Ibnu Katsir
Ibnu Katsir (nama lengkap: Ismail bin Umar bin Katsir al-Qursyi ad-Damasyqi) adalah seorang hafiz,[1] ulama dan pemikir.[2] Ia lahir pada tahun 1300 M di Busra, Suriah dan wafat pada tahun 1374 M di Damaskus, Suriah.[3] Mazhab yang diyakini oleh Ibnu Katsir adalah mazhab Syafi'i.[4] Beberapa karya tulisnya yaitu Tafsir al-Qur'ân al-Adzhīm dan Al-Bidâyah wa an-Nihâyah.[5] KelahiranIbnu Katsir dilahirkan dengan nama Ismail bin Umar bin Katsir al-Qursyi ad-Damasyqi.[1] Ayahnya bernama Syihabuddin. Pekerjaan ayahnya adalah sebagai seorang ahli fikih dan ahli pidato.[1] Ibnu Katsir lahir di desa Majdal yang masuk dalam wilayah kota Busrah. Penaman ad-Damasyqi diberikan karena kota Busrah masuk dalam wilayah Damaskus. Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa penamaan ini dikarenakan Ibnu Katsir pernah tinggal di Damaskus pada masa kecilnya.[6] Sebagian besar penulis biografi Ibnu Katsir menetapkan tahun kelahirannya pada 700 Hijriah. Pendapat ini didukung oleh Ibnu al-Imad al-Hanbali, Bernard Lewis, Ibnu Hajar al-'Asqalani dan Imam adz-Dzahabi. Ada pula yang menyatakan bahwa Ibnu Katsir lahir pada tahun 701 Hijriah. Salah satunya oleh Ibnu Taghri Bardi.[4] PendidikanIbnu Katsir menempuh pendidikan sejak usia dini. Ia belajar menghafal Al-Qur'an sambil mempelajari Qira'at al-Qur'an. Ia juga belajar fikih, ushul fikih, dan hadis.[1] Tercatat guru pertama Ibnu Katsir adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafi'i. Ia juga berguru kepada Ibnu Taymiyyah di Damaskus, Suriah, dan kepada Ibnu al-Qayyim. Ia mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hejaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani.[7] PekerjaanTahun 1366, oleh Gubernur Mankali Bugha Ibnu Katsir diangkat menjadi guru besar di Masjid Ummayah Damaskus.[8] Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di samping makam gurunya, Ibnu Taimiyah.[9] KeilmuanIlmu tafsirIbnu Katsir menulis tafsir Qur'an yang terkenal yang bernama Tafsir Ibnu Katsir. Hingga kini, tafsir Al-Qur'an al-Karim sebanyak 10 jilid ini masih menjadi bahan rujukan dalam dunia Islam.[10] Di samping itu, ia juga menulis buku Fada'il Al-Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an), berisi ringkasan sejarah Al-Qur'an.[11] Ibnu Katsir memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni:[12]
Ilmu hadisIbnu Katsir pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah:[butuh rujukan]
Ilmu sejarahBidang ilmu sejarah juga dikuasainya. Beberapa karya Ibnu Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain:[butuh rujukan]
Kitab sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah Al-Bidayah. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini sering kali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam.[butuh rujukan] Ilmu fiqihDalam ilmu fiqih, Ibnu Katsir juga tidak diragukan keahliannya. Oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369). Selain itu, ia menulis buku terkait bidang fiqih didasarkan pada Al-Qur'an dan hadis.[butuh rujukan] Karya tulisTafsir al-Qur'ân al-AdzhīmKitab Tafsir al-Qur'ân al-Adzhīm merupakan salah satu kitab tafsir. Penafsiran Al-Qur'an dalam Tafsir al-Qur'ân al-Adzhīm menggunakan metode periwayatan. Para ulama menetapkan bahwa periwayatan di dalam kitab ini masuk dalam kategori paling sahih. Di dalam kitab ini terdapat banyak kisah israiliyat.[13] Ibnu Katsir memasukkan kisah-kisah israiliyat sebagai pengetahuan tambahan dalam kitabnya ini. Ia menambahkan kisah-kisah israiliyat berlandaskan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Amru. Dalam hadis ini, Nabi Muhammad memperbolehkan untuk menceritakan kisah-kisah Bani Israil selama tidak disertai dengan kebohongan.[14] ReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka
Pranala luar
|