarangan pengendara sepeda motor melintas di kawasan Sudirman dan Jalan Thamrin, jumlah sepeda motor juga direncanakan dibatasi di Jakarta.
Pada 27 Januari 2007, ia meluncurkan armada Transjakarta untuk Koridor IV, V, VI, dan VII. Acara peluncuran yang dipusatkan di Komplek Taman Impian Jaya Ancol dihadiri pejabat-pejabat negara dari pusat maupun daerah. Iringan-iringan rombongan yang terdiri beberapa wali kota se-Jakarta, beberapa artis, dan beberapa gubernur di Indonesia. Sebuah armada Koridor V sempat terhalang separator di perempatan Jalan Matraman Raya untuk beberapa saat ketika pengemudi yang baru tidak tepat mengarahkan kemudinya menyururi jalan yang sedianya khusus diperuntukkan busway. Masyarakat tampak antusias menyambut kehadiran armada baru ini.
Pada 17 Januari 2007, ia mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007 tentang peniadaan semua ternak unggas di permukiman. Ia memberi batas waktu bagi warga Jakarta untuk menyingkirkan unggas dari lingkungan tempat tinggal pada 31 Januari 2007. Pada 1 Februari 2007, ia berkeliling ke sejumlah wilayah untuk memastikan tidak ada lagi unggas yang dipelihara secara liar. Ia meminta kepada warga masyarakat dapat memberikan informasi kepada petugas jika tetangganya masih ada yang memelihara unggas yang dilarang menurut Peraturan Gubernur No 15/2007, yaitu ayam, itik, entok, bebek, angsa, burung dara, dan burung puyuh. Sampai pada 31 Januari 2007 sudah lebih dari 100.000 unggas di permukiman dimusnahkan oleh warga dan petugas. Sedang, pemberian sertifikat telah diserahkan kepada lebih dari 80 persen pemilik unggas hias dan berkicau. Proses sertifikasi unggas berlanjut hingga akhir Februari 2007.
Hingga masa jabatannya berakhir, janjinya untuk mengurangi kemacetan dan banjir di Jakarta tidak dapat dipenuhi. Hal ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi gubernur Jakarta selanjutnya.
Pusat layanan masyarakat
Pada 2 Maret 2007, ia membuka pusat layanan pesan singkat (SMS) untuk menampung berbagai keluhan warga Jakarta. SMS Center dikelola Biro Humas dan Protokol Pemprov DKI dijadikan bahan bagi gubernur dalam memperbaiki layanan publik dan kinerja aparat pemerintah di bawahnya. Pusat layanan bersifat satu arah, sehingga pesan singkat yang dikirimkan seorang warga tidak akan dibalas. Nomor pusat layanan itu adalah 0811-983899.
Insiden Sydney
Pada 29 Mei 2007, ia didatangi polisi New South Wales di kamar hotelnya dan diminta untuk menghadiri sidang terkait dengan kasus terbunuhnya lima wartawan asing di Balibo, Timor Timur pada tahun 1975 yang dikenal sebagai peristiwa Balibo Five. Dua polisi federal, yaitu Sersan Steve Thomas dan detektif senior Constable Scrzvens menerobos masuk ke kamar hotel tempatnya menginap di Hotel Shangri-La, Sydney.[8]
Atas insiden itu, Sutiyoso menuntut Pemerintah Australia memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas pelecehan yang dilakukan polisi federal Australia. Sikap polisi yang menerobos masuk ke dalam kamar hotel tempatnya menginap dan memaksanya menandatangani surat panggilan dinilai tidak senonoh. Apalagi, ia berada di Australia sebagai pejabat negara resmi atas undangan resmi.[8]
Pada 30 Mei 2007, juru bicara Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, John Williams, membantah telah memaksa Sutiyoso untuk menghadap ke Pengadilan Negeri New South Wales. Menurutnya, para petugas kepolisian mendatangi kamar Sutiyoso secara legal, dengan dipayungi hukum yang berlaku di negara bagian New South Wales, Australia, untuk menyampaikan undangan untuk mengikuti sidang atas perintah pengadilan.[9]
Pada 31 Mei 2007, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menyampaikan permintaan maaf secara pribadi[10] dan berjanji akan menyampaikan protes dari Sutiyoso dan Pemerintah RI kepada Pemerintah Negara Bagian New South Wales (NSW).[8][11][12]
Penghargaan
Pada 15 Desember 2006, ia menerima penghargaan 2006 Asian Air Quality Management Champion Award dari Clear Air Initiative for Asian Cities (CAI) bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta atas prestasinya untuk Gagasan pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) terbesar di Asia melalui Busway Penerbitan Perda No.2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Gelar pahlawan pengelolaan kualitas udara di Asia diberikan dengan pertimbangan berhasil dalam mengembangkan akuntan umum TransJakarta (busway) yang mengurangi emisi gas kendaraan bermotor di Jakarta. Pembentukan fasilitas umum busway meniru sistem Bus Rapid Transportation (BRT) di Bogota (Kolombia) dan menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang mempunyai Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Perda No 2/2005).