Sepanjang kampanyenya, Jokowi menghadapi berbagai macam isu, terutama dalam perihal suku, agama, ras, dan aliran (SARA).[6] Lawannya, Prabowo Subianto diisukan melakukan pelanggaran administrasi sebanyak 67 kali dari total 109 laporan, sedangkan Jokowi hanya 40 kali.[7] Isu lain pun terjadi yang mengatakan bahwa Jokowi merupakan calon presiden boneka sang ketua partai, Megawati Soekarnoputri.[8]Kampanye hitam pun kerap menyerangnya.[8] Isu pertama mengatakan bahwa aslinya ia merupakan seorang Tionghoa beragama Kristen.[9] Jokowi disebut sebagai keturunan Cina yang bernama Wie Jo Koh.[8]Isu keturunan bahwa ia keturunan Tionghoa bukanlah masalah yang amat besar karena menurut beberapa sumber hal tersebut dibenarkan. Ada yang mengatakan bahwa ayah Jokowi yang merupakan keturunan Tionghoa memiliki nama Oey Hong Liong.[10]
Perjalanan saat pemilihan
Pilpres tahun 2014 merupakan salah satu yang terpanas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tipis baik pada jajak pendapat maupun pada hasil akhir pemilu[11] hingga-hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat dinilai tidak siap untuk menghadapi perbedaan hasil pilpres yang sangat tipis.[12]
Pada 2018, Jokowi mengumumkan bahwa ia akan mencalonkan diri dalam pemilihan umum presiden 2019. Wakil presiden Jusuf Kalla dianggap tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan lagi karena batasan masa jabatan yang ditentukan untuk jabatan presiden dan wakil presiden. (Jusuf Kalla telah menjalani masa jabatan lima tahun sebagai wakil presiden pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari 2004 hingga 2009.) Spekulasi mengenai siapa yang akan dipilih Jokowi sebagai calon wakil presidennya terfokus pada beberapa kandidat termasuk Mahfud MD, seorang mantan menteri pertahanan dan hakim agung Mahkamah Konstitusi.
Pada 9 Agustus 2018, secara mengejutkan, Jokowi mengumumkan bahwa Ma'ruf Amin akan menjadi pasangannya. Mahfud telah dilaporkan sedang mempersiapkan diri untuk menjadi calon wakil presiden, namun, setelah dorongan oleh beberapa partai dari koalisi pemerintah Jokowi dan tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh, Ma'ruf dipilih sebagai gantinya.[17] Jokowi memilih Ma'ruf karena pengalamannya yang luas dalam urusan pemerintahan dan agama.[18]
Pada Januari 2019, diberitakan bahwa Jokowi sedang mempertimbangkan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir karena usia tua dan kesehatan yang menurun. Langkah ini dipandang kontroversial sebagai bagian dari semakin banyaknya tindakan yang diambil oleh Jokowi untuk menenangkan hati orang Muslim konservatif menjelang pemilihan.[19] Rencana itu dibatalkan pada tanggal 23 Januari, karena Ba'asyir menolak untuk berjanji setia pada ideologi negara Pancasila yang merupakan salah satu syarat pembebasannya.[20] Jokowi telah menolak untuk memberikan pandangan pada penahanan sekitar 1.000.000 Muslim Uighur oleh pemerintah Tiongkok di kamp-kamp pendidikan ulang di provinsi Xinjiang dengan menyatakan "Saya tidak tahu tentang Xinjiang" dan tidak memberikan komentar.[21][22][23][24][25]
Setelah empat tahun menjabat, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi tetap tinggi, berkisar antara 60–70%.[26][27] Hasil quick count menunjukkan bahwa Jokowi diperkirakan memenangkan pilpres dengan suara 54 persen.[28] Akan tetapi, Prabowo mengklaim bahwa perhitungan oleh tim kampanyenya sendiri menunjukkan bahwa dia meraih suara 62 persen.[29][30]
Jokowi menamakan kabinetnya sebagai "Kabinet Kerja".[31] Menurut Jokowi, ia menamakan kabinetnya "Kerja" karena ia ingin para pembantunya bekerja untuk kepentingan rakyat.[32]
Kabinet Kerja Jilid I
Berikut daftar menteri-menteri yang termasuk dalam Kabinet Kerja Jilid I yang dimulai pada 26Oktober2014.[33]
Jokowi memulai masa kepresidenannya dengan meluncurkan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera. Upaya ini oleh partai oposisi dianggap untuk meredam sementara kenaikan harga BBM.[35] Jokowi dikritik karena meluncurkan program yang tidak memiliki payung hukum dan melanggar tertib anggaran,[36] namun hal ini dibantah oleh Jusuf Kalla, dengan argumen bahwa program kartu tersebut sebenarnya kelanjutan dari program yang sudah ada sehingga anggarannya pun mengikuti program tersebut.[37]
Ia menunjuk Faisal Basri sebagai ketua Tim Pemberantasan Mafia Migas, melantik Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan mengumumkan kenaikan BBM dari Rp6.500 menjadi Rp8500. Kebijakan ini sempat diikuti demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia.[38][39] Jokowi ingin mengalihkan dana subsidi tersebut untuk pembangunan infrastruktur dan kesehatan.[40] Di bidang kelautan, Jokowi menginstruksikan perlakuan keras terhadap pencuri ikan ilegal. Selain meminta diadakannya razia, ia juga berharap kapal pelanggar aturan ditenggelamkan.[41] Di bidang pertanian, Jokowi membagikan 1099 unit traktor tangan di Subang dengan harapan menggenjot produksi petani.[42] Ia juga mendorong terjadinya reformasi agraria dengan mendorong petani mendapat sertifikat sehingga dapat menggarap tanah dengan status legal. Ia juga mendorong hak penguasaan adat dan pengolahan hutan untuk kepentingan rakyat dengan konsep perhutanan sosial.[43]
Pada masanya, tercatat telah terjadi swasembada beras, jagung, bawang merah, dan cabai,[44] dengan membandingkan angka produksi yang lebih besar dari kebutuhan. Namun masih ditandai dengan beberapa kali impor untuk alasan memenuhi cadangan dan kepentingan kebutuhan beras dan jagung khusus yang tidak bisa disediakan petani. Indonesia.
Di depan Joko Widodo dalam pembukaan forum kerja sama ekonomi negara-negara Asia-Pasifik (APEC) di Da Nang, Vietnam, Donald Trump secara khusus memuji Indonesia sebagai contoh negara yang berhasil mengangkat diri dari keterpurukan melalui institusi domestik dan demokratis.[45]
Infrastruktur
Pemerintahan Joko Widodo telah berjanji untuk mengembangkan dan memperbaiki infrastruktur Indonesia, dengan fokus pada pembangunan jalan dan jalur kereta api, pembangunan pelabuhan dan bandar udara, dan irigasi. Pada 2016, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp290 triliun (US$22 miliar) untuk infrastruktur, alokasi infrastruktur terbesar dalam sejarah Indonesia.[46] Jokowi telah memulai banyak proyek pembangunan infrastruktur, di antaranya adalah membangun Jalan Tol Trans-Sumatera,[47] Tol Solo-Kertosono,[48] pelabuhan Makassar,[49] meresmikan operasional terminal Teluk Lamong sebagai bagian dari Greater Surabaya Metropolitan Port,[50] dan lain sebagainya.
Pemerintahan Jokowi telah merencanakan untuk membangun kereta cepat antara Jakarta dan Bandung menggunakan sponsor Jepang atau Cina. Pada akhir September 2015, Indonesia memberikan proyek kereta api bernilai miliaran dolar ini ke Cina,[51][52] mengecewakan Jepang.[53]
Kementerian transportasi Indonesia menyampaikan serangkaian kekurangan dalam rencana kereta cepat senilai $5,5 miliar yang didanai Cina, menimbulkan keraguan pada proyek tersebut dan menyoroti batas-batas Joko Widodo dalam mengubah mega proyek menjadi kenyataan saat dia mencoba untuk menarik investor asing ke ekonomi terbesar di Asia Tenggara.[54]
Kebijakan di Papua
Jokowi memberikan perhatian khusus bagi Papua. Terlihat dari frekuensi kunjungan yang terhitung sangat sering dibanding presiden sebelumnya, dan banyaknya pembangunan infrastruktur di Papua. Di antaranya adalah pembangunan pasar tradisional dan jalan lintas Papua.[55] Banyak bandara perintis dibangun atau dibenahi sehingga terlihat lebih baik dan kapasitasnya lebih besar. Ia juga menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada 11 Desember 2017.[56]
Pada kunjungannya ke Papua bulan Mei 2015, Jokowi membebaskan 5 tahanan politik OPM dan membebaskan wartawan asing untuk melakukan peliputan di Papua seperti halnya daerah lain di Indonesia. Jokowi beralasan bahwa Indonesia sudah harus berpikir positif dan saling percaya.[57] Kebijakan Jokowi ini menuai pro dan kontra, terutama di kalangan DPR RI yang menyatakan bahwa kebijakan tersebut dapat membuat isu Papua dipolitisir ke dunia luar, karena masalah Papua yang sangat sensitif.[58]
Narkoba dan hukuman mati
Hukum Indonesia menetapkan hukuman mati untuk beberapa tindak kejahatan perdagangan narkotika dan korupsi.[59][60] Setelah menjabat presiden, Jokowi menyatakan dia menolak memberikan grasi bagi pelanggar narkoba yang menghadapi eksekusi di Indonesia.[61] Eksekusi yudisial di Indonesia dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden setelah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.[62] Kontroversi internasional dan hukum muncul setelah presiden tidak memiliki atau membaca dokumen yang terkait dengan permohonan grasi ketika dia menolak permintaan grasi dari dua warga negara asing.[63] Jokowi berpendapat bahwa Indonesia saat ini dalam keadaan darurat terkait kejahatan terkait narkoba, menegaskan bahwa "jumlah (pengguna narkoba ilegal) yang membutuhkan rehabilitasi hampir 4,5 juta orang." Dia menambahkan 1,2 juta pengguna narkoba tidak dapat direhabilitasi dan hampir 50 dari mereka meninggal setiap hari.[61] The Jakarta Globe melaporkan bahwa statistiknya salah.[64]
Pada Januari 2015, Jokowi membuat marah pemerintah Brasil dan Belanda karena mengeksekusi seorang warga negara Brasil (Marco Archer Moreira) dan seorang warga negara Belanda; keduanya telah dihukum karena penyelundupan narkoba di Indonesia.[65][66] Baik Brasil dan Belanda segera menarik duta besar mereka.[67]
Selama Maret 2015, Australia mengusulkan bahwa masalah seputar eksekusi yang diusulkan terhadap warganya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, yang pada tahun 2007 telah ditolak haknya untuk pengujian yudisial oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia karena mereka bukan warga negara Indonesia,[68] akan diajukan ke Mahkamah Internasional.[69] Pada 29 April 2015, Indonesia mengeksekusi Sukumaran dan Chan. Sebagai protes, Australia segera menarik duta besarnya.[70] Pada 13 Mei 2015, Australia mengurangi bantuan luar negerinya ke Indonesia dari $605,3 juta menjadi $366,4 juta.[71] Mantan hakim konstitusi Indonesia Jimly Asshiddiqie, yang merupakan pemain kunci dalam lobi anti-hukuman mati di Jakarta menjelang eksekusi mati pada 29 April, mengatakan bahwa desakan agar Chan dan Sukumaran dieksekusi datang dari Widodo secara pribadi.[72]
Di sisi lain, pada tahun 2015 Jokowi memberikan seorang warga negara Filipina, Mary Jane Veloso, yang telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Indonesia, penundaan sementara beberapa menit terakhir,[73] setelah Presiden Filipina Benigno Aquino III secara pribadi memohon kepada Jokowi untuk grasi.[74] Keluarga Veloso bersikeras bahwa "dia ditipu oleh sindikat narkoba untuk terbang ke Indonesia pada tahun 2010 dengan lebih dari lima pon heroin tersembunyi dalam sebuah koper."[75] Penundaan eksekusi dikeluarkan "setelah seseorang yang diduga merekrutnya dan menipu dia untuk membawa narkoba ke Indonesia menyerahkan diri kepada pihak berwenang di Filipina."[76]
Seorang warga negara Prancis, Serge Atlaoui, dijatuhi hukuman mati di Indonesia pada 2007 setelah dinyatakan bersalah atas kejahatan narkoba; Atlaoui membantah keterlibatan. Pada 2015, Corinne Breuze, duta besar Prancis untuk Indonesia, memperingatkan Jokowi bahwa eksekusi Atlaoui "tidak akan tanpa konsekuensi untuk hubungan bilateral kita"; Prancis, yang menghapus hukuman mati pada tahun 1981, menentang hukuman mati dalam setiap keadaan.[77] Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan bahwa akan ada konsekuensi diplomatik jika Atlaoui dihukum mati.[78] Atlaoui direncanakan akan dieksekusi pada April 2015, tetapi diberikan penangguhan sementara karena banding yang tertunda.[75][78]
Sikap pro-hukuman mati Jokowi telah menarik perhatian internasional, tidak hanya karena dapat membahayakan hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara dari para terpidana yang dihukum mati, seperti Brasil, Belanda, dan Australia,[79] tetapi juga karena dapat membahayakan warga negara Indonesia yang menghadapi hukuman mati di luar Indonesia.[80]Amnesty International mengutuk eksekusi tersebut, mengatakan bahwa Indonesia menunjukkan "pengabaian total untuk proses hukum dan perlindungan hak asasi manusia."[81] Meskipun demikian, untuk warga negaranya sendiri yang menghadapi eksekusi untuk pelanggaran narkoba di luar Indonesia, Jokowi mencoba membela mereka.[82] Pada Juli 2016, gelombang eksekusi ketiga direncanakan akan dilaksanakan.[83] Mary Jane Veloso tidak dimasukkan sebagai tahanan berikutnya dalam hukuman mati untuk dieksekusi.[84]
Sekitar 130 orang masih terpidana mati di Indonesia.[85]
Kebijakan luar negeri
Sebelum pemilihan Jokowi, kebijakan luar negeri Indonesia di bawah mantan Presiden Yudhoyono dibentuk oleh pernyataan misi, "Seribu teman dan nol musuh".[86]
Jokowi telah mengamanatkan kebijakan tiga cabang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia, meningkatkan perlindungan terhadap warga negara Indonesia, dan mengintensifkan diplomasi ekonomi.[87]
Menurut Jokowi, pemerintah Indonesia tidak bisa lagi mentolerir situasi di mana lebih dari 5.000 kapal beroperasi secara ilegal di perairannya setiap hari, mempermainkan kedaulatan Indonesia dan mengakibatkan kerugian tahunan lebih dari $20 miliar.[88] "Setiap hari, ada sekitar 5.400 kapal nelayan [asing] di perairan dan laut kita," katanya. "Sebanyak 90% di antaranya beroperasi secara ilegal."[89]
Jokowi juga mempromosikan upaya untuk membebaskan penyelundup narkoba Indonesia dari hukuman mati di luar negeri.[90]
Mulai tanggal 8 November 2014, ia mengikuti beberapa konferensi tingkat tinggi, seperti APEC, Asian Summit, dan G20. Jokowi menuai kontroversi setelah presentasinya di depan pengusaha di APEC. Sebagian mencerca presentasi ini sebagai upaya menjual negara kepada kepentingan asing,[91] sementara di lain pihak pidatonya dipuji karena dianggap tepat pada sasaran, dibanding presiden negara lain yang hanya memberi ceramah yang mengambang.[92] Dari APEC, Jokowi berhasil membawa komitmen investasi senilai Rp300 Triliun.[93]
Jokowi mendapat sambutan hangat dan pujian ketika menyampaikan pidato di hadapan peserta peringatan ke 60 tahun Konferensi Asia Afrika pada 22 April 2015. Jokowi menyampaikan perlunya mereformasi PBB dan badan internasional lainnya. Ia dipandang berani mengkritik lembaga prestisius dunia seperti PBB, Dana Moneter Internasional, dan Bank Dunia. Jokowi pun menuai kritik dari peneliti Amerika Serikat karena ia dipandang tidak konsisten dalam mengajak investor asing untuk masuk ke Indonesia.[94]
Pada Maret 2016 Jokowi merilis sebuah pernyataan yang menyerukan para pemimpin Muslim pada pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Islam di Jakarta untuk bersatu dalam rekonsiliasi dan mendorong kemerdekaan Palestina.[95] Di bawah pemerintahan Jokowi Menteri Luar Negeri Indonesia telah mengunjungi Palestina, tetapi menolak permohonan untuk menjalin hubungan diplomatik bilateral dengan Israel.[96]
Warisan
Mantan Perdana Menteri MalaysiaMahathir Mohamad memuji pemerintahan Indonesia atas kepemimpinan Jokowi. Dia menilai pemerintahan Indonesia berjalan cukup baik berkat Jokowi.[97]
^Lawler, Dave (March 18, 2019). "Deafening silence in Asia on China's mass detention of Uighur Muslims". Axios. Indonesian President Joko Widodo is seeking re-election next month in the world’s largest Muslim-majority country and, as the FT points out, “presenting himself as defender of the faith is central to his campaign strategy.” But when the newspaper asked him about the imprisonment of up to 1 million Muslims in China’s Xinjiang territory, he repeatedly declined to comment.
^Chris Nusatya in Jakarta, Toby Sterling in Amsterdam, and Silvio Cascione in Brasilia; Writing by Randy Fabi; Editing by Paul Tait (17 January 2015). "Brazil, Netherlands recall Indonesia ambassadors after executions". Reuters. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-09-24. Diakses tanggal 19 February 2015.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)