Menurut Keluaran, Musa lahir di masa ketika bangsanya, yaitu bangsa Israel menjadi bangsa minoritas yang ditindas di Mesir Kuno, dan karena populasinya yang terus meningkat ditakutkan oleh Firaun bahwa mereka kemungkinan akan bersekutu dengan musuhnya Mesir.[11]Ibu Musa yang dari etnis Yahudi, yaitu Yokhebed, diam-diam menyembunyikannya ketika Firaun memerintahkan semua bayi Yahudi yang laki-laki untuk dibunuh untuk mengurangi populasi bangsa Israel. Oleh anak perempuan Firaun (dikenal sebagai Putri Firaun di Midrash, atau Asiyah menurut islam) Musa yang masih bayi itu pun diadopsi setelah ditemukannya hanyut di Sungai Nil, dan ia pun dibesarkan bersama keluarga kerajaan Mesir lainnya. Setelah membunuh seorang etnis Mesir yang memukuli budaknya yang beretnis Yahudi, Musa pun kabur melintasi Laut Merah ke Midian, di mana dia bertemu dengan Malaikat Tuhan,[12] yang berbicara kepadanya dari dalam semak yang terbakar di Gunung Horeb, yang dianggap sebagai Gunung Ilahi.
Tuhan memerintahkan Musa untuk kembali ke Mesir untuk menuntut pembebasan bangsa Israel dari perbudakan. Namun, Musa berkata kalau dirinya tidak dapat berbicara secara fasih,[13] maka Tuhan mengizinkan Harun, yang merupakan abangnya Musa,[14] untuk menjadi juru bicaranya. Setelah terjadinya Sepuluh Tulah, Musa menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir menyeberangi Laut Merah. Setelah itu mereka berdiam di Gunung Sinai, di mana Musa menerima Sepuluh Perintah Tuhan. Pasca 40 tahun mengembara di padang pasir, Musa wafat di Gunung Nebo, di dekat Tanah Perjanjian.
Diakibatkan tidak adanya bukti arkeologis maupun catatan sejarah selain dari Kitab-Kitab Samawi mengenai dirinya,[15][16] banyak ilmuwan dan agamawan menganggap cerita Musa sebagai cerita dongeng, dengan beberapa tetap memegang kemungkinan bahwa Musa atau sosok seperti Musa pernah ada di abad ke-13 SM.[17][18][19][20][21] Yudaisme Rabbinikal mengkalkulasi bahwa Musa hidup dari tahun 1391 sampai 1271 SM;[22] sedangkan menurut Jerome, Musa lahir di tahun 1592 SM,[23] dan James Ussher mengatakan Musa lahir di tahun 1571 SM.[24]
Ayat
Seperti Musa yang dikenal Tuhan dengan berhadapan muka, tidak ada lagi nabi yang bangkit di antara orang Israel dalam hal segala tanda dan mujizat yang dilakukannya atas perintah Tuhan di tanah Mesir terhadap Firaun dan terhadap semua pegawainya dan seluruh negerinya, dan dalam hal segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel. — Ulangan 34: 10–12
(Allah) berfirman, 'Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih engkau dari manusia yang lain untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku, sebab itu berpegangteguhlah kepada yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur.' — Al-A'raf (7): 144
Menurut Kitab Keluaran, nama Musa (Mošeh משה) berarti "diangkat dari air" dari akar kata mšh משה "mengangkat, menarik ke luar", menurut Keluaran 2:10:
Putri Firaun ... menamainya Musa (משה), sebab katanya: "Karena aku telah menariknya (משיתהו) dari air."[25]
Nama "Musa" ini dapat mengindikasikan bentuk pasif "ditarik keluar", yaitu "dia yang ditarik keluar", tetapi juga ada yang melihat dalam arti aktif, yaitu: "ia yang menarik keluar" dalam arti "Juruselamat" (bahasa Latin: Soter; bahasa Inggris: saviour, deliverer).[26] Bentuk nama yang tertulis dalam Teks Masoret sesungguhnya merupakan bentuk aktif partisipel dalam tata bahasa Ibrani.[27] Sejarawan Yahudi-Romawi dari abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100), berpendapat bahwa nama ini diambil dari etimologi Mesir. Ini didukung oleh sejumlah pandangan sarjana yang menunjukkan turunan dari istilah bahasa Koptikmo yaitu "air" dan `uses "menolong, menyelamatkan", memberi arti "diselamatkan dari air".[28]
Pandangan lain mengkaitkan nama Musa dengan kata Mesir kuno ms -- artinya "lahir" atau "anak; keturunan" atau "pemberian"—yang ditemukan dalam nama-nama "Thut-mose", "anak dari (dewa) Thoth") dan "Ra-messes", yang berarti "anak yang diberi oleh (dewa) Ra.[25][29]
Dari antara orang-orang Aram dan Neo-Hitit, penduduk di Sam'al Utara, Yahudi, menyebutkan bahwa ada jejak-jejak kebudayaan nenek moyang pahlawan Moschos, menunjuk kepada pahlawan Yunani Mopsus (berarti "anak sapi") yang memiliki beberapa kesamaan dengan Musa.[30] Kesamaan-kesamaan ini hanya berkisar pada kedekatan lokasi dan kemiripan nama.
Kisah
Sumber
Teks kitab suci
Dalam Tanakh (kitab suci umat Yahudi) dan Alkitab (kitab suci umat Kristen), riwayat kehidupan Musa terutama dicatat dalam Kitab Keluaran (Syemot), Imamat (Wayiqra), Bilangan (Bemidbar), dan Ulangan (Devarim). Namanya disebutkan sebanyak 873 kali dalam 803 ayat dalam 31 kitab di dalam Alkitab versi Terjemahan Baru.[31]
Dalam Al-Qur'an (kitab suci umat Islam), nama Musa disebutkan sebanyak 136 kali,[a] menjadikannya sebagai manusia yang namanya paling banyak disebut dalam Al-Qur'an. Kisahnya disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2): 49-61, Al-A'raf (7): 103-160, Yunus (10): 75-93, Al-Isra' (17): 101-104, Thaha (20): 9-97, Asy-Syu'ara' (26): 10-66, An-Naml (27): 7-14, Al-Qashash (28): 3-46, Al-Ghafir (40): 23-30, Az-Zukhruf (43): 46-55, Ad-Dukhan (44): 17-31, dan An-Naziat (79): 15-25.
Sastra
Tulisan-tulisan di luar kitab-kitab suci mengenai Musa pertama kali muncul pada awal periode Helenistik, sejak 323 SM sampai kira-kira 146 SM. Shmuel mencatat bahwa "suatu ciri sastra zaman ini adalah penghormatan tinggi terhadap orang-orang Timur pada umumnya dan sekelompok orang tertentu di antara masyarakat."[32]
Sejarawan, ahli geografi dan filsuf Yunani, Strabo, menulis secara rinci mengenai Musa dalam tulisannya Geographica (~ 24 M), yang dianggapnya sebagai seorang imam Mesir yang tidak puas terhadap keadaan negerinya dan mengumpulkan pengikut untuk melawan penyembahan ilah yang berupa manusia atau binatang, karena percaya bahwa sembahannya adalah suatu sosok yang melebihi segalanya – tanah dan laut.[39][40][41]
Sejarawan Romawi Tacitus (~ 56–120 M) menyinggung mengenai Musa ketika menggambarkan agama Yahudi yang monoteistik tanpa patung yang jelas dalam karyanya Histories (~ 100 M), sehingga penyembahan paganisme ditinggalkan.[42] Tacitus menyatakan bahwa sumber-sumbernya meyakini adanya peristiwa keluarnya orang-orang dari Mesir pada zaman Firaun Bocchoris, yakni saat Mesir mengalami wabah sampar sehingga atas nubuat dewa Zeus-Amun ia mengusir orang-orang Yahudi ke padang gurun, dan orang-orang ini dipimpin oleh Musa selama 6 hari mengembara kemudian merebut tanah Kanaan pada hari ketujuh.[43]
Numenios, seorang filsuf Yunani asal Apamea, di Suriah, pada paruh akhir abad ke-2 M, mempelajari Musa, para nabi dan Yesus,[44] di samping mitos Mesir dan Hindu. Ia menyebut Musa sebagai "nabi" sebagaimana Homer adalah penyair. Plato digambarkannya sebagai "Musa Yunani".[45]
Filsuf Kristen, Yustinus Martir (103–165 M) menulis bahwa Musa "lebih dapat dipercaya, lebih jelas dan benar karena hidup pada masa lebih tua dari pada para filsuf Yunani,"[46] sebagai nabi, pemberi hukum dan guru agama paling awal bagi orang Kristen.[46]
Musa juga disebutkan dalam berbagai teks agamawi Yahudi yaitu Mishnah (sekitar 200 M), Midras (200–1200 M),[47]
Musa adalah seorang Bani Israel, yakni mereka yang merupakan keturunan Ya'qub atau Yakub (juga disebut "Israel"[48]). Disebutkan bahwa Ya'qub awalnya tinggal di Palestina (tanah Kanaan). Putra kesebelas Ya'qub, Yusuf, yang telah menjadi orang kepercayaan raja kemudian mengundang Ya'qub dan keluarganya yang ada di Palestina untuk tinggal di Mesir lantaran paceklik hebat. Mereka kemudian beranak-pinak di sana.[49][50]
Alkitab menyebutkan bahwa ayah Musa bernama Amram (Imran dalam sumber Islam), salah seorang keturunan Lewi, putra ketiga Yakub. Ibu Musa adalah Yokhebed, keturunan Lewi yang juga merupakan saudari dari ayah Amram.[51] Silsilah keluarga Musa dari adalah:
Alkitab menyebutkan bahwa setelah Yusuf dan orang-orang seangkatannya meninggal, naiklah penguasa Mesir yang tidak mengenalnya. Raja ini khawatir lantaran jumlah Bani Israel dirasa lebih banyak dari kaumnya dan ditakutkan mereka akan berkhianat lalu bergabung dengan musuh jika terjadi perang, sehingga ia memerintahkan agar mereka dipaksa melakukan pekerjaan keras. Dia juga memerintahkan para bidan yang membantu persalinan para perempuan Bani Israel, namanya Sifra dan Pua, untuk membunuh tiap bayi laki-laki yang lahir. Namun mereka tidak melakukannya karena takut akan Allah. Saat ditanya alasannya, mereka berdalih bahwa para perempuan Bani Israel kuat sehingga dapat melahirkan sendiri sebelum para bidan tiba.[55]
Al-Qur'an tidak menyebutkan motif Firaun menindas bangsa Israel. Para ulama memberikan keterangan bahwa Firaun melakukan hal tersebut lantaran yakin bahwa akan ada Bani Israel yang akan menghancurkan kekuasaannya. Sebagian menyebutkan bahwa keyakinan itu didapat lantaran Firaun bermimpi melihat api dari Baitul Maqdis (Palestina) datang dan menghancurkan rumah-rumah bangsa Qibti, tapi tidak dengan rumah Bani Israel. Sebagian berpendapat bahwa hal ini berkaitan dengan penguasa Mesir terdahulu yang terkena tulah lantaran hendak menodai Sara, istri Abraham (Ibrahim). Dari peristiwa tersebut kemudian diyakini bahwa akan ada keturunan Sarah yang akan menghancurkan kekuasaan Fir'aun.[56] Sebagian ulama menyebutkan bahwa bangsa Qibti mengeluh pada Firaun lantaran jumlah bangsa Israel menjadi terlalu sedikit untuk mengerjakan pekerjaan keras karena kebijakan pembunuhan bayi laki-laki tersebut, sehingga dikhawatirkan bangsa Qibti yang nantinya akan mengurus berbagai pekerjaan kasar itu. Firaun kemudian mengadakan kebijakan berselang-seling: satu tahun tidak dilangsungkan pembunuhan bayi dan tahun berikutnya dilakukan pembunuhan bayi. Harun lahir pada saat kebijakan pembunuhan bayi tidak dijalankan.[57]
Sebagian ulama menyebutkan bahwa pembunuhan bayi laki-laki tersebut dilakukan setelah Musa dan Harun diutus menyeru Firaun. Sebagian menyebutkan bahwa hal itu dilakukan sejak sebelum Musa lahir dan tetap dilaksanakan setelah Musa diutus pada Firaun.[58]
Kelahiran dan masa muda
Yokhebed mendapat ilham untuk memasukkan Musa ke dalam peti pandan dan meletakkannya di tengah-tengah teberau (tanaman papirus) di tepi sungai Nil, sementara kakak perempuan Musa mengawasinya dari jauh.[59] Peti berisi Musa tersebut kemudian ditemukan oleh perempuan istana keluarga Fir'aun. Perempuan istana itu kemudian mengangkat Musa sebagai anaknya. Menurut Al Qur'an, Musa menolak semua perempuan yang dijadikan ibu susunya. Sumber Al Qur'an dan Alkitab mencatat bahwa kakak perempuan Musa itu kemudian mengajukan kepada keluarga Fir'aun agar Yokhebed menjadi ibu susu Musa. Perempuan istana itu setuju dan Musa kembali pada Yokhebed selama beberapa waktu.[60][61][62][63] Alkitab menyebutkan bahwa Musa berusia tiga bulan saat itu.[64] Al-Qur'an menyebutkan bahwa Yokhebed menjadi putus asa setelah menghanyutkan Musa dan hampir saja berteriak dan membuka jati diri anaknya sendiri bila Allah tidak menguatkan hatinya. Disebutkan pula bahwa Musa menolak semua wanita yang dijadikan ibu susunya sebelum akhirnya dia menyusu pada ibunya sendiri. Sumber Al-Qur'an menyebutkan bahwa perempuan istana yang menjadikan Musa sebagai anak angkat adalah istri Fir'aun, sementara Alkitab menyebutkannya sebagai "putri Fir'aun".[65] Selanjutnya hanya disebutkan di Alkitab bahwa Musa mendapatkan pendidikan berdasarkan "segala hikmat orang Mesir" dalam tatacara bahasa dan tingkah lakunya.[66]
Al-Qur'an dan Alkitab tidak mencatat riwayat kehidupan Musa antara masa belia sampai dewasa. Sejarawan Yahudi pada akhir abad ke-3 SM dan penulis "Peri Iudaion", Artapanus, menyebutkan riwayat masa muda Musa, yang dilestarikan dalam tulisan sejarawan Kristen, Eusebius,[67] antara lain:
Pangeran Musa ("Mousos") diadopsi oleh putri 'Merris', anak perempuan Fir'aun Palmanothes, yang kemudian menikah dengan Fir'aun Khenephrês (= Sobekhotep IV), "yang menjadi raja atas wilayah di seberang Memphis, karena pada zaman itu ada banyak raja di Mesir."
Setelah dewasa, Pangeran Musa mengatur negeri itu untuk Fir'aun Khenephrês dan menjadi terkenal di kalangan rakyat Mesir.
Pangeran Musa memimpin peperangan melawan orang Etiopia yang menyerang Mesir, selama 10 tahun. Peristiwa ini juga dicatat oleh sejarawan Yahudi-Romawi Flavius Yosefus (37-100 M).
Ketika kembali dan membawa kemenangan, Fir'aun Khenephrês berupaya membunuhnya karena cemburu atas keberhasilan Musa, tetapi Musa "lari ke Arabia dan hidup dengan Raguel, penguasa daerah itu, dan menikahi putrinya."[67]
Melarikan diri dari Mesir
Saat Musa dewasa, berusia 40 tahun menurut Alkitab,[68] dia bertemu seorang bangsa Mesir (disebut bangsa Qibthi dalam literatur Muslim) yang menyiksa seorang bangsa Israel (orang Ibrani). Musa kemudian membunuh orang Mesir tersebut. Pada kesempatan berikutnya, Musa kembali melihat dua orang bangsa Israel sedang berkelahi. Saat Musa berusaha memperingatkannya, salah satu orang Israel itu justru menanyakan apakah Musa hendak membunuhnya juga seperti Musa telah membunuh orang Mesir kemarin.[69][70][71] Terkait peristiwa ini, Al-Qur'an menggambarkan bahwa Musa sangat menyesal telah membunuh orang Mesir tersebut dan merasa sangat takut setelahnya.[72] Alkitab menyebutkan bahwa dengan membunuh orang Mesir tersebut Musa mengira bangsa Israel tahun bahwa Allah akan menyelamatkan mereka melalui Musa, tetapi bangsa Israel tidak memahami maksud perbuatan Musa.[73]
Setelah mengetahui perbuatan Musa, Fir'aun bermaksud membunuh Musa. Musa kemudian melarikan diri ke Midian (Madyan). Saat sampai di sumber air Midian, terdapat beberapa perempuan yang kesulitan memberi minum ternak-ternak mereka dan Musa membantu mereka. Setelahnya, ayah dari para perempuan tersebut meminta putrinya untuk mengundang Musa ke kediaman mereka. Musa kemudian bekerja menjadi penggembala pada lelaki tersebut dan menikahi putrinya.[74][75][76]
Al-Qur'an memberikan keterangan bahwa Musa keluar dari Mesir lantaran ada seseorang yang memperingatkannya bahwa para pembesar berencana membunuhnya.[77] Terkait lelaki di Midian yang kemudian menjadi mertua Musa, Al-Qur'an tidak menyebutkan jati diri lelaki tersebut selain bahwa dia adalah seorang yang usianya sudah sangat lanjut.[78] Banyak literatur Muslim menyebutkan bahwa mertua Musa adalah Syu'aib, meski keterangan ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Alkitab menyebutkan bahwa dia adalah seorang imam (pendeta), namanya Rehuel[79] atau Yitro.[80] Al-Qur'an menyebutkan bahwa putri lelaki tua tersebut yang ditemui Musa di sumber air berjumlah dua orang,[78] sementara Alkitab menyebutkan bahwa Rehuel atau Yitro memiliki tujuh putri.[81] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa bisa jadi lelaki tersebut memiliki tujuh putri, tetapi yang sedang meminumkan ternak saat itu dua orang.[82] Al-Qur'an menyebutkan bahwa lelaki tua itu akan menikahkan Musa dengan putrinya jika Musa mau bekerja padanya selama delapan tahun atau digenapkan sepuluh tahun.[83] Alkitab menyebutkan bahwa putri Rehuel atau Yitro yang dinikahkan dengan Musa bernama Zipora. Mereka dikaruniai dua putra,[84] bernama Gersom[5] dan Eliezer.[6] Sumber Alkitab juga menyebutkan bahwa Firaun yang ingin membunuh Musa kemudian wafat, sehingga Firaun berikutnya merupakan orang yang berbeda.[85]
Utusan Allah
Setelahnya, Allah berfirman pada Musa saat dia berada di gunung. Al-Qur'an dan Alkitab memiliki narasi serupa terkait percakapan antara Allah dan Musa, yakni bahwa Allah memerintahkan Musa menanggalkan alas kakinya karena tempat itu adalah tempat suci, kemudian memerintahkan agar Musa menyeru kepada Fir'aun dan membiarkan Bani Israel keluar dari Mesir. Allah memberikan Musa mukjizat, yakni tongkatnya dapat berubah menjadi ular dan tangannya dapat berubah menjadi putih. Namun Musa masih merasa takut, dan kakak Musa, Harun, juga diutus Allah untuk mendampingi Musa.[86][87][88][89][90]
Terkait waktu, Al-Qur'an menyebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi setelah Musa menyelesaikan waktu perjanjian kerja dengan mertuanya dan saat Musa pergi bersama keluarganya. Ulama tafsir menyebutkan bahwa mereka dalam perjalanan menuju Mesir.[91] Disebutkan bahwa saat dalam perjalanan bersama keluarganya, Musa melihat api di lereng gunung, sehingga dia mendatangi tempat tersebut untuk mencari kabar atau membawa api untuk keluarganya. Selanjutnya, Allah berfirman kepadanya.[92] Dalam Alkitab, ketika sudah menetap 40 tahun di Midian, Musa menggembalakan ternak mertuanya di dekat gunung Horeb, kemudian takjub melihat api muncul dari suatu semak duri, tapi semak tersebut tidak terbakar. Allah kemudian berfirman pada Musa.[93] Setelahnya, Musa kembali ke kediaman mertuanya untuk meminta izin kembali ke Mesir, kemudian dia membawa istri dan anak-anaknya pergi ke Mesir bersamanya.[94] Al-Qur'an menyebutkan bahwa tempat Allah berfirman pada Musa adalah lembah Thuwa,[95] sedangkan Alkitab menyebutnya gunung Horeb (juga ditulis sebagai "gunung Sinai"[96][97][98]).[99] Beberapa tempat di kawasan semenanjung Sinai, Arab barat laut, dan sekitarnya diidentifikasikan sebagai tempat Allah berfirman pada Musa (lihat "Gunung Sinai dalam Alkitab").
Dalam Alkitab disebutkan bahwa saat Musa dan keluarganya bermalam di tengah perjalanan menuju Mesir, Tuhan hendak membunuh Musa, tetapi setelah Zipora mengambil pisau batu dan menyunat anak Musa, maka Musa dibiarkan hidup. Namun, Zipora mengatakan bahwa Musa adalah "pengantin darah",[100] lalu membawa kedua anak Musa pulang ke Madyan.[101]
Seruan
Alkitab menyebutkan bahwa Allah berfirman pada Harun agar dia menemui Musa di padang gurun, dan keduanya bertemu di gunung Horeb. Setelahnya, mereka berdua menemui para tetua Bani Israel sembari menunjukkan mukjizat. Mengetahui bahwa itu adalah pertanda Allah mendengar doa mereka yang meminta dibebaskan dari penindasan bangsa Mesir, bani Israel kemudian berlutut dan sujud menyembah.[102]
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Musa dan Harun menghadap Fir'aun, menyatakan diri sebagai utusan Allah, dan meminta agar Fir'aun membebaskan Bani Israel. Terjadi dialog di antara mereka mengenai Allah. Fir'aun mengungkit masa lalu Musa yang dibesarkan di istana dan kesalahan Musa dulu, yakni membunuh seorang bangsa Mesir. Fir'aun menganggap Musa dan Harun sebagai orang yang gila dan menyatakan bahwa siapa yang menyembah selain padanya akan dipenjara. Selanjutnya, Musa menunjukkan mukjizatnya, yakni tongkat yang menjadi ular dan tangannya yang menjadi putih. Fir'aun dan pengikutnya menertawakannya dan menganggap bahwa hal itu hanyalah sihir belaka. Fir'aun menolak beriman pada Musa dan Harun yang dianggap berusaha memalingkannya dari kepercayaan leluhur, juga menganggap mereka berusaha merebut kekuasaan di Mesir dan akan mengusir Fir'aun dan pengikutnya.[103][104][105][106][107][108]
Kedua belah pihak kemudian menyepakati perjanjian untuk mengadakan pertandingan terbuka di hari raya antara Musa dan Harun dengan ahli-ahli sihir Mesir. Kepada para ahli sihir Mesir, Fir'aun menjanjikan kedudukan yang dekat dengannya bila mereka memenangkan pertandingan. Para penyihir itu kemudian melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka dan menyihirnya menjadi ular. Musa sempat gentar, tetapi Allah menguatkannya. Musa kemudian melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Ular Musa memakan ular-ular para penyihir itu. Para penyihir tersebut kemudian bersujud dan beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun. Fir'aun mengancam akan menyiksa para penyihir itu, tetapi mereka tetap teguh mengimani Musa.[109][110][111][112][113]
Alkitab menyebutkan bahwa Musa dan Harun menghadap Fir'aun dan memintanya agar membiarkan orang Israel bersama mereka untuk pergi ke padang gurun sejauh perjalanan tiga hari untuk mempersembahkan korban kepada Allah. Namun Fir'aun menolak permintaan mereka dan berkata bahwa dia tidak mengenal Tuhan yang dimaksud Musa dan Harun. Tidak hanya melarang mereka keluar, Fir'aun bahkan menitahkan untuk memperberat pekerjaan orang Israel. Bani Israel diperintahkan mencari jerami sendiri, sebelumnya mereka menerima pasokan, tetapi tetap harus menyelesaikan jumlah batu bata sesuai target seperti sebelumnya. Lantaran hal ini, mandor-mandor Bani Israel menyalahkan Musa dan Harun.[114] Alkitab juga menyebutkan bahwa ketika Musa dan Harun menghadap Fir'aun lagi, Harun melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular. Fir'aun kemudian memanggil ahli-ahli sihir. Mereka melemparkan tongkatnya dan berubah menjadi ular, tetapi tongkat Harun menelan tongkat-tongkat para ahli sihir itu. Meski demikian, Fir'aun tetap berkeras hati. Disebutkan bahwa Musa saat itu berusia 80 tahun dan Harun berusia 83 tahun.[115]
Al-Qur'an menyebutkan tanggapan Bani Israel terhadap Musa dan seruannya. Disebutkan bahwa keturunan kaum Musa beriman, juga takut bahwa Fir'aun dan pemuka kaumnya akan menyiksa mereka.[116] Sebagian mengeluh dan menyebutkan bahwa mereka ditindas baik sebelum maupun sesudah Musa datang.[117] Sebagian menyatakan bahwa mereka bertawakal pada Allah dan berdoa untuk diselamatkan dari orang-orang kafir.[118]
Fir'aun sendiri tetap tidak beriman pada seruan Musa dan Harun. Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Fir'aun menyatakan bahwa kerajaan Mesir adalah miliknya dan sungai-sungai mengalir di bawahnya. Dia juga mengejek Musa yang tidak ahli dalam berbicara, juga karena Musa tidak memakai gelang dari emas atau tidak diiringi para malaikat. Perkataan Fir'aun tersebut berhasil mempengaruhi para pengikutnya.[119] Lebih jauh, Fir'aun menyatakan tidak ada tuhan bagi kaumnya selain dirinya sendiri dan memerintahkan tangan kanannya, Haman, untuk mendirikan bangunan tinggi agar dapat melihat Tuhannya Musa.[120][121] Disebutkan pula bahwa ada ada seorang dari keluarga Fir'aun yang beriman pada Musa dan menyeru bangsa Mesir agar turut beriman.[122]
Dalam Alkitab tertulis bahwa Allah mengeraskan hati Fir'aun dan para pegawainya, supaya Dia dapat menunjukkan mukjizat-mukjizat pada bangsa Mesir dan dapat dikisahkan Bani Israel dari generasi ke generasi, bagaimana Allah mempermain-mainkan orang Mesir agar kekuasaan Allah diketahui semua orang.[123]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Mesir ditimpa kemarau bertahun-tahun sebagai salah satu peringatan Allah, tetapi Fir'aun dan para pengikutnya menyalahkan Musa dan pengikutnya sebagai sebab kesialan yang mereka terima. Jika mereka mendapat kemakmuran, para penentang Musa menyebutkan bahwa itu karena usaha mereka. Mereka juga menegaskan bahwa bukti apa saja yang dibawa Musa dan Harun untuk menyihir mereka, mereka tetap tidak akan beriman. Negeri Mesir kemudian dilanda topan, serangan belalang, wabah kutu, menyebarnya katak-katak di sepenjuru negeri, dan air minum bangsa Mesir berubah menjadi darah. Fir'aun dan pengikutnya memohon pada Musa agar dia dapat mendoakan mereka agar terbebas dari segala bencana tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israel pergi bersamanya. Namun setelah azab tersebut hilang, mereka mengingkari janjinya.[124]
Dalam Alkitab disebutkan bahwa Allah menimpakan sepuluh tulah atau azab kepada bangsa Mesir. Tulah pertama, darah. Harun memegang tongkat dan mengulurkan tangannya ke atas sungai, selokan, kolam, dan semua sumber air Mesir, dan semua air tersebut berubah menjadi darah. Namun ahli-ahli sihir Fir'aun juga dapat membuat hal yang sama sehingga Fir'aun tetap menolak permintaan Musa.[125] Tulah kedua, katak. Harun mengulurkan tangannya dengan tongkat ke perairan Mesir dan keluarlah katak-katak dalam jumlah besar dan memenuhi Mesir. Fir'aun kemudian meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan katak-katak tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israel pergi. Namun Fir'aun mengingkari janjinya setelah katak-katak tersebut hilang.[126] Tulah ketiga, nyamuk. Harun memukulkan tongkatnya pada debu tanah dan muncullah nyamuk yang menghinggapi manusia dan binatang.[127] Tulah keempat, lalat. Lalat pikat mengerubuti negeri Mesir, termasuk istana Fir'aun dan pegawai-pegawainya, tapi tidak dengan kediaman Bani Israel. Fir'aun meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan katak-katak tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israel pergi, tetapi kemudian Fir'aun mengingkari janjinya lagi.[128]
Tulah kelima, sampar. Hewan-hewan ternak bangsa Mesir mati terkena penyakit sampar, tapi tidak dengan milik Bani Israel.[129] Tulah keenam, barah atau bisul. Musa menggambil segenggam abu dari tempat pembakaran dan menghamburkannya di udara. Abu itu menjadikan manusia dan hewan terkena bisul bernanah, termasuk ahli sihir Fir'aun.[130] Tulah ketujuh, hujan es. Musa mengangkat tongkatnya ke langit, kemudian turunlah hujan es dahsyat disertai petir yang sambar-menyambar. Seluruh negeri Mesir dilanda hujan es, kecuali daerah pemukiman Bani Israel. Fir'aun meminta Musa dan Harun berdoa pada Tuhan untuk menghilangkan tulah tersebut dengan janji akan membiarkan Bani Israel pergi, tetapi kemudian Fir'aun mengingkari janjinya lagi.[131] Tulah kedelapan, belalang. Musa mengacungkan tongkatnya ke langit dan bertiuplah angin timur membawa belalang yang sangat banyak jumlahnya dan memenuhi Mesir. Fir'aun kembali memohon untuk menghilangkan bencana yang muncul, tapi kembali mengingkari janjinya setelah tulah tersebut hilang.[132] Tulah kesembilan, kegelapan. Mesir dilanda kegelapan selama tiga hari, tapi tidak dengan pemukiman Bani Israel.[133]
Tulah kesepuluh, kematian anak sulung. Berbeda dengan tulah sebelumnya yang hanya menimpa bangsa Mesir dan tidak mengenai Bani Israel tanpa melakukan upaya perlindungan khusus, tulah terakhir ini merata dan dapat mengenai siapa saja. Sebelum tulah turun, Allah memerintahkan Musa agar Bani Israel meminta perhiasan emas dan perak dari tetangga-tetangga mereka bangsa Mesir. Bangsa Mesir kemudian memberikannya. Bani Israel diperintahkan Allah untuk menyembelih, memanggang, dan memakan seekor domba atau kambing jantan, serta darah hewan tersebut ditorehkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas pintu pada tiap-tiap rumah keluarga Bani Israel yang memakannya. Malamnya, matilah semua anak sulung bangsa Mesir, mulai anak raja sampai anak tahanan. Semua ternak yang pertama lahir juga mati. Malam itu juga, Fir'aun memanggil Musa dan Harun dan menyuruh mereka pergi dari Mesir bersama Bani Israel.[134]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa rombongan Bani Israel keluar pada malam hari. Fir'aun kemudian mengirim utusan ke kota-kota guna menghimpun pasukan untuk mengejar Bani Israel dan mereka berhasil menyusul saat matahari terbit. Maka saat kedua kelompok tersebut dapat saling melihat, sebagian Bani Israel ketakutan, "Kita benar-benar akan tersusul." Allah mewahyukan agar Musa memukulkan tongkatnya ke laut dan laut terbelah. Setiap bagian laut tersebut seperti gunung dan Bani Israel melewati jalan kering di antara laut yang terbelah tersebut. Fir'aun dan pasukannya mengejar Bani Israel, tetapi sebelum sampai di tepi, laut tersebut menutup kembali sehingga Fir'aun dan pasukannya tenggelam. Di saat-saat terakhir, Fir'aun berkata, "Aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Tuhan Yang dipercayai Bani Israel dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri." Namun, Allah tidak menerima pertobatan Fir'aun. Meski demikian, Allah menyelamatkan jasad Fir'aun untuk menjadi pelajaran bagi generasi setelahnya.[135][136][137][138][139]
Para ulama memberikan beberapa keterangan tambahan yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Saat laut terbelah, Fir'aun justru menyombongkan diri dan menyatakan bahwa laut itu terbelah demi dirinya agar bisa mengejar Bani Israel. Sebenarnya pasukan Fir'aun dan kuda-kuda mereka ragu untuk maju, tetapi Jibril kemudian muncul dalam wujud seorang pemuda yang menunggang kuda betina sehingga kuda-kuda jantan Fir'aun dan pasukannya mengejarnya. Saat Fir'aun bertobat, Jibril mengambil pasir lautan dengan sayapnya, kemudian memukulkan pada wajah Fir'aun dan menguburnya.[140]
Dalam Alkitab disebutkan bahwa pada malam Paskah (tanggal 15 Abib atau 15 Nisan) setelah Allah menurunkan tulah kematian anak sulung pada bangsa Mesir, Bani Israel berangkat keluar dari Mesir sambil membawa adonan roti sebelum sempat diragi, karena mereka diusir dari Mesir dan tidak dapat berlama-lama dan tidak sempat menyediakan bekal. Musa memimpin bangsa Israel (jumlahnya kira-kira 600.000 orang laki-laki, tidak termasuk anak-anak), beserta banyak ternak, bertolak dari Raamses.[141] Musa juga membawa tulang-tulang Yusuf, sesuai wasiat Yusuf.[142] Allah menuntun dalam wujud tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari yang berjalan di depan Bani Israel untuk memandu jalan mereka.[143]
Allah memerintahkan Musa mengambil jalan memutar dan berkemah di tepi laut agar Fir'aun menyangka rombongan Bani Israel tersesat. Saat terlihat Fir'aun dan pasukannya menyusul, Bani Israel menjadi sangat ketakutan dan menyalahkan Musa. Namun Allah memerintahkan malaikat yang berjalan di depan Bani Israel untuk berpindah ke belakang mereka sehingga menimbulkan kegelapan di antara tentara Mesir dan orang Israel sepanjang malam dan pasukan Fir'aun tidak dapat mendekati Bani Israel malam itu.[144] Kemudian Musa diperintahkan untuk mengulurkan tangannya ke atas laut dan angin dari timur bertiup semalaman sehingga membelah air laut dan menciptakan jalan kering di tengahnya. Bani Israel menyeberang laut lewat jalur kering tersebut, sementara air laut membentuk tembok di kiri dan di kanan mereka. Pasukan Fir'aun menyusul dan saat sampai di tengah laut, roda kereta kuda mereka menjadi miring sehingga sulit untuk maju. Musa kemudian mengulurkan kembali tangannya ke laut dan laut tersebut kembali menyatu, menenggelamkan Fir'aun dan pasukannya, dan mayat-mayat mereka terdampar di pantai.[145] Setelahnya, rombongan Bani Israel menyanyikan lagu syukur kepada Allah dipimpin oleh Musa dan Miryam.[146]
Alkitab mencatat bahwa pada waktu Bani Israel keluar dari Mesir ini banyak orang dari berbagai bangsa juga ikut pergi bersama mereka. Disebutkan bahwa Bani Israel tinggal di Mesir selama 430 tahun.[147]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa setelah menyeberang lautan, rombongan Bani Israel melewati kaum penyembah berhala. Sebagian Bani Israel meminta agar Musa juga membuatkan tuhan berhala untuk mereka sebagaimana kaum tersebut. Musa menolak dan memperingatkan mereka.[148]
Perjalanan
Alkitab menyebutkan bahwa setelah menyeberang laut, Bani Israel berjalan di gurun selama tiga hari tanpa menemukan air. Saat menemukannya di tempat bernama Mara, airnya terasa pahit. Allah kemudian menunjukkan sepotong kayu dan kayu tersebut dilemparkan ke dalam air sehingga air di tempat itu menjadi tawar dan dapat diminum. Di tempat tersebut, Allah mengajarkan berbagai peraturan pada mereka. Setelahnya, mereka pergi dan berkemah di Elim dan di sana terdapat 12 mata air dan 70 pohon kurma.[149]
Al-Qur'an menyebutkan secara singkat bahwa Bani Israel juga dikaruniai manna dan salwa untuk makan.[150][151][152] Ulama tafsir menyebutkan bahwa salwa adalah sejenis burung puyuh dan manna adalah makanan yang berasa seperti madu. Allah memerintahkan Musa untuk memukulkan tongkatnya pada batu dan memancarlah dua belas mata air untuk minum.[151][153]
Alkitab menyebutkan setelah berangkat dari Elim dan berkemah di padang gurun Sin (pada tanngal 15 bulan ke-2), Bani Israel terus mengeluh lantaran lelahnya perjalanan dan ingin makan roti dan daging seperti saat mereka masih hidup di Mesir. Saat sore, datanglah burung puyuh banyak sekali sampai memenuhi perkemahan. Paginya, turunlah embun di sekeliling perkemahan. Saat embun tersebut menguap, tampaklah sesuatu yang tipis seperti sisik dan halus seperti embun beku, bentuknya biji-biji kecil berwarna putih dan rasanya seperti kue dari madu. Embun tersebut disebut "manna" oleh Bani Israel. Makanan tersebut turun setiap pagi. Jumlahnya menjadi berlipat saat hari keenam. Pada hari ketujuh, hari Sabat, Bani Israel dilarang keluar kemah untuk menghormati Tuhan dan manna juga tidak turun, sehingga mereka makan dari persediaan yang sudah disiapkan pada hari sebelumnya.[154] Bani Israel melanjutkan perjalanan sampai Rafidim dan mereka kembali mengeluh karena tidak mendapat air. Allah kemudian memerintahkan Musa memukul sebuah batu dan memancarlah air dari tempat tersebut.[155]
Diterangkan dalam Alkitab bahwa saat berada di Rafidim, bangsa Amalek menyerang Bani Israel. Musa kemudian memerintahkan Yosua (Yusya' dalam Islam) bin Nun untuk memilih beberapa orang dan bertarung melawan Amalek. Bersama Harun dan Hur, Musa naik ke atas bukit. Saat Musa mengangkat tangannya, Bani Israel menang, tetapi saat menurunkan tangan, Amalek yang menang. Saat Musa kelelahan, Harun dan Hur mengambil batu untuk Musa duduk dan mereka berdua menopang tangan Musa sampai matahari terbenam. Pasukan Yosua akhirnya berhasil mengalahkan Amalek.[156]
Di tempat itu pula Yitro, mertua Musa, datang berkunjung dengan membawa serta Zipora, istri Musa, dan kedua anak laki-lakinya, Gersom dan Eliezer. Yitro menasihati Musa untuk mengangkat para hakim guna membantunya mengadili kasus-kasus yang ada pada bangsa Israel.[157] Kemudian mereka berangkat dari Rafidim dan tiba di padang gurun Sinai dan berkemah di depan gunung Sinai pada bulan ketiga setelah Bani Israel keluar dari tanah Mesir.[158]
Gunung Sinai
Alkitab menyebutkan bahwa pada tanggal satu bulan ke-3 setelah meninggalkan Mesir, Bani Israel mendirikan perkemahan di depan gunung Sinai, dan Musa menaiki gunung itu untuk berbicara dengan Allah. Allah memerintahkan Bani Israel untuk bersuci, mandi, dan mencuci pakaian mereka untuk bersiap menghadapi hari ketiga. Pada pagi hari ketiga, seluruh gunung ditutupi asap dan terdengar bunyi sangkakala dengan keras. Allah memerintahkan Musa naik ke puncak gunung. Bani Israel lain, juga hewan ternak, dilarang mendekati gunung.[159] Allah kemudian memberikan beberapa perintah pada Musa, yang dikenal dengan Sepuluh Perintah.[160][161] Allah juga menyampaikan perintah dan hukum terkait pembangunan mezbah,[162] budak,[163] berbagai tindakan kekerasan,[164] tanggung jawab para pemilik ternak,[165] ganti rugi,[166] kesusilaan dan ibadah,[167] keadilan dan kejujuran,[168] tahun ketujuh dan hari ketujuh,[169] dan hari-hari raya.[170] Besok paginya, Musa mendirikan mezbah (altar persembahan) dengan dua belas tugu di kaki gunung, kemudian memerintahkan para pemuda untuk menyembelih beberapa ekor sapi untuk kurban.[171]
Al-Qur'an dan Alkitab menjelaskan bahwa Allah kemudian memerintahkan Musa untuk naik ke atas gunung selama empat puluh hari empat puluh malam. Selama Musa pergi, Harun dan Hur dipasrahi untuk mengurus Bani Israel. Di atas gunung itu Allah menuliskan hukum-hukum-Nya pada dua loh atau keping batu.[172][173] Al-Qur'an menyebutkan bahwa saat itu Musa memohon agar Allah menunjukkan diri. Allah kemudian meminta agar Musa melihat ke sebuah gunung dan jika gunung itu tetap berdiri, maka Musa dapat melihat Allah. Saat menampakkan keagungan-Nya pada gunung yang dimaksud, gunung tersebut hancur. Musa jatuh pingsan dan setelah sadar, dia bertobat pada Allah atas permintaannya.[174] Sebagian ulama menjelaskan bahwa awalnya Allah memerintahkan Musa untuk berdiam selama tiga puluh hari di gunung dan Allah akan berfirman padanya di hari terakhir. Musa berpuasa selama tiga puluh hari tersebut dan setelahnya dia menggosok giginya dengan siwak sebelum bermunajat pada Allah untuk menghilangkan bau mulutnya. Namun Allah justru menyatakan bahwa bau mulut orang berpuasa lebih harum dari minyak kasturi, sehingga Allah memerintahkan Musa untuk berpuasa sepuluh hari lagi.[175][176] Alkitab menjelaskan bahwa saat itu Allah memberikan hukum dan perintah terkait Kemah Suci[177][178][179] dan pelatarannya,[180] peti perjanjian,[181] meja untuk roti sajian,[182] kaki lampu,[183] mezbah,[184][185] pengurusan lampu,[186] pakaian imam (pendeta),[187]penahbisan Harun dan keturunannya menjadi imam,[188] kurban harian,[189] bak perunggu,[190] minyak upacara,[191] dan hari Sabat.[192]
Patung sapi
Di tempat lain, Bani Israel merasa Musa terlalu lama berada di gunung. Perhiasan-perhiasan emas yang dibawa Bani Israel kemudian dilemparkan ke api dan dibuatlah patung sapi emas dan dinyatakan bahwa patung tersebut adalah tuhan. Banyak Bani Israel kemudian menyembahnya. Saat turun dari gunung, Musa sangat marah dengan perbuatan Bani Israel sampai melemparkan lauh-lauh atau kepingan batunya dan kemudian menghancurkan patung sapi tersebut. Musa juga memarahi Harun lantaran dianggap lalai menjaga Bani Israel.[193][194][195]
Terdapat perbedaan pendapat mengenai pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Alkitab menyebutkan bahwa Harun sendirilah yang membuat patung tersebut.[196] Al-Qur'an menyebutkan bahwa seseorang yang disebut Samiri yang melakukannya,[197] sementara Harun sendiri sudah berusaha mencegah Bani Israel melakukan penyembahan sapi tersebut, tapi peringatan tersebut tidak diindahkan lantaran dia dipandang lemah dan diancam akan dibunuh.[198] Saat Musa menanyai alasan Samiri melakukan perbuatan tersebut, dijawab bahwa dirinya mengetahui hal yang tidak orang lain ketahui, jadi dia mengambil segenggam jejak rasul, kemudian melemparkannya ke dalam api tempat membakar perhiasan emas tersebut.[199] Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud jejak rasul adalah tanah bekas tapak kaki kuda Jibril saat menyeberangi laut. Saat tanah tersebut dimasukkan ke dalam tubuh patung, patung tersebut dapat bersuara seperti suara sapi. Ulama lain menjelaskan bahwa tanah itu membuat patung tersebut menjadi seperti sapi sungguhan yang memiliki daging dan darah, juga bersuara selayaknya sapi hidup.[200] Al-Qur'an menyebutkan bahwa Musa kemudian mengusir Samiri.[201]
Al-Qur'an menyebutkan bahwa setelahnya, Musa memerintahkan Bani Israel untuk bertobat dan membunuh diri mereka sebagai bentuk pertobatan.[202] Alkitab menjelaskan bahwa suku Lewi kemudian mengelilingi Musa dan mereka kemudian diperintahkan menghunus pedang, kemudian berjalan dari satu gerbang perkemahan ke gerbang lainnya sambil membunuh saudara, sahabat, dan tetangga mereka. Sekitar tiga ribu orang tewas. Musa kemudian kembali naik ke gunung untuk memintakan ampun perbuatan Bani Israel pada Allah.[203]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa setelahnya, Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk bertobat pada Allah. Saat mereka ditimpa gempa, Musa memohon pengampunan pada Allah dan meminta agar Allah jangan membinasakan kaumnya lantaran perbuatan sebagian dari mereka.[204] Para ulama menjelaskan bahwa di antara ketujuh puluh orang tersebut adalah Harun, Yusya', Nadab, dan Abihu.[205] Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa sebagian Bani Israel menyatakan tidak akan beriman kalau tidak melihat Allah secara langsung, maka mereka mati disambar petir, tetapi Allah menghidupkan mereka kembali.[206] Muhammad bin Ishaq menjelaskan bahwa tujuh puluh orang terbaik dipilih dari kalangan Bani Israel untuk meminta pengampunan di gunung. Saat di sana, muncul awan tebal dan mereka masuk ke dalamnya. Di hadapan mereka muncul cahaya yang sangat terang. Allah kemudian berfirman pada Musa dan menyampaikan berbagai hukum. Setelahnya, Musa mendatangi kaumnya, tapi mereka menyatakan tidak mau beriman sebelum melihat Allah. Maka Allah menyambar mereka dengan halilintar.[207]
Alkitab menjelaskan bahwa setelah kejadian penyembahan patung sapi tersebut, Musa mendirikan kemah pertemuan jauh di luar perkemahan Bani Israel, supaya setiap orang yang mencari Allah dapat pergi ke sana.[208] Musa kemudian membuat ulang kepingan batu yang baru karena yang lama sudah dia pecahkan.[209]
Kemah Suci
Pada tanggal 1 bulan pertama tahun ke-2 setelah keluar dari Mesir, Kemah Suci resmi didirikan, terdiri dari alas, tiang, atap kemah, Tabut Perjanjian berisi loh hukum Allah, tabir penudung, meja roti sajian, kandil, mezbah ukupan, tirai pintu kemah, mezbah korban bakaran, bejana pembasuhan di antara Kemah Pertemuan dan mezbah korban bakaran, tiang-tiang pelataran sekeliling Kemah Suci dan mezbah serta dan tirai pintu gerbang pelataran.[210] Ketika selesai didirikan maka tiang awan Allah menutupi Kemah Suci dan Musa tidak dapat memasuki kemah itu, selama awan itu ada di atas kemah. Awan itu berada di atas Kemah Suci pada siang hari dan muncul api di dalamnya pada malam hari. Apabila awan itu naik dari atas Kemah Suci, berangkatlah rombongan Bani Israel dari tempat mereka berkemah, tetapi selama awan itu tidak naik, maka mereka menetap di tempat itu sampai hari awan itu naik.[211]
Setelah mendirikan Kemah Suci, Musa menahbiskan Harun dan keempat putranya menjadi imam-imam untuk melayani persembahan korban umat bagi Allah dan memimpin ibadah umat. Karena Nadab dan Abihu, kedua putra tertua Harun, menyalahi aturan pembuatan ukupan, mereka dihukum mati oleh Allah. Berikutnya dirinci aturan-aturan kehidupan dan ibadah untuk seluruh umat Israel.[212]
Upaya Memasuki Palestina
Al-Qur'an menjelaskan bahwa Musa memerintahkan Bani Israel untuk masuk ke negeri yang telah ditentukan Allah untuk mereka. Namun mereka tidak mau memasukinya dengan alasan penduduk di sana sangat kuat dan kejam. Dua orang di antara Bani Israel berusaha meyakinkan yang lain bahwa mereka akan memperoleh kemenangan melawan penduduk negeri tersebut, tetapi tetap saja Bani Israel yang lain tidak tergerak. Puncaknya, mereka justru meminta Allah dan Musa berperang sendiri melawan penduduk tersebut, sementara mereka akan menanti. Maka Allah mengharamkan negeri itu pada Bani Israel selama empat puluh tahun dan selama itu, mereka akan berputar-putar kebingungan di muka bumi.[213]
Alkitab menjelaskan bahwa Musa mengutus dua belas orang pengintai untuk meninjau tanah Kanaan (Palestina). Setelah kembali, mereka melaporkan bahwa negeri itu memiliki susu dan madu yang melimpah, juga bangsa yang tinggal di sana sangat kuat dan tinggal di kota besar berbenteng. Sepuluh pengintai di antara mereka menyebutkan bahwa Bani Israel tidak akan mampu melawan bangsa tersebut, menyebarkan cerita bohong bahwa penduduk negeri itu adalah penduduk negeri tersebut seperti raksasa sehingga mustahil untuk direbut.[214] Laporan tersebut menjadikan Bani Israel mengeluh dan marah, bahkan mereka hendak mengangkat seorang pemimpin baru dan kembali ke Mesir. Dua di antara pengintai tersebut, Yosua bin Nun dari suku Efraim dan Kaleb bin Yefune dari suku Yehuda berusaha keras meyakinkan Bani Israel yang lain bahwa mereka bisa mengalahkan penduduk tersebut karena Tuhan menyertai mereka, tetapi orang-orang tersebut justru mengancam akan melempari mereka dengan batu. Allah kemudian menghukum Bani Israel. Mereka semua yang berusia di atas dua puluh tahun, kecuali Yosua dan Kaleb, akan mati di gurun dan tidak akan bisa memasuki negeri yang dijanjikan tersebut. Setelah Musa menyampaikan hukuman Allah tersebut, Bani Israel menjadi sedih dan keesokan harinya, mereka berusaha merebut negeri tersebut tanpa restu Musa. Meski Musa telah melarang, mereka tetap nekat dan mereka dikalahkan oleh bangsa Amalek dan penduduk Kanaan.[215]
Menurut Alkitab, selama Bani Israel mengembara empat puluh tahun di padang gurun, maka semua orang dewasa yang tidak percaya terhadap laporan Yosua dan Kaleb telah mati dalam perjalanan.[216][217] Meskipun demikian anak-anak mereka tumbuh dewasa sehingga jumlah umat tidak berubah banyak. Pada tahun pertama, jumlah laki-laki dewasa berusia 20 tahun ke atas (tidak termasuk laki-laki berusia di bawah 20 tahun, para perempuan dan anggota suku Lewi) adalah 603.550 orang,[218] sedangkan pada tahun terakhir jumlahnya adalah 601.730 orang.[219] Dalam Kitab Bilangan dicatat 42 tempat persinggahan bangsa Israel selama mengembara.[220] Tempat perkemahan terakhir sebelum menyeberangi sungai Yordan untuk masuk ke tanah Kanaan adalah di Sitim,[221][222] yaitu di sebelah timur sungai Yordan, di dataran Moab, berseberangan dengan kota Yerikho;[223] di padang gurun, di Araba-Yordan, di tentangan Suf, antara Paran dengan Tofel, Laban, Hazerot dan Di-Zahab; sebelas hari perjalanan jauhnya dari Horeb sampai Kadesh-Barnea, melalui jalan pegunungan Seir,[224]
Alkitab mencatat bahwa Balak bin Zipor, raja Moab, takut terhadap Bani Israel, maka memanggil Bileam bin Beor untuk mengutuki mereka. Namun, Allah memperingatkan Bileam melalui keledainya yang tiba-tiba dapat berbicara dan penampakan malaikat yang siap membunuhnya, supaya Bileam hanya bersedia mengatakan apa yang diberikan Allah kepadanya. Tiga kali Bileam dibawa ke tempat untuk dapat melihat perkemahan Israel, tetapi tiga kali itu pula Bileam memberkati bangsa Israel.[225] Namun, Bileam ternyata memberi nasihat kepada para pemimpin bangsa Madyan (Midian) untuk menyesatkan bangsa Israel, supaya mereka makan persembahan berhala (Baal-Peor) dan berbuat zina dengan perempuan-perempuan Madyan.[226][227][228] Akibatnya Bani Israel ditimpa tulah sehingga 24.000 orang dari mereka mati.[229] Kemudian bangsa Israel diperintahkan Allah melalui Musa untuk menyerang penduduk Madyan yang berniat menyesatkan mereka itu, dan membunuh raja-raja mereka, serta juga membunuh Bileam.[230][231]
Peperangan
Dicatat dalam Alkitab bahwa ketika Bani Israel hendak mencapai tepi timur sungai Yordan, Musa mengirimkan utusan kepada raja-raja di daerah itu supaya mereka diizinkan lewat di jalan besar mereka, tetapi Sihon, raja Hesybon memutuskan menyerang Bani Israel. Maka bangsa Israel mengalahkan pasukan Sihon serta menduduki tanahnya.[232] Demikian pula Og, raja Basan, menyerang Bani Israel, tetapi juga dikalahkan dan tanahnya diduduki oleh Bani Israel.[233] Tanah itu kemudian dibagikan kepada suku Ruben, suku Gad dan setengah suku Manasye.[234]
Kejadian lain
Perselisihan internal
Al-Qur'an menyebutkan bahwa salah seorang kaum Musa bernama Qarun dianugerahi kekayaan yang sangat banyak. Saat sebagian orang memperingatkannya agar jangan terlalu membanggakan diri, Qarun membalas bahwa dia dikaruniai semua kekayaan tersebut karena ilmunya. Suatu hari, dia keluar dengan menunjukkan kemegahannya. Mereka yang cenderung pada dunia menjadi iri dan ingin seperti Qarun, tetapi orang-orang saleh justru membenci yang dilakukan Qarun. Allah kemudian membenamkan Qarun dan rumahnya ke dalam bumi.[235] Para ulama memberikan beberapa keterangan tambahan. Disebutkan bahwa Qarun memiliki suara yang merdu saat membaca Taurat, tapi dia termasuk orang munafik seperti Samiri.[236] Qarun membayar seorang wanita pelacur untuk mengatakan di depan khalayak bahwa Musa telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadapnya. Musa kemudian mendatangi wanita tersebut dan dia akhirnya mengaku bahwa Qarun yang memerintahkannya berbuat demikian. Musa kemudian mendoakan keburukan pada Qarun.[237]
Kisah Qarun dipersamakan dengan kisah Korah dalam Alkitab, dan dicatat bahwa ketika Bani Israel masih dalam pengembaraan di padang gurun, Korah bin Yizhar bin Kehat bin Lewi (putra paman Musa),[238] Datan dan Abiram (keduanya putra Eliab), serta On bin Pelet, ketiganya dari suku Ruben, mengajak 250 orang termasuk pemimpin-pemimpin umat dan orang ternama untuk memberontak melawan Musa. Mereka berkumpul mengerumuni Musa dan Harun untuk menggugat kepemimpinan kedua orang itu. Musa menyatakan bahwa Korah dan para pengikutnya harus datang di depan Kemah Suci sambil membawa tempat-tempat api pada besok hari, mengisinya dengan bara api dan dupa, dan membawanya ke mezbah. Besoknya, cahaya muncul dan Tuhan berfirman pada Musa, memerintahkan agar Bani Israel menjauhi kemah-kemah Korah dan pengikutnya. Setelahnya, tanah terbelah, menelan Korah dan segala harta bendanya. Lalu Tuhan mendatangkan api dan menghanguskan 250 orang pengikut Korah.[239]
Menurut Alkitab, ketika berkemah di Hazerot, Musa digugat oleh kakak-kakak kandungnya sendiri yaitu Miryam dan Harun, dengan alasan Musa memperistri seorang perempuan Kush, dan selain Musa, Allah juga berbicara dengan perantaraan mereka berdua. Namun, Allah menegaskan bahwa Musa adalah pemimpin umat serta menghukum Miryam dengan kusta selama 7 hari. Setelah Miryam sembuh, barulah Bani Israel berangkat dari Hazerot.[240]
Menghidupkan orang mati
Al-Qur'an menyebutkan bahwa Musa memerintahkan Bani Israel untuk menyembelih seekor sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, berwarna kuning tua, belum pernah dipakai membajak tanah atau mengairi tanaman, sehat, dan tanpa belang. Dari salah satu anggota tubuh sapi tersebut kemudian dipukulkan ke jasad dari seseorang yang mati dibunuh, kemudian dia dapat hidup kembali.[241]
Sebagian ulama mengisahkan bahwa ada salah seorang Bani Israel yang kaya raya, sudah berusia lanjut, dan memiliki banyak keponakan. Mereka mengharapkan kematiannya agar segera mewarisi hartanya. Salah seorang dari mereka kemudian membunuhnya dan kemudian terjadi perdebatan mengenai jati diri pelakunya. Saat perkara itu dibawa ke hadapan Musa, dia memerintahkan mereka menyembelih sapi yang berwarna kuning kemerahan, dan ciri-ciri lainnya. Setelahnya, jenazah dipukul dengan menggunakan bagian dari tubuh sapi tersebut. Jenazah tersebut hidup kembali dan memberitahukan pembunuhnya.[242]
Khidir
Al-Qur'an mengisahkan bahwa Musa berguru pada seorang saleh. Namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an dan ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa dia adalah Khidir. Disebutkan dalam sebuah riwayat hadits bahwa suatu hari, Bani Israel bertanya pada Musa mengenai siapa orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi. Musa menjawab bahwa dia adalah orang yang paling banyak ilmunya di muka bumi. Allah menegur Musa dan menyebutkan bahwa ada orang yang lebih berilmu dari Musa dan dia sedang ada di pertemuan dua lautan.[243]
Al-Qur'an dengan ditambah keterangan para ulama menyebutkan bahwa Musa dan pembantunya, dia adalah Yusya' (Yosua) menurut ahli tafsir, menuju tempat yang dimaksud. Saat sedang beristirahat, ikan yang menjadi bekal mereka kembali hidup dan melompat mengambil jalan ke laut. Saat mereka sudah cukup jauh melanjutkan perjalanan, Musa meminta bekalnya pada Yusya' dan barulah Yusya' yang tadi lupa kemudian menceritakan mengenai ikan tersebut. Akhirnya mereka kembali ke tempat ikan tersebut pergi dan di sana mereka melihat Khidir. Musa kemudian meminta pada Khidir agar dia bisa ikut dengannya untuk menimba sebagian ilmu darinya, tapi Khidir mengingatkan Musa bahwa dia tidak akan sabar saat ikut dengannya. Meski demikian, Musa tetap berkeras. Akhirnya Khidir mengabulkan permintaan Musa dengan syarat Musa tidak boleh bertanya tentang apapun sampai dia sendiri yang menjelaskannya.[244]
Saat mereka menaiki perahu, tiba-tiba Khidir melubangi perahu tersebut. Musa protes karena perbuatan tersebut dapat membahayakan penumpangnya, tetapi Khidir hanya mengingatkan tentang perjanjian mereka sebelumnya. Saat mereka berpapasan dengan seorang anak, Khidir membunuh anak tersebut. Musa kembali protes dan menyatakan bahwa Khidir telah melakukan suatu kemungkaran. Khidir kembali mengingatkan perjanjian mereka di awal. Saat mereka tiba di suatu kawasan, Khidir dan Musa meminta dijamu penduduk setempat, tetapi mereka menolaknya. Akan tetapi saat melihat tembok sebuah rumah yang hendak roboh di tempat itu, Khidir kemudian menegakkan dinding tersebut. Musa kembali protes dan mengatakan bahwa mestinya Khidir bisa mengambil upah dari perbuatannya itu.[245]
Khidir kemudian berpisah dengan Musa, tetapi sebelumnya, dia menjelaskan alasan perbuatan-perbuatannya. Khidir merusak perahu yang ditumpangi karena perahu tersebut milik seseorang yang miskin agar tidak dirampas oleh seorang raja yang senang merampas tiap-tiap perahu yang baik di wilayahnya. Khidir membunuh seorang anak karena anak tersebut bersifat buruk dan dapat menjerumuskan kedua orang tuanya dalam kekafiran dan kesesatan. Khidir menegakkan dinding rumah karena di bawah rumah itu ada harta simpanan milik dua anak yatim, sementara ayah mereka adalah seorang yang saleh.[246][247]
Harun meninggal
Alkitab menjelaskan bahwa saat rombongan Musa tiba di gunung Hor di perbatasan Edom, Allah memerintahkan Musa membawa Harun dan putranya, Eleazar, naik ke gunung. Mereka bertiga kemudian naik gunung tersebut dan disaksikan Bani Israel. Musa kemudian menanggalkan pakaian imam Harun dan mengenakannya pada Eleazar, setelahnya Harun meninggal. Bani Israel berkabung selama tiga puluh hari.[248]
Pengganti Musa
Alkitab menyebutkan bahwa saat Allah mengabarkan bahwa Musa juga akan mati lebih dulu sebelum masuk ke negeri perjanjian sebagaimana Harun, Musa meminta agar Allah menunjuk penggantinya dalam memimpin Bani Israel. Allah kemudian menunjuk Yosua (Yusya') bin Nun. Yosua kemudian diperintahkan berdiri di hadapan Imam Eleazar bin Harun dan Musa meletakkan tangannya di atas kepala Yosua, kemudian Musa mengumumkan bahwa Yosua akan menjadi penggantinya.[249]
Tercatat dalam Alkitab bahwa pada tanggal 1 bulan ke-11 tahun ke-40 ketika bangsa Israel sudah berkemah di tanah Moab menjelang akhir tahun ke-40 penggembaraan mereka dan siap menyeberang ke tanah Kanaan, Musa diperintahkan oleh Allah untuk berbicara kepada seluruh Bani Israel dan menguraikan sekali lagi (dan terakhir kali) hukum Taurat yang dicatatnya dalam Kitab Ulangan.[250]
Wafat
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa saat waktu kematian Musa tiba, malaikat maut mendatanginya terang-terangan, tetapi Musa langsung menamparnya hingga buta. Malaikat maut kembali dan mengadu pada Allah. Allah mengembalikan penglihatan malaikat maut, memerintahkannya untuk menyampaikan pada Musa agar dia meletakkan tangannya di atas kulit sapi, maka setiap bulu yang tertutupi tangannya merupakan tambahan satu tahun untuk umur Musa. Setelah pesan tersebut disampaikan, Musa menanyakan yang terjadi setelah masa tambahan tersebut. Malaikat maut menjawab bahwa Musa akan meninggal. Setelahnya Musa memilih untuk meninggal saat itu juga.[251][252]
Alkitab menerangkan bahwa Musa meninggal di Moab dan dikuburkan di sebuah lembah di Moab di seberang kota Bet-Peor. Musa meninggal pada usia 120 tahun dengan kekuatan yang masih prima dan penglihatan yang masih jelas. Bani Israel berkabung di Moab untuk kematian Musa selama tiga puluh hari.[253]
Kedudukan
Yahudi
Tradisi Yahudi memandang Musa sebagai nabi teragung yang pernah hidup.[254][255] Meski demikian, Yahudi menekankan Musa sebagai manusia, sehingga tidak boleh untuk disembah.[256] Dalam Yahudi Ortodoks, Musa disebut Moše Rabbenu, `Eved HaSyem, Avi haNeviim zya"a (Musa pemimpin kami, hamba Tuhan, dan bapa para nabi).
Secara tradisi, Musa juga dipandang sebagai penulis dari lima kitab pertama dalam Tanakh dan Alkitab: Beresyit (בראשית) atau Kejadian, Syemot (שמות) atau Keluaran, Vayikra (ויקרא) atau Imamat, Bemidbar (במדבר) atau Bilangan, dan Devarim (דברים) atau Ulangan.[257] Kelima kitab tersebut yang disebut Taurat oleh umat Yahudi dan Kristen. Dia juga disebut penggubah salah satu mazmur (syair pujian pada Tuhan).[258] Musa juga merupakan seorang hakim, memutuskan berbagai permasalah Bani Israel, dan pengajar, mengajarkan berbagai hukum dan perintah Allah pada umatnya. Musa juga membuat Tabut Perjanjian, wadah kayu berlapis emas yang berisikan loh-loh atau kepingan batu yang berukirkan sepuluh perintah Allah, tongkat Harun, dan roti manna.
Kristen
Musa adalah tokoh dari Tanakh yang paling sering disebutkan dalam Perjanjian Baru. Bagi umat Kristen, Musa sering menjadi perlambang hukum Allah, sebagaimana diperkuat dan dijelaskan dalam ajaran Yesus. Para penulis Perjanjian Baru sering membandingkan kata-kata dan perbuatan Yesus dengan Musa untuk menjelaskan misi Yesus. Dalam Kisah Para Rasul 7: 39-43, 51–53, misalnya, penolakan Musa oleh orang-orang Yahudi yang menyembah anak lembu emas disamakan dengan penolakan Yesus oleh orang-orang Yahudi.[259][260]
Musa juga disebutkan dalam beberapa pesan Yesus. Ketika bertemu dengan orang Farisi Nikodemus pada malam hari,[261] Yesus membandingkan Musa yang membuat ular tembaga di padang belantara yang bisa dilihat bangsa Israel dan menyembuhkan mereka, dengan pengangkatan Yesus sendiri (oleh kematian dan kebangkitan) bagi mereka yang melihat akan disembuhkan. Disebutkan pula bahwa Yesus menanggapi klaim orang-orang bahwa Musa memberikan mereka manna di padang belantara dengan mengatakan bahwa bukan Musa, tetapi Allah, yang menyediakan. Menyebut dirinya "roti kehidupan", Yesus menyatakan bahwa dirinya disediakan untuk memberi makan umat Allah.[262]
Musa juga dipandang sebagai santo oleh beberapa gereja dan diperingati sebagai nabi pada 4 September dalam Kalender Orang Suci Gereja Ortodoks Timur, Katolik Roma, dan Lutheran.[263][264] Gereja Ortodoks juga memperingati dia pada hari Minggu para leluhur, dua hari Minggu sebelum hari kelahiran Yesus.[265]Gereja Apostolik Armenia memperingati Musa sebagai salah satu Bapa Leluhur Suci dalam Kalender Orang Suci mereka pada 30 Juli.[266]
Islam
Musa dipandang sebagai nabi dan rasul.[267] Dia termasuk satu dari lima rasul ulul azmi dan mendapat julukan kalīmullāh (bahasa Arab: كليم الله) yang bermakna "orang yang berbicara dengan Allah."[268][269] Dia merupakan tokoh manusia yang namanya paling banyak disebutkan dalam Al-Qur'an, yakni sejumlah 136 kali. Al-Qur'an menyebutkan Musa sebagai seseorang yang membawa bukti-bukti kebenaran,[270][271] diberi petunjuk oleh Allah,[272] dilebihkan atas manusia yang lain,[273] dan memiliki kedudukan terhormat di sisi Allah.[274] Umat Islam juga diperintahkan untuk beriman kepada wahyu Allah, baik yang diturunkan kepada Muhammad maupun kepada nabi-nabi yang lain, termasuk di antaranya adalah Musa, juga diperintahkan untuk tidak membeda-bedakan para nabi dan berserah diri kepada Allah.[275][276] Sebagaimana rasul yang lain, peran Musa dalam menyerukan keesaan Allah juga tersurat jelas.
Kehidupan Musa kerap disamakan dengan Muhammad.[277][278] Keduanya merupakan seorang pemimpin keagamaan, pimpinan militer, dan hakim. Beberapa literatur Islam juga menyamakan antara pengikut kedua tokoh tersebut terkait perjalanan sejarah mereka. Keluarnya Bani Israel dari Mesir disepadankan dengan hijrahnya para sahabat Nabi dari Makkah. Tenggelam dan kehancuran Fir'aun dan pasukannya juga disejajarkan dengan Pertempuran Badr.[279]
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad bersabda, "Janganlah kalian melebihkanku atas Musa. Sesungguhnya seluruh manusia pada hari kiamat kelak akan pingsan dan aku adalah orang yang pertama kali sadar. Namun aku mendapati Musa sedang berpegangan dengan salah satu kaki 'Arsy. Aku tidak tahu apakah dia juga pingsan lalu sadar sebelum aku sadar, ataukah dia tidak pingsan karena dahulu pernah pingsan di bukit (Sinai)."[280][281] Dalam sebuah riwayat lain juga disebutkan bahwa Muhammad diperlihatkan para nabi dan umat mereka. Ada nabi bersama beberapa orang, ada seorang nabi bersama satu orang saja, dan seorang nabi lain tanpa seorangpun bersamanya. Kemudian terlihat kumpulan warna hitam yang sangat banyak sampai menutupi ufuk. Dikatakan bahwa mereka adalah Musa dan kaumnya.[282][283][284]
Firaun
Sejumlah Firaun yang diidentifikasikan dengan Firaun yang hidup masa masa Musa:
Dedumose II (wafat sekitar 1690 SM). David Rohl, seorang Egiptologis dari Inggris, merevisi sejarah Mesir dengan memperpendek Periode Menengah Ketiga Mesir selama hampir 300 tahun. Sebagai akibatnya, sinkronisme dengan narasi kitab suci telah berubah, menjadikan raja Periode Menengah Kedua Dedumose II sebagai Fir'aun dari Kitab Keluaran.[285] Teori Rohl gagal mendapat dukungan di antara para sarjana di bidangnya.[286]
Akhenaten (berkuasa 1353–1349 SM). Sigmund Freud berpendapat bahwa Musa adalah seorang pendeta Atenisme yang dipaksa meninggalkan Mesir bersama para pengikutnya setelah kematian Akhenaten.[288]
Ramses II (berkuasa 1279–1213 SM). Fir'aun yang paling kerap disamakan dengan Fir'aun dalam kitab suci, utamanya setelah penayangan film The Ten Commandments yang dirilis pada tahun 1956. Namun sebagaimana Fir'aun lainnya, belum ada bukti dokumenter atau arkeologis bahwa dia mengejar budak yang melarikan diri dari Mesir.[289][290][291]
Merneptah (berkuasa 1213–1203 SM)[292] Berdasarkan penelitian Maurice Bucaille, diyakini bahwa Firaun Merneptah adalah Firaun yang mengejar-ngejar Musa dan rombongan Bani Israil; yang jasadnya dapat diselamatkan orang-orang Mesir setelah mati ditenggelamkan dalam peristiwa Penyeberangan Laut Merah.[293]:148-155, 156-160,[294]:237-239
Disebutkan bahwa Musa yang masih bayi ditemukan oleh seorang perempuan istana dari keluarga Firaun dan kemudian diangkat menjadi anaknya. Sumber Tanakh dan Alkitab menyebutkan bahwa dia adalah putri Firaun. Vayikrah Rabbah dan Kitab Tawarikh menyebutnya Bat-Yah, Bityah, atau Bithiah, yang secara harfiah bermakna "putri Yahweh", julukan yang diberikan padanya setelah mengangkat Musa sebagai putranya, maka Yahweh mengangkatnya sebagai putrinya.[299] Dalam Kristen, dia juga dinamai Merris atau Merrhoe.[300][301]. Al-Qur'an menyebutan bahwa dia adalah istri Firaun. Riwayat hadits menyebutnya Asiyah.[302]. Kitab Yobel dan Flavius Yosefus menyebutkan bahwa namanya adalah Thermouthis.[303][304][305][306]
Terkait perbedaan statusnya dengan Firaun dalam kitab suci, disebutkan bahwa Firaun kerap menikah dengan kerabat dekatnya hingga pada taraf pernikahan sedarah. Berikut beberapa daftar dari perempuan istana yang hidup pada masa beberapa Firaun yang diidentifikasikan hidup pada masa Musa, yang mereka merupakan istri sekaligus putri seorang fir'aun:
^Nigosian, S.A. (1993). "Moses as They Saw Him". Vetus Testamentum. 43 (3): 339–350. doi:10.1163/156853393X00160. ISSN0042-4935. Three views, based on source analysis or historical-critical method, seem to prevail among biblical scholars. First, a number of scholars, such as Meyer and Holscher, aim to deprive Moses all the prerogatives attributed to him by denying anything historical value about his person or the role he played in Israelite religion. Second, other scholars,.... diametrically oppose the first view and strive to anchor Moses the decisive role he played in Israelite religion in a firm setting. And third, those who take the middle position... delineate the solidly historical identification of Moses from the superstructure of later legendary accretions….Needless to say, these issues are hotly debated unresolved matters among scholars. Thus, the attempt to separate the historical from unhistorical elements in the Torah has yielded few, if any, positive results regarding the figure of Moses or the role he played on Israelite religion. No wonder J. Van Seters concluded that "the quest for the historical Moses is a futile exercise. He now belongs only to legend
^Miller II, Robert D. (25 November 2013). Illuminating Moses: A History of Reception from Exodus to the Renaissance. BRILL. hlm. 21, 24. ISBN978-90-04-25854-9. Van Seters concluded, 'The quest for the historical Moses is a futile exercise. He now belongs only to legend.' ... "None of this means that there is not a historical Moses and that the tales do not include historical information. But in the Pentateuch, history has become memorial. Memorial revises history, reifies memory, and makes myth out of history.
^Lambdin, T.O., Intro. to Biblical Hebrew. NY:Charles Scribner's Sons, 1971. pp. 18-19
^Gesenius' Lexicon (1906), s.v. מֹשֶׁה ; Gesenius lebih condong kepada etimologi Koptik. Demikian pula "Jones' Dictionary of Old Testament Proper Names"
^ abEusebius Pamphilis, Buku 9, Bab 27:1-37. Terjemahan Inggris oleh (a) E.H. Gifford, 1903, dan (b) J.J. Collins, 1985, halaman 889-903. Dikutip dalam: Rohl, David (1995). A Test of Time: The Bible - from Myth to History. London: Century. ISBN0-7126-5913-7. Diterbitkan di Amerika Serikat sebagai Rohl, David (1995). Pharaohs and Kings: A Biblical Quest. New York: Crown Publishers. ISBN0-517-70315-7. Bab 12
^Coogan, Michael David. The Old Testament: A historical and literary introduction to the Hebrew Scriptures. Oxford University Press, USA, 2017: pg. 108
^Stephen L. Caiger, "Archaeological Fact and Fancy," Biblical Archaeologist, (9, 1946).
^I Will Show You: Essays in History and Archaeology of the Ancient Near East in Honor of J. Maxwell Miller, Sheffield Academic Press, 1997, p. 261–262, ISBN978-1-85075-650-7,[1]
Blackham, Paul (2005), "The Trinity in the Hebrew Scriptures", dalam Metzger, Paul Louis, Trinitarian Soundings in Systematic Theology (essay), Continuum International
Droge, Arthur J (1989), Homer or Moses?: Early Christian Interpretations of the History of Culture, Mohr Siebeck
Feldman, Louis H (1998), Josephus's Interpretation of the Bible, University of California Press
Umat Muslim meyakini bahwa telah banyak nabi diutus oleh Allah untuk umat manusia. Nabi-nabi ini disebutkan namanya dalam Al-Qur'an. Tebal: lima rasul yang mendapatkan gelar Ululazmi.
Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan