Amos adalah seorang nabi di Israel pada abad ke-8 SM.[1] Tidak ada yang dapat diketahui mengenai nabi Amos di luar tulisannya.[2] Nama Amos berarti "beban."[3] Ia penduduk Tekoa wilayah Yehuda, yang terletak kira-kira 16 km sebelah selatan Yerusalem dan 6 km sebelah selatan Bethlehem.[1][2][4][5] Desa Tekoa terletak di perbukitan kurang lebih seribu meter di atas permukaan laut.[1] Wilayah pertaniannya subur, memiliki beberapa sumber air, dan menjadi tempat pengintaian yang penting dalam pertahanan wilayah Yehuda (bnd.Yeremia6:1 ).[1] Amos dipanggil dari desa tersebut untuk menyampaikan warta di tempat peziarahan Betel.[1][4] Ia bukan nabi profesional yang terikat pada salah satu tempat peziarahan atau ibadah, tetapi sesuai dengan pengakuannya, ia adalah seorang peternak dan pemelihara pohon kurma atau pencari buah hutan.[1][2] sehingga, kemungkinan besar ia tidak diasuh dalam golongan para nabi dan tidak melalui pendidikan untuk menjadi nabi di sekolah atau perkumpulan.[2]
Latar Belakang
Menurut catatan Alkitab Kristen(Amos1:1), Amos berkarya pada masa pemerintahan raja Uzia, dari Kerajaan Selatan dan dalam zaman Yerobeam II, anak Yoas, Kerajaan Utara.[2][4][5] Pada masa itu, Kerajaan Utara mengalami masa-masa kejayaannya, terutama di bidang ekonomi, militer dan politik.[5] Akan tetapi, Amos menjumpai banyak ketidakadilan sosial yang marak dalam masyarakat; perdagangan internasional yang luas untuk keuntungan para penguasa; praktik-praktik bisnis yang penuh tipuan terhadap orang miskin dan tak berdaya; dan perampasan tanah milik orang yang miskin.[2][3][5] Pada saat itu upacara-upacara keagamaan terus dipelihara, tetapi hal itu dilaksanakan beriringan dengan sifat kefasikan.[2] Korban persembahan yang mahal diberikan, namun merupakan uang pemberian mereka yang miskin.[2]
Warta Nabi
Sebagai seorang gembala yang dipilih Allah, Amos bertugas untuk mewartakan tanda-tanda penghakiman dan bahwa kesudahan Kerajaan Utara segera datang.[1][5] Ia mewartakan pengadilan yang amat keras dan kuat bagi raja dan bagi umat Israel, bahwa tanah mereka akan hilang, umat akan diusir dan para pemimpin akan hancur karena perang.[1][5] Ia menekankan wibawa kekuasaan dan kasih Allah yang harus dinyatakan bagi kehidupan bersama dalam kasih dan keadilan, terutama bagi mereka yang tersisih dan tertindas.[1] Amos menghubungkan ketidakadilan yang terjadi di sekelilingnya dengan kecenderungan memperkaya diri dan mengabaikan perintah Allah untuk memerhatikan kepentingan bersama.[1] Amos juga menyampaikan kritik, peringatan dan ancaman terhadap kebiasaan hidup masyarakat yang hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri dan tidak mengingat karya kasih Allah terhadap mereka.[1] Dalam hal keagamaan, Amos menyampaikan kritiknya bahwa ibadat mereka tidak akan berkenan jika tidak didasari sikap hati bertobat dan iman yang hidup, serta tercermin dalam kehidupan manusia dengan sesamanya.[1] Sebab, Allah mengerjakan keselamatan tidak hanya bagi Israel tetapi juga bagi segala bangsa.[1] Selain itu, salah satu yang menarik dalam pewartaan Amos ialah hilangnya peringatan terhadap penghormatan dewa/dewi, yang menjadi ciri khas kritik nabi-nabi sezamannya.[1] Sehingga, Allah diakui sebagai Allah yang universal, Tuhan yang Esa.[1] Sikap dan paham monoteisme yang akan berkembang dalam apa yang disebut "deutero Yesaya".[1] Gaya bahasa Amos sederhana namun sangat keras dan tajam, berisi kecaman dan ancaman, sebab israel terlena akan statusnya sebagai umat pilihan Allah.[1] Keseluruhan dari pewartaan Amos dapat digambarkan dengan memperhatikan beberapa hal, yiatu: lima penglihatan yang menjadi isyarat akan nasib kerajaan Utara; pertikaian Amos dengan imam Amazia; dan diskusi Amos dengan para pendengar mengenai relasinya dengan Allah.[1]
Pemikiran
Jika disejajarkan dengan nabi-nabi yang hidup sezaman dengannya, Amos memberikan arah pemikiran yang baru, yaitu bahwa Yahweh tidak lagi dilihat sebagai Allah nasional Israel yang secara khas menjadi Allah bangsa yang melindungi dan menjaga terhadap serangan bangsa lain, tetapi sebagai Allah yang kekuasaan dan kewibawaannya melingkupi dan untuk segala bangsa.[1] Allah dipandang secara esa dan universal.[1] Amos juga memiliki pemikiran yang khas bahwa keadilan merupakan ciri moral yang paling penting dari sifat ilahi, sehingga jika Allah itu adil maka ketidakadilan, ketidakjujuran, kebejatan moral tidak dapat ditolerir oleh Allah dan harus mendapat pembalasan yang keras dari Allah.[2]
Referensi
^ abcdefghijklmnopqrst(Indonesia) Pr. Darmawijaya. 1990. Warta Nabi Abad VIII. Yogyakarta: Kanisius.
^ abcdefghi(Indonesia)J.D. Douglas, 2008. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I. Jakarta: Bina Kasih.
^ ab(Indonesia)Dianne Bergant dan Robert J. Karris, 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.
^ abc(Indonesia) I. Snoek. 1981. Sejarah Suci. Jakarta: BPK Gunung Mulia
^ abcdef(Indonesia) J. Blommendaal. 1979. Pengantar Kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.