Muhaimin Iskandar
Abdul Muhaimin Iskandar (lahir 24 September 1966), atau lebih dikenal sebagai Cak Imin atau Gus Imin, adalah seorang politikus yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Indonesia sejak Oktober 2024. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 1999 sampai 2009, dan 2019 sampai 2024; dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejak 2005, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia pada 2009 hingga 2014, dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada 2018 hingga 2019. Ia mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2024, mendampingi Anies Baswedan. Kiprahnya di parlemen dimulai ketika menyertai Pemilu 1999 yang membawanya menduduki kursi legislatif mewakili Sidoarjo.[2] Lahir di Jombang, ia menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Indonesia (UI). Ia memasuki dunia politik pada masa kejatuhan presiden Suharto pada akhir 1990-an. Ia terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 1999, sebagai anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia dekat dengan presiden dan pendiri PKB Abdurrahman Wahid, dan terpilih sebagai ketua PKB pada tahun 2005. Setelah bekerja di beberapa organisasi, karier pemerintahannya dimulai ketika ia terpilih dan menjadi wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 1999 hingga 2009. Ia kemudian juga menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi antara tahun 2009 hingga 2014, di bawah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia sudah lima kali terpilih menjadi anggota DPR, meski baru menjabat empat periode penuh. Kehidupan awalAbdul Muhaimin Iskandar dilahirkan pada tanggal 24 September 1966 di Jombang. Ayahnya Muhammad Iskandar adalah seorang guru di Pesantren Mamba'ul Ma'arif.[3] Ibunya Muhasonah Iskandar kemudian menjadi pemimpin pesantren tersebut.[4] Muhaimin merupakan cicit dari Bisri Syamsuri, seorang ulama yang dikenal sebagai ayah dari Muhammad Hasyim Asy'ari (juga ulama), yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama dan juga salah satu orang Indonesia yang pernah belajar kepada Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, bersama dengan Ahmad Dahlan (pendiri dari Muhammadiyah) dan Zakaria bin Muhammad Amin (pendiri dari Pondok Pesantren Al-Khairiyah dan MDTA Mahbatul Ulum).[5][6] Sejak kecil, ia dekat dengan presiden kelak Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur. Menurut Muhaimin, ia mengenal Gus Dur sebagai guru dan pedagang kacang, dan Gus Dur pernah mengajarinya bermain sepak bola.[7] Saat memperingati wafatnya Gus Dur pada tahun 2016, Muhaimin dalam editorial majalah Tempo bercerita tentang ayahnya yang menguburkan seorang Muslim abangan, menjadikannya sebagai contoh perilaku yang manusiawi. Muhaimin menambahkan, tulisan itu "membuat ayahnya terkenal".[8] Ia dan Gus Dur mempunyai hubungan kekerabatan jauh, Iskandar sering disebut sebagai keponakan Gus Dur.[9] PendidikanMuhaimin menyelesaikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sederajat di madrasah di kampung halamannya, Madrasah Ibtidaiyah Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang (1973–1979) dan Madrasah Tsanawiyah Negeri Denanyar Jombang (1979–1982). Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 1 Yogyakarta (sederajat SMA) yang lulus pada tahun 1985. Selama sekolah menengah ini, ia juga mengajar di pesantren tempat ayahnya menjadi guru.[9] Mendaftar di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tahun 1985, ia belajar di jurusan sosiatri (kini bernama departemen pembangunan sosial dan kesejahteraan) pada fakultas ilmu sosial dan ilmu politik universitas tersebut. Skripsinya berjudul Perilaku Kapitalis Masyarakat Santri: Telaah Sosiologi tentang Etos Kerja Masyarakat Desa di Jawa Timur, dan ia lulus dengan gelar Sarjana pada tahun 1992.[3][10][11] Muhaimin melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, mempelajari manajemen komunikasi mulai tahun 1998. Ia lulus pada tahun 2001 dengan gelar Magister Sains.[12][13] Tesisnya berjudul Manajemen Hubungan Masyarakat Partai Kebangkitan Bangsa dalam Pemilu 1999.[14] Ia menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang Sosiologi Politik, Universitas Airlangga (2017).[15][16] Beberapa dosen di universitas tersebut memprotes pemberian tersebut, dengan alasan cacat prosedural.[17] Selama dan setelah masa studinya, ia menjadi bagian dari beberapa organisasi kemahasiswaan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di mana ia menjabat sebagai ketua umum pengurus besar antara tahun 1994 dan 1997,[18] Ketua Korps Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial (1989) dan anggota badan perwakilan mahasiswa fakultasnya (1990), selain menjadi ketua pengurus cabang PMII Yogyakarta (1990–1991). Ia juga anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia, di mana ia menjabat sebagai wakil ketua cabang Yogyakarta.[3][19] Semasa kuliah, ia dikenalkan dengan tokoh-tokoh seperti Tjahjo Kumolo (saat itu Ketua Umum KNPI) dan Susilo Bambang Yudhoyono.[20] Muhaimin Iskandar juga aktif di Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) Yogyakarta, sebuah Lembaga yang merupakan rujukan pemikiran Islam progresif saat itu bahkan sampai saat ini. Karier awalSebelum dia terjun ke dunia politik, Muhaimin bekerja di beberapa organisasi termasuk antara dan selama kuliah. Setelah menyelesaikan studinya ia pindah ke Jakarta dan bekerja di Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) sebagai sekretaris, Lembaga Pendapat Umum (yang didirikan oleh Gus Dur) sebagai kepala divisi penelitian, dan aktif dalam ForumDemokrasi yang merupakan masa yang mengkritik keras terhadap Presiden Soeharto saat itu. Ia kemudian bersama Eros Djarot mendirikan tabloid Detik, di mana ia menjabat sebagai kepala penelitian dan pengembangan hingga publikasinya dikecam. Dia juga sempat bekerja di Helen Keller International.[9][20] Karier politikPemerintahan Orde Baru, di bawah naungan Soeharto, menjadikan Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari Partai PPP dan membatasi kehadiran Islam dalam politik sambil mempromosikan kehadiran budayanya. Oleh karena itu, pada tahun 1984 organisasi ini menarik diri dari politik praktis.[21] Menurut Muhaimin, ia pernah diinterogasi bersama seluruh kelas di Madrasah Tsanawiyah saat membahas kekayaan Soeharto.[20] Saat Krisis moneter, Muhaimin menjabat sebagai Ketua Umum PMII sejak tahun 1994. NU menunjuknya sebagai bagian dari tim asistensi pembentukan Partai Kebangkitan Bangsa.[19] Peran Muhaimin adalah menyiapkan anggaran dasar partai.[20][22] Ia juga diangkat sebagai sekretaris jenderal partai tersebut.[3] Setelah kejatuhan Soeharto, partai baru ini berpartisipasi dalam pemilihan umum 1999 dan memenangkan 12,6% suara nasional, memperoleh 51 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dan menjadi kelompok terbesar ketiga di belakang PDI-P dan Golkar.[23] Wakil Ketua DPR RIBeberapa minggu setelah terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia menjadi wakil ketua DPR pada usia 33 tahun, salah satu yang termuda dalam sejarahnya. Jabatannya meliputi sektor industri, perdagangan dan pembangunan. Pada masa jabatan pertamanya, ia juga menjabat sebagai ketua Fraksi PKB.[3][19] Koalisi PKB di Majelis Permusyawaratan Rakyat kemudian mengantarkan Abdurrahman Wahid menjadi Presiden Indonesia ke-4 dalam pemungutan suara yang digambarkan The Economist sebagai "kejutan", mengalahkan Megawati Soekarnoputri 373 berbanding 313.[24] Kemudian, setelah terpilih kembali untuk masa jabatan keduanya pada pemilihan umum 2004, dia terus menjabat setelah terpilih kembali bersama politisi koalisi lainnya, dengan Agung Laksono sebagai ketuanya.[25] Ia menyatakan dalam sebuah wawancara bahwa kompetensi badan tersebut dalam hal legislatif dan anggaran sangat lemah, karena kurangnya staf ahli.[26] Perselisihan partai2005–2006: Perselisihan kepemimpinanDalam kongres partai yang diadakan antara 16 dan 18 April 2005 di Semarang, Muhaimin terpilih sebagai ketua baru Partai Kebangkitan Bangsa menggantikan Alwi Shihab. Ia meraih 304 dari 382 suara secara aklamasi, bersama pesaingnya seperti Ali Masykur Musa, Saifullah Yusuf dan Mohammad Mahfud MD.[27] Yang terakhir menyatakan bahwa pemungutan suara tersebut "melanggar hukum", dan posisi Iskandar tidak sah.[28] Kasus ini dibawa ke pengadilan, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan versi pimpinan partai Muhaimin pada bulan Agustus. Beberapa pengamat politik mencatat bahwa Abdurrahman Wahid, yang sudah tidak lagi menjadi presiden meski masih berpengaruh, mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mungkin menyebabkan dia mempengaruhi keputusan pengadilan.[29] Terlepas dari itu, faksi ulama lawan mengadakan kongres terpisah di Surabaya pada awal Oktober tahun itu. Kongres ini memilih Choirul Anam sebagai ketuanya.[30] Mahkamah Agung Republik Indonesia juga menetapkan bahwa pemecatan Alwi Shihab tidak sah pada bulan November 2005, sehingga memperkuat klaim faksi ulama atas kepemimpinan partai.[31] Meskipun demikian, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengakui faksi Muhaimin sebagai sah pada bulan Maret 2006, diikuti oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan Juni.[32][33] Faksi ulama mengajukan banding ke Mahkamah Agung menyusul keputusan terakhir tersebut. Mahkamah Agung mengambil keputusan sesuai dengan Kementerian dan Pengadilan Negeri, sehingga mengakhiri perpecahan pada bulan September 2006. Faksi ulama kemudian terpecah dan membentuk Partai Kebangkitan Nasional Ulama.[30][34] 2008: Konflik dengan Gus DurPada tahun 2007, muncul rumor bahwa Muhaimin berusaha mengambil alih posisi Gus Dur di partai tersebut dengan mengadakan kongres luar biasa. Ia membantah keras hal tersebut sambil berkata, "Saya mau melawan Gus Dur? Saya ini siapa?!".[35] Setelah rapat internal pada bulan Maret 2008, ia dikeluarkan dari jabatan ketuanya, tetapi baik dia maupun Gus Dur tidak diperbolehkan memilih. Tak lama kemudian, Iskandar membentuk faksi dan membawa kasus ini ke pengadilan, menuntut Gus Dur.[36] Mantan organisasinya, PMII, menyatakan dukungannya terhadap faksinya.[37] Muhaimin juga memecat putri Gus Dur, Yenny Wahid, dari jabatan sekretaris jenderal pada bulan April.[38] Sidang awal tidak dihadiri pengurus partai dari kedua faksi. Pada bulan Mei, faksi Iskandar mendirikan kantor untuk pemilihan umum mendatang dan faksi lawan melaporkannya ke polisi karena penyalahgunaan atribut partai. Perwakilan kedua faksi hadir saat pembagian nomor suara oleh Komisi Pemilihan Umum. Perselisihan ini diselesaikan pada bulan Juli, ketika Mahkamah Agung Republik Indonesia memutuskan bahwa kepemimpinan partai tetap seperti pada tahun 2005.[36] Pada tahun berikutnya, partai tersebut memperoleh 28 kursi (dibandingkan dengan 53 kursi pada tahun 2004) dari pemilihan umum.[39] Pada tanggal 25 Desember, ia mencopot adik perempuan Gus Dur, Lily Wahid, dari partai tersebut, dengan alasan pelanggaran aturan internal.[40] Hanya beberapa hari kemudian, Gus Dur meninggal.[41] Muhaimin membantah bahwa ia "mengkhianati" Gus Dur dalam pidatonya pada tahun 2014, mengklaim bahwa ia telah mengundurkan diri dari partai namun Gus Dur mengembalikan surat pengunduran dirinya.[42] Pada tahun yang sama, ia dilaporkan oleh keluarga Gus Dur karena menggunakan gambar mantan presiden dalam materi kampanye meskipun ada tuntutan untuk tidak melakukannya.[43] Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiDi bawah kepemimpinannya, PKB mendukung terpilihnya kembali Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, ia terpilih untuk masa jabatan ketiga di DPR. Ia kemudian diangkat menjadi menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi.[39][44] Pada usia 43 tahun, ia menjadi menteri termuda di kabinet.[45] Karena jabatannya tersebut, ia mengundurkan diri dari jabatannya di DPR, digantikan oleh sesama politisi PKB, Imam Nahrawi.[46] Kekayaan Muhaimin dilaporkan sebesar Rp 1,6 miliar pada bulan April namun ia melaporkan sebesar Rp 6,9 miliar pada bulan November, dan ia mengatakan bahwa ia "tidak disiplin dalam melaporkan kekayaannya".[47] Pada bulan September 2010, kementeriannya melarang pembantu rumah tangga asal Indonesia untuk berangkat ke Malaysia, Kuwait atau Yordania menyusul adanya pelecehan terhadap pembantu rumah tangga Indonesia di Penang.[48] Ketika seorang pembantu rumah tangga dieksekusi di Arab Saudi tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia pada tahun 2011, ia juga menghentikan aliran pekerja rumah tangga Indonesia ke sana.[49] Ia menyatakan bahwa Indonesia akan meratifikasi Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional 189 tentang Pekerja Rumah Tangga pada bulan Maret 2014.[50] Hingga September 2018, Indonesia masih belum meratifikasi konvensi tersebut.[51] Pada tahun 2014, ia menandatangani perjanjian dengan Arab Saudi tentang perlindungan pekerja rumah tangga.[52] Menyusul demonstrasi besar-besaran yang dilakukan pekerja di seluruh negeri pada bulan Oktober 2012,[53] Muhaimin membuat peraturan mengenai outsourcing, membatasinya pada 5 sektor yaitu pertambangan, katering, transportasi, kebersihan dan keamanan.[54] Hal itu diresmikan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012.[55][56] Ia dipanggil sebagai saksi dalam persidangan skandal korupsi yang melibatkan kementeriannya pada Februari 2012.[57] Ia juga sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun sebelumnya terkait skandal yang sama.[58] Salah satu pihak yang terlibat menuduh Iskandar menuntut Rp 1,5 miliar melalui bawahannya.[59] Putusan pengadilan tidak menyatakan dia bersalah, dan dia tidak diperiksa sebagai tersangka.[60] Kepresidenan Joko WidodoPada pemilihan umum legislatif 2014, PKB memperoleh 9,04% suara nasional dan memperoleh 47 kursi di parlemen.[61][62] Pada bulan September tahun itu, Muhaimin mendapatkan masa jabatan ketiga sebagai ketua partai.[63] Untuk pemilihan umum presiden, PKB di bawah Muhaimin mendukung calon PDI-P Joko Widodo (Jokowi) yang menang dan menjadi presiden.[64] Pada Kabinet Kerja Jokowi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi diubah namanya menjadi Kementerian Tenaga Kerja dan Muhaimin digantikan oleh Hanif Dhakiri.[65] Muhaimin juga terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk keempat kalinya dengan perolehan 116.694 suara.[66] Ia menolak mundur dari kursi legislatifnya, dan tidak ditempatkan di kabinet Jokowi.[67] Ia mengkritik kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti dengan mengatakan kebijakan tersebut menimbulkan masalah bagi nelayan Indonesia.[68] Penyelidikan lain yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap skandal suap di lingkungan kementeriannya mengakibatkan keterlibatannya diselidiki.[69] Muhaimin juga pernah menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sejak 26 Maret 2018 hingga 30 September 2019. Ia bersama Ahmad Basarah dan Ahmad Muzani didapuk jadi Wakil Ketua MPR berdasarkan revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3).[70] Kariernya terus meroket, setelah terpilih menjadi Ketua Umum PKB di Muktamar PKB Tahun 2005 di Semarang. Muhaimin berhasil menyelamatkan PKB dari dinamika politik yang terjadi di PKB antara tahun 2005-2009. Muhaimin berhasil membawa PKB keluar dari lubang jarum Parliamentary Treshold (PT) pemilu 2009, di tengah banyak pengamat memprediksi PKB tdk akan lolos PT akibat konflik. Hanya dalam dua kali pemilu, 2014 dan 2019, Muhaimin berhasil bukan hanya mengembalikan suara PKB tapi juga membawa PKB melampaui perolehan suara dan kursi PKB pada saat pertama kali didirikan dan ikut Pemilu 1999. Saat Gus Dur masih menjadi tokoh sentral di PKB, kursi DPR RI PKB 2004 ada di 52 kursi dengan raihan suara 13 juta, sekarang di tangan Muhaimin, kursi PKB menjadi 58 kursi dengan suara 13,5 juta. Pemilihan umum presiden 2019Pada awal Februari 2016, anggota partainya telah mengusulkan agar dia mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada pemilihan umum 2019.[71] Hal ini diikuti oleh beberapa organisasi dan individu, mulai dari santri[72] hingga kelompok nelayan[73] dan legislator PKB.[74] Di Bekasi, banyak spanduk bermunculan yang mempromosikan dirinya sebagai pencalonan.[75] Ketika kejadian lain terjadi kemudian, Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel Johan mengklaim spanduk tersebut dipasang oleh gerakan akar rumput.[76] Sementara pengamat dari Universitas Padjadjaran menilai Muhaimin"terlalu percaya diri",[77] Muhaimin sendiri menyatakan pada 6 Maret 2018 bahwa ia "masih yakin Pak Jokowi akan meminta [dia menjadi calon wakil presiden]".[78] Joko Widodo pada bulan Maret 2018 mencatat bahwa ia masih menyiapkan kriteria untuk calon wakil presidennya, dan belum menetapkan satu kriteria pun.[79] Para pejabat Gerindra juga mempertimbangkan kemungkinan pasangan Prabowo Subianto-Muhaimin.[80] Hasil survei calon wakil presiden memberikan hasil yang berbeda-beda, dengan hasil Lingkaran Survei Indonesia yang menempatkan Iskandar sebagai kandidat teratas untuk posisi tersebut.[81] Survei-survei lain yang dilakukan pada tanggal yang sama juga menampilkan kandidat lain seperti Agus Harimurti Yudhoyono, jika petahana Jusuf Kalla tidak disebutkan namanya.[82] Pada tanggal 15 Maret 2018, Muhaimin mengumumkan bahwa ia telah secara resmi melamar menjadi pasangan Joko Widodo untuk pemilu 2019, dengan alasan kelebihannya sebagai daya tarik bagi pemilih Muslim.[83] Sehubungan dengan itu, ia mendirikan kantor JOIN (Jokowi-Muhaimin) pada April 2018.[84] Pada bulan Agustus, Joko Widodo secara resmi mendeklarasikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidennya. Meski mengaku "terkejut", Muhaimin menyatakan dukungannya terhadap pasangan tersebut, dan terus menggunakan akronim "JOIN" (sekarang Jokowi-Ma'ruf Amin).[85] Muhaimin sendiri mencalonkan diri dalam pemilihan umum legislatif, mencalonkan diri untuk masa jabatan kelima masih di daerah pemilihan Jawa Timur VIII.[86] Ia memenangkan 149.916 suara dan mendapatkan kursi.[87] Ia kemudian diangkat menjadi wakil ketua DPR.[88] Pemilihan umum presiden 2024Pada 1 September 2023, calon presiden Anies Baswedan mendeklarasikan Muhaimin sebagai calon wakil presiden pada pemilihan umum Presiden Indonesia 2024. Sebelum pengumuman tersebut, PKB sudah setuju untuk mendukung Prabowo Subianto dalam pemilu, sehingga PKB menarik diri dari koalisi. Menanggapi pengumuman tersebut, Partai Demokrat di bawah mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menarik dukungannya terhadap pencalonan Anies.[89] Kehidupan pribadiIa menikah dengan Rustini Murtadho pada tahun 1995. Menurut Muhaimin, ia memanggil empat tokoh politik besar (Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, Abdurrahman Wahid dan Eros Djarot) untuk meyakinkan mertuanya ketika ia melamar.[90] Pasangan ini memiliki tiga anak yakni Mega Safira (1996), Rahma Arifa (2000), Egalita Azzahra (2003)[91][92] KaryaBeberapa buku yang pernah ditulisnya, antara lain; Melampaui Demokrasi; Merawat Bangsa dengan Visi Ulama (Klik.R, Yogyakarta, 2006); Momentum Untuk Bangkit, Percikan Pemikiran Ekonomi, Politik dan Kebangsaan (LKiS, 2009); Melanjutkan Pemikiran dan Perjuangan Gus Dur (LKiS, 2010); Intoleransi, Diskriminasi dan Politik Multikulturalisme (LKiS Yogyakarta),Visioning indonesia (LP3ES,2022) dan beberapa buku lainya. Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|