Nabi dan rasul adalah manusia yang dipilih secara langsung oleh Allah untuk mengajarkan tauhid kepada umat manusia melalui penerimaan wahyu.[1] Dalam Islam, nabi (نبي, nabī; jamak: أنبياء, anbiyāʾ) adalah seorang yang mendapat wahyu dari Allah. Di antara para nabi, ada juga yang merupakan rasul (رسول, rasūl; jamak: رسل, rusul), yakni seorang yang mendapat wahyu Allah dan wajib menyebarkan ajarannya.
Mengimani nabi dan rasul merupakan rukun iman keempat. Di antara para nabi, Adam merupakan nabi pertama, sedangkan Muhammad merupakan nabi terakhir. Di antara para rasul, ada lima orang yang mendapat gelar ulul 'azmi, yakni para rasul yang memiliki ketabahan luar biasa. Mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, 'Isa, dan Muhammad.
Sebelum Nabi Muhammad diutus, Allah telah mengutus rasul-rasul pada tiap-tiap umat. Ajaran atau syari'at para rasul ini berbeda-beda dan hanya ditujukan khusus untuk umatnya saja. Nabi Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir dan diutus untuk seluruh umat manusia. Syari'atnya menyempurnakan ajaran para rasul terdahulu. Meski terdapat perbedaan, inti semua ajaran nabi dan rasul adalah tauhid atau pengesaan Allah.
Tidak semua nabi dan rasul disebutkan nama dan kisahnya dalam Al-Qur'an maupun hadits. Selain itu, ada beberapa tokoh yang dikenal dalam literatur Islam, tetapi status kenabiannya diperdebatkan, seperti Khidir, Luqman al-Hakim, Dzulqarnain, dan Maryam.
Ayat
"Katakanlah, 'Kami beriman kepada Allah dan kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya, dan yang diberikan kepada Musa dan 'Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.'"
— Ali 'Imran (3): 84
Etimologi
Kata "nabi" berasal dari kata naba yang berarti "dari tempat yang tinggi", atau na-ba-a artinya berita. Jadi nabi adalah seorang yang ditinggikan derajatnya dengan diberikan berita (wahyu) dari Allah.
Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Dengan demikian, rasul adalah seorang yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan (ar-risalah) kepada manusia.
Perbedaan nabi dan rasul
Para ulama menyebutkan banyak perbedaan antara nabi dan rasul, di antaranya:
Seorang rasul sudah pasti seorang nabi, tapi seorang nabi belum tentu seorang rasul.
Nabi sebatas menerima wahyu tanpa keharusan untuk mendakwahkannya, sedangkan seorang rasul wajib mendakwahkannya kepada kaumnya.
Jenjang kerasulan lebih tinggi daripada jenjang kenabian, "Rasul lebih utama daripada nabi berdasarkan ijma’, karena rasul diistimewakan dengan risalah, yang mana (jenjang) ini lebih ringgi daripada jenjang kenabian".[2]
Nabi pertama adalah Adam, sementara rasul pertama adalah Nuh.
Rasul diutus kepada kaum yang kafir, sedangkan nabi diutus kepada kaum yang telah beriman.
"Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya."
"Dulu Bani Israil diurus (dipimpin) oleh banyak nabi. Setiap kali seorang nabi wafat, maka digantikan oleh nabi setelahnya." — HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah
Para rasul diutus dengan membawa syari’at/hukum baru, sedangkan nabi hanya mengikuti hukum dan aturan dari rasul sebelumnya.
"Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang."
"Dihalalkan untukku ghonimah dan dijadikan untukku bumi sebagai mesjid (tempat sholat) dan alat bersuci (tayammum)." — HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir
Seluruh rasul diselamatkan dari percobaan pembunuhan dari umatnya, tetapi sebagian para nabi pernah dibunuh oleh umatnya. Ibnu Katsir berkata bahwa, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat Abu Ubaidah, ia mengatakan bahwa umat Yahudi pernah membunuh 43 nabi sekaligus di pagi hari, kemudian ada sekelompok orang shalih yang menentang pembunuhan tersebut, tetapi di sore harinya sekelompok orang shalih tersebut dibunuh mereka pula.
"...dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan”.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih."
Al Quran juga secara eksplisit mendefinisikan mana yang termasuk ke dalam golongan Rasul dan mana yang termasuk ke dalam golongan Nabi. Sebagai contoh, Musa adalah nabi dan Rasul, berdasarkan ayat ini :
"Dan ceritakanlah (Muhammad), kisah Musa di dalam Kitab (Al-Qur'an). Dia benar-benar orang yang terpilih, seorang rasul dan nabi.”.
Di antara para nabi, ada yang berstatus sebagai rasul. Di antara para rasul, ada yang menerima gelar ulul 'azmi (أولوالعزم), yakni gelar khusus bagi golongan rasul pilihan yang mempunyai ketabahan luar biasa. Mereka yang bergelar ulul 'azmi adalah Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, 'Isa, dan Muhammad.
Karakteristik
Ajaran tauhid
Semua inti ajaran nabi dan rasul adalah tauhid atau mengesakan Allah.
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku."
Dalam berdakwah, seorang rasul berperan sebagai basyir (pembawa kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
"Sungguh, Kami mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka."
Para nabi dan rasul memiliki sifat ma'shum, yakni terjaga dari dosa. Ma’shum adalah terjemahan dari kata ‘ish-mah dalam bahasa Arab, berasal dari kata ‘ashama (عَصَمَ). Imam Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata, “’Ashama (عَصَمَ) artinya mana’a, darinya muncul kata ‘ish-mah (اَلْعِصْمَةُ) dalam agama, yaitu: terjaga dari kemaksiatan.[3]
Menurut Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah, ma'shum adalah sifat para nabi, yakni terjaga dari kesalahan dalam menyampaikan agama, juga dari dosa-dosa besar. Adapun dosa-dosa kecil, atau lupa dan keliru, maka para nabi terkadang mengalaminya. Jika para nabi melakukan kesalahan, maka Allâh segera meluruskannya.
Lembaga fatwa Kerajaan Arab Saudi, al-Lajnah ad-Dâimah, menyatakan, “Para nabi dan rasul terkadang berbuat kesalahan, tetapi Allah Azza wa Jalla tidak membiarkan mereka dalam kesalahan mereka, bahkan Allah menjelaskan kesalahan mereka kepada mereka, karena kasih sayang (Nya) kepada mereka dan umatnya, dan Allah memaafkan ketergelinciran mereka serta menerima taubat mereka, karena karunia dan rahmat dari-Nya, dan Allâh Maha Pengampun dan Pengasih.”[4]
Dalam menjalankan misi kenabian dan kerasulan, sebagian nabi dan rasul dikaruniai mukjizat. Mukjizat merupakan suatu hal yang terjadi di luar kebiasaan yang digunakan untuk mendukung kebenaran kenabian seorang nabi dan/atau kerasulan seorang rasul, sekaligus melemahkan lawan-lawan/musuh-musuh yang meragukan kebenarannya.
Mukjizat yang ditampilkan para nabi dan rasul tidak lepas dari bentuk-bentuk berikut:
Ilmu, seperti pemberitahuan tentang hal-hal ghaib yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi
Kemampuan dan kekuatan, seperti Nabi Musa yang dapat mengubah tongkat menjadi ular besar
Kecukupan, misalnya perlindungan bagi Nabi Muhammad dari orang-orang yang menginginkan kejahatan kepadanya
Diutus pada tiap umat
Al-Qur'an menyebutkan bahwa telah ada tiap rasul pada tiap umat.
"Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang."
Dalam ayat lain, ditegaskan pula bahwa memang ada para rasul yang tidak dikisahkan dalam Al-Qur'an.
"Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu."
"Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 di antara mereka adalah rasul. Banyak sekali." — HR. Ahmad no. 22288
Mengenai hal ini, beberapa ulama seperti Jamaluddin al-Qasimi berpendapat bahwa ada kemungkinan tokoh-tokoh terkenal di masa lampau sebenarnya adalah seorang nabi, seperti Siddhartha Gautama.[5]
Pengisahan
Kisah para nabi dalam Islam diperkirakan pertama kali ditulis menjadi sebuah kitab pada awal abad ke-2 Hijriyah (624 M). Penulisnya adalah seorang sejarawan dan penulis kitab-kitab kuno khususnya kisah-kisah Israiliyat. Namanya adalah Wahhab bin Munabbih yang wafat pada tahun 114 Hijriyah (733 M). Penulisan kisah para nabi juga dilakukan oleh 'Ali bin Hamzah al-Kasa'i an-Nahwi (wafat tahun 189 Hijriyah atau 805 M)), Sahl bin Abdullah At-Tustari (wafat tahun 283 Hijriyah atau 897 M), 'Izzul Malik Muhammad bin Abdul Malik al-Musabbihi dan Ibnu Katsir.[6]
Perdebatan
Tokoh
Ada beberapa tokoh yang dikenal baik dalam literatur Islam, tetapi status kenabian mereka masih diperdebatkan.
Khidir. Mayoritas ahli tafsir menyatakan bahwa dia adalah seorang nabi, meski sebagian menyatakan bahwa dia hanyalah seorang wali.[7]
Dzulqarnain, raja yang membuat tembok besar untuk memisahkan antara Ya'juj dan Ma'juj dengan manusia yang lain. Sebagian ulama menyatakan bahwa Dzulqarnain hanyalah raja yang shalih dan bukan nabi, sebagian berpendapat bahwa dia adalah nabi. Syaikh Abdul Aziz bin Baz termasuk yang berpendapat bahwa Dzulqarnain adalah seorang nabi.[8]
Luqman al-Hakim, tokoh yang disebutkan dalam Surah Luqman. Mayoritas ulama menyatakan bahwa dia seorang yang shalih dan dianugerahi kebijaksanaan oleh Allah, tetapi bukan seorang nabi.[9][10] Di sisi lain, Ikrimah menyatakan bahwa Luqman adalah seorang nabi.[11]
Imran, ayah Maryam dan kakek Nabi 'Isa. Sebagian berpendapat bahwa Imran adalah nabi, sebagian menyatakan bahwa dia bukanlah nabi.
Maryam, ibu Nabi 'Isa. Sebagian ulama menyatakan bahwa dia adalah nabiah (nabi perempuan). Namun mayoritas ulama menyatakan bahwa tidak ada wanita yang sampai pada jenjang kenabian.
Nabi perempuan
Para ulama sepakat bahwa semua rasul adalah laki-laki. Namun untuk jenjang kenabian, sebagian ulama menyatakan bahwa ada perempuan yang menjadi nabiah atau nabi perempuan.
Dalam kitabnya, Ibnu Hajar menyampaikan, "Dinukil dari al-Asy’ari bahwa ada beberapa wanita yang diangkat jadi nabi. Mereka ada 6 orang:
Menyambung poin sebelumnya, hal ini mengharuskan nabi berinteraksi dengan masyarakat luas dan menjadi pemimpin umat. Peran ini dipandang tidak cocok untuk perempuan.
Mendapat wahyu bukan berarti menjadi nabi, sebagaimana dalam Al-Qur'an dinyatakan bahwa Allah memberi wahyu kepada lebah.[13]
Tidak setiap manusia yang didatangi malaikat akan menjadi nabi. Dalam hadits, banyak dikisahkan orang yang didatangi malaikat yang menyamar menjadi manusia.
Hasan al-Bashri menegaskan, "Tidak ada nabi di kalangan wanita, tidak pula dari golongan jin."[14]
Terkait ayat Al-Qur'an Surah Yusuf ayat 109, beberapa jawaban dari yang mendukung kenabian perempuan adalah:
Kata "rijal" yang diterjemahkan menjadi "lelaki" ini bermakna "manusia", yang berarti bahwa ayat ini menegaskan bahwa nabi berasal dari kalangan manusia, bukan malaikat. Ayat ini tidak dimaksudkan untuk membedakan laki-laki dan perempuan.[17]
Ayat tersebut bicara mengenai rasul, bukan nabi. Rasul memang diwajibkan untuk menyebarkan wahyu yang dia terima untuk suatu kaum tertentu, sehingga menjadi pemimpin kaum menjadi suatu konsekuensi. Hal ini berbeda dengan nabi yang tidak memiliki kewajiban tersebut. Ibnu Hazm menyatakan bahwa wanita dapat dimasukkan dalam jenjang kenabian, tapi tidak dalam jenjang kerasulan yang hanya dapat dicapai oleh pria.[18]
Nabi yang masih hidup
Ada kepercayaan di sebagian kalangan Muslim bahwa ada empat orang nabi yang masih hidup sampai sekarang: dua hidup di bumi dan dua di langit. Dua nabi yang ada di bumi yang dimaksud adalah Nabi Khidir dan Nabi Ilyas, sementara dua yang ada di langit adalah Nabi Idris dan Nabi 'Isa.
Banyak ulama yang menyatakan bahwa Nabi 'Isa masih hidup setelah diangkat ke langit dan akan turun kembali di akhir zaman. Ulama yang memegang pendapat ini di antaranya adalah Syekh Fakhruddin ar-Razi,[19] Ibnu Athiyah,[20] dan komisi Al-Lajnah ad-Dâimah.[21]
Untuk nabi yang lain, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, khususnya terkait Khidir. Pada umumnya kalangan sufi masih menganggap Khidir masih hidup, seperti Yusuf an-Nabhani yang mengungkapkan, "Keterangan bahwa Nabi Khidhir masih hidup adalah sudah menjadi ketetapan para wali dan didukung oleh para ahli fiqh, ahli ushul dan hampir mayoritas ahli hadits, begitulah yang dikatakan oleh Syaikh Abu ‘Amr bin ash-Shalah yang dinukil oleh an-Nawawi dan menyetujuinya."[22] Beberapa ulama yang memegang pendapat pertama ini antara lain Imam Al-Qurthubi,[23]An-Nawawi,[24] Ibnu Ash-Sholah,[23] dan An-Naqqasy.[25] Di sisi lain, ulama yang berpandangan bahwa Khidir telah meninggal antara lain Imam Bukhari,[23][26] Ibrahim Al-Harbi,[26]Ibnu Taimiyah,[27]Ibnul Qayyim,[28]Ibnu Katsir,[29] dan Muhammad Amin As-Syinqithi.[30]Ibnu Hajar Al-'Asqalani membuat satu risalah khusus yang berjudul Az-Zahr An-Nadhr fi Naba-i Al-Khidr, yang dicetak dalam kumpulan risalah mimbariyah (2:195).
Sudut pandang non-Islam
Banyak nabi yang dikenal dalam Islam juga merupakan tokoh yang dikenal dalam tradisi lain, seringnya dalam literatur Yahudi dan Kristen. Meski demikian, ada beberapa perbedaan cerita dengan versi Islam. Perbedaan yang terjadi tidak hanya dalam narasi penceritaan, tetapi juga mengenai kema'shuman para nabi yang bersangkutan. Beberapa tokoh yang diimani sebagai nabi dalam Islam digambarkan melakukan dosa besar dalam sumber Yahudi dan Kristen, misalnya:
Luth (Lot) mabuk dan berzina dengan dua putri kandungnya dan mereka melahirkan anak dari hubungan tersebut.[31]
Harun membuat patung sapi dari emas yang disembah Bani Israil.[32]
Dawud (Daud) berzina dengan Batsyeba, istri Uria yang merupakan panglimanya sendiri. Dawud kemudian memerintahkan agar Uria maju ke garis depan medan perang agar gugur dan dapat menikahi Batsyeba.[33]
Sulaiman (Salomo) berbuat syirik dan membangun tempat pemujaan untuk dewa-dewa atas bujukan istri-istrinya.[34]
Padanan
Terlepas dari perbedaan versi cerita dan ejaan nama, beberapa nabi dalam Islam memang sudah diyakini merupakan orang yang sama dengan tokoh tertentu dalam Alkitab, seperti Ibrahim dalam Al-Qur'an adalah Abraham dalam Alkitab, Nabi Musa dan Harun yang juga sudah diketahui di pihak Islam juga merupakan Musa dan Harun yang dikenal Yahudi dan Kristen, dan seterusnya. Di sisi lain, ada beberapa nabi dalam Islam yang memang masih diperdebatkan kesamaannya dengan tokoh tertentu dalam tradisi di luar Islam. Nabi-nabi tersebut antara lain:
Idris. Sebagian ulama berpendapat bahwa Idris dalam Al-Qur'an adalah orang yang sama dengan Henokh dalam Alkitab. Beberapa ulama yang berpendapat demikian adalah Ath-Thabari, Al-Baizawi,[35] dan Ismail Hakki Bursevi.[36] Di Alkitab disebutkan bahwa Henokh diangkat oleh Allah,[37] mirip dengan sumber Islam yang menyatakan bahwa Idris diangkat ke langit keempat.[38] Pendapat lain menyatakan bahwa Idris adalah Hermes Trismegistus.[39] Sayyid Ahmed Amiruddin menyebutkan bahwa tradisi Kristen dan Islam awal menyebutkan Hermes Trismegistus merupakan pembangun Piramida Giza.[40]
Hud. Beberapa ulama menyatakan bahwa Hud adalah sosok dalam Alkitab bernama Eber. Sebagian berpendapat bahwa Hud adalah putra Eber.[41]
Dzulqarnain. Beberapa tokoh yang disamakan dengan dirinya antara lain:
Aleksander Agung, Raja Makedonia yang berkuasa pada 336–323 SM. Ini pendapat yang paling masyhur.[42]
Abu Bakr Al-Himyari atau Abu Bakar bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah dan kerajaannya disebut At-Tababi’ah.[43]
Abdullah bin adh Dhahhak, seorang raja Arab.
Catatan lain mengisahkan namanya Mush'ab bin Abdullah, keturunan Saba', raja Yaman kuno, melalui putranya, Kahlal.[44]
Akhenaten, fir'aun (penguasa Mesir) yang berkuasa sekitar tahun 1350-an SM. Akhenaten adalah fir'aun yang terkenal akan ajaran monoteismenya yang disebut Atenisme.[44]
Syu'aib. Yitro yang merupakan nama mertua Musa dalam tradisi Yahudi dan Kristen kerap dipandang orang yang sama dengan Syu'aib dalam Islam. Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat bahwa Syu'aib dan ayah mertua Musa adalah dua orang yang berbeda.[46] Hanya saja, tempat dakwah Syu'aib dan tempat tinggal Yitro sama, yakni Madyan. Di Al-Qur'an sendiri juga hanya menjelaskan bahwa ayah mertua Musa tinggal di Madyan, tanpa menjabarkan nama dan jati dirinya selain bahwa dia adalah penggembala yang telah berusia lanjut.[47]
'Uzair. Namanya disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yakni pada Surah At-Taubah (9) ayat 30 yang berisikan peringatan kepada umat Yahudi yang menganggapnya sebagai anak Tuhan. Dalam beberapa tulisan, seseorang yang dimatikan seratus tahun dan dihidupkan kembali yang kisahnya termaktub dalam Surah Al-Baqarah (2): 259 dinyatakan adalah 'Uzair. 'Uzair sendiri kerap disamakan dengan Ezra yang hidup sekitar tahun 440 SM. Umat Yahudi menolak dakwaan bahwa Yahudi menganggap Ezra sebagai anak Tuhan.[51] Menurut sebagian pendapat, ada sebagian kecil umat Yahudi yang memang memuliakan Ezra berlebihan, bertentangan dengan Yahudi arus utama. Kitab 2 Esdras, tulisan non-kanonik yang dikaitkan dengan penawanan di Babel, mengaitkan kedudukan semi-Ilahi atau malaikat kepada Ezra.[52][53] Sebagian pendapat menyatakan bahwa 'Uzair yang dimaksud dalam Al-Qur'an adalah Azazel, pemimpin malaikat yang diusir dari surga dalam kepercayaan Yahudi, atau Azariah, satu dari tiga Bani Israil dari Kerajaan Yehuda yang bekerja di istana Raja Nebukadnezar II.[53][54]
Nabi dalam sumber Yahudi dan Kristen
Para nabi yang dikenal dalam Alkitab juga dipandang sebagai nabi atau wali dalam Islam, meski nama dan kisah mereka tidak tercantum dalam Al-Qur'an. Beberapa di antaranya adalah Daniyal (Daniel), Asya'ya (Yesaya), dan Aramiya (Yeremia).
Daftar nabi dan rasul
Tabel ini berisikan:
Nabi dan rasul yang secara tradisi diketahui umat Islam, jumlahnya 25 orang. Mereka yang masuk dalam daftar ini memiliki nomor pada tabel.
Para nabi yang diketahui dan diakui dalam Islam, tapi tidak termasuk dalam 25 nabi dan rasul
Tokoh yang namanya cukup dikenal dalam Al-Qur'an (karena disebut berulang-ulang dan/atau dijadikan nama surah) dan/atau yang sepenggal kisahnya diceritakan dengan cukup jelas, tetapi status kenabiannya diperdebatkan
Kaum Nuh menyembah lima berhala: Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr.[57] Lima nama berhala tersebut diambil dari nama orang-orang saleh dari generasi sebelumnya. Setelah mereka wafat, patung mereka dibuat masyarakat untuk penghormatan. Rakyat generasi setelahnya kemudian melakukan penyembahan pada patung-patung tersebut.
Kaum Nuh hancur ditenggelamkan banjir besar, sedangkan Nuh dan pengikutnya selamat lantaran menaiki bahtera.[58]
Nuh memiliki empat putra: Kan'an, Sam, Ham, dan Yafits. Kan'an tenggelam, sedangkan tiga putranya yang lain selamat.[59]
Sebagian pendapat menyatakan bahwa Syu'aib adalah mertua Musa, sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Syu'aib dan mertua Musa adalah dua orang yang berbeda
Menurunkan manna dan salwa sebagai makanan bagi Bani Israil[98]
Memancarkan dua belas mata air dengan memukul tongkat di tanah[99]
Menghidupkan orang mati dengan memukulkan jasadnya dengan lidah sapi betina[100]
Berasal dari Bani Israil, suku Lewi
Harun adalah kakak Musa
Terdapat perbedaan pendapat mengenai jati diri fir'aun yang hidup pada zaman Musa dan Harun. Sebagian menyatakan bahwa fir'aun pada saat Musa masih belia berbeda dengan fir'aun yang tenggelam di laut. Pendapat paling populer menyatakan bahwa Ramses II adalah fir'aun yang tenggelam.[101][102] Fir'aun lain yang dipandang sezaman dengan Musa dan Harun: Dedumose II,[103]Ahmose I,[104]Akhenaten,[105]Merneptah,[106] dan Setnakhte.[107]
Harun menjadi pendamping Musa dalam berdakwah kepada Fir'aun lantaran kefasihan bicaranya,[108] juga menjadi wakil Musa dalam memimpin Bani Israil
Membawa Bani Israil keluar dari Mesir menuju Kan'an (Palestina)[109]
Musa bermunajat di bukit Sina selama 40 hari dan menerima wahyu dari Allah secara langsung[110]
Saat Musa di bukit Sina, Harun menghadapi Bani Israil yang menyembah patung sapi emas buatan Samiri[111]
Mendampingi Bani Israil yang hidup berputar-putar di gurun lantaran diharamkan memasuki Palestina selama 40 tahun[112]
Taurat yang diwahyukan pada Musa menjadi pedoman hukum bagi para nabi Bani Israil dan umat mereka.[113]
Aliran utama dalam Kristen (Katolik, Ortodoks Timur, Protestan) meyakini 'Isa sebagai tuhan, satu hakikat dengan Allah, dan merupakan salah satu pribadi dari tiga pribadi Tuhan Yang Maha Esa (lihat Tritunggal). Pandangan ini ditolak dalam Al-Qur'an.[138]
Beberapa aliran dalam Kristen meyakini bahwa 'Isa adalah anak tuhan dalam arti harfiah (lihat Anti-Tritunggal). Keyakinan ini juga ditolak dalam Al-Qur'an.[139]
Periode kenabiannya dibagi menjadi dua: Makkiyah (sebelum hijrah ke Madinah) dan Madaniyah (setelah hijrah).
Menghilangkan praktik penyembahan berhala di Arab dalam waktu yang terbilang singkat
Mengirimkan surat yang berisikan ajakan masuk Islam ke beberapa pemimpin di kawasan Arab dan sekitarnya, sebagai perwujudan atas perannya sebagai utusan untuk seluruh manusia, tidak terbatas hanya pada kaum tertentu sebagaimana para rasul sebelumnya
Berperan sebagai pemimpin dalam bidang keagamaan, pemerintahan, dan militer di Madinah
Menyatukan kawasan Arab dalam satu pemerintahan terpusat dengan Madinah sebagai jantungnya. Menjadi satu dari sedikit pemimpin yang membentuk negara dengan diplomasi.
Hukum/syariatnya menjadi penyempurna bagi ajaran para rasul terdahulu
Rujukan
^Afifi, L. A., dkk. (2020). Zulaiha, E., dan Rahman, M. T., ed. Kontekstualisasi Antropologi dan Sosiologi Agama(PDF). Bandung: Prodi S2 Studi Agama-Agama, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 56–57. ISBN978-623-94239-8-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Stowasser, Barbara Freyer, 1935-2012. (1994). Women in the Qur'an, traditions, and interpretation. New York: Oxford University Press. ISBN978-0195084801. OCLC29844006.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Kevin Van Bladel, The Arabic Hermes. From pagan sage to prophet of science, Oxford University Press, 2009, hlm. 168 "Abu Mas'har’s biography of Hermes, written approximately between 840 and 860, would establish it as common knowledge."
^"Ezra". Encyclopaedia Judaica. 6. hlm. 1106–1107. Muhammad claims (sura 9:30) that in the opinion of the Jews, 'Uzair is the son of God. These words are an enigma because no such opinion is to be found among the Jews, even though Uzair was singled out for special appreciation.
^I Will Show You: Essays in History and Archaeology of the Ancient Near East in Honor of J. Maxwell Miller, Sheffield Academic Press, 1997, p. 261–262, ISBN978-1-85075-650-7,[1]
Umat Muslim meyakini bahwa telah banyak nabi diutus oleh Allah untuk umat manusia. Nabi-nabi ini disebutkan namanya dalam Al-Qur'an. Tebal: lima rasul yang mendapatkan gelar Ululazmi.