Alain Prost
Alain Marie Pascal Prost, OBE, Légion d'honneur (lahir 24 Februari 1955) merupakan mantan pembalap Formula Satu asal Prancis yang sudah empat kali merebut gelar juara dunia F1. Dari 1993 hingga 2001, Prost memegang rekor sebagai pembalap dengan kemenangan terbanyak yaitu 51 kali kemenangan. Michael Schumacher kemudian memecahkan rekor tersebut pada GP Belgia 2001. Prost juga menerima gelar sebagai salah satu atlet terbaik Abad 20 bersama Pelé, Muhammad Ali, Carl Lewis, dan Steffi Graf.[1] Prost memulai balapan kartingnya pada usia 14 tahun saat ia berlibur bersama keluarganya. Ia lantas berkompetisi dalam berbagai ajang junior, di mana ia kemudian memenangkan kejuaraan Formula Junior Prancis dan Eropa tiga kali berturut-turut, sebelum bergabung dengan tim McLaren pada tahun 1980 di usia 25 tahun. Ia kemudian berkembang cepat di ajang F1 dan meraih kemenangan perdananya di rumah sendiri pada GP Prancis 1981, satu tahun setelah ia masuk ke F1, di mana saat itu ia bergabung dengan tim Prancis, Renault F1. Selama 1980-an dan sampai awal 1990-an, Prost membentuk persaingan sengit dengan beberapa pembalap, terutama Ayrton Senna, dan juga Nelson Piquet serta Nigel Mansell. Pada tahun 1986, di lomba terakhir musim itu, Prost berhasil menjadi juara dunia setelah Nelson Piquet kandas saat melakukan pitstop dan Nigel Mansell tersingkir dari lomba. Ayrton Senna lantas bergabung dengan Prost di McLaren pada tahun 1988 dan keduanya kemudian memiliki rivalitas yang tinggi yang sering kali berbau kontroversial, termasuk tabrakan di Grand Prix Jepang 1989 yang memberikan Prost gelar juara dunia untuk ketiga kalinya. Setahun kemudian di tempat yang sama pula mereka bertabrakan lagi, tetapi kali ini Prost, yang mengemudi untuk Ferrari, kalah. Sebelum akhir musim 1991 Prost secara mendadak dipecat oleh Ferrari karena berkata lantang dengan mengatakan bahwa mobil Ferrarinya mirip truk.[2] Setelah cuti sementara pada tahun 1992, Prost bergabung dengan tim Williams di 1993, dan kemudian kembali menjadi juara dunia setelah juara 1992, Nigel Mansell keluar dari F1 untuk berkompetisi di CART. Sesaat setelah berhasil menjadi juara dunia 1993, Prost lantas memutuskan untuk pensiun,[3] dan menyerahkan kursinya di Williams pada mantan rival beratnya, Ayrton Senna. Pada tahun 1997, Prost mengambil alih tim F1 Prancis, Ligier, dan menjalankannya dengan nama Prost Grand Prix sampai bangkrut pada tahun 2002. Tim Prost kemudian ia hidupkan lagi untuk turun berlaga di ajang Andros Trophy, yang merupakan kejuaraan balap di atas es.[4][5] Di ajang ini Prost sukses meraih 38 kemenangan lomba dan tiga gelar kejuaraan pembalap.[6] Prost banyak disebut orang sebagai pembalap dengan gaya halus dan santai di belakang kemudi. Ia sendiri menyebut bahwa dirinya terinspirasi oleh idola pribadinya seperti Jackie Stewart dan Jim Clark.[7] Prost sering dijuluki sebagai "Profesor" berkat pendekatan intelektual dalam kompetisi balap F1. Ia dikenal terampil menyiapkan mobilnya untuk kondisi balapan, dan juga handal dalam menghemat rem dan ban di awal lomba, dengan harapan bisa digeber sampai akhir perlombaan.[8] Jurnalis olahraga bermotor Denis Jenkinson menjelaskan Prost sebagai: "orang yang sangat hangat dan simpel yang tidak bergantung pada semangat atau inspirasi. Ia juga tidak memanjakan diri dengan kecakapan memainkan pertunjukan atau beragam omong kosong. Ia memiliki tingkat disiplin mental yang tinggi di luar pemahaman kebanyakan orang."[9] Kehidupan pribadiAlain Prost lahir dekat Saint-Chamond, di département Loire, Prancis, dari pasangan André Prost dan Marie-Rose Karatchian. Keluarga Prost merupakan warga negara Prancis keturunan Armenia.[10][11] Prost memiliki satu adik bernama Daniel, yang meninggal karena kanker pada bulan September 1986.[12] Walaupun memiliki postur tubuh yang pendek, Prost termasuk anak yang aktif dalam olahraga atletik saat sekolah, dan juga sangat antusias untuk ambil bagian dalam beragam olahraga sewaktu ia masih anak-anak. Olahraga yang ia tekuni antara lain: gulat, sepak bola, dan roller skating. Sempat mengalami patah hidung beberapa kali akibat bermain sepak bola.[13] Prost lantas terpilih sebagai pelatih tim sepak bola di sekolahnya, dan sempat bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola nasional Prancis sebelum ia menemukan ajang balapan pada usia 14 tahun saat liburan keluarga. Olahraga baru ini dengan cepat menjadi pilihan kariernya.[14] Prost menikah dengan Anne-Marie (lahir 14 Februari 1955). Mereka memiliki dua putra, Nicolas (lahir 18 Oktober 1981) dan Sacha Prost (lahir 30 Mei 1990).[15] Prost juga memiliki seorang putri, Victoria.[16] Pada 2008, Nicolas turun sebagai pembalap di kejuaraan F3000 Euroseries dengan tim Elk Motorsport.[17][18] Prost sempat tinggal di kota kelahirannya, Saint-Chamond, sampai ia dan timnya Renault turun di F1 di awal 1980-an. Pada bulan April 1983, keluarga Prost pindah ke Sainte-Croix, Swiss dan tak lama kemudian pindah lagi ke Yens, Swiss.[19] Mereka tinggal di sana sampai November 1999, ketika mereka pindah ke Nyon di negara yang sama.[20] Prost mendapat penghargaan Légion d'honneur yang diberikan oleh Presiden Prancis François Mitterrand pada tahun 1985.[19] Karier awalProst menjuarai beberapa ajang karting saat ia masih remaja. Pada tahun 1974 ia meninggalkan sekolah untuk menjadi seorang pembalap penuh, dan ia juga mendukung dirinya dengan menjadi ahli modifikasi mesin dan menjadi distributor go-kart. Salah satu prestasi terbesarnya adalah memenangkan kejuaraan gokart senior Prancis pada 1975 dan semusim turun di ajang Formula Renault Prancis[21][22] pada tahun yang sama, untuk selanjutnya pada tahun 1976 ia menjadi juara di Formula Renault.[19] Prost kemudian memenangkan kejuaraan Formula Renault Eropa 1977, sebelum pindah ke Formula Tiga (F3) pada tahun 1978, dan pada tahun pertamanya di ajang Formula Tiga, Prost hanya mampu meraih satu kemenangan saja. Pada tahun 1979 ia kemudian berhasil memenangkan kejuaraan F3 baik di dalam negeri Prancis dan regional Eropa (dengan koleksi 9 kemenangan dari 13 balapan). Hasil tersebut membawanya masuk sebagai nominasi pilihan bagi beberapa tim F1 saat itu. Setelah mempertimbangkan pilihan dengan hati-hati, ia memilih untuk bergabung dengan McLaren untuk musim F1 1980.[23] Karier Formula Satu1980: McLaren (bagian pertama)Prost memulai kariernya dengan McLaren pada tahun 1980 bersama pembalap Irlandia John Watson. Pada debutnya di Argentina ia finish di tempat keenam yang berarti langsung mencetak poin di balapan perdananya, sesuatu yang dicapai oleh hanya segelintir pembalap. Prost menambahkan empat poin lagi selama musim 1980, dengan mencetak poin di Brasil, Inggris, dan Belanda. Prost finish di posisi 15 dalam klasemen kejuaraan pembalap, dengan poin yang setara dengan mantan juara dunia Emerson Fittipaldi. Meskipun menjalani musim debutnya dengan gemilang, Prost mencatatkan juga beberapa kecelakaan. Salah satunya adalah saat ia patah pergelangan tangannya dan menderita gegar otak ringan. Pada akhir musim, walaupun memiliki dua tahun tersisa di kontraknya, ia meninggalkan McLaren dan hengkang ke Renault. Prost mengatakan bahwa ia pindah ke Renault adalah akibat terlalu sering disalahkan sebagai penyebab kecelakaan.[23] 1981–1983: Renault F1Prost kemudian bermitra dengan sesama pembalap Prancis René Arnoux di Renault untuk musim 1981. Wartawan olahraga bermotor Nigel Roebuck menuliskan laporan bahwa ada masalah rivalitas antara Prost dan Arnoux sejak awal musim 1981, Prost mengklaim dirinya akan langsung lebih cepat daripada rekannya yang lebih berpengalaman itu.[24] Sayangnya Prost tidak berhasil menyelesaikan dua balapan pertama musim 1981, karena terlibat tabrakan dengan Andrea de Cesaris di Long Beach dan dengan Siegfried Stohr di Jacarepaguá, tetapi ia lantas berhasil bangkit dengan mencetak podium finish pertamanya di Argentina. Ia kembali gagal pada empat balapan berikutnya sebelum akhirnya menang untuk pertama kalinya di balapan rumahnya di Prancis, dengan finish dua detik di depan pembalap senior yang juga merupakan mantan rekan setimnya, John Watson.[25] Prost lantas memenangkan dua balapan lagi selama musim 1981 yaitu di Hockenheimring dan Las Vegas. Prost lantas berada di posisi lima klasemen pembalap musim 1981, dengan hanya berselisih 7 poin saja dari juara dunia Nelson Piquet.[26] Prost memenangkan dua balapan pertama musim 1982 di Afrika Selatan dan Brasil. Ia nyaris saja menjadi juara pada empat balapan selanjutnya tetapi gagal karena beberapa kesalahan. Meskipun Prost gagal finish dalam tujuh balapan, Prost berhasil finish di posisi ke-4 klasemen pembalap, tetapi dengan total poin yang lebih sedikit dibandingkan musim sebelumnya. Hubungannya dengan Arnoux memburuk lebih lanjut setelah GP Prancis. Prost berpendapat bahwa Arnoux, yang memenangkan perlombaan di Prancis, sebenarnya telah membuat perjanjian pra-lomba untuk mendukung Prost selama perlombaan, dan kemudian malah mengingkarinya saat balapan. Hubungannya dengan media Prancis juga memburuk. Prost berkomentar bahwa "Ketika saya pergi ke Renault wartawan menulis hal-hal baik tentang saya, tetapi pada tahun 1982 saya telah dianggap mereka menjadi seperti orang jahat."[24] René Arnoux kemudian meninggalkan Renault pada tahun 1983, dan pembalap Amerika Serikat Eddie Cheever menggantikannya sebagai mitra baru Alain Prost. Prost meraih empat kemenangan untuk Renault selama musim 1983 dan berhasil menjadi juara kedua dalam klasemen pembalap, dua poin di belakang Nelson Piquet. Piquet dan tim Brabham yang konsisten di 1983 berhasil mengandaskan impian Prost dan Renault dalam beberapa balapan menjelang akhir musim. Prost, yang merasa tim terlalu konservatif dalam mengembangkan mobil, mendapati dirinya semakin bertentangan dengan keinginan manajemen Renault, yang menuduhnya sebagai kambing hitam karena gagal untuk memenangkan kejuaraan. Selain itu, para penggemar F1 Prancis rupanya masih mempersoalkan perjuangan pahit yang menyebabkan favorit mereka, René Arnoux, meninggalkan tim di awal 1983. Sebagai akibatnya, Alain kemudian dipecat hanya dua hari setelah balapan terakhir musim. Ia lantas kembali masuk untuk McLaren untuk musim 1984 dan beberapa hari kemudian ia dan keluarganya pindah rumah ke Swiss.[24] 1984–1988: McLaren (bagian kedua)Prost lantas pulang ke McLaren dan bergabung dengan juara dunia dua kali Niki Lauda pada tahun 1984. Ia lantas mendorong McLaren MP4/2 yang menggunakan mesin TAG-Porsche untuk bisa bersaing di barisan depan. Prost kehilangan kesempatan untuk menjuarai kejuaraan dunia setelah kalah dari Lauda di balapan terakhir dengan selisih setengah poin, walaupun sebenarnya Prost memenangkan tujuh lomba dan Lauda hanya lima. Balapan terbaik dari Prost adalah saat GP Monako ketika saat itu ia secara kontroversial memenangi balapan setelah terlibat persaingan sengit dengan Ayrton Senna dan Stefan Bellof, dan kemudian Senna berhasil menyalip Prost namun aksi menyalipnya dibatalkan seiring keluarnya bendera merah tanda penghentian lomba akibat hujan lebat. Berdasarkan peraturan Formula Satu, Prost hanya menerima setengah dari sembilan poin yang biasanya diberikan untuk kemenangan.[27] Pada tahun 1985 Prost menjadi orang Prancis pertama yang menjadi juara dunia F1. Ia memenangkan lima dari enam belas Grand Prix selama musim 1985 berjalan. Ia juga memenangkan Grand Prix San Marino, tetapi didiskualifikasi setelah mobilnya diketahui memiliki berat yang tidak sesuai dengan peraturan.[28] Michele Alboreto kemudian dinyatakan sebagai pemenang di San Marino. Atas prestasinya di 1985, Alain Prost kemudian memperoleh gelar Légion d'honneur di negara kelahirannya, Prancis.[29] Niki Lauda pensiun pada tahun 1986, dan digantikan oleh juara dunia 1982, Keke Rosberg. Prost berhasil mempertahankan gelarnya, meskipun mobilnya berjuang melawan mobil Williams yang bertenaga mesin Honda, dengan duet pembalap Nelson Piquet dan Nigel Mansell. Keberuntungan datang pada Prost di GP Australia 1986,[30] saat di mana ia bersama Piquet dan Mansell masuk menjadi kandidat juara dunia. Prost memiliki jumlah kemenangan yang sama seperti Piquet, tetapi ia juga punya prestasi empat kali menduduki tempat kedua sementara Piquet tiga, dengan demikian Prost berhasil duduk di P2 klasemen sebelum balapan terakhir. Yang terjadi di Australia, Nigel Mansell mencoba bermain aman di P3 di belakang Piquet dan Prost (semua yang diperlukan untuk memenangkan gelar juara), namun kemudian Mansell mengalami kegagalan ban pada kecepatan tinggi, dan jatuh keluar. Tim Williams kemudian memanggil Nelson Piquet untuk mengganti ban sebagai pencegahan keselamatan, dan sekaligus menyerahkan kemenangan balapan—dan juara dunia—kepada Prost.[31] Dengan Keke Rosberg yang pensiun dari Formula Satu di awal musim 1987, Stefan Johansson mengisi kursi McLaren untuk menemani Prost dengan bantuan uang dari Marlboro.[32] Meskipun McLaren bersama Prost tidak diunggulkan untuk musim 1987, ia berhasil menjadi penantang Piquet dan Mansell hampir sampai akhir musim, dengan memenangi tiga balapan dan memecahkan rekor Jackie Stewart total 28 kemenangan. Namun karena power mesin TAG kurang kuat dibandingkan Honda yang dimiliki Williams, Prost hanya mampu berada di P4 klasemen akhir dengan selisih 30 poin dari juara dunia Nelson Piquet.[33] Meskipun Nelson Piquet memenangkan gelar pembalap dan Williams memenangkan gelar konstruktor, Honda memutuskan untuk tidak meneruskan pasokan mesin untuk Williams karena penolakan dari Frank Williams yang menolak pemakaian Satoru Nakajima sebagai pembalap. Honda lantas pindah ke McLaren di 1988, dan Prost mendapatkan rekan setim yang baru, Ayrton Senna. Bersama Senna, Prost lantas terlibat rivalitas sengit, dan turut membantu McLaren mencatatkan poin tertinggi di 1988 dengan raihan 15 kemenangan dari 16 lomba. Prost nyaris saja menjadi juara dunia, tetapi peraturan menyatakan bahwa hanya 11 dari 16 lomba yang diambil sebagai penilaian untuk kejuaraan dunia. Prost lantas menjadi kritikus utama aturan ini, yang kemudian akan menjadi sebuah revisi besar untuk F1 di musim 1990.[34] Musim 1989, Prost melanjutkan pertarungannya dengan Senna untuk perebutan gelar juara dunia. Mereka lantas bersaing ketat sampai akhir musim, dengan puncak pertarungan di GP Jepang 1989. Prost dan Senna bertarung secara kuat di balapan ini, dan bahkan mereka sampai bersenggolan dan kemudian terhempas saat masuk chicane.[35] Senna yang berhasil kembali masuk ke trek dan kemudian menyalip Alessandro Nannini memenangi lomba, tetapi kemudian di diskualifikasi akibat insiden melawan Prost tadi dan dengan ditambah alasan bahwa Senna memotong chicane. Prost akhirnya dinyatakan sebagai juara dunia secara kontroversial setelah Ayrton Senna hanya dikenai denda akibat ulahnya tersebut.[36] Setelah kejadian tersebut, Prost memiliki keyakinan bahwa Honda dan Ron Dennis melihat Ayrton Senna sebagai masa depan tim. Dengan melihat kejadian di Suzuka, Prost ingat bahwa dia hanya memiliki satu mobil dengan maksimal empat atau lima mekanik, sementara rekan setimnya yaitu Arton Senna diberikan dua mobil dan 20 orang mekanik di sekelilingnya. Sebagai hasilnya, Prost mengumumkan sejak jauh-jauh hari di Juli 1989 bahwa ia akan mengundurkan diri dari McLaren dan Sang Professor ini akan segera bergabung dengan Scuderia Ferrari.[37] 1990–1991: Scuderia FerrariAlain Prost masuk menggantikan Gerhard Berger di Ferrari dan bermitra dengan pembalap Inggris Nigel Mansell untuk tahun 1990. Sebagai juara dunia bertahan, Prost mengambil alih posisi sebagai pemimpin tim dan ia saat itu mengaku sudah lebih relaks dan rendah diri dibandingkan Mansell. Mansell sendiri sempat teringat satu peristiwa di Grand Prix Inggris 1990, ketika ia menyetir mobil yang tidak sama seperti biasanya. Mekanik mobil Prost kemudian melihat hal itu dan berprasangka bahwa Mansell memiliki mobil lebih bagus ketimbang Prost.[38] Prost yang tidak tahu hal ini secara ajaib berhasil memenangkan lima balapan untuk Ferrari tahun itu, di Brasil, Meksiko, Prancis, Inggris dan Spanyol. Prestasi paling mengagumkan adalah di Grand Prix Meksiko, di mana ia menang setelah memulai start dari posisi 13. Dalam kedua balapan yaitu di Meksiko dan Spanyol, ia memimpin Mansell dan Ferrari di posisi 1-2 sampai lomba selesai. Prestasi Prost yang bagus kembali mengantarkannya masuk ke dalam kandidat juara dunia. Tapi kembali lagi kisah GP Jepang 1989 terulang, dan Prost kembali lagi bertabrakan dengan Senna di Jepang, kali ini di tikungan pertama selepas start. Prost hanya berada di posisi kedua klasemen pembalap dengan selisih tujuh poin dari Senna dan Ferrari berada di P2 klasemen akhir konstuktor di belakang McLaren.[39] Pada tahun 1991, Mansell meninggalkan tim Scuderia, karena hubungan yang tidak stabil dengan Prost,[40] dan ia bergabung kembali ke tim lamanya, Williams. Pengganti Mansell adalah pembalap Prancis lainnya, Jean Alesi, yang telah memukau seisi grid F1 selama dua tahun sebelumnya di tim Tyrrell. Ferrari tampak memasuki masa penurunan, sebagian di antara masalah mereka adalah karena mesin V12 tidak lagi kompetitif terhadap mesin yang lebih kecil, yaitu versi V10 yang terkenal akan efisiensi bahan bakar dan juga berat yang lebih ringan. Sasis Ferrari, meskipun telah berulang kali di revisi besar-besaran sejak GP Prancis masih juga tidak mampu selevel dengan McLaren dan Williams. Prost tidak satupun memenangkan lomba di 1991, dan ia hanya mendapatkan posisi podium lima kali. Ia melampiaskannya kekesalannya pada tim Italia dan kemudian emosi Prost ini pun dibalas balik oleh kritikan dari publik Italia dan Prost malah berbicara lantang dengan mengatakan bahwa mobil Ferrari-nya tidak lebih baik daripada truk.[41][42] Sebagai akibatnya, ia lantas dipecat secara tidak hormat sebelum akhir musim, tepat sebelum Grand Prix Australia.[43] Posisi Alain Prost kemudian digantikan oleh Gianni Morbidelli untuk balapan akhir musim 1991, dan oleh Ivan Capelli untuk musim berikutnya. Meski dipecat, Ferrari tetap membayar gaji sesuai kontrak yang masih berjalan untuk Prost.[44] 1993: Williams F1 (akhir karier)Gagal mendapat tim dengan performa kompetitif, Prost memutuskan untuk cuti sementara di musim 1992, yang didominasi oleh Nigel Mansell di Williams-Renault.[45] Setelah mendengar bahwa Prost akan kembali pada tahun 1993, Mansell meninggalkan Williams untuk membalap di seri CART. Prost dengan klausul kontraknya yang semakin rumit, meminta agar Williams tidak menarik pembalap sekaliber seperti Ayrton Senna pada tahun yang sama.[46] Akhirnya sebagai mitra dipilihlah Damon Hill untuk menemani Prost di 1993. Pembalap sebelumnya, Riccardo Patrese memilih hengkang ke Benetton karena muak mendengar permintaan Prost tersebut meskipun Patrese sebetulnya masih memiliki peluang untuk bertahan di tim.[47] Di musim terakhirnya di F1 ini, Alain Prost akhirnya berhasil memenangi gelar juara dunianya yang keempat kali, sekaligus yang terakhir, setelah membalap tanpa persaingan berarti dari Ayrton Senna dengan mobil McLaren-Ford yang buruk. Damon Hill sempat beberapa kali merepotkan Prost, tetapi atas persetujuan tim, ia dilarang untuk mengalahkan seniornya tersebut. Di akhir musim di GP Portugal, Prost mengumumkan bahwa ia tidak akan menetap bersama Williams untuk 1994, dan Senna diumumkan sebagai penggantinya untuk musim 1994. Prost sendiri memutuskan untuk pensiun sebagai pembalap F1. Di balapan terakhir di Adelaide, Prost memeluk mantan rekan setimnya Ayrton Senna, dan meminta maaf apabila selama mereka bersaing dulu ada tindakkan dari Prost yang tidak berkenan di hati Senna.[48] Prost sendiri kemudian dianugerahi gelar OBE dari Ratu Elizabeth II pada akhir tahun 1993.[48] Rekor mengagumkan Prost adalah 51 kemenangan balapan (Michael Schumacher memecahkan rekor Prost tersebut di musim 2001). Selain itu, Sang Professor juga masih memegang rekor sebagai pembalap terbanyak yang melakukan start dengan mesin turbo (126 kali), dan menjadi pemenang paling banyak di GP Prancis untuk kategori pembalap tuan rumah. Sampai saat ini pun hanya Alain Prost-lah satu-satunya pembalap Prancis yang memenangi balapan di kandang sendiri.[49] RivalitasPersaingan dengan Ayrton SennaPersaingan antara Prost dengan Ayrton Senna adalah salah satu persaingan yang terkemuka. Persaingan ini diawali pada musim 1988, ketika Senna bergabung dengan Prost di tim McLaren. Persaingan di antara keduanya paling terkemuka terjadi pada Grand Prix Portugal 1988, di mana Senna mencoba untuk memblok Prost dari mengambil pimpinan balap dengan "memaksa" Prost untuk berjalan berdekatan dengan tembok pit. Prost kemudian berhasil keluar dari pinggir mobil Senna, mengambil pimpinan, dan kemudian masuk pada tikungan pertama, namun dia tetap marah terhadap Senna atas maneuver berbahaya yang ia lakukan.[50] Persaingan semakin menjadi intensif pasca GP San Marino 1989, di mana kedua pembalap menyutujui di mana keduanya akan mendapatakan jalan masing – masing menuju tikungan pertama. Pada saat balapan dimulai, Senna segera meninggalkan garis awal dan Prost kemudian mengikutinya melewati tikungan pertama, tanpa memasuki jalan Senna. Kecelakaan Gerhard Berger pada putaran keempat menghentikan balapan. Pada saat dimulai kembali, adalah saat bagi Prost menjauh dibandingkan pembalap lainnya, namun Senna memaksa jalan dirinya untuk melewati Prost di tikungan pertama, yang menghancurkan perjanjian di antara keduanya pada awal balapan, membuat Prost sangat geram akan Senna. Prost sendiri kemudian justru dimarahi oleh tim McLaren, yang agaknya mendukung Senna. Hal itu membuat dirinya memilih untuk bergabung dengan Scuderia Ferrari untuk musim 1990.[51] Persaingan ini mencapai puncaknya pada akhir musim 1989, di mana gelar juara dunia ditentukan di antara Senna dan Prost pada Grand Prix Jepang di Suzuka. Kedua pembalap McLaren bertabrakan di sebuah tikungan ketika Prost memblok usaha Senna melewati dirinya. Prost berjalan meninggalkan balapan ketika Senna kembali ke trek dengan secara illegal memotong tikungan. Walau kemudian ia memenangkan balapan, manuver tersebut membuat dirinya terdiskualifikasi. Setelah banding yang diajukan McLaren gagal, Senna diharuskan membayar denda 100.000 Dolar AS dan skors enam bulan. Hal ini membuat Senna menuduh bahwa Presiden FIA Jean-Marie Balestre menguntungkan Prost. Diskualifikasi Senna berarti membuat Senna secara hitungan matematis tidak mungkin menyalip total poin Prost, sehingga juara dunia tahun 1989 diraih oleh Prost. Terdapat banyak perdebatan mengenai apakah Prost sengaja menabrak Senna, atau apakah Senna terlalu berambisi dalam manuver pengambilan posisi, atau apakah kecelakaan ini hanya insiden balapan di antara dua rekan balap yang saling sakit hati.[52] Musim 1990 kembali memperlihatkan kedua pembalap kembali terlibat dalam kecelakaan. Saat itu, Senna memimpin di depan Prost, yang kini dengan Ferrari, dalam perebutan gelar juara dunia. Prost telah terkualifikasi di posisi kedua untuk balapan kedua dari akhir musim ini di Suzuka, Jepang, dan Senna berada di tempat pertama. Sebelum balapan, Senna telah menyatakan keberatannya bahwa sisi awal balapannya merupakan sisi yang kotor, yang berarti dia akan grip yang lebih sedikit dan karenanya ia akan memulai balapan lebih lambat dibanding dengan Prost, yang menurutnya memulai balapan di sisi yang bersih. Namun, keberatan Senna ini ditolak oleh FIA.[53] Pada awal balapan, Prost memulai balapan lebih baik, namun pada saat pengereman di tikungan pertama, Senna menolak untuk menjauhkan diri, sehingga menabrak Prost pada kecepatan 160 mpj (260 kpj). Hal itu membuat gelar menjadi milik Senna.[54] Prost yang hampir pension dari dunia olahraga, menyatakan, "Apa yang ia lakukan adalah menjijikan. Dia adalah pria tanpa nilai."[25] Setahun kemudian, Senna mengakui pergerakan yang dilakukan dirinya adalah pergerakan yang telah direncanakannya sebelumnya, dalam rencana bals dendam atas Prost yang mengambil keduanya keluar dari balapan di tikungan di tempat yang sama tahun sebelumnya dalam posisi yang hamper sama.[55] Terdapat sebuah insiden kontroversial pada musim 1991. Prost yang tergabung bersama Ferrari tidak dapat untuk menantang Senna yang tergabung dengan McLaren, secara teratur. Pada GP Jerman 1991, Prost bertarung dengan Senna untuk posisi keempat. Namun, Prost merasa bahwa Senna bertahan dengan terlalu agresif dan memaksa Prost untuk mengambil tindakan penghindaran melalui jalan yang dapat digunakan untuk keluar. Prost kemudian membuat mesin mobilnya mati, namun dapat kembali dalam balapan. Ironisnya, Senna kehabisan bahan bakar pada putaran terakhir di tempat yang sama.[52] Prost kemudian mengambil cuti panjang pada tahun 1992, sementara Senna bertarung keras karena mobil McLaren-nya tak lagi kompetif untuk bertarung dengan tim Wiliiams. Ketika Prost mengumumkan bahwa dirinya akan bergabung dengan Williams untuk musim 1993 yang akan dating, Senna ingin bergabung pula dengan Williams, karena mereka merupakan tim terbaik. Namun, Prost memiliki klausul dalam kontraknya, di mana Prost melarang Senna sebagai rekan satu timnya, dan Senna yang sangat geram saat itu, menyebut Prost sebagai seorang pengecut selama sebuah konferensi pers di Sirkuit Estoril, Portugal.[56] Pada musim 1993, Prost dan Senna kembali melanjutkan persaingan mereka di arena balap. Prost dikawal oleh kepolisian setempat untuk menuju sirkuit Interlagos untuk Grand Prix Brasil, karena "permusuhan" Senna atas Prost.[57] Keduanya melanjutkan pertarungan di trek antara keduanya dalam Grand Prix Britania Raya di Silverstone, di mana Senna secara agresif, mempertahankan posisinya atas Prost. Pada Grand Prix terakhir Prost, yakni Grand Prix Australia, Prost ditarik ke atas oleh Senna menaiki tempat tertinggi podium untuk sebuah rangkulan.[58] Pada 1 Mei 1994, Ayrton Senna meninggal dunia dalam Grand Prix San Marino. Prost menjadi salah seorang pengusung jenazah Senna.[59] Prost kemudian berbicara empat tahun setelah kematian Senna. Prost memberitahu Nigel Roebuck, seorang jurnalis Inggris, bahwa ia "selalu menolak untuk berbicara mengenai dirinya." Ketika Senna meninggal, Prost menyatakan bahwa "sebuah bagian dari dirinya juga telah mati", karena karier mereka telah begitu terikat dengan Senna.[60] Senna juga merasakan perasaan yang sama ketika Prost pensiun pada akhir musim 1993, ketika dia mengakui seorang sahabat dekatnya, bahwa dia menyadari begitu besar motivasi dirinya, datang dari pertarungan dengan Prost. Hanya beberapa hari sebelum kematiannya, ketika pengambilan film sebuah putaran di Imola untuk televisi Prancis TF1, dia disambut Prost, kemudian kepada seorang cendikiawan di saluran televisi tersebut, ia menyatakan, "Aku ingin menyabut kembali temanku Alain - kami semua merindukanmu...". Prost menyatakan bahwa dia sangat tersentuh oleh hal itu.[61] Perbandingan dengan rekan setimDalam perjalanan kariernya, secara statistik, Alain Prost berhasil mengalahkan hampir semua rekan setimnya, di mana lima di antaranya merupakan juara dunia. Pengecualian hanya untuk musim 1984, saat ia dikalahkan Niki Lauda dengan setengah poin, dan di musim perdana Prost di 1980, di mana ia dikalahkan John Watson. Pada 1988, meskipun Prost secara statistik mencatatkan poin lebih banyak dibanding Ayrton Senna, namun secara regulasi hanya 11 dari 16 ronde balapan yang diambil sebagai penghitungan nilai untuk kejuaraan dunia, yang akhirnya dimenangi oleh Senna.
Kehidupan setelah pensiunSelama tahun 1994 dan 1995, Prost bekerja sebagai narasumber untuk saluran televisi asal Prancis, yaitu TF1.[62] Dia juga bekerja sebagai humas untuk tim Renault.[62] Prost kemudian kembali ke tim lamanya, McLaren, dan bekerja sebagai penasihat teknik, dan juga berkompetisi dalam L'Étape du Tour, sebuah acara tahunan terbuka untuk umum yang mengambil tempat sebelum Tour de France.[62] Walau bukan balapan resmi, para pembalap bertarung keras untuk posisi terdepan. Prost sendiri meraih posisi ke-12 di kategorinya, dan posisi ke-42 untuk keseluruhan dari 5.000 pembalap.[62] Prost Grand PrixPada musim 1989, Prost mulai memikirkan untuk memulai timnya sendiri, karena hubungannya dengan rekan satu timnya, Ayrton Senna, mulai berubah pahit. Prost dan John Barnard, yang merupakan mantan kepala perancang di McLaren, mulai mendirikan tim pada 1990. Namun, kurangnya sponsor membuat hal ini menjadi tidak mungkin, sehingga Prost memutuskan untuk pindah bersama Ferrari. Setelah bertengkar dengan Ferrari pada akhir tahun 1991, Prost menyadari dirinya tanpa tim untuk tahun 1992, setelah gagal dalam negosiasi ekstensif dengan Guy Ligier, mengenai membeli tim Ligiernya. Prost memutuskan untuk bergabung dengan Williams pada tahun 1993.[63] Pada musim 1995, saat Prost bekerja untuk Renault, orang mulai berpendapat bahwa tim Prost-Renault dapat dibentuk dalam waktu dekat yang akan datang.[63] Pada 13 Februari 1997, Prost membeli tim Liger dari Flavio Briatore, dan menamainya "Prost Grand Prix"[64] Tiga hari pasca pembelian, Prost menanda tangani kontrak tiga tahun dengan manufaktur mobil Prancis, Peugeot, yang memasok mesin tim pada musim 1998 hingga musim 2000.[64] Untuk musim pertama tim, Prost mempertahankan salah satu pembalap Ligier pada musim 1996 yang berkebangsaan Prancis, Olivier Panis, yang memenangi Grand Prix Monako pada tahun tersebut. Olivier Panis sendiri ditemani oleh pembalap Jepang, Shinji Nakano. Tim berlomba dengan mesin Mugen-Honda yang dipergunakan Ligier musim sebelumnya. Hal ini tampak menjanjikan pada awal musim, di mana tim meraih dua poin pada Grand Prix pertamanya di Australia, di mana Olivier Panis mengakhiri lomba di posisi kelima. Tim kemudian mencetak 13 poin lainnya, sebelum Olivier Panis mengalami patah kaki dalam kecelakaan pada Grand Prix Kanada. Dia kemudian digantikan oleh pembalap Minardi berkebangsaan Italia, Jarno Trulli. Dari situ, tim mulai mengalami penurunan dengan perlahan-lahan. Tim hanya mampu mencetak 5 poin selama proses pemulihan Panis. Panis kemudian kembali pada 3 akhir balapan. Prost GP akhirnya mengakhiri musim pertamanya di posisi keenam konstruktor, dengan meraih total 21 poin.[65] Prost kemudian menjadi presiden Prost Grand Prix pada awal musim 1998. Karena Peugeot telah memasok mesin untuk Prost GP, Mugen-Honda memutuskan untuk memasok untuk tim Jordan. Prost GP hanya mampu mencetak poin tunggalnya setelah Jarno Trulli mengakhiri Grand Prix Belgia di posisi keenam.[65] Musim 1999 menjadi musim krusial untuk Prost GP.[66] Prost kemudian merekrut John Barnard selaku konsultan teknik.[64] Perusahaan Teknologi Barnard B3 membantu Loic Bigois dan rancangan untuk AP02. Panis dan Trulli setuju untuk bersama dengan tim hingga akhir musim. Sementara mobil tidak dapat membuktikan diri menjadi perhatian utama, dan mesin Peugeot terbukti berat dan tidak dapat diandalkan.[67] Musim terakhir Peugeot menjadi pemasok mesin untuk Prost memperlihatkan sedikit optimisme. Prost kemudian merekut teman satu timnya di Ferrari musim 1991, Jean Alesi untuk menjadi pembalap utama dan juara Formula 3000 tahun 1999 asal Jerman, Nick Heidfeld untuk menemaninya. Musim ini ternyata kembali menjadi satu bencana lagi, di mana AP03 terbukti tidak dapat diandalkan dan sulit untuk dikendalikan. Hal semakin buruk ketika kedua pembalap terlibat dalam kecelakaan di Grand Prix Austria. Direktur teknik yang baru direkrut, Alain Jenkins, dipecat di pertengahan musim. Prost kemudian merestrukturisasi tim, dan merekerut Joan Villadelprat selaku direktur pengelola tim, serta merekrut Henri Durand selaku direktur teknik tim yang baru untuk menggantikan Jenkins.[64] Musim 2001 memperlihatkan optimisme yang cukup tinggi untuk tim di mana Ferrari setuju untuk menjadi pemasok mesin tim. Prost GP mulai berjalan di jalan yang benar.[64] Namun, uang mulai berkurang pada awal musim 2002, dan Prost keluar dari bisnisnya, dengan meninggalkan hutang sekitar 30 juta Dolar AS.[64] Setelah Prost GPPada musim 2002, Prost menghabiskan waktu dengan keluarganya dan berkompetisi dalam delapan balap sepeda, dan berada di posisi ketiga dalam Granite – Mont Lozère.[68] Prost juga membalap dalam seri balapan es Andros pada tahun 2003, dan meraih posisi kedua dalam kejuaraan tersebut, di belakang Yvan Muller.[69] Prost juga menjadi duta untuk Uniroyal, posisi yang dipegangnya hingga Mei 2006.[62] Prost kemudian melanjutkan berkompetisi di Trofi Andros, dan memenangkan gelar dengan Toyota pada musim 2006/07 dan 2007/08.[70][71] Untuk musim 2010, Aturan Olahraga FIA (Sporting Regulations) diubah, sehingga seorang mantan pembalap duduk di panel pengawas balapan (stewards). Prost merupakan salah satu pembalap pertama yang mengambil posisi ini, dalam Grand Prix Bahrain.[72] Pada tahun 2012, pabrikan mobil asal Prancis, yaitu Renault, mengangkat Prost sebagai duta internasional mereka.[73] Prost menyelesaikan acara Absa Cape Epic, sebuah acara balap sepeda gunung berjarak 700 km dan berdurasi delapan hari sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2012 dan 2013. Ia juga mengikuti acara ini pada tahun 2014, tetapi gagal mencapai garis finis.[74] Pada bulan Oktober 2013, diumumkan bahwa Prost akan bergabung bersama dengan pemilik tim DAMS, yaitu Jean-Paul Driot, untuk membentuk tim e.DAMS, yang akan berlaga di dalam ajang Formula E mulai dari bulan September 2014.[75] Pada bulan Juni 2014, diumumkan bahwa susunan pembalap untuk tim e.DAMS adalah putra Prost sendiri, yaitu Nicolas, dan mantan pembalap F1 yaitu Sébastien Buemi.[76] Tim ini lantas sukses memenangi gelar kejuaraan tim di musim perdana Formula E.[77] Pada tahun 2017, Prost kembali lagi ke dalam ajang balap F1, tetapi kali ini perannya lebih sebagai penasihat spesial untuk tim Renault.[78] Sejak bulan Juli 2019, ia menjabat sebagai direktur non-eksekutif di Renault Sport. Selama berlangsungnya balapan Formula Satu yang ke-1000, yaitu Grand Prix Tiongkok 2019, Prost mendapat kehormatan untuk mengibarkan bendera kotak-kotak pada saat pembalap Mercedes, yaitu Lewis Hamilton, melewati garis untuk meraih kemenangan yang ke-75 di dalam kariernya.[79] Prost melanjutkan perannya di dalam Tim Formula Satu Renault, yang kemudian berganti nama menjadi "Alpine F1 Team" pada musim 2021, hingga bulan Januari 2022, pada saat kepergiannya dari tim diumumkan.[80] StatistikDaftar kemenangan lombaMusim ke musim
Penghargaan
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|