"Lagi kata malaikat Tuhan itu kepadanya, 'Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya.' Selanjutnya kata malaikat Tuhan itu kepadanya, 'Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua saudaranya.”
"Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Isma'il di dalam Kitab. Dia benar-benar seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi. Dan dia menyuruh keluarganya untuk (melaksanakan) shalat dan (menunaikan) zakat, dan dia seorang yang diridhai di sisi Tuhannya."
— Al-Qur'an Surat Maryam (19): 54–55
Kisah
Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), keterangan mengenai Isma'il terdapat dalam Kitab Kejadian pasal 16, 17, 21, dan 25. Keterangan mengenai Ismael dalam Al-Qur'an disebutkan pada surah Al-Baqarah (02): 127, 136, 140; An-Nisa' (04): 163; Maryam (19): 54-55; dan Al-Anbiya' (21): 85-86; juga dalam Ash-Shaffat (37): 101-107 menurut pendapat sebagian ulama.
Kelahiran
Dikarenakan lama tidak mempunyai anak, Sara (yang saat itu masih bernama Sarai, istri Abraham (yang saat itu bernama Abram, disebut Ibrahim dalam Islam), memberikan pelayannya yang dari Mesir bernama Hagar (disebut Hajar dalam Islam) kepada Abraham untuk dijadikan istri atau selirnya. Ketika itu Abraham (waktu itu masih bernama Abram) telah 10 tahun tinggal di tanah Kanaan[1] dan berusia 85 tahun. Menurut adat waktu itu, anak dari Hagar akan menjadi anak Sarai dan Abram.[4] Hal ini merupakan usaha Sara untuk memenuhi janji Tuhan bagi Abram mengenai putranya (sesuai yang dicatat di Kitab Kejadian 15.
Namun setelah Hagar mengandung, dia jadi memandang rendah Sarai. Lalu Sarai berkata pada Abram, "Penghinaan yang kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah akan aku; Tuhan kiranya yang menjadi Hakim antara aku dan engkau." Abram membalas, "Hambamu itu di bawah kekuasaanmu, perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik." Lalu Sarai menindas Hagar, sehingga ia lari meninggalkannya.[5]
Malaikat kemudian menemui Hagar dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan ke Syur, dan berkata pada Hagar, "Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke manakah pergimu?" Hagar menjawab, "Aku lari meninggalkan Sarai, nyonyaku." Malaikat tersebut membalas, "Kembalilah kepada nyonyamu, biarkanlah engkau ditindas di bawah kekuasaannya. Aku akan membuat sangat banyak keturunanmu, sehingga tidak dapat dihitung karena banyaknya. Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang penindasan atasmu itu."[6]
Hagar menamakan Tuhan yang telah berfirman kepadanya itu dengan sebutan, "Engkaulah El-Roi." Sebab katanya, "Bukankah di sini kulihat Dia yang telah melihat aku?" dan orang menamakan sumur tempat pertemuan itu, sumur Lahai-Roi, terletak di antara Kadesh dan Bered.[7] Lalu Hagar melahirkan seorang putra saat Abram berusia 86 tahun dan anak itu dinamai Ismael.[8]
Masa kecil
Ketika berusia 13 tahun, Ismael disunat bersama-sama semua pria di rumah Abraham sebagai bagian tanda perjanjian antara Allah dengan Abraham dan keturunannya. Abraham disunat pada hari yang sama, ketika berusia 99 tahun.[9] Dalam peristiwa itu Allah mengganti nama Abram menjadi Abraham, dan Sarai menjadi Sara. Allah berjanji bahwa Ia akan memberkati Sara, dan daripadanya juga Ia akan memberikan kepada Abraham seorang anak laki-laki, bahkan Allah akan memberkatinya, sehingga Sara menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir daripadanya. Abraham berkata kepada Allah, "Ah, sekiranya Ismael diperkenankan hidup di hadapan-Mu!" Allah berfirman, "Tidak, melainkan istrimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak, dan Aku akan mengadakan perjanjian-Ku dengan dia menjadi perjanjian yang kekal untuk keturunannya. Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu, ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak, ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi bangsa yang besar. Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga."[10] Setahun kemudian, Ishak lahir.[11]
Sebelum itu, Ismael ikut Abraham dan seluruh rumahtangganya berangkat dari Kanaan ke Tanah Negeb dan mereka menetap antara Kadesh dan Syur, di daerah Gerar sebagai orang asing, tetapi tidak lama kemudian Abraham dan keluarganya diusir kembali ke tanah Kanaan dan di sana Sara melahirkan Ishak.[12]
Pengusiran
Sumber Alkitab dan Muslim berbeda pandangan mengenai waktu saat Hagar dan Ismael diungsikan ke Arab. Menurut kronologi Alkitab, mereka diusir saat Ismael berusia sekitar enam belas tahun.
Disebutkan bahwa Ismael lahir saat Abraham berusia 86 tahun[13] dan Ishak lahir saat Abraham berusia 100 tahun[14] sehingga keduanya terpaut sekitar empat belas tahun. Pada waktu Abraham mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih, Sara melihat Ismael bermain bersama Ishak dan dia merasa tidak senang. Sara kemudian berkata pada Abraham, "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak." Abraham merasa kesal, tetapi Allah berfirman, "Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu, dalam segala yang dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. Tetapi keturunan dari hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena ia pun anakmu."[15]
Esok paginya, Abraham mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian diperintahkanlah mereka pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba. Ketika air yang dikirbat itu habis, Hagar membuang Ismael ke bawah semak-semak, dan ia duduk agak jauh, kira-kira sepemanah jauhnya, dan berkata, "Tidak tahan aku melihat anak itu mati." Sedang ia duduk di situ, menangislah ia dengan suara nyaring. Allah mendengar suara anak itu, lalu Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar, kata-Nya, "Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar." Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur; ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum.[16] Disebutkan bahwa mereka berdua tinggal di gurun Paran ("Faran" dalam ejaan Arab).[17]
Pada usia 14 tahun, Ismael bersama ibunya dilepaskan dari status hamba dan menjadi orang merdeka. Menurut hukum Mesopotamia, dengan kemerdekaan itu mereka tidak bisa menuntut hak waris dari Abraham dan Sara.[18]
Meski Al-Qur'an sendiri tidak mengisahkan peristiwa ini, hadits dan tafsiran para ulama sepakat bahwa Hagar dan Ismael diungsikan saat Ismael masih kecil dan menyusu. Dalam sebuah riwayat hadits diterangkan bahwa Abraham mendapat perintah untuk mengungsikan Hagar dan Ismael dari Syam dan menempatkan mereka di tengah padang pasir tak berpenghuni. Saat Abraham beranjak pergi, Hagar membuntutinya dan bertanya, "Wahai Ibrahim (Abraham), engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu tanamanpun ini?" Namun Abraham tetap tidak menjawab meski Hagar bertanya berkali-kali. Setelahnya, Hagar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan semuanya ini?" Barulah Abraham memberi jawaban, "Iya." Hagar kemudian membalas, "Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami."[19][20] Sumber Muslim biasanya menyebutkan bahwa Abraham turut mengantar Hagar dan Ismael sampai padang gurun, berbeda dengan Alkitab.
Disebutkan dalam sebuah riwayat[19] bahwa di tengah gurun tersebut, Hagar menyusui Ismael dan Hagar sendiri makan dan minum dari perbekalan yang dia bawa. Namun setelah bekalnya habis, Hagar merasa kehausan dan begitu pula Ismael sehingga dia menangis. Di tengah kebingungan, Hagar kemudian berlari ke puncak bukit Shafa, berharap melihat manusia yang dapat memberikan bantuan. Tidak melihat seorangpun, Hagar menuruni bukit Shafa dan, sembari berlari-lari kecil, menaiki bukit Marwah, tetapi juga tak melihat manusia. Hagar menuruni Marwah dan kembali ke Shafa dan bolak-balik ke kedua bukit tersebut sampai tujuh kali. Saat Hagar berada di puncak Marwah untuk yang ketujuh kalinya, dia mendengar sebuah suara. Hagar bergumam pada dirinya sendiri, "Diamlah," kemudian melanjutkan, "Engkau telah memperdengarkan suaramu. (Tampakkanlah wujudmu) jika engkau bermaksud memberikan pertolongan."
Ternyata suara tersebut adalah dari seorang malaikat yang mengais tanah menggunakan tumitnya, atau ada yang mengatakan sayapnya, hingga air memancar dari tempat tersebut. Hagar kemudian membuat tampungan air menggunakan tangannya, kemudian menciduknya dan memasukkannya ke dalam wadah. Mata air inilah yang kemudian disebut Zamzam.[21] Upaya Hagar saat bolak-balik antara Shafa dan Marwah diabadikan dalam ibadah haji yang disebut sa'i.[22]
Hagar dan Ismael tetap hidup berdua di sana sampai sekelompok suku Arab Jurhum melewati daerah tersebut. Saat melihat burung berputar-putar di suatu tempat dekat posisi mereka, salah seorang mereka berkata, "Burung ini berputar-putar di tempat itu, pasti karena ada genangan air. Padahal kita mengetahui secara pasti bahwa di lembah ini tidak ada air sama sekali." Akhirnya mereka mengutus orang untuk melihat tempat burung-burung tersebut, yang ternyata adalah tempat Hagar dan Ismael berdiam di dekat mata air zamzam. Utusan tersebut kemudian mengabarkan hal tersebut pada anggota sukunya yang lain dan mereka semua pindah ke tempat tersebut bersama Hagar dan Ismael. Mereka juga mengirim utusan kepada keluarga mereka agar tinggal bersama-sama di tempat tersebut. Setelah beranjak belia, Ismael belajar bahasa Arab dari orang-orang tersebut.[23] Tempat tersebut di kemudian hari menjadi Makkah. Disebutkan bahwa Abraham beberapa kali mengunjungi Ismael yang tinggal di Makkah. Sebagian pendapat bahwa Abraham menunggang buraq saat hendak mengunjungi putranya tersebut.[24]
Pengorbanan
Dalam surah Ash-Shaffat disebutkan bahwa dalam mimpi, Abraham melihat dirinya menyembelih putranya dan hal ini ditafsirkan sebagai wahyu. Abraham bertanya pada anaknya, "Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah pendapatmu." Anaknya menjawab, "Wahai bapakku, kerjakanlah yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Maka keduanya kemudian melaksanakan mimpi tersebut. Saat Abraham membaringkan putranya tersebut dan siap menyembelihnya, ada sebuah suara menyeru, "Hai Ibrahim (Abraham), sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu." Kemudian putranya tersebut diganti dengan hewan sembelihan yang besar.[25]
Al-Qur'an tidak menyebutkan mengenai nama anak yang disembelih dan para ulama berbeda pendapat terkait masalah tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa anak tersebut adalah Ismael dan ini juga menjadi keyakinan umat Muslim pada umumnya, sedangkan sebagian ulama lain berpendapat bahwa Ishak adalah anak yang dimaksud dalam Al-Qur'an.
Ibnu Katsir berpendapat bahwa anak tersebut adalah Ismael berdasarkan redaksi Al-Qur'an bahwa setelah mengisahkan mengenai penyembelihan, baru disebutkan bahwa Allah kemudian memberi kabar gembira dengan kelahiran Ishak. Pendapat ini sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid, Said, Asy-Sya'bi, Yusuf bin Mihran, Atha', dan ulama lain yang meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas.
Sedangkan ulama yang berpandangan bahwa anak yang dimaksud adalah Ishak di antaranya adalah As-Suhaili, Ibnu Qutaibah, dan Ath-Thabari. As-Suhaili berpendapat bahwa dalam Al-Qur'an disebutkan "maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim," padahal Ismael sudah diungsikan ke gurun sejak kecil bersama Hagar sehingga tidak mungkin dia hidup berdampingan dan berusaha bersama-sama Abraham.[26][27]
Sumber Yahudi dan Kristen pada umumnya sepakat bahwa Ishak adalah putra yang hendak disembelih Abraham. Disebutkan dalam Alkitab bahwa Allah berfirman kepada Abraham, "Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." Namun saat hendak disembelih, malaikat menyerunya dan Allah berfirman, "Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku." Lalu Allah memberikan seekor domba jantan sebagai kurban.[28]
Pembangunan Ka'bah
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa bersama Ismael, Abraham meninggikan pondasi Ka'bah.[29] As-Suddiy menyatakan bahwa tatkala diperintahkan Allah untuk membangun Ka'bah, Abraham dan Ismael tidak mengetahui tempat yang cocok untuk tempat pembangunan tersebut, Allah mengutus angin yang menyapu segala hal yang ada di sekitar tempat yang akan dibangun Ka'bah. Saat Ka'bah sudah mulai tinggi, Abraham menggunakan batu pijakan agar dapat menggapai bagian atas Ka'bah. Batu pijakan tersebut kemudian disebut "Maqam Ibrahim" dan di sana terdapat bekas pijakan kaki Abraham. Pada masa 'Umar bin Khaththab, maqam Ibrahim yang awalnya menempel ke dinding Ka'bah kemudian digeser menjauh dari dinding agar tidak menghalangi orang yang sedang thawaf. Tatkala pondasinya telah sempurna, Abraham memerintahkan Ismael untuk mencari batu untuk diletakkan di sudut Ka'bah. Namun sebelum Ismael tiba, Malaikat Jibril membawakan batu tersebut. Batu tersebut adalah "hajar aswad."[30]
Setelah usai, Abraham kemudian diperintahkan menyeru manusia untuk melaksanakan ibadah haji[31] dan mengajarkan tata caranya.[32][33] Haji tetap terus dijalankan setelah Abraham dan Ismael wafat. Menurut sejarawan Marshall Hodgson (1922–1968).
Saat bangsa Arab perlahan mulai jatuh dalam kemusyrikan, ibadah haji masih bertahan,[34] tetapi tercampuri ritual pengagungan pada berhala-berhala dan di sekitar Ka'bah didirikan banyak berhala. Pada masa Nabi Muhammad, ibadah haji kemudian dikembalikan untuk pengagungan Allah semata sebagaimana pada masa Abraham dan berhala-berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan.[35]
Dua istri
Disebutkan bahwa Ismael kemudian menikah. Suatu hari Abraham mendatangi rumahnya, tetapi Ismael sedang tidak ada di rumah. Abraham kemudian bertanya pada istri Ismael perihal suaminya dan istrinya, tidak mengetahui bahwa itu adalah Abraham, berkata pada suaminya sedang bekerja. Saat Abraham menanyakan keadaannya, istri Ismael mengeluh, "Kami banyak mengalami keburukan dan hidup kami penuh kesempatan ekonomi, serta penuh dengan penderitaan yang berat." Setelah mendengar hal tersebut, Abraham menitipkan salam dan pesan pada istri Ismael agar suaminya mengganti gawang pintunya. Saat istri Ismael menyampaikan pesan tersebut pada suaminya, Ismael menjelaskan bahwa dia tadi adalah ayahnya dan maksud pesannya tadi adalah agar Ismael menceraikan istrinya.
Beberapa waktu kemudian, Ismael menikah dengan perempuan lain. Abraham kembali berkunjung saat Ismael sedang tidak berada di rumah. Saat Abraham menanyakan mengenai keadaan istri Ismael yang saat itu ada di rumah, istri Ismael menjawab, "Kami senantiasa dalam kebaikan dan cukup," sembari memuji berbagai nikmat Allah yang dikaruniakan pada mereka. Kemudian Abraham menitipkan pesan pada Ismael melalui istrinya untuk memperkokoh gawang pintunya. Saat kemudian istri Ismael menyampaikan pesan tersebut pada suaminya, Ismael menjelaskan bahwa dia tadi adalah ayahnya dan maksud pesannya tadi adalah agar Ismael mempertahankan istrinya.[36]
Ada beberapa pendapat terkait identitas istri-istri Ismael. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa istri pertama Ismael berasal dari Bani Amaliq dan bernama Ammarah binti Sa'ad bin Usamah bin Akil, sedangkan istri kedua Ismael adalah As-Sayyidah binti Mudhadh bin Amru Al-Jurhumi. Ada yang berpendapat bahwa As-Sayyidah adalah istri ketiga Ismael.[37]
Legenda Bangsa Yahudi menyebutkan bahwa Ismael menikah dengan perempuan Mesir dan mereka memiliki empat putra dan satu putri. Saat Ismael pergi, Abraham mengunjungi tenda kediamannya. Saat Abraham meminta air pada istri Ismael yang ada di tenda, istri Ismael mengatakan bahwa dia tidak memiliki air maupun roti. Dia tetap duduk di tenda dan tidak menyambut Abraham, juga tidak menanyakan identitas tamunya tersebut. Istri Ismael juga sibuk memukul anaknya, juga mencela anaknya dan Ismael. Abraham tidak senang dengan pemandangan tersebut dan menitipkan pesan untuk istri Isma'il agar suaminya mengganti pasak tendanya. Saat pesan tersebut disampaikan pada Ismael, Ismael menjelaskan pada istrinya bahwa itu adalah ayahnya dan dia meminta Ismael menceraikan istrinya.
Setelahnya, Ismael menikah dengan perempuan dari Kanaan. Saat Ismael pergi, Abraham kembali mengunjungi tenda kediaman putranya. Istri Ismael keluar tenda dan menyambutnya, juga mempersilakannya masuk. Abraham menolak karena akan melanjutkan perjalanan, tapi dia meminta air. Istrinya kemudian bergegas memberikan air dan roti pada Abraham. Kemudian Abraham menitipkan pesan pada Ismael melalui istrinya bahwa pasak tendanya bagus sehingga jangan membuangnya. Saat kemudian istri Ismael menyampaikan pesan tersebut pada suaminya, Ismael menjelaskan bahwa dia tadi adalah ayahnya dan maksud pesannya tadi adalah agar Ismael mempertahankan istrinya. Kemudian Ismael bersama keluarganya berkunjung ke kediaman Abraham di Palestina selama beberapa hari.[38] Ada yang berpendapat bahwa nama istri pertama Ismael adalah Meriba, sedangkan yang kedua bernama Malchut.
Alkitab tidak mengisahkan mengenai dua istri Ismael, tetapi hanya menyebutkan bahwa Hagar menikahkan Ismael dengan seorang perempuan dari Mesir.[39]
Menguburkan Abraham
Abraham meninggal saat berusia 175 tahun. Anak-anaknya, Ishak (berusia 75 tahun) dan Ismael (berusia 89 tahun), menguburkan ayah mereka dalam gua Makhpela yang dibeli dari seorang Bani Het bernama Efron bin Zohar, letaknya di sebelah timur Mamre, dekat Hebron.[40]
Wafat
Ismael sendiri disebutkan wafat pada usia 137 tahun.[41] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Ismael dimakamkan di Al-Hijr di samping makam Hagar.[37]
Keturunan
Ismael mempunyai 12 putra yang kemudian menjadi 12 orang raja, masing-masing dengan sukunya, mendiami daerah dari Hawila sampai Syur, yang letaknya di sebelah timur Mesir ke arah Asyur. Mereka menetap berhadapan dengan semua saudara mereka.[42] Nama putra-putra Ismael, disebutkan menurut urutan lahirnya:[43]
Nebayot, anak sulung Ismael
Kedar
Adbeel
Mibsam
Misyma
Duma
Masa
Hadad
Tema
Yetur
Nafish
Kedma
Salah satu putrinya: Mahalat atau Basmat menjadi istri ke-3 Esau anak Ishak.[44][45]
Silsilah
Menurut catatan Alkitab, silsilah Ismael adalah sebagai berikut:
Kitab Yobel menempatkan tempat tinggal dan identitas keturunan Ismael sebagai bangsa Arab yang tinggal di tanah Arab. Pandangan ini dianut pada umumnya oleh orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam. Namun menurut Alkitab keturunan Ismael kemudian mempunyai hubungan campuran dengan orang-orang Asyur dan Media. Bangsa Arab sekarang ini dianggap kumpulan berbagai suku-suku bangsa dari keturunan berbeda, bukan dari satu keturunan saja. Contohnya, orang-orang Arab Libanon adalah keturunan Fenisia, sedangkan orang-orang Arab di Palestina, Suriah dan Yordania adalah keturunan bangsa-bangsa Kanaan, Aram dan juga Israel. Banyak orang-orang Arab modern percaya bahwa suku mereka mempunyai garis keturunan Ishak, terutama di Palestina selatan.
Kedudukan
Islam
Ismael dipandang sebagai nabi dan rasul.[46] Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Ismael diutus untuk berdakwah pada penduduk Makkah dan sekitarnya, seperti kabilah Jurhum, Amaliq, dan penduduk Yaman.[37]
Penyebutan Ismael dalam Al-Qur'an seringnya tidak terkait kisahnya. Kisah Ismael yang terdapat dalam Al-Qur'an sendiri adalah sepintas tentang haji dan pembangunan Ka'bah[47] serta, menurut sebagian ulama, penyembelihannya. Bagian kisah Ismael yang lain diambil dari sumber non-Qur'an, seperti riwayat hadits, tafsiran ulama, dan sumber-sumber Yahudi dan Kristen. Dalam Al-Quran, nama Ismael hampir selalu dirangkaikan dengan para nabi yang lain. Disebutkan bahwa Ismael (dan beberapa nabi yang lain) dilebihkan derajatnya di atas umat yang lain, sosok pilihan Allah, dan dianugerahi petunjuk ke jalan yang lurus.[48] Dia juga disebut sebagai sosok yang benar janjinya dan seorang yang diridhai Allah.[49] Ismael juga disifati sebagai orang yang sabar[50] dan termasuk orang-orang yang terbaik.[51]
Terkait kisah pengorbanan putra Abraham, Al-Qur'an sendiri tidak menyebutkan nama putra Abraham tersebut. Sebagian ulama dan kaum Muslim pada umumnya menganggap bahwa putra Abraham yang hendak disembelih itu adalah Ismael,[52] sedangkan sebagian ulama lain berpandangan bahwa dia adalah Ishak.[53] Namun para penafsir modern memandang identitas putra Abraham ini tidak begitu penting bila dibandingkan pelajaran moral yang termuat dalam kisah tersebut.[54] Narasi Al-Qur'an terkait penyembelihan ini menjadikan putra Abraham yang bersangkutan sebagai percontohan bagi tindakan keikhlasan dan kepatuhan, karena sang anak sepenuhnya sadar akan upaya Abraham untuk mengorbankannya dan tetap menyetujuinya. Persetujuannya menjadi keteladanan terkait penyerahan diri pada kehendak Allah yang merupakan karakteristik penting dalam Islam.[55]
Dalam berbagai tafsiran Al-Qur'an dan sejumlah koleksi cerita nabi, Ismael mempunyai peran besar dalam mendirikan Ka'bah. Menurut tradisi Islam, Ismael dikuburkan di Hijir Ismail, di dalam Masjidil Haram.[56][57]
Saat pergi ke Makkah, Abraham dikatakan meminta Ismael untuk membantunya mendirikan Ka'bah.[58] Menurut sebagian tradisi Islam, Ka'bah pertama kali didirikan oleh Adam. Abraham dan Ismael membangunnya kembali di atas landasan yang lama.[59]
Menurut silsilah yang disusun oleh pakar Islam,[60] Muhammad adalah keturunan Ismael melalui garis keturunan leluhur yang bernama Adnan. Beberapa sumber menyatakan bahwa Nabi Muhammad keturunan Nebayot, sebagian lain berpendapat keturunan Kedar. Keturunan Ismael biasanya disebut `Arab al-Musta`ribah ("Arab yang di-Arab-kan"), karena mereka bukan asli Arab dan mempelajari bahasa Arab dari penduduk asli setempat.[61][62][22]
Yahudi dan Kristen
Ismael dicitrakan dalam beberapa cara dalam sumber Yahudi dan Kristen. Namun setelah masa Muhammad, Ismael cenderung digambarkan dengan buruk dan menjadi lambang bagi "orang lain" dalam kedua agama tersebut.[63]:2–3 Saat umat Islam menjadi lebih kuat, midras Yahudi tentang Ismael diubah sehingga penggambarannya lebih buruk untung menantang sudut pandang umat Islam terkait Ismael.[63]:130 Perkembangan Islam menciptakan tekanan bagi Muslim untuk melakukan pembedaan dari Yahudi dan Kristen, dan karenanya, garis keturunan Ismael kepada orang Arab lebih ditekankan.[63]:117
Dalam sejumlah tafsiran, Ismael melambangkan tradisi Yahudi lama yang ditinggalkan, sedangkan Ishak melambangkan tradisi Kristen baru yang harus dianut.[64]Rasul Paulus tidak mempersoalkan status Ismael atau Ishak secara harafiah, melainkan dalam konteks dua jenis kepercayaan dalam ajaran Kristen, yaitu terus mengikuti ajaran Taurat atau dibebaskan dari hukum Taurat di dalam hukum kasih YesusKristus,[65] seperti yang ditulisnya dalam Surat Galatia:[66]
21Katakanlah kepadaku, hai kamu yang mau hidup di bawah hukum Taurat, tidakkah kamu mendengarkan hukum Taurat? 22Bukankah ada tertulis, bahwa Abraham mempunyai dua anak, seorang dari perempuan yang menjadi hambanya dan seorang dari perempuan yang merdeka? 23Tetapi anak dari perempuan yang menjadi hambanya itu diperanakkan menurut daging dan anak dari perempuan yang merdeka itu oleh karena janji.24Ini adalah suatu kiasan. Sebab kedua perempuan itu adalah dua ketentuan Allah: yang satu berasal dari gunung Sinai dan melahirkan anak-anak perhambaan, itulah Hagar--25Hagar ialah gunung Sinai di tanah Arab--dan ia sama dengan Yerusalem yang sekarang, karena ia hidup dalam perhambaan dengan anak-anaknya.26Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.
27Karena ada tertulis: "Bersukacitalah, hai si mandul yang tidak pernah melahirkan! Bergembira dan bersorak-sorailah, hai engkau yang tidak pernah menderita sakit bersalin! Sebab yang ditinggalkan suaminya akan mempunyai lebih banyak anak daripada yang bersuami."
28Dan kamu, saudara-saudara, kamu sama seperti Ishak adalah anak-anak janji.29Tetapi seperti dahulu, dia, yang diperanakkan menurut daging, menganiaya yang diperanakkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini.
30Tetapi apa kata nas Kitab Suci? "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anak perempuan merdeka itu."
31Karena itu, saudara-saudara, kita bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka.
Paul Lagasse, Lora Goldman, Archie Hobson, Susan R. Norton, ed. (2000). The Columbia Encyclopedia (edisi ke-6th). Gale Group. ISBN978-1-59339-236-9.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)
John Bowden, ed. (2005). Encyclopedia of Christianity (edisi ke-1st). Oxford University Press. ISBN0-19-522393-4.
P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs (ed.). Encyclopaedia of Islam Online. Brill Academic Publishers. ISSN1573-3912.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: editors list (link)