Hawa
Hawa (bahasa Ibrani: חַוָּה, Ḥawwāh, bahasa Arab: حواء, translit. Hawwāʾ; berarti: "hidup") merupakan sosok wanita pertama yang diciptakan oleh Allah untuk mendampingi Nabi Adam, dan tokoh dalam agama-agama Ibrahimiah[1]. Hawa merupakan istri Nabi Adam diungkap dalam kitab suci Al-Qur'an surat Al-Baqarah: 35. Dan dalam Kitab suci Al-Kitab pada Kejadian 1-3 menyebutkan Hawa diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk Adam[2]. Bersama Nabi Adam, Hawa tinggal di dalam surga di Taman Eden[3]. Namun karena memakan buah terlarang, keduanya akhirnya diusir dari surga. Dalam agama-agama Ibrahimiah, Hawa adalah wanita sekaligus manusia pertama yang melanggar larangan Allah yang menjadi awal kejatuhan manusia[4]. EtimologiNama Hawa pada umumnya dipercaya bermakna 'yang hidup' atau 'sumber kehidupan' dan secara fonetis mirip dengan "ḥāyâ", "hidup", dari akar Semit ḥyw.[5] KisahKisah Hawa dalam Tanakh (kitab Perjanjian Lama) dan termuat pada Kitab Kejadian pasal 2-5. Al-Qur'an (kitab suci Islam) sama sekali tidak ada menyebutkan nama Hawa secara tersurat, tetapi kisahnya menyebutkannya sebagai "isteri Adam" pada surah Al-Baqarah (2):35-39, Al-A'raf (7):19-25, dan Thaha (20):117-126. Penciptaan HawaDalam Alkitab disebutkan bahwa manusia dibentuk sesuai gambar dan rupa Allah agar dapat menguasai binatang-binatang ternak, juga hewan-hewan di laut dan udara.[6] Alkitab menyebutkan bahwa saat Adam tidur, Allah mengambil salah satu tulang rusuknya dan menciptakan seorang manusia berjenis kelamin perempuan.[7] Adam menamai perempuan itu Hawa, sebab dia menjadi ibu bagi semua yang hidup.[8] Penciptaan Hawa tidak dikisahkan secara jelas dalam Al-Qur'an dan namanya juga tidak disebutkan secara tersurat. Namun ayat Al-Qur'an yang menyatakan bahwa manusia diciptakan "dari diri yang satu dan Allah menciptakan pasangannya dari dirinya"[9][10] ditafsirkan sebagai penciptaan Hawa yang berasal dari bagian Adam. Dalam hadits juga disebutkan bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk.[11] Penciptaan Hawa, menurut Rabi Joshua, adalah bahwa Tuhan mempertimbangkan dari anggota badan Adam yang mana Hawa akan diciptakan. Dia tidak diciptakan dari kepala Adam karena akan menjadi orang yang sombong, tidak diciptakan dari mata karena dia akan ingin mengorek semua hal, tidak dari telinga karena dia akan berkeinginan mendengar semua hal, tidak dari mulut karena dia akan banyak bicara, tidak dari hati karena dia akan iri pada orang-orang, tidak dari tangan karena dia akan berkeinginan untuk mengambil semua hal, tidak dari kaki karena dia akan menjadi seorang petualang. Oleh karena itu Hawa diciptakan dari anggota yang disembunyikan, yaitu tulang rusuk, yang bahkan tidak terlihat ketika manusia telanjang.[12] Pohon terlarangDalam surga atau taman eden, disebutkan bahwa Adam dan Hawa dapat memakan buah dari pohon mana saja, tetapi Allah melarang mereka memakan buah dari salah satu pohon. Alkitab menjelaskan bahwa Adam akan mati.[13] Sementara dalam Al-Qur'an disebutkan peringatan bahwa mereka akan tergolong orang yang zalim bila mendekati pohon tersebut,[14] Alkitab mengisahkan bahwa ular kemudian membujuk Hawa untuk memakannya dan menyatakan bahwa jika mereka memakan buah terlarang tersebut, mereka akan menjadi seperti Allah dan mengetahui yang baik dan buruk. Hawa kemudian memakannya. Adam kemudian terbujuk oleh Hawa dan memakan buah tersebut.[15] Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa setan yang membujuk Adam dan Hawa untuk memakan buah tersebut. Setan membujuk dengan menyatakan bahwa mereka dilarang memakan buah tersebut karena nanti mereka akan menjadi malaikat atau menjadi kekal.[16] Buah khuldi (keabadian) yang kerap dianggap sebagai nama dari buah terlarang tersebut adalah nama yang digunakan setan untuk membujuk Adam dan Hawa agar memakannya.[17] Al-Qur'an tidak menyebutkan bahwa Hawa yang makan buah terlebih dulu sebagaimana sumber Alkitab, hanya menjelaskan bahwa keduanya kemudian mencicipi buah tersebut.[18] Menurut Alkitab, sejak awal Adam dan Hawa tinggal di taman eden dalam keadaan telanjang, tetapi mereka tidak merasa malu.[19] Setelah memakan buah terlarang, mereka menjadi sadar akan ketelanjangan mereka dan kemudian membuat cawat dari dedaunan.[20] Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Adam dan Hawa mengenakan pakaian saat di surga, tetapi pakaian mereka terlepas saat memakan buah terlarang tersebut.[21][22] Kejatuhan manusiaSetelah Adam dan Hawa memakan buah terlarang, Alkitab memusatkan kisah pada hukuman dan konsekuensi dari penyimpangan yang telah dilakukan. Di hadapan Allah, Adam menyalahkan Hawa atas kesalahannya memakan buah terlarang tersebut. Hawa kemudian menyalahkan ular atas kejadian tersebut. Allah kemudian mengutuk ular dan membuatnya berjalan menggunakan perut seumur hidup, menghukum Hawa dengan memberikan kepayahan saat mengandung dan melahirkan dan membuat suaminya berkuasa atasnya, dan menghukum Adam dengan menjadikannya bersusah payah mencari rezeki dari tanah sampai dia sendiri kembali menjadi tanah.[23] Dalam Al-Qur'an, bagian ini berpusat pada pertaubatan Adam dan Hawa atas kesalahan yang telah diperbuat.[24][25] Tidak ada perincian mengenai hukuman yang masing-masing diterima sebagaimana yang dijabarkan dalam Alkitab. Mereka berdua kemudian dikeluarkan dari surga.[26] Meski tidak tercantum dalam Al-Qur'an, banyak Muslim meyakini bahwa Adam dan Hawa diturunkan di tempat terpisah[27] dan mereka akhirnya bertemu kembali di Jabal Rahmah, Arafah. Dalam kebudayaan Swahili, Hawa memakan buah terlarang terlebih dulu dan kemudian diusir dari surga. Adam kemudian ikut memakan buah tersebut untuk mengikuti Hawa agar dapat melindunginya di bumi.[28] AnakDalam Alkitab disebutkan bahwa Hawa melahirkan seorang anak laki-laki bernama Kain dan Hawa mengatakan bahwa dia mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan. Pada kelahiran selanjutnya, Hawa melahirkan seorang putra yang dinamai Habel. Kain menjadi petani dan Habel menjadi penggembala domba.[29] Alkitab dan Al-Qur'an mengisahkan bahwa Kain (Qabil) dan Habel (Habil) melakukan korban kepada Allah. Korban Habel (Habil) diterima, tapi tidak dengan milik Kain (Qabil). Kain (Qabil) kemudian membunuh Habel (Habil).[30][31] Setelahnya, Hawa kembali melahirkan putra yang dinamai Set (Syits dalam sumber Islam) dan menyatakan bahwa Allah telah mengaruniakan anak yang lain sebagai ganti Habel (Habil), sebab Kain (Qabil) telah membunuhnya.[32] WafatDalam riwayat hadits lain disebutkan bahwa saat menjelang ajal, Adam meminta anak-anaknya mengambilkan buah anggur dari surga. Namun para malaikat memerintahkan anak-anak Adam kembali ketika mereka sedang mencarikan buah tersebut. Saat melihat para malaikat datang, Hawa langsung mendekati Adam untuk menjaganya, tetapi Adam memintanya untuk menyingkir. Malaikat kemudian mencabut nyawa Adam.[33] Tidak ada keterangan dalam Al-Qur'an dan Alkitab mengenai meninggalnya Hawa. Ibnu Katsir berpendapat bahwa Hawa meninggal setahun setelah Adam.[34] KedudukanPandangan mengenai Hawa acapkali menjadi acuan bagi peran dan kedudukan perempuan secara umum dalam agama dan masyarakat, utamanya pada masyarakat Barat Abad Pertengahan. Hawa juga kerap disalahkan mengenai kejatuhan manusia karena dalam sumber Alkitab disebutkan bahwa Hawa memakan buah terlarang terlebih dulu dan membujuk Adam agar ikut memakannya. Sarjana Timur Dekat Carol Lyons Meyers menyatakan bahwa kisah Hawa merupakan bagian Alkitab yang paling memengaruhi gagasan masyarakat Barat terkait gender dan identitas.[35] Sosiologis Linda L. Lindsey menyatakan bahwa wanita menanggung lebih berat beban dosa asal, penciptaannya dari rusuk Adam, urutan kedua diciptakan setelah Adam, dengan kutukan Tuhan saat pengusirannya dari Taman Eden kerap menjadi dasar untuk mendukung kekuasaan pria atas wanita.[36] Dalam Yahudi, literatur rabinik awal mengandung tradisi-tradisi yang menggambarkan Hawa dengan cara yang kurang baik. Menurut Bereshith Rabba 18:4, Adam dengan cepat menyadari bahwa Hawa ditakdirkan untuk terlibat dalam pertengkaran terus-menerus dengannya. Wanita pertama juga menjadi objek tuduhan yang dinisbatkan kepada Rabi Joshua dari Siknin, yang menurutnya Hawa, terlepas dari upaya ilahi, ternyata “berkepala bengkak, genit, penyadap, gosip, rentan terhadap kecemburuan, suka mencuri, dan petualang. "(Ibid. 18:2). Serangkaian dakwaan yang serupa muncul dalam Bereshith Rabba 17:8, yang dengannya penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam alih-alih dari bumi membuatnya lebih rendah dari Adam dan tidak pernah puas dengan apapun. Dari sisi lain, Trible dan Frymer-Kensky melihat bahwa kisah Hawa dalam Kejadian tidak menunjukkan inferioritas Hawa atas Adam. Kata "penolong" (ezer) menunjukkan pendamping dalam Alkitab alih-alih pembantu, dan kata ini juga digunakan pada hubungan Tuhan pada (Bani) Israel (bukan Israel pada Tuhan).[37][38] Trible menjelaskan bahwa, dalam mitologi, hal yang diciptakan terakhir secara tradisi merupakan puncak penciptaan, yang tersirat dalam Kejadian 1 bahwa manusia (Adam) diciptakan setelah segala sesuatu yang lain — kecuali Hawa.[37] Namun, sarjana Perjanjian Baru Craig Blomberg mengatakan bangsa Yahudi kuno mungkin telah melihat urutan penciptaan sebagai bentuk keistimewaan kepada putra sulung terkait hak waris (baik dalam tulisan suci mereka dan dalam budaya sekitarnya) dan menafsirkan Adam diciptakan lebih dulu dari Hawa sebagai tanda hak istimewanya.[39] Gereja Katolik mengakui Adam dan Hawa sebagai santo dan santa.[40] Pesta liturgi tradisional untuk Adam dan Hawa dirayakan pada 24 Desember sejak Abad Pertengahan. Terkait buah terlarang, Al-Qur'an tidak menjelaskan bahwa Hawa yang pertama kali memakannya. Baik Adam dan Hawa dijelaskan sama-sama bersalah, sama-sama bertaubat, juga sama-sama menerima ampunan.[41][42] Hawa dipandang sebagai Ummul Basyar (ibu umat manusia), tetapi pengaruhnya tidak begitu kuat pada peran dan kedudukan perempuan di dunia Muslim bila dibandingkan dengan di Barat. Menurut sebagian ulama, Hawa adalah seorang nabiah (nabi perempuan). Dalam kitabnya, Ibnu Hajar menyampaikan, "Dinukil dari al-Asy’ari bahwa ada beberapa wanita yang diangkat jadi nabi. Mereka ada 6 orang:
Batasan menurut beliau, bahwa orang yang didatangi malaikat dari Allah, dengan membawa hukum: perintah, larangan, atau maklumat, maka dia nabi."[43] Beberapa ulama yang mendukung adanya nabiah antara lain Ibnu Hazm, Al-Qurthubi, dan Abu al-Hasan al-Asy'ari.[43][44][45] Meski demikian, kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada nabi dari kalangan perempuan. Surga tempat Adam dan HawaTerdapat perbedaan pendapat mengenai surga atau Taman Eden yang ditempati Adam dan Hawa sebelum memakan buah terlarang. Satu pendapat bahwa itu adalah surga abadi yang sama dijanjikan untuk umat beriman di akhirat, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa surga tersebut ada di dunia. Dalam Talmud dan Yahudi Kabbalah,[46] terdapat dua jenis tempat spiritual yang bernama taman eden, yakni Taman Eden bawah, yang memiliki kesuburan melimpah dan Taman Eden atas, tempat tinggal orang-orang yang benar dan jiwa-jiwa abadi. Adam dikatakan tinggal di Taman Eden bawah, sedangkan Taman Eden atas tidak terlihat oleh mata.[46] Berdasar rincian mengenai Taman Eden dalam Kejadian 2:10-14, terdapat beberapa tempat yang dianggap sebagai lokasinya,[47] yakni tempat sumber mata air sungai-sungai, kepala Teluk Persia, di Mesopotamia selatan tempat sungai Tigris dan Eufrat menuju ke laut,[48] dan Dataran Tinggi Armenia.[49][50][51][52] Arkeolog Britania David Rohl berpendapat di Iran dan di sekitar Tabriz.[53] Dalam Al-Qur'an, ada beberapa istilah yang digunakan untuk merujuk pada surga. Surga dalam kisah Adam dan Hawa merupakan terjemahan dari kata jannah (bahasa Arab: جنّة) yang secara harfiah bermakna "kebun" atau "taman". Kebanyakan ulama menyatakan bahwa surga yang ditinggali Adam dan Hawa adalah surga abadi.[54] Di sisi lain, ada ulama yang berpendapat bahwa surga yang ditempati Adam bukanlah surga akhirat. Penjelasannya:[55]
Untuk perihal ayat yang menyatakan bahwa Adam dan Hawa diturunkan dari surga, belum tentu itu menunjukkan turun dari langit. Sangat mungkin turun yang dimaksud serupa dengan ayat[56] yang menjelaskan Nuh yang turun dari perahu.[57] Tradisi YahudiLilith
Dalam legenda Yahudi disebutkan bahwa istri pertama Adam bukanlah Hawa, tetapi Lilith. Adam dan Lilith diciptakan bersama-sama dari tanah. Namun terjadi perselisihan di antara keduanya karena Lilith tidak mau patuh pada Adam, sehingga Lilith pergi meninggalkan Adam. Setelahnya, Allah menciptakan pasangan baru untuk Adam dari tulang rusuk Adam sendiri. Legenda ini berkembang secara luas selama Abad Pertengahan, dalam tradisi Aggadah, Zohar, dan mistisisme Yahudi.[58][59] Keterangan mengenai Lilith tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Alkitab secara tersurat, tetapi sebagian menyandarkan keberadaannya menggunakan Kejadian 1:27 yang mengesankan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan bersamaan dan perempuan yang disebut dalam ayat ini dianggap adalah Lilith. Ini berbeda dengan Kejadian 2:22 yang menyebutkan bahwa seorang perempuan diciptakan dari tulang rusuk, yang secara umum telah diketahui bahwa perempuan ini adalah Hawa. PerzinahanDalam tradisi Yahudi pada literatur rabi awal, terdapat banyak contoh saat Hawa didakwa berbagai pelanggaran seksual. Dituliskan dalam Bereshith Rabba 3:16 bahwa "hasratmu akan untuk suamimu," dia dituduh oleh para rabi karena memiliki dorongan seksual yang terlalu maju (Bereshith Rabba 20: 7) dan terus-menerus menggoda Adam (ibid. 23: 5). Namun, dalam hal popularitas dan penyebaran teks, motif Hawa bersanggama dengan ular purba mengambil prioritas di atas pelanggaran seksualnya yang lain. Meskipun agak membingungkan, kisah ini disampaikan di banyak tempat: Bereshith Rabba 18:6, Sotah 9b, Shabat 145b – 146a dan 196a, Yevamot 103b dan 'Avodah zarah 22b.[60] Dalam tradisi Yahudi, Filo, Pirkei De-Rabbi Eliezer, dan Targum Yerushalmi menyatakan bahwa Adam bukanlah ayah dari Qabil/Kain. Sebaliknya, Hawa menjadi sasaran perzinahan karena dirayu Sammael,[61][62] ular[63] (nahash, Ibrani: נחש) di Taman Eden,[64] atau iblis sendiri,[65] dan Hawa berseru saat kelahiran Kain, "Aku telah mendapatkan seorang putra melalui seorang malaikat Tuhan."[66] Lihat pula
Rujukan
Daftar pustaka
Pranala luar |