Isi kitab ini menceritakan tentang kaburnya rakyat Israel secara massal dari perbudakan di Mesir melalui kekuatan Yahweh, yakni Tuhan yang telah memilih mereka sebagai umat-Nya. Orang-orang Israel kemudian melakukan perjalanan bersama Nabi Musa ke Gunung Sinai, di mana Yahweh menjanjikan mereka tanah Kanaan ("Tanah yang dijanjikan") sebagai ganti atas keimanan mereka. Di sana, mereka membentuk perjanjian bersama Yahweh, yang memberikan mereka hukum dan instruksi untuk mendirikan Tabernakel, yang merupakan cara supaya Tuhan dapat datang dari langit dan tinggal bersama mereka dan memimpin mereka dalam perang suci untuk mengambil alih tanah tersebut, dan memberikan mereka ketenangan.
Secara tradisional, Kitab ini dianggap berasal dari Musa sendiri, akan tetapi menurut para ilmuwan modern, kitab ini adalah produk dari pembuangan bangsa Israel ke Babilonia, yang didasarkan pada tradisi tertulis ataupun oral yang lebih awal, dengan revisi akhir dibentuk pada masa periode Israel dikuasai oleh Persia setelah masa pembuangan (5 SM). Carol Meyers, dalam komentarnya mengenai Kitab Keluaran, mengajukan bahwa Kitab ini bisa jadi merupakan Kitab paling penting di Alkitab, karena dia mewakili fitur-fitur pembentuk identitas Israel—memori mengenai masa lalu yang ditandai dengan kesulitan dan kaburnya mereka, perjanjian mereka dengan Tuhan, yang memilih mereka, dan pembentukan kehidupan berkomunitas dan petunjuk-petunjuk untuk menyokongnya.[3]
Konsensus di antara para ilmuwan adalah bahwa Kitab Keluaran hanyalah berisi mitos, dan sama sekali tidak mendeskripsikan secara akurat kejadian sejarah.[4]
Nama
Nama "Keluaran" merupakan terjemahan bebas dari nama kitab ini dalam versi SeptuagintaYunani, "Exodos" (Ἔξοδος, translit. Éxodos, har. "kepergian, keberangkatan, keluar, keluaran, perpisahan, perpecahan, akhir, penutupan, kematian"), yang merupakan gabungan dari prefiks "ἐκ-" (ek-, har. "keluar, ke luar, di luar, dari")[a] dan kata "ὁδός" (hodós, har. "ambang, jalan, jalur, perjalanan, metode"). Istilah tersebut merujuk pada peristiwa keluarnyabangsa Israel dari Mesir sebagai pembebasan dari perbudakan atas mereka selama 4 abad. Nama Yunani kitab ini diserap menjadi "Exodus" dalam Bahasa Latin dan Inggris. Khusus dalam bahasa Inggris, kata "exodus" (selain pengertian sebagai nama kitab) mendapatkan arti baru, yaitu keluar atau pergi secara berbondong-bondong dalam jumlah besar dari suatu tempat.[5][6] Kata Inggris tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi "eksodus".[7]
Nama "Syemot" dalam bahasa Ibrani secara harfiah berarti "nama". Istilah tersebut diambil dari kata dalam kitab ini, yaitu kata pada Keluaran1:1 yang berbunyi sebagai berikut.
Instruksi pembuatan tempat beribadat (tabernakel) untuk bangsa Israel; peraturan-peraturan untuk para imam dan cara beribadat kepada Tuhan.
Amanat kitab ini terutama menguraikan apa yang dilakukan Tuhan pada waktu Ia membebaskan umat-Nya yang diperbudak, lalu membimbing mereka menjadi suatu bangsa yang mempunyai harapan bagi masa depan.
Tokoh utama dalam kitab ini adalah Musa, orang yang dipilih Tuhan untuk memimpin umat-Nya keluar dari Mesir. Bagian yang paling terkenal dari kitab ini ialah daftar Sepuluh Perintah Allah.
Konsensus yang luar biasa besar di antara para ilmuwan adalah bahwa cerita dalam Kitab Keluaran paling baik dipahami sebagai mitos dan tidak dapat diperlakukan sebagai sejarah dalam artian apapun.[4]Arkeolog Israel Finkelstein dan Neil Asher Silberman mengatakan bahwa tidak ditemukan sedikitpun bukti arkeologis mengenai adanya sekelompok orang Israel pengembara, bahkan dalam jumlah sangat sedikit pun, yang pernah tinggal di Sinai: "Kesimpulannya bahwa kisah Eksodus (atau keluarnya bangsa Israel dari perbudakan di Mesir dengan dituntun oleh Musa) ini tidak terjadi pada waktu dan dengan cara sebagaimana yang dijelaskan dalam Alkitab, dan ini tampaknya tidak terbantahkan [...] penggalian dan survei berulang di seluruh area tidak menghasilkan bukti sedikit pun".[8] Arkeologi modern justru menunjukkan kesinambungan antara Kanaan dan pemukiman Israel, menunjukkan bahwa bangsa Israel aslinya merupakan bangsa Kanaan itu sendiri, tanpa adanya indikasi adanya orang-orang awal Israel sebagiannya dari Mesir.[9][10]
Meskipun seluruh ilmuwan kecuali yang konservatif menolak cerita Alkitab mengenai Eksodus,[4] mayoritas masih percaya bahwa terdapat basis sejarah atas penulisannya,[11][12] walaupun secara besar tidak sepakat apa basisnya tersebut.[13] Kenton Sparks menyebutnya sebagai "sejarah yang dimitoskan"[14]
^Pada awalnya merupakan preposisi yang mununjukkan "sesuatu ke/di luar dari benda lain", tetapi kemudian berkembang pula menjadi prefiks dengan makna yang sama.
Referensi
^W.S. LaSor, D.A. Hubbard & F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama 1. Diterjemahkan oleh Werner Tan dkk. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 2008. ISBN 979-415-815-1, 9789794158159
^J. Blommendaal. Pengantar kepada perjanjian lama. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1983. ISBN 979-415-385-0, 9789794153857