Soto kerbau adalah makanan khas Kota Kudus, Jawa Tengah. Menu masakan soto kerbau dianggap tidak terlalu lazim karena yang biasa dijajakan adalah Soto Ayam atau Soto Sapi. Semangkuk nasi soto, yang berisi irisan daging kerbau, mie putih, tauge, kol, butiran kacang kedelai, yang ditaburi daun seledri dan bawang goreng, disiram kuah dari kaldu kerbau yang hangat, dengan bumbu dan aroma rempah-rempah yang khas, dijamin sajian ini menggoyang lidah. Bila ingin menikmati secara total cita rasa daging kerbau, kita bisa juga menaruh lauk daging kerbau sebagai tambahan, yang diolah menjadi daging lapis dengan tambahan taburan bawang goreng. Sebagai tambahan disediakan kecap, jeruk limau dan sambal.
Sejarah
Sebenarnya, apa yang tersaji di dalam soto kerbau adalah gambaran budaya Kudus yang multiculture, yang diwarnai percampuran tradisi Hindu, Jawa dan Tiongha. Perbedaan budaya yang ada, bila berjalan berdampingan, akan menghasilkan paduan yang unik tiada duanya, termasuk dalam hal masakan. Yang pertama adalah warisan budaya agama Hindu Jawa, dengan simbol berupa daging kerbau. Bagi masyarakat Kudus, yang notabene adalah masyarakat Jawa, hewan sapi dianggap sebagai hewan suci, sebuah larangan besar untuk disembelih dan dimakan. Pada masa penyebaran agama Islam di tanah Jawa, khususnya di daerah Kudus, untuk menghargai dan menjunjung tinggi sikap menghormati antar pemeluk agama Hindu dan umat Islam, Sunan Kudus pun “melarang” sapi untuk dijadikan santapan, meski dari sisi syariah Islam dihalalkan. Sebagai alternatif, daging sapai digantikan dengan daging kerbau. Meskipun pengaruh budaya Hindu telah hilang kurang lebih 700 tahun yang lalu, tetapi kebiasaan yang terlanjur terpatri dalam kehidupan masyarakat Kudus untuk tidak menyantap daging sapi tetap diwariskan sampai sekarang.
Kuah adalah representasi budaya Jawa yang tampak mendominasi dalam semangkuk soto kerbau. Karakternya yaitu bewarna bening, sedikit berminyak dan tarikan rasa asam jawa. Bumbu-bumbu yang digunakan pun bercitarasa Jawa seperti penggunaan kemiri dan perasan jeruk limau. Cara penghidangannya pun bisa dipilih, nasi langsung dicampur dengan kuah sotonya atau terpisah. Penyajian yang asli adalah nasi langsung dicampur dengan soto kerbau, sesuai dengan selera Jawa yang selalu menjadikan nasi sebagai makanan pokok.
Unsur Tionghoa secara eksplisit terlihat dari penggunanaan serbuk koya dan bawang putih goreng. Serbuk koya adalah budaya kuliner Tionghoa peranakan. Serbuk ini terbuat dari santan kelapa yang dikeringkan, berfungsi sebagai penyedap rasa dan penambah tekstur. Masakan Jawa biasanya menggunakan bawang merah goreng, bukan bawang putih, untuk digoreng sebagai kodimen. Namun, bawang putih gorenglah yang dijadikan campuran pada soto kerbau. Dari pertemuan tiga budaya inilah tercipta cita rasa yang khas dari soto kerbau.[1]
Pranala luar
|
---|
Hidangan umum |
---|
Makanan | | |
---|
Minuman | |
---|
Jajanan | |
---|
Hidangan sampingan | |
---|
Minuman beralkohol | |
---|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
- ^ Aji, Dian Utoro. "Soto Kudus Diracik dari Daging Kerbau, Ternyata Ada Makna Toleransinya". detikfood. Diakses tanggal 2023-01-03.