Moab (bahasa Ibrani: מוֹאָב,ModernMo'avTiberiasMôʼāḇ ; "benih dari Bapa"; bahasa Yunani: Μωάβ, Mōav; bahasa Arab: مؤاب, bahasa Akkadia/Assyiria: Mu'aba, Ma'ba, Ma'ab ; bahasa Mesir: Mu'ab) adalah nama kuno dari daerah pegunungan di timur dan tenggara Laut Mati, yang sekarang berada di dalam wilayah negara Yordania. Keberadaan Kerajaan Moab dibuktikan dengan penemuan arkeologis, terutama prasasti Mesha Stele, yang mencatat kemenangan orang-orang Moab atas Kerajaan Israel (Samaria) yang disebut sebagai "rumah Omri".[1] Ibu kota Kerajaan Moab zaman dahulu adalah Dibon. Kerajaan Moab dicatat sering berperang dengan Kerajaan Israel yang berbatasan dengannya.
Huruf-huruf hieroglif Mib / Mab / Mjb yang diterjemahkan sebagai "Moab" [2]
Asal usul
Menurut catatan Alkitab Ibrani dan Perjanjian LamaAlkitabKristen dalam Kejadian 19:30–38, orang-orang Moab adalah keturunan Lot dari hasil hubungan badan dengan putri sulungnya. Setelah Lot dan kedua putrinya diselamatkan Allah ke luar dari kota Sodom yang dihancurkan oleh murka Allah, pergilah Lot dari Zoar dan ia menetap bersama-sama dengan kedua anaknya perempuan dalam suatu gua di pegunungan, sebab ia tidak berani tinggal di Zoar. Kata putri sulung Lot kepada adiknya: "Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi. Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita." Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu masuklah yang lebih tua untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: "Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita." Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu bangunlah yang lebih muda untuk tidur dengan ayahnya; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun. Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka. Yang lebih tua melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Moab; dialah bapa orang Moab. Yang lebih mudapun melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ben-Ami; dialah bapa bani Amon.
Geografi
Bani Moab menempati dataran tinggi 3.000 kaki (910 m) di atas permukaan Laut Tengah, atau 4.300 kaki (1.300 m) di atas permukaan Laut Mati, dan bertambah tinggi dari utara ke selatan.
Batas baratnya adalah Laut Mati dan bagian selatan sungai Yordan. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah bani Amon dan padang gurun Arab yang dipisahkan oleh bukit-bukit rendah. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Edom. Batas utara lebih kurang adalah garis timur-barat yang ditarik dari ujung utara Laut Mati
Di Alkitab bagian Yehezkiel 25:9 disebutkan bahwa kota-kota paling indah di dataran tinggi Moab adalah Bet-Yesimot (sebelah utara), Baal-Meon (sebelah timur) dan Kiryataim (sebelah selatan). Di Yesaya 15–16 dan Yeremia 48 tertulis kota-kota penting Ar-Moab dan Kir-Moab. Hesbon, Eleale, dan Yazer terletak lebih utara dari Bet-Yesimot. Madaba, Beth-gamul, dan Mefaat lebih timur dari Baal-Meon]]; sedangkan Dibon, Aroer, Bezer, Yahas, dan Kir-hareset lebih selatan dari Kiryataim.
Sungai-sungai utama di Moab menurut catatan Alkitab adalah Arnon, Dimon (atau Dibon), dan Nimrim.
Di bagian utara terletak ngarai-ngarai yang panjang dan dalam, serta gunung Nebo di mana Musa mati.[3] Daerah ini banyak mendapat hujan dan hawanya lebih dingin dari Tepi Barat sungai Yordan, sekalipun di musim panas. Di musim dingin dan semi sering turun salju.
Di dataran tinggi Moab saat ini dijumpai ratusan dolmen, menhir, susunan batu yang ditata melingkar, serta reruntuhan desa-desa, kebanyakan dari zaman Romawi dan Bizantin. Tanah ini sekarang dihuni oleh suku Beduin, meskipun ada kota-kota misalnya Al-Karak.
Bani Moab menempati tanah ini cukup lama, sebelum penyerbuan orang-orang Amorit. Secara alamiah terbagi menjadi 3 bagian yang independen:
Bagian selatan dari Arnon yang disebut "daerah Moab" [4]
Daerah terbuka di utara Arnon, di seberang Yerikho sampai ke bukit-bukit Gilead (disebut "tanah Moab")[5]
Daerah di bawah permukaan laut, di bagian tropik dari lembah Yordan[6]
Catatan Sejarah
Adanya bani Moab sebelum berdirinya Kerajaan Israel disimpulkan dari patung raksasa di Luxor yang dibuat oleh Firaun Ramses II, pada abad ke-13 SM, yang mencatat Mu'ab di antara bangsa-bangsa yang dikalahkannya dalam perang.
Hadad bin Bedad, raja Edom memukul kalah orang Midian di daerah Moab, dan kotanya bernama Awit. Ini kemungkinan terjadi pada waktu bangsa Israel diam di tanah Mesir.[7]
Hubungan dengan Israel
Zaman Musa
Sewaktu bangsa Israel ke luar dari tanah Mesir menuju ke Kanaan, mereka melewati daerah Moab. Mereka berkemah di seberang sungai Arnon yang di padang gurun dan yang keluar dari daerah orang Amori, sebab sungai Arnon ialah batas Moab, di antara orang Moab dan orang Amori.[8] Musa mendapat perintah dari TUHAN untuk tidak melawan Moab dan tidak menyerang mereka, sebab TUHAN tidak akan memberikan apapun dari negeri Moab menjadi milik bani Israel, karena Ar telah diberikan TUHAN kepada bani Lot menjadi miliknya.[9]
Meskipun demikian setelah bani Israel mengalahkan raja orang Amori, yaitu Sihon, raja Hesybon, dan Og, raja Basan, Balak bin Zipor, raja Moab waktu itu sangat gentar. Apalagi karena orang Israel jumlahnya banyak, lalu muak dan takutlah orang Moab. Lalu berkatalah orang Moab kepada para tua-tua Midian: "Tentu saja laskar besar itu akan membabat habis segala sesuatu yang di sekeliling kita, seperti lembu membabat habis tumbuh-tumbuhan hijau di padang." Raja Balak mengirim utusan kepada Bileam bin Beor, ke Petor yang di tepi sungai Efrat, ke negeri teman-teman sebangsanya, untuk memanggil dia, dengan pesan: "Ketahuilah, ada suatu bangsa keluar dari Mesir; sungguh, sampai tertutup permukaan bumi olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku. Karena itu, datanglah dan kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat dari padaku; mungkin aku sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri ini, sebab aku tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia kena kutuk." Bileam datang kepada Balak, tetapi karena diperingatkan oleh TUHAN, Bileam tidak berani mengutuk, tetapi malah memberkati bangsa Israel. Sampai tiga kali dan di 3 tempat berbeda, Balak membawa Bileam, tetapi Bileam tetap mengucapkan berkat untuk Israel dan kutuk untuk musuh-musuh Israel.[10] Namun, sebelum pulang ke tempatnya, Bileam memberikan nasihat kepada Balak cara licik untuk menghancurkan bangsa Israel yang disebut Peristiwa Baal-Peor.
Sejarahwan Flavius Yosefus yang menulis pada abad pertama Masehi memberikan keterangan lebih panjang mengenai peristiwa ini. Menurutnya, Bileam meskipun tidak menyampaikan kutukan kepada bangsa Israel, menasihati Balak dan para pemimpin Midian cara untuk membuat Israel terkutuk, yaitu dengan membuat mereka berdosa kepada Allah. Bileam menyuruh mereka mengirim wanita-wanita paling cantik untuk membujuk orang-orang Israel untuk menyembah berhala. Siasat ini berhasil dan dalam waktu singkat banyak orang Israel tergoda dan disesatkan.[11]
Kemudian TUHAN menyuruh Musa melawan suku Midian untuk membalas perbuatan mereka berkaitan dengan peristiwa Baal-Peor itu. Musa menyuruh seribu orang dari tiap-tiap suku Israel, bersama-sama dengan imam Pinehas bin Eleazar, untuk berperang, dengan membawa perkakas tempat kudus dan nafiri-nafiri pemberi tanda semboyan. Mereka membunuh semua orang laki-laki Midian. Selain dari orang-orang yang mati terbunuh itu, merekapun membunuh juga raja-raja Midian, yakni Ewi, Rekem, Zur, Hur dan Reba, kelima raja Midian, juga Bileam bin Beor dibunuh mereka dengan pedang. Setelah berperang dan membawa pulang jarahan dalam jumlah besar, kepala-kepala pasukan seribu dan kepala-kepala pasukan seratus menghitung jumlah prajurit yang ada di bawah kuasa mereka dan dari mereka tidak ada seorangpun yang hilang.[12] Namun, sesuai perintah Tuhan, bani Israel tidak melawan orang Moab.
Zaman Hakim-hakim
Pada saat bangsa Israel sudah tinggal di tanah Kanaan, setelah matinya hakim Otniel, mereka melakukan apa yang jahat di mata TUHAN; lalu Eglon, raja Moab, diberi TUHAN kuasa atas orang Israel, oleh sebab mereka telah melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. Raja ini mengajak bani Amon dan bani Amalek menjadi sekutunya. Lalu majulah ia dan memukul orang Israel kalah. Kota pohon kurma diduduki mereka. Orang Israel menjadi takluk 18 tahun lamanya kepada Eglon, raja Moab. Lalu orang Israel berseru kepada TUHAN, maka TUHAN membangkitkan bagi mereka seorang penyelamat yakni Ehud, anak Gera, orang Benyamin, seorang yang kidal. Dengan perantaraannya orang Israel biasa mengirimkan upeti kepada Eglon, raja Moab. Ehud membunuh Eglon di istananya dan kemudian dari pengunungan Efraim memimpin orang Israel merebut tempat penyeberangan sungai Yordan ke Moab dan tidak seorangpun orang Moab dibiarkan mereka menyeberang. Pada waktu itu mereka menewaskan kira-kira 10.000 orang dari Moab, semuanya orang yang tegap dan tangkas, seorangpun tidak ada yang lolos. Demikianlah pada hari itu Moab ditundukkan oleh Israel, maka amanlah tanah itu, 80 tahun lamanya.[13]
Rut, salah satu nenek moyang raja Daud berasal dari Moab. Ia hidup dalam masa damai antara orang-orang Israel dengan bani Moab.[14]
Zaman Raja-raja
Ketika Kerajaan Israel pecah menjadi Kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan pada zaman pemerintahan raja Rehabeam, Moab tampaknya menjadi bagian dari Kerajaan Utara. Moab tunduk kepada Kerajaan Israel (Samaria) sampai matinya raja Ahab, di mana orang-orang Moab mulai menolak membayar upeti dan memberontak, bahkan berperang melawan Kerajaan Yehuda.[15]
Yoram, anak Ahab, raja Israel, mengambil tindakan untuk memerangi Moab. Ia mengajak Yosafat untuk membantu dan Yosafat bersedia. Dengan dibantu raja Edom, mereka berbaris menuju Moab, tetapi di padang gurun mereka tidak mempunyai air. Melalui nabi Elisa, TUHAN berkenan mendatangkan air dari Edom, karena raja Yosafat ada bersama mereka. Pasukan itu berhasil memukul kalah orang-orang Moab, meruntuhkan kota-kota dan menutupi setiap ladang yang baik dengan batu, karena setiap orang melemparkan batu ke atasnya. Mereka menutup segala mata air dan menumbangkan segala pohon yang baik, sampai hanya Kir-Hareset saja yang ditinggalkan, tetapi kota ini ditembaki oleh orang-orang pengumban dari segala penjuru. Ketika Mesa, raja Moab melihat, bahwa peperangan itu terlalu berat baginya, diambilnyalah 700 orang pemegang pedang bersama-sama dia untuk menerobos ke jurusan raja Edom, tetapi tidak berhasil. Kemudian ia mengambil anaknya yang sulung yang akan menjadi raja menggantikan dia, lalu mempersembahkannya sebagai korban bakaran di atas pagar tembok. Tetapi kegusaran (atau ketakutan) besar menimpa orang Israel, sehingga mereka berangkat meninggalkan dia dan pulang ke negeri mereka.[16]
Rupanya peristiwa ini dianggap sebagai kemenangan Moab dan kemerdekaan dari penjajahan Israel. Mesa, raja Moab, sekitar 840 SM menulis sebuah prasasti yang disebut Mesha Stele. Ditemukan tahun 1868 di Dhiban, Yordania, batu basalt hitam berukuran 3’8” x 2’3” berukiran 34 baris tulisan bahasa Moab, antara lain mencatat bahwa: "Omri telah mengalahkan tanah Madaba, dan mendudukinya selama masa pemerintahannya dan setengah masa pemerintahan anaknya (=keturunannya, yaitu Yoram), 40 tahun lamanya. Tetapi Kemosh (dewa orang Moab) mengembalikannya pada zamanku." Di prasasti ini ditemukan tulisan YHWH sebagai nama Allah dari Israel.[17]
Orang-orang Moab bersahabat baik dengan Kerajaan Mesir kuno, ada yang mengatakan sejak zaman Yusuf menjadi wali negeri Mesir. Tempat pemujaan dewa utama di Moab adalah Beyt-baal-me’on', artinya “rumah/pemujaan baal/dewa dari On.” On adalah kota suci di Mesir, yang juga disebut Heliopolis. Yusuf menikah dengan putri dari imam di On. Mesa, raja Moab, membuang bendungan di Beth-baal-me’On (2 Raja-raja 3). Di prasasti Mesa (Mesha Stele atau Moabite Stone atau Mesha Stone) dicatat bahwa Raja Mesa “memerintah dengan damai atas ratusan kota yang ditambahkannya ke wilayahnya. Dan dia membangun Medeba (=Medaba) dan Beth-diblathen dan Beth-baal-me'On, dan dia mendirikan di sana [...tidak terbaca...] dari tanah itu.” Batu prasasti itu rusak di bagian ini sehingga tidak diketahui apa yang didirikan oleh Mesa. Diduga itu adalah gambar dari dewanya, Ashtar-Chemosh.
Orang-orang Moab menerima perlindungan dari Mesir dengan adanya serentetan benteng-benteng perbatasan yang memungkinkan Mesir untuk menguasai semenanjung Sinai. Salah satu benteng ini ada di Ir-Moab, di tepi sungai Arnon. Pada zaman Yusuf di Mesir, perdagangan Mesir dengan Damaskus dilakukan melalui jalur yang melewati Moab.
Pada inskripsi tanah liat Nimrud yang dibuat oleh Tiglat-pileser III tercatat bahwa raja Moab Salmanu (kemungkinan sama dengan "Shalman" yang menaklukkan Beth-arbel pada Hosea 10:14) adalah taklukan Asyur. Sargon II menyebut pada sebuah prisma tanah liat suatu pemberontakan terhadapnya oleh Moab bersama Philistia, Yehuda, dan Edom; tetapi pada Prisma Taylor, yang mencatat penyerangan terhadap Hizkia, Kammusu-Nadbi (Chemosh-nadab), raja Moab, membawa upeti bagi Sargon sebagai suzerain. Raja Moab yang lain, Mutzuri (dapat berarti "orang Mesir" ?), disebut sebagai salah satu pangeran subyek pada istana Esarhaddon dan Assurbanipal, sedangkan Kaasḥalta, kemungkinan penerusnya, dicatat namanya pada silinder B dari Assurbanipal.
Kemunduran dan kejatuhan
Dalam periode Kerajaan Persia, Moab menghilang dari catatan sejarah. Wilayahnya diambil alih oleh suku-suku dari Arab utara, termasuk orang Kedar dan kemudian orang Nabataean. Dalam kitab Nehemia (Nehemia 4:1) disebutkan bahwa orang Arab, bukan orang Moab, yang menjadi sekutu orang Amon.[20] Negara mereka tetap dikenal dengan nama Alkitab untuk beberapa lamanya. Ketika serdadu perang Salib menguasai daerah itu, benteng yang mereka bangun untuk mempertahankan bagian timur Kerajaan Yerusalem dinamakan Krak des Moabites.
Tradisi Yahudi
Menurut Alkitab, bani Moab, sebagaimana juga bani Amon, menentang pendudukan bangsa Israel di tanah Kanaan. Karenanya, mereka tidak diijinkan membaur di dalam bangsa Israel sampai "keturunan ke-10".[21] Istilah "keturunan ke-10" dianggap pepatah yang bermakna dalam waktu tak terbatas. Hal ini berbeda dengan istilah "keturunan ke-3" dimana orang-orang Mesir dapat membaur dalam pernikahan masuk menjadi bangsa Israel. Kitab Talmud menyatakan larangan ini hanya untuk orang laki-laki bangsa Moab, yang tidak diijinkan menikah dengan perempuan yang lahir Yahudi maupun yang masuk ke dalam agama Yahudi. Perempuan Moab, jika masuk ke dalam agama Yahudi, diijinkan untuk menikah dengan orang Yahudi, dengan larangan hanya untuk menikah dengan imam (kohen). Namun, larangan ini tidak diindahkan setelah Pembuangan, sehingga Ezra dan Nehemia berjuang untuk menegakkan hukum itu kembali, karena para laki-laki memperistri perempuan yang tidak masuk agama Yahudi.[22] Ahli waris raja Salomo adalah Rehabeam, putra dari seorang perempuan Amon yang sudah masuk agama Yahudi, Naama.[23]