Samuel
Samuel dalam Kristen atau Yahudi (bahasa Ibrani: שְׁמוּאֵל, Modern Šəmuʼel Tiberias ŠəmûʼēlAlkitab. Dia merupakan hakim terakhir sebelum akhirnya Israel memasuki masa kerajaan. Samuel juga nabi yang mengurapi dua raja pertama Kerajaan Israel, yaitu Saul dan Daud. NamaArti nama Samuel (שְׁמוּאֵ֔ל) adalah 'nama-Nya adalah Allah' ('syemu', namanya; 'El', Allah) hal ini sesuai dengan janji Hana kepada Allah untuk menyerahkan anak yang akan dilahirkannya menjadi seorang nazir bagi Allah. Untuk mengingat janjinya itulah Hana menamai anaknya 'Shemuel' Terjemahan harafiah lain dari Samuel ialah Allah mendengar ('Shama', mendengar; 'El', Allah), sesuai dengan Samuel 1:20; di situ dikatakan bahwa Hana menamai anaknya untuk mengenang permohonannya kepada Allah akan seorang anak, dan Allah mendengarnya. Ada dua orang dalam Tanakh dan Perjanjian Lama yang memakai nama Samuel, yaitu Samuel bin Amihud, tokoh ini sekali saja disebutkan dalam Alkitab.[2] Tokoh terkenal yang disebut sebagai Nabi Samuel disebutkan pertama kali dalam 1 Samuel 1:20. KisahDalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), Samuel disebutkan dalam Kitab 1 Samuel (Sefer Symuel). Dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam), kisahya disebutkan secara singkat pada Surah Al-Baqarah (2):246-248 tanpa menyebutkan namanya. Latar belakangTanakh dan Alkitab menjelaskan bahwa setelah memasuki tanah Kanaan yang dipimpin Yosua (Yusya'), Bangsa Israel memasuki masa kesukuan atau hakim-hakim. Tiap-tiap dua belas suku Bani Israel mendapat wilayah tertentu di Kanaan. Suku Yusuf dibagi menjadi dua: Suku Manasye dan Suku Efraim, keduanya mendapat jatah wilayah masing-masing. Suku Lewi tidak mendapat wilayah karena mereka menempati kedudukan khusus dalam keagamaan, yakni sebagai keluarga yang menurunkan para nabi dan imam (pendeta). Tidak ada pemerintahan pusat pada masa ini. Saat masa-masa sulit, diangkatlah seorang hakim (Ibrani: שופט šōp̄êṭ/shofet) yang berperan sebagai penguasa atau pemimpin militer, sekaligus orang yang memimpin pengadilan hukum.[3] Yosua disebut juga berperan sebagai hakim, meski tidak menyandang gelar tersebut secara resmi. Samuel adalah tokoh Bangsa Israel yang hidup pada akhir masa kesukuan atau hakim-hakim dan awal masa kerajaan. Ayahnya bernama Elkana. Kitab Samuel mencatat bahwa Elkana berasal dari suku Efraim,[4] sementara Tawarikh menyebutkan bahwa dia berasal dari suku Lewi.[5] Kelahiran dan kehidupan awalElkana mempunyai dua istri: Hana dan Penina. Penina yang dikaruniai anak menghina Hana yang tidak memiliki anak. Saat pergi mempersembahkan kurban di Silo, Hana memohon agar dikaruniai anak dan bernazar anaknya tersebut akan menjadi abdi di rumah Allah. Setelah Hana benar-benar hamil dan melahirkan seorang putra, dia menamainya Samuel. Setelah usai disapih, Hana menyerahkan Samuel menjadi abdi di rumah Allah di Silo[6] dan dirawat dalam pengawasan Eli, imam (pendeta) besar Silo.[7] Meski Eli merupakan seorang imam, anak-anaknya terkenal suka berbuat jahat dan sewenang-wenang.[8] Banyak orang sudah mengadu kepada Eli mengenai perbuatan anak-anaknya, tetapi anak-anak Eli tidak mengindahkan nasihat ayahnya.[9] Seorang nabi kemudian datang pada Eli dan menyatakan bahwa Allah tidak berkenan dengan keluarga Eli dan semua keturunannya akan terbunuh.[10] Sementara itu, Samuel secara tekun menjadi abdi Allah sejak masih belia. Orang tuanya mengunjunginya setiap ibadah kurban tahunan.[11] Disebutkan bahwa Samuel sendiri tumbuh menjadi pribadi yang disukai Allah dan masyarakat.[12] Disebutkan bahwa saat tidur di dekat tabut perjanjian di dalam Kemah Suci, Samuel bangun lantaran mendengar suara memanggilnya. Samuel menghampiri Eli yang disangka telah memanggilnya, tapi Eli mengatakan kalau dia tidak memanggil. Kejadian tersebut terulang sampai tiga kali dan Eli kemudian sadar bahwa itu adalah panggilan Allah. Eli meminta Samuel tidur kembali, tetapi jika terdengar panggilan kembali, Eli meminta agar Samuel mengatakan, "Bicaralah, Tuhan, hamba-Mu mendengarkan." Samuel mematuhi Eli dan sangat terdengar panggilan kembali, Samuel mengatakan seperti yang diperintahkan. Allah kemudian menyatakan bahwa akan terjadi sesuatu yang dahsyat terhadap bangsa Israel, juga menegaskan hukuman bagi keluarga Eli. Pagi harinya, Eli meminta Samuel menghadap dan menceritakan hal yang telah dialaminya. Samuel menceritakan semuanya, termasuk mengenai hukuman pada keluarga Eli. Mendengar firman Allah yang disampaikan lewat Samuel, Eli hanya bisa pasrah dan berkata, "Dia Tuhan. Biarlah diperbuat-Nya apa yang dipandang-Nya baik".[13] FilistinPada masa itu, bangsa Filistin memenangkan pertempuran atas Bangsa Israel. Para pemuka Israel kemudian mengusulkan membawa tabut perjanjian dalam peperangan agar Allah memenangkan mereka dalam perang. Tabut itu dibawa ke medan perang oleh anak-anak Eli. Meski demikian, Bani Israel menderita kekalahan. Disebutkan bahwa 30.000 prajurit Israel tewas. Putra-putra Eli juga meninggal, sementara tabut tersebut dibawa bangsa Filistin. Ketika mendengar tabut direbut musuh, Eli jatuh dan tewas karena lehernya patah, mengakhiri empat puluh tahun masa kepemimpinannnya atas Bani Israel.[14]
Mungkin atas nasihat Samuel yang saat itu berusia sekitar 20 tahun, Kemah Suci bersama perlengkapannya dipindahkan dari Silo ke sebuah tempat yang dianggap aman, dan akhirnya ke Nob. Tabut itu diletakkan di sana selama bertahun-tahun.[15] Tentara Filistin masuk ke Silo dan merampas serta menghancurkannya.[16] Beberapa pakar modern menganggap bahwa Kitab Ulangan pasal 32 mungkin ditulis oleh Samuel sendiri sebagai tanggapan terhadap implikasi teologis dari kekalahan yang sangat parah ini, meskipun tidak ada bukti konkret bahwa hal ini benar terjadi. Dua puluh tahun kemudianIni adalah masa yang penting dalam sejarah Israel. Selama 20 tahun setelah pertempuran fatal di Afek, seluruh negeri berada di bawah penindasan bangsa Filistin. Selama tahun-tahun ini Samuel menjadi kekuatan spiritual di negeri itu. Dari kota Ramataim-Zofim atau Rama, tempat kelahiran[17] dan tempat tinggalnya,[18] pengaruhnya meluas ke seluruh negeri. Dengan semangat yang tak kenal lelah ia berkeliling ke mana-mana untuk menegur, mengecam rakyat, berusaha membangkitkan rasa berdosa mereka, dan mengajak mereka bertobat. Usahanya berhasil sehingga seluruh bangsa Israel menyesal kepada Tuhan. Samuel mengumpulkan bangsanya di Mizpa, salah satu bukit tertinggi di Israel. Di sana mereka berpuasa dan berdoa, dan di bawah bimbingan Samuel, mempersiapkan diri untuk perang besar melawan bangsa Filistin yang kini datang dengan kekuatan penuh ke Mizpa untuk menghancurkan bangsa Israel. Samuel berdoa kepada Tuhan dan Tuhan menolong bangsa itu. Samuel, pemimpin mereka, juga bertindak sebagai pemimpin dalam peperangan. Bangsa Filistin dipukul mundur. Mereka melarikan diri dalam ketakutan dan banyak dari mereka yang tewas. Akhir penindasan FilistinPertempuran ini, yang mungkin terjadi sekitar 1095 SM, mengakhiri 40 tahun penindasan oleh Filistin. Untuk mengenang pembebasan besar itu, dan sebagai tanda syukur atas pertolongan yang diberikan oleh Tuhan, Samuel membangun sebuah batu besar di medan peperangan, dan menyebutnya Eben-Haezer, dan berkata, "Sampai di sini TUHAN menolong kita".[19] Di tempat yang sama ini, 20 tahun sebelumnya, bangsa Israel mengalami kekalahan besar, ketika Tabut Allah direbut. Kemenangan atas Filistin ini menyebabkan periode damai yang panjang di Israel.[20] Selama itu Samuel melakukan tugas sebagai Hakim, berjalan keliling bertahun-tahun dari rumahnya di Rama ke Betel, ke Gilgal (tidak jelas apakah ini yang di lembah sungai Yordan, ataukah di sebelah barat gunung Ebal dan Gerizim. Sejumlah pakar meyakini yang kedua), kemudian pulang melalui Mizpa kembali ke Rama. Ibadah orang IsraelSamuel menyelenggarakan ibadah secara teratur di Silo, di mana ia mendirikan altar; dan di Rama di mana ia mengumpulkan orang-orang muda dan mendirikan sekolah untuk para nabi. Sekolah-sekolah nabi kemudian juga didirikan di Gibea, Betel, Gilgal, dan Yerikho, memberikan pengaruh penting bagi karakter dan sejarah bangsa dalam memelihara agama murni di tengah pertumbuhan kesesatan. Mereka terus ada sampai Israel masuk ke dalam masa kerajaan. Setelah lewat beberapa tahun menjadi hakim, Samuel dikenal sebagai sahabat dan penasehat bagi banyak orang Israel untuk urusan pribadi dan umum. Ia merupakan negarawan besar dan juga seorang reformer, dan semua menghargainya dengan gelar "pelihat", nabi Tuhan. Akhir masa tugasKetika Samuel sudah tua dan mendekati akhir masa tugasnya, para penatua Israel datang kepadanya di Rama (1 Samuel 8:4, 5, 19–22). Samuel mengangkat putra-putranya menjadi hakim di sebelum dia memakan roti itu dia menfapat kan mujizat yang melimpah pakai palanya farelBersyeba, tetapi mereka ternyata tidak jujur dan korupsi. Para tua-tua Israel, mengantisipasi penyalahgunaan kekuasaan Samuel serta ancaman dari bani Amon, menuntut agar seorang raja dipilih untuk memerintah bangsa Israel. Hal ini mengesalkan hati Samuel. Ia berdebat dengan mereka dan memberi peringatan konsekuensi kehadiran seorang raja (lihat 1 Samuel pasal 8). Akhirnya, setelah diberi petunjuk oleh Allah, Samuel menerima tuntutan mereka dan mengurapi Saul menjadi raja Israel.[21] Sebelum meminta diri dari bangsa itu untuk pensiun, Samuel mengumpulkan bangsa itu di Gilgal dan dengan khidmad menjabarkan kembali hubungannya dengan bangsa itu sebagai hakim dan nabi (1 Samuel pasal 12). Sisa hidupnya dihabiskan di kota Rama dan hanya dalam peristiwa khusus muncul kembali di depan umum (1 Samuel 13, 15) membawa firman Allah untuk Saul. Ketika bersedih atas berbagai kejahatan yang jatuh ke bangsa itu, tiba-tiba ia disuruh Allah pergi ke Betlehem untuk mengurapi Daud bin Isai menjadi raja Israel kedua, yang kelak menggantikan raja Saul (1 Samuel 16). KematianSamuel mati di kota tinggalnya, Rama. Menurut tradisi Yahudi, tanggal kematiannya adalah 28 Iyar, kemungkinan pada usia sekitar 80 tahun. Seluruh orang Israel berkumpul meratapi dia dan menguburkan dia di rumahnya di Rama,[22] bukan di dalam rumah itu sendiri, melainkan di halaman rumahnya (bandingkan 2 Raja–raja 21:18; 2 Tawarikh 33:20; 1 Raja–raja 2:34; Yohanes 19:41) Ketaatan Samuel kepada Allah dan berkat khusus dari Allah untuknya disebutkan di bagian Alkitab yang lain, yaitu Yeremia 15:1 dan Mazmur 99:6. Menurut sejarawan Yahudi-Romawi abad ke-1 M, Flavius Yosefus (37-100 M), Samuel memimpin dan menjadi hakim atas orang Israel sendirian, setelah kematian Imam Besar Eli, selama 12 tahun; kemudian 18 tahun lamanya bersama-sama dengan raja Saul.[23] MakamBenjamin dari Tudela mengunjungi daerah sekitar kota Rama pada tahun 1173, mencatat bahwa para tentara Perang Salib menemukan tulang-tulang Samuel di pekuburan orang Yahudi di Ramla pada dataran pantai dan menguburkannya kembali di kota Rama, menghadap ke Kota Suci (Yerusalem). Kuburannya sendiri secara tradisi ada di kota yang dikenal dengan nama Neby Samwil (“nabi Samuel”) yang terletak di Mizpa daerah Benyamin, di mana Samuel diangkat menjadi pemimpin Israel.[24] Sampai sekarang ada Mesjid Nabi Samwil di kota Rama, yang dibangun di atas bekas benteng zaman Perang Salib, di mana diyakini makam nabi Samuel ada di dalam bangunan Mameluke. Tradisi IslamSyamu'il dalam Islam dianggap sebagai salah satu nabi Bangsa Israel dan dikatakan bahwa Samuel adalah keturunan dari Yusuf. Ia pernah diminta oleh kaumnya untuk memilih seorang pemimpin dari kalangannya. Pada akhirnya terpilihlah Saul (Thalut) yang memiliki profesi seorang petani. Namanya tidak disebutkan dalam Al-Qur'an, tetapi referensi telah dibuat oleh Allah dalam surah Al Baqarah, tanpa menyebutkan namanya. Referensi
Lihat pula
|