Nasi kuning adalah makanan khas Indonesia. Makanan ini terbuat dari beras yang dimasak bersama dengan kunyit serta santan dan rempah-rempah. Dengan ditambahkannya bumbu-bumbu dan santan, nasi kuning memiliki rasa yang lebih gurih daripada nasi putih.
Nasi kuning adalah salah satu variasi dari nasi putih yang sering digunakan sebagai tumpeng. Nasi kuning biasa disajikan dengan bermacam lauk-pauk khas Indonesia.
Nasi Kuning di Mancanegara
Di Filipina, hidangan nasi kuning ada di Mindanao, khususnya di kalangan Suku Maranao, yang dikenal sebagai kuning. Hidangan serupa juga ditemukan dalam hidangan Sri Lanka yang dikenal sebagai kaha buth.[1]
Seperti di Indonesia yang menggunakan kunyit sebagai bahan pembuatan nasi kuning, nasi kuning di Filipina ditambahkan bahan serai tapi tidak menggunakan santan.[2][3]
Ragam Nasi Kuning Nusantara
Salah satu varian nasi kuning paling populer berasal dari Sulawesi, yaitu Nasi Kuning Cakalang khas Gorontalo di provinsi Gorontalo[4] dan Nasi Kuning Woka khas Manado di provinsi Sulawesi Utara.[5]
Berdasarkan cita rasa nasi kuning yang khas, lauk dan sajiannya yang unik, berikut ini merupakan ragam nasi kuning Nusantara dari masing-masing daerah, yaitu:[6]
Nasi Kuning Ambon
Nasi Kuning Bali
Nasi Kuning Balikpapan
Nasi Kuning Banjarmasin
Nasi Kuning Gorontalo
Nasi Kuning Jawa
Nasi Kuning Manado
Nasi Kuning Makassar
Nasi Kuning Medan
Nasi Kuning Palu
Makna Filosofis
Dalam tradisi Di Indonesia warna nasi kuning melambangkan gunung emas yang bermakna kekayaan, kemakmuran serta moral yang luhur. Oleh sebab itu nasi kuning sering disajikan pada peristiwa syukuran dan peristiwa-peristiwa gembira seperti kelahiran, pernikahan dan tunangan.
Dalam tradisi Bali, warna kuning adalah salah satu dari empat warna keramat yang ada, di samping putih, merah dan hitam. Nasi kuning oleh karena itu sering dijadikan sajian pada upacara kuningan oleh masyarakat Indonesia.
^Abdulwahab, Nabeelah T. "The Beauty, Warmth, and Hospitality of Pagana". Intangible Cultural Heritage Courier of Asia and the Pacific. International Information and Networking Centre for Intangible Cultural Heritage in the Asia-Pacific Region (ICHCAP). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 5 March 2019.