Ciu (dari bahasa Hokkianchiú (酒)) atau ciu rantai adalah sebutan bagi sejenis minuman beralkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi singkong cair yang terbuang dalam proses pembuatan tapai (tetes tapai). Minuman ini khas dari daerah Desa Sumpiuh, Banyumas dan Cikakak Ajibarang, Jawa Tengah, Indonesia, sebuah daerah di sekitar pinggiran kota Banyumas. Selain itu minuman ini juga sangat populer di kalangan pemuda Kota Sumpiuh. Minuman ini dikenal mengandung alkohol dan sangat efektif untuk membuat orang yang meminumnya mabuk. Ciu sangat populer di Pulau Jawa terutama wilayah Banyumas, Sumpiuh, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kroya, dan sekitarnya. Awalnya ciu hanya banyak dipasarkan di wilayah Banyumas, Purwokerto, Sumpiuh, dan Ajibarang saja, tetapi dengan makin melambungnya harga miras botol membuat masyarakat kembali memilih ciu sebagai miras yang lebih terjangkau harganya.
Sejarah
Sejarah ciu bisa ditelusuri lagi sejak sebelum zaman kolonial Belanda, dan di mana pada sekitar abad ke-18 dikenal sebagai miras dengan label Batavia Arrack. Kala itu Batavia Arrack memproduksi miras dengan bahan baku yang banyak ditemui di wilayah Nusantara seperti beras yang difermentasi, tetes tebu dan kelapa. Sampai akhirnya masyarakat tradisional Banyumas sanggup membuat racikan miras menggunakan bahan baku ketela pohon. Bahkan sampai saat ini pembuatan ciu di daerah Banyumas masih tergolong sangat tradisional dan sebenarnya tidak mengandung campuran dari bahan kimia buatan lainnya.
Di daerah Cikakak dan desa-desa penghasil ciu seperti Windunegara dan Wlahar, Kecamatan Wangon, Banyumas, para perajin ciu rata-rata merupakan ibu rumah tangga. Sedangkan kaum lelaki justru bertugas untuk mencari bahan baku di kebun dan sebagai penjual langsung ke beberapa tempat. Guna memasak bahan baku ciu, menggunakan semacam alat destilasi. Tong besar dengan volume 130 liter digunakan untuk mencampur gula merah, tape, air, dan bibit ciu.
Ciri-ciri
Warna ciu sendiri seperti air putih yang sangat jernih dan tidak berwarna. Itulah terkadang banyak orang salah mengira ciu dianggap sebagai air putih biasa. Jika diminum akan terasa pahit dan sampai tenggorokan seperti terbakar. Harga ciu bervariasi tergantung dari tinggi rendahnya kadar alkohol. Makin murni sebuah ciu, maka bisa makin mahal. Sebagai contoh, ciu dengan alkohol berkadar 20%, dijual dengan harga Rp150 ribu. Sementara untuk ciu dengan kadar alkohol 50%, dijual Rp200 ribu dan kadar 70% dijual Rp350 ribu per liter.
Kontroversial
Meski menjadi minuman tradisional, kenyataannya ciu justru menjadi minuman yang sering dilarang peredarannya oleh aparat kepolisian. Selain itu ciu juga dicap sebagai minuman kelas rendahan dan rentan dioplos dengan bahan kimia berbahaya. Padahal ciu aslinya tidak dioplos dan bisa dikatakan masuk dalam kategori miras aman selama batas kewajaran konsumsi. Pihak pembuat tidak pernah mencampurkan bahan kimia berbahaya pada saat produksinya. Pengoplosan justru dilakukan oleh pihak kedua seperti pengecer maupun distributor agar lebih keras dan lebih banyak. Jadi patut dicurigai jika menemui ciu yang terlihat agak keruh warnanya karena ciu asli sangat jernih.
Ciu solo
Selain dari daerah Banyumas, ada pula ciu solo yang sebenarnya bernama Miras Bekonang. Ciu solo merupakan minuman keras tradisional yang banyak diproduksi di daerah Bekonang, Sukoharjo dan ciu jenis ini dibuat dari hasil penyulingan tetes tebu yang telah difermentasi. Ciu solo banyak dipasarkan di berbagai daerah di Jawa, namun lebih populer di daerah Solo, Jogja, dan Magelang.