Gereja Ortodoks Timur
Gereja Ortodoks Timur,[1] yang disebut juga Gereja Ortodoks[2] serta bernama resmi Gereja Katolik Ortodoks,[3][4][5] adalah Gereja Kristen terbesar kedua di dunia,[6] dengan perkiraan jumlah umat sekitar 225–300 juta orang.[7] Gereja ini bukan bagian dari Gereja Katolik Ritus Timur. Gereja Ortodoks Timur termasuk salah satu lembaga keagamaan tertua di dunia,[8] yang mengajarkan bahwa Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik didirikan oleh Yesus Kristus dalam Amanat Agung-Nya kepada para rasul, dan mempraktikkan apa yang dipahami sebagai iman asli yang diwariskan dari para Rasul. Gereja Ortodoks Timur berada dalam persekutuan dengan Gereja Latin sebelum Skisma Timur–Barat tahun 1054, dan dengan gereja-gereja Oriental selama kuartal pertama sejarahnya. Ortodoksi menyebar di seluruh Kekaisaran Romawi dan kemudian Bizantium serta daerah sekitarnya,[9] memainkan suatu peran penting dalam Budaya Eropa, Timur Dekat, Slavia, dan beberapa budaya Afrika. Tahta episkopalnya yang paling utama adalah Konstantinopel. Gereja Orthodoks tidak memiliki Kepausan ataupun keuskupan dengan ortoritas serupa. Sebutan "Timur" biasa digunakan, walaupun tidak secara resmi, diambil dari kaitannya secara geografis dengan gereja-gereja "Barat", yang sekarang dikenal sebagai Gereja Katolik Roma, dan karena Konstantinopel merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur. Perbedaan dengan Gereja BaratAda perbedaan dengan Gereja Katolik Roma namun banyak pula persamaannya. Kalangan Kristen lainnya cenderung menganggap bahwa perbedaan utamanya ialah bahwa Gereja Ortodoks banyak menekankan ritus dan doa dalam bahasa tertentu, terutama dalam Bahasa Yunani Kuno atau "Bahasa Slavonik Kuno Gerejawi" (Old Church Slavonic). Sebenarnya Gereja Ortodoks menganut prinsip bahwa ibadah atau liturgi hendaknya dimengerti oleh umat. Oleh karena itu sejak permulaan, Gereja Ortodoks mendukung usaha penerjemahan Kitab Suci dan liturgi ke bahasa setempat. Bahasa Yunani Perjanjian Baru (bahasa Yunani Koine) adalah bahasa asli Kitab Suci Perjanjian Baru, jadi bahasa ini menduduki tempat khusus dalam kehidupan Gereja. Namun, di Yunani sekarang ibadah dirayakan dalam bahasa Yunani yang dimengerti umat, bukan bahasa Yunani abad pertama. Pemakaian bahasa Slavonik sebenarnya merupakan bukti prinsip penerjemahan tersebut. Santo Cyril dan Santo Methodius menyebarkan agama Kristen (Ortodoks) ke bangsa-bangsa Slavia (Eropa Timur) pada abad ke-10 dan menerjemahkan Kitab Suci dan liturgi ke bahasa mereka saat itu. Bahasa Slavonik yang dipakai mereka menjadi semacam bahasa klasik bagi bangsa-bangsa Slavia termasuk Rusia. Walau mungkin gereja-gereja di sana masih memakai bahasa Slavonik Kuno, secara prinsip Gereja Ortodoks menekankan bahwa bahasa liturgi hendaklah dimengerti oleh seluruh umat. Gereja-gereja Ortodoks di Eropa Barat, Amerika dan Asia biasanya memakai bahasa setempat. Lalu, teologi gereja Ortodoks lebih bersifat mistik. Gereja-gereja Ortodoks juga cenderung menjadi gereja nasional, misalkan Gereja Ortodoks Rusia, Yunani dan sebagainya. Jumlah UmatBerdasarkan jumlah umat, Gereja Ortodoks Timur adalah komunitas Kristiani terbesar kedua di dunia sesudah Gereja Katolik Roma.[10] Estimasi paling umum mengenai jumlah umat Kristen Ortodoks Timur di seluruh dunia berkisar antara 225-300 juta jiwa.[11] Ortodoks Timur adalah agama tunggal terbesar di Belarusia (89%), Bulgaria (86%), Republik Siprus (88%), Georgia (89%), Yunani (98%), Republik Makedonia (70%), Moldova (98%), Montenegro (84%), Romania (89%), Rusia (88%), Serbia (88%), dan Ukraina (83%).[12] Ortodoks Timur juga merupakan agama dominan di Republika Srpska (92%) entitas di Bosnia dan Herzegovina, serta agama dominan di Kazakhstan Utara (48% dari populasi Kazakhstan). Selain itu, ada pula sejumlah besar komunitas Ortodoks di Afrika, Asia, Australia, Amerika Utara, dan Amerika Selatan. Terdapat pula beberapa yurisdiksi Gereja Ortodoks di Indonesia, yakni di bawah Genuine Greek Orthodox Church/GGOC, Patriarkhat Ekumenikal Konstantinopel dan Patriarkhat Moskow. Setidaknya, hingga saat ini, belum pernah ada sensus resmi yang menghitung total jumlah umat dalam seluruh yurisdiksi tersebut. Perbedaan Ortodoks Timur dan Ortodoks OrientalGereja-gereja Ortodoks menyatakan diri mereka sebagai kelanjutan dari jemaat Kristen Perdana, yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri serta para Rasul-Nya. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada dua persekutuan Ortodoks yang berbeda. Persekutuan Ortodoks yang pertama dan yang terbesar adalah yang disebut Gereja Ortodoks Timur, yakni gereja-gereja Ortodoks yang menerima hasil ketujuh konsili ekumenis seperti Gereja Katolik Roma. Komunitas Ortodoks yang lain dibedakan dari Ortodoks Timur dengan menggunakan sebutan Gereja Ortodoks Oriental. Ortodoks Oriental hanya menerima hasil dari 3 konsili oikumenis yang pertama, yaitu Konsili Nikea I, Konsili Konstantinopel I, dan Konsili Efesus. Komunitas ini terpisah setelah beberapa Uskup peserta Konsili Khalsedon memutuskan untuk tidak menerima hasil konsili tersebut. Persamaan dengan Gereja BaratPersamaan Gereja Ortodoks Timur dengan Gereja Katolik Roma ialah Gereja Ortodoks mengakui semua keputusan-keputusan ke-7 Konsili Ekumenis sebelum tahun 1054. Misalkan Doa Syahadat Nicea juga dipakai tetapi tanpa kata filioque yang merupakan tambahan dari Katolik Roma tanpa persetujuan dari 4 Patriarkh di Timur. Kedua Gereja juga sama-sama mengakui adanya 7 Sakramen. Imam Gereja Ortodoks dan Gereja Katolik Ritus Timur dapat ditahbiskan dari lelaki yang telah menerima sakramen perkawinan, tetapi bagi yang ditahbiskan dalam keadaan belum menikah wajib untuk tetap dalam keadaan selibat seumur hidup. Meskipun demikian, para uskup hanya dapat dipilih dari mereka yang selibat. Pasca-skismaPenaklukan Konstantinopel oleh tentara Perang Salib Keempat pada tahun 1204 sering dipandang sebagai puncak konflik antara Gereja Barat dan Gereja Timur. Perampokan Church of Holy Wisdom dan pendirian Kekaisaran Latin sebagai upaya nyata menggantikan Kekaisaran Romawi Timur pada 1204 masih menyisakan dendam hingga sekian lama. Namun pada tahun 2004, Paus Yohanes Paulus II menyampaikan permintaan maaf secara formal atas kejadian tahun 1204 tersebut, yang mana perbuatan tersebut juga dikecam dengan keras oleh Paus Innosensius III (paus pada saat itu); permintaan maaf tersebut secara resmi diterima oleh Patriark Oikumenis Bartolomeus I. Permintaan maaf dari Gereja Barat juga disertai dengan pengembalian relikwi Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius dari Nazianzus, yang dipercayai telah dicuri dari Konstantinopel saat peristiwa tahun 1204.[13][14] Upaya persekutuan setelah peristiwa penaklukan Konstantinopel tahun 1204 sempat terjadi pada Konsili Lyon II tahun 1274 dan Konsili Firenze tahun 1439. Konsili Firenze berhasil membangun kembali persekutuan antara Timur dan Barat, yang bertahan sampai jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453. Usaha penyatuan menjadi sangat sulit secara politis sejak Konstantinopel berada di bawah kekuasaan Utsmaniyah. Beberapa Gereja Timur lokal membangun persekutuan dengan Roma sejak saat itu (Lihat: Gereja Katolik Timur). Namun dalam beberapa dekade terakhir telah terlihat pembaruan semangat oikumenis dan dialog antara kedua Gereja, terutama dipelopori oleh Paus Paulus VI dan Patriark Oikumenis Atenagoras I.[14] Semenjak tahun 1917 dengan Revolusi Oktober di Rusia, Gereja Ortodoks Rusia mulai ditindas dengan kejam oleh rezim komunis. Banyak rohaniwan dibunuh atau dideportasi ke Siberia. Gedung-gedung gereja banyak yang berubah fungsi menjadi tempat-tempat lain, bahkan kadang-kadang dipakai sebagai penjara. Mereka baru boleh bebas beribadah lagi pada awal dasawarsa terakhir abad ke-20. Yurisdiksi Gereja Ortodoks
Referensi
Lihat pula |