Babi panggang Karo dan Babi panggang Toba adalah dua jenis makanan khas dari orang Batak Toba and orang Karo dari Sumatera Utara yang kebanyakan menganut agama Kristen.[2] Dalam budaya Batak Toba, ternak babi memiliki nilai yang penting. Selain sebagai mata pencarian, beternak babi tidak dapat dipisahkan dari budaya Batak.[3] Babi dipotong dan semua bagian tubuhnya digunakan untuk membuat babi panggang—tulangnya direbus dan digunakan untuk membuat kuah kaldu, daging termasuk jerohannya dipanggang, semetara darahnya ditampung dan dibumbui untuk dijadikan saus.
Babi panggang Karo biasanya disajikan dengan sup bening kuah kaldu, darahnya dijadikan saus cocol, sayur daun ubi tumbuk, dan tuak yang dibuat dari fermentasi sari sadapan air nira.[4] Makanan khas Batak ini disajikan dengan nasi putih dan sambal andaliman, yang dibuat dari andaliman.[5]
Babi panggang ala Tionghoa
Di bagian lain dari Indonesia serta Malaysia, di mana orang Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang paling banyak mengonsumsi daging babi, istilah babi panggang secara sederhana merujuk kepada jenis babi panggang cara Tionghoa—babi panggang putih merujuk kepada Sio Bak atau siu yuk (燒肉), dan babi panggang merah yaitu char siu (叉燒).[6]
Babi panggang ala Belanda
Di Barat, khususnya di Belanda, babi panggang adalah hidangan daging babi yang disajikan dengan saus yang dibuat dari tomat. Hidangan campuranBelanda/Indonesia/China ini disebut babi pangang speciaal di Belanda, dan disajikan dengan speciaal saus ("saus istimewa").[7]
Versi babi panggang campuran ini menjadi populer di Belanda dan kawasan Flanders berkat peran "Restoran China-Indonesia", yang lazim di Belanda sejak akhir dasawarsa 1960-an dan awal 1970-an. Rumah makan ini umumnya dimiliki dan dijalankan oleh pendatang dari Hong Kong.[8] Hidangan ini terdiri atas irisan babi goreng yang disajikan di atas acar campur yang dibuat dari irisan kubis dan wortel khas Indonesia; yang ditulis atjar tjampoer dalam bahasa Belanda, kemudian saus dituangkan di atasnya. Sangat mungkin hidangan ini dikembangkan oleh koki asal Kanton, baik yang berasal dari Hindia Belanda (kini Indonesia) atau yang langsung dari Tiongkok, bermigrasi ke Belanda bersamaan dengan arus migrasi orang Asia dan Indo, segera setelah Belanda kehilangan negeri jajahannya ketika Indonesia merdeka, serta meningkatnya arus migrasi internasional.