Amparan tatak
Amparan Tatak adalah kue tradisional khas dari suku Banjar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah,[1] Kalimantan Timur[2] hingga ke Tembilahan, Riau.[3] Kue ini termasuk ke dalam kategori kue basah dengan bahan utama berupa tepung beras, santan, gula dan pisang. Kue ini didominasi oleh rasa gurih dan manis sehingga menjadi salah satu jajanan yang dicari di pasar wadai selama bulan Ramadan.[2] Kue ini mirip dengan nagasari, namun yang membedakan adalah penyajiannya. Nagasari disajikan dalam bungkusan daun pisang, sedangkan amparan tatak disajikan dalam loyang besar dan umumnya dipotong berbentuk segitiga.[4] EtimologiPenamaan amparan tatak berasal dari bentuk kue ini saat disajikan. Saat proses pembuatan kue, adonan diletakkan ke dalam wadah berupa loyang besar berbentuk bulat. Ketika sudah matang, kue ini disajikan dalam bentuk hamparan beralaskan daun pisang[5] dan 'ditatak' atau dipotong untuk disajikan kepada orang-orang.[6] SejarahPada zaman dahulu, kue amparan tatak disajikan untuk kaum bangsawan dari Kerajaan Banjar dan Daha. Namun, saat ini kue ini bisa dinikmati oleh siapa saja[7] dan biasanya hadir saat ada acara-acara besar oleh suku Banjar.[5] Dalam penghidangannya, amparan tatak disajikan pada acara-acara kolosal atau yang melibatkan partisipasi orang banyak, seperti resepsi pernikahan, perayaan hari besar agama, buka puasa bersama.[8] Pada tahun 1970-an amparan tatak buatan orang Banjar di Samarinda Seberang dijajakan di Samarinda Kota. Tiap pagi penjajanya menumpang tambangan menyeberang ke Samarinda Kota, lalu berjualan amparan tatak dan kue basah lainnya keliling berjalan kaki.[9] Amparan tatak diusulkan untuk didaftarkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia. Presentasi usulan disampaikan dalam Diskusi Terpumpun yang digelar di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda pada 13 November 2024. Sejarawan Muhammad Sarip menyatakan bahwa amparan tatak dari aspek nama sangat khas dari komunitas Banjar. Namun, dengan cita rasanya yang gurih dan lezat, amparan tatak dapat dinikmati oleh publik secara luas tanpa batasan etnis, agama, kelompok, dan golongan, sehingga menjadi kuliner ikonis dan legendaris di Kota Samarinda.[10] Proses pembuatanProses pembuatan kue ini terbilang sederhana, namun tetap tidak boleh sembarangan. Beberapa orang percaya bahwa pembuatan kue ini tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang haid. Jika pantangan ini dilanggar, maka kue yang dihasilkan akan menjadi tidak enak, serta warna dan bentuk juga tidak menarik.[11] Nilai giziDalam setiap 100 g kue amparan tatak mengandung gizi 191 kkal, 1,3 gram protein, 5,5 gram lemak dan 34 gram karbohidrat.[12] Lihat pulaReferensi
|