Ayrton Senna
Ayrton Senna da Silva (bahasa Portugis Brasil: [aˈiʁtõ ˈsẽnɐ dɐ ˈsiwvɐ] ( dengarkan); 21 Maret 1960 – 1 Mei 1994) adalah seorang pembalap mobil profesional dari Brasil. Ia membalap di arena Formula Satu dari musim 1984 sampai dengan musim 1994, dan sukses meraih tiga kali gelar juara dunia pada musim 1988, 1990, dan 1991, pada saat ia bergabung bersama dengan tim McLaren. Ia dikenal juga sebagai salah satu pembalap legendaris dalam sejarah olahraga bermotor roda empat secara umum.[1][2][3] Ia meninggal dunia akibat mengalami kecelakaan fatal di Grand Prix San Marino 1994 pada saat sedang memimpin lomba.[4] Senna memulai karier membalapnya sejak usia kecil di ajang gokart. Ia lantas pindah ke balapan mobil roda terbuka pada tahun 1981, dan berhasil memenangkan gelar juara Formula Tiga Inggris musim 1984. Ia lantas memulai debut F1-nya di musim 1984 bersama dengan tim Toleman, sebelum kemudian pindah ke tim Lotus di musim 1985, dan berhasil memenangi enam lomba dalam kurun waktu tiga musim selanjutnya. Ia beralih ke tim McLaren pada musim 1988, dan bermitra bersama dengan seorang pembalap asal Prancis, yakni Alain Prost. Kombinasi duet ini lantas bersaing ketat dan sukses memenangi 15 dari 16 lomba di musim tersebut, dengan Senna yang tampil sebagai juara dunia. Prost lantas membalas kekalahannya di musim 1989, sebelum Senna kembali lagi memenangi gelar juara dunia di musim 1990 dan 1991. Pada musim 1992, koalisi tim Williams bersama dengan pabrikan mesin Renault mulai mendominasi arena F1, dan Senna hanya bisa finis di urutan keempat di klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap pada musim tersebut, disusul dengan urutan kedua di klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap pada musim 1993. Senna lantas beralih ke tim Williams di musim 1994. Senna sering disebut sebagai pembalap F1 terbaik sepanjang masa dalam beberapa survei, baik dari dalam F1 sendiri, maupun dari kalangan para penggemar F1.[5][6][7][8] Ia dikenal sebagai salah satu pembalap spesialis kualifikasi, yang terbukti lewat catatan 65 kali pole yang ia raih sepanjang kariernya. Rekor catatan pole Senna bertahan sampai dengan musim 2006, sebelum kemudian dipecahkan oleh Michael Schumacher. Senna juga dikenal piawai dalam membalap di trek basah lewat hasil yang ia peroleh di Monako 1984, Portugal 1985, dan Eropa 1993. Senna juga mencatat rekor sebagai pembalap yang paling sering memenangi Grand Prix Monako, yaitu sebanyak enam kali (1987, 1989, 1990, 1991, 1992, dan 1993). Di sisi lain, Senna juga terlibat dalam beberapa kontroversi dalam kariernya, terutama pada saat ia bersaing melawan Prost dengan dua kali tabrakan di Jepang 1989 dan 1990, yang mana kedua lomba tersebut merupakan lomba yang menentukan gelar juara dunia pembalap pada musim tersebut. Kehidupan dan karier awalSenna lahir di Rumah Sakit Bersalin Pro-Matre di Santana, sebuah lingkungan di São Paulo, Brasil.[9] Anak tengah pemilik tanah dan pemilik pabrik Brasil yang makmur, yaitu Milton da Silva, dan istrinya, yaitu Neide Senna da Silva. Senna memiliki kakak perempuan, yaitu Viviane, dan seorang adik laki-laki, yaitu Leonardo.[10] Senna adalah seorang kidal.[11] Rumah tempat Senna menghabiskan empat tahun pertama hidupnya adalah milik ayah Neide, yaitu João Senna. Terletak di sudut Avenida Aviador Guilherme dengan Avenida Gil Santos Dumont, kurang dari 100 meter dari Campo de Marte, yaitu sebuah daerah yang luas, di mana mereka mengoperasikan taman Aeronautics Material dan sebuah bandara. Senna sangat atletis, Ia unggul dalam senam dan olahraga lainnya dan mengembangkan ketertarikan pada mobil dan balap motor pada usia empat tahun. Ia sempat mengalami kekurangan koordinasi motor dan mengalami kesulitan menaiki tangga pada usia tiga tahun. Sebuah electroencephalogram (EEG) menemukan bahwa Senna tidak mengalami masalah. Orang tuanya memberi Senna julukan "Beco".[12] Pada usia tujuh tahun, Senna pertama kali belajar mengendarai Jeep mengelilingi pertanian keluarganya, dan mendapatkan keuntungan dari perubahan persneling tanpa menggunakan kopling.[13] Senna menghadiri Colegio Rio Branco di Higienópolis di area São Paulo, Brasil, dan lulus pada tahun 1977, dengan tingkatan nilai 5 dalam bidang fisika dan kelas lainnya dalam bidang matematika, kimia, dan bahasa Inggris. Ia kemudian mendaftarkan diri di sebuah perguruan tinggi yang mengkhususkan diri dalam administrasi bisnis, tetapi memilih keluar setelah tiga bulan.[14] Secara keseluruhan, nilainya mencapai 68%.[12] Mobil gokar pertama Senna dibangun oleh ayahnya dengan menggunakan mesin pemotong rumput 1 HP berukuran kecil. Senna mulai balapan di Interlagos, São Paulo, Brasil, dan memasuki kompetisi karting pada usia 13 tahun.[15] Ia memulai balapan pertamanya di pole position, dan menghadapi saingan yang beberapa tahun lebih tua darinya; meskipun demikian, ia berhasil memimpin sebagian besar balapan, sebelum tersingkir dari arena setelah bertabrakan dengan saingannya. Lucio Pascal Gascon kemudian menjadi manajer Senna.[16] Senna kemudian berhasil memenangkan Kejuaraan Karting Amerika Selatan pada tahun 1977. Ia mengikuti Kejuaraan Dunia Karting setiap tahun dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1982, dan berhasil meraih posisi runner-up pada tahun 1979 dan 1980.[17] Pada tahun 1978, Senna bermitra dengan Terry Fullerton, yang kemudian dirasa Senna sebagai salah satu rival beratnya, terutama untuk tingkatan uang dan politik pada saat itu.[18] Pada tahun 1981, Senna pindah ke negara Inggris untuk memulai balap kursi tunggal profesionalnya. Ia berhasil memenangkan RAC dan Kejuaraan Formula Ford 1600 Townsend-Thoreson pada tahun tersebut dengan tim Van Diemen. Meski demikian, Senna pada awalnya tidak percaya bahwa dirinya akan terus berkarier di ajang balapan. Pada akhir musim, di bawah tekanan dari kedua orang tuanya untuk berperan dalam bisnis keluarga, Senna mengumumkan pengunduran dirinya dari ajang Formula Ford dan kembali lagi ke negara Brasil.[12][19] Sebelum meninggalkan negara Inggris, Senna sempat ditawari untuk membalap dengan tim Formula Ford 2000, dengan imbalan sebesar £10.000. Kembali lagi ke negara Brasil, ia memutuskan untuk menerima tawaran ini dan kembali lagi tinggal di negara Inggris. Karena da Silva adalah nama keluarga Brasil yang paling umum, ia malah mengadopsi nama gadis ibunya, yaitu Senna.[20] Senna kemudian berhasil memenangkan kejuaraan Formula Ford 1982 Inggris dan Eropa 1982.[21] Untuk musim itu, Senna tiba dengan sponsor dari Banerj and Pool.[12] Pada tahun 1983, Senna membalap di Kejuaraan Formula Tiga Inggris untuk tim West Surrey Racing. Ia mendominasi paruh pertama musim ini sampai Martin Brundle, yang mengendarai mobil serupa untuk tim Eddie Jordan Racing, menutup celah di bagian kedua kejuaraan. Senna memenangkan gelar di babak final setelah bertarung dengan ketat dan sengit melawan Brundle.[22] Pada bulan November tahun itu, Senna juga berjaya di lomba Formula Tiga Grand Prix Makau bersama dengan tim Theodore Racing milik Teddy Yip.[23][24] Karier Formula Satu1984: TolemanPada tahun 1983, Senna melakukan pengetesan mobil untuk tim Formula Satu Williams, McLaren, Brabham, dan Toleman. Peter Warr dari tim Lotus, Ron Dennis dari tim McLaren, dan Bernie Ecclestone dari tim Brabham mengajukan penawaran untuk pengujian pada tahun 1984, dan mempresentasikan kontrak jangka panjang yang mengikat Senna untuk dikemudikan nanti. Selama sesi tes untuk tim Williams di sirkuit Donington Park, Senna menyelesaikan 40 lap dan lebih cepat daripada pembalap lain, juara dunia bertahan Keke Rosberg.[25] Baik tim Williams maupun McLaren tidak memiliki lowongan untuk musim 1984. Bos tim Williams, yaitu Frank Williams, dan bos tim McLaren, yaitu Ron Dennis, mencatat bahwa Senna bersikeras bahwa ia harus menjalankan mobil mereka di depan orang lain (selain dari pembalap reguler mereka seperti Rosberg), sehingga ia akan memiliki peluang terbaik untuk tampil baik dengan mobil yang baru. Peter Warr sebenarnya ingin menggantikan Nigel Mansell dengan Senna di tim Lotus, tetapi sponsor utama mereka yang berbasis di Inggris, yaitu Imperial Tobacco (John Player & Sons), menginginkan seorang pembalap asal Inggris. Senna, bagaimanapun, bertekad untuk turun di dalam ajang F1 pada musim tersebut dan tentunya dengan caranya sendiri. Tes Senna untuk tim Brabham terjadi di Sirkuit Paul Ricard pada bulan November 1983, Senna mengesankan kru tim Brabham dan dikaitkan dengan kursi kedua mereka. Namun, sponsor utama tim ini, yang merupakan sebuah perusahaan susu asal Italia, yaitu Parmalat, menginginkan seorang pembalap asal Italia. Mobil kedua Brabham akhirnya dibagikan kepada dua bersaudara Teo dan Corrado Fabi, sementara Nelson Piquet berhasil meyakinkan Ecclestone untuk mengontrak temannya, yaitu Roberto Moreno, sebagai pembalap penguji.[26][27] Akibatnya, ia bergabung bersama dengan tim Toleman, sebuah tim F1 yang relatif masih baru pada saat itu, dan menggunakan ban Pirelli yang kurang kompetitif.[28][29] Johnny Cecotto dari Venezuela, mantan juara dunia Grand Prix Sepeda Motor, adalah rekan satu timnya.[30] Selama tahun 1984, Senna menyewa Nuno Cobra untuk menilai kondisi fisiknya. Senna khawatir tentang kondisinya karena berat badannya rendah.[15] Senna melakukan debut di Grand Prix Brasil di Rio de Janeiro. Ia start dari posisi ke-17, tetapi kemudian tersingkir usai mesinnya meledak di lap kedelapan. Ia berhasil meraih poin F1 perdananya di Grand Prix Afrika Selatan di Kyalami dengan kejang otot yang parah. Ia kembali meraih poin dua minggu kemudian di lomba Grand Prix Belgia. Kombinasi masalah ban dan masalah tekanan bahan bakar mengakibatkan kegagalannya untuk lolos babak kualifikasi di lomba Grand Prix San Marino, yang menjadi satu-satunya catatan gagal lolos babak kualifikasi dalam karier Senna. Tim Toleman memutuskan untuk tidak menjalankan kedua mobil pada Jumat kualifikasi di Imola karena perselisihan dengan pemasok ban Pirelli (Tim Toleman sedang dalam proses peralihan dari ban Pirelli ke ban Michelin). Senna kemudian mengalami masalah tekanan bahan bakar pada sesi hari Sabtu yang basah di Tosa (titik terjauh di sirkuit dari pit), dan tidak punya cukup waktu untuk memperbaikinya untuk memungkinkannya mencetak waktu kualifikasi.[31] Hasil terbaik Senna musim ini datang di Monako, balapan cuaca basah pertama musim ini. Berawal dari kualifikasi posisi ke-13 di grid, ia membuat kemajuan yang mantap pada saat lomba berjalan dengan melewati Niki Lauda untuk posisi kedua pada lap 19. Ia dengan cepat mulai memotong celah untuk pemimpin lomba Alain Prost, tetapi sebelum ia bisa menyerang Prost, balapan dihentikan pada lap 31 untuk alasan keamanan, karena hujan semakin deras. Pada saat balapan dihentikan, Senna berhasil memotong selisih waktu dengan Prost sekitar 4 detik per lap (sementara Stefan Bellof dari tim Tyrrell-Ford menangkap keduanya dengan kecepatan yang sama, meskipun ia kemudian didiskualifikasi karena pembatasan berat yang dilanggar oleh tim Tyrrell).[32] Terkenal sepanjang kariernya karena kapasitasnya untuk memberikan rincian teknis yang sangat spesifik tentang kinerja mobilnya dan kondisi lintasan jauh sebelum munculnya telemetri, karakteristik ini membuat insinyur balap F1 pertama Senna, yaitu Pat Symonds, menganggap Grand Prix Dallas sebagai sorotan awal musim debut Senna, bukan Grand Prix Monako yang lebih populer, tempat Senna dan tim Toleman mencetak podium pertama mereka. Ini mengacu pada ingatan berikut yang diberikan oleh Symonds dalam sebuah wawancara pada tahun 2014, untuk menandai peringatan 20 tahun kematian Senna:[33]
Musim itu, Senna naik dua kali naik podium — ia berhasil finis ketiga di Inggris dan Portugal — dan berada di posisi ke-9 dalam klasemen akhir Kejuaraan Dunia Pembalap dengan 13 poin secara keseluruhan. Ia tidak ambil bagian dalam Grand Prix Italia setelah terkena diskors oleh tim Toleman karena melanggar kontraknya dengan menandatangani untuk tim Lotus untuk musim 1985 tanpa memberitahu tim Toleman terlebih dahulu.[34] Senna menjadi pembalap pertama yang ditandatangani oleh tim Lotus yang tidak dipilih secara pribadi oleh pendiri tim ini, yaitu Colin Chapman, yang meninggal pada tahun 1982. Senna juga melaju dalam dua balapan non-Formula Satu pada tahun 1984: ADAC 1000 km di Nürburgring bersama Henri Pescarolo dan Stefan Johansson, ia mengendarai mobil Porsche 956 tim Joest Racing dan finis ke-8, serta perlombaan eksibisi untuk merayakan pembukaan Nürburgring yang baru sebelum Grand Prix Eropa. Di dalam perlombaan ini, dilibatkan juga beberapa pembalap Formula 1 dulu dan sekarang, termasuk diantaranya adalah Stirling Moss dan mantan juara dunia, antara lain Jack Brabham, Denny Hulme, dan Alan Jones, yang kesemuanya mengendarai mobil sport seragam Mercedes 190E 2.3-16. Alain Prost memulai lomba ini dari posisi terdepan, tetapi Senna memimpin di tikungan pertama pada lap pertama. Ia berhasil menang di depan Niki Lauda dan Carlos Reutemann.[35] Setelah balapan, Senna mengatakan, "Sekarang saya tahu saya bisa melakukannya."[36] Senna adalah pilihan menit terakhir yang diambil oleh Mercedes, mengambil alih dari Emerson Fittipaldi. 1985–1987: Lotus1985: Tahun pertama di LotusSenna bermitra pada tahun pertamanya di tim Lotus-Renault bersama dengan pembalap asal Italia, yaitu Elio de Angelis. Pada lomba kedua musim ini di Portugal, Senna berhasil meraih posisi pole yang pertama dalam karier F1-nya. Ia lantas berhasil mempertahankan posisinya menjadi kemenangan lomba perdananya. Lomba sendiri diadakan dalam kondisi yang sangat basah. Senna menang dengan selisih lebih dari satu menit dari Michele Alboreto dan mampu melakukan overlap, sampai termasuk Patrick Tambay yang berada di posisi ketiga.[37] Perlombaan ini juga menjadi raihan 'Grand Slam' yang pertama dalam karier Senna, karena ia juga berhasil meraih putaran tercepat di balapan ini. Ia tidak finis di zona poin lagi sampai berada di urutan kedua di Austria, meski merebut posisi pole tiga kali lagi dalam periode intervensi. (Tekadnya untuk mengambil posisi start terdepan di Monako telah membuat Alboreto dan Niki Lauda marah; Senna telah menetapkan waktu yang cepat lebih awal dan dituduh secara sengaja membohongi pembalap lain dengan menjalankan lebih banyak putaran daripada yang diperlukan. Tuduhan ini kemudian Senna bantah, meskipun tuduhan ini terus berlanjut di Kanada, ketika para pembalap menuduhnya melaju di jalur balap dalam kondisi lambat ketika lawan-lawannya sedang mencatatkan waktu).[38] Dua podium kemudian berhasil diraih di Belanda dan Italia, sebelum Senna menambahkan kemenangan keduanya, lagi-lagi dalam kondisi basah, di Circuit de Spa-Francorchamps di Belgia.[39] Hubungan antara Senna dengan de Angelis memburuk sepanjang musim, karena kedua pembalap menuntut status pembalap top dalam tim Lotus, dan setelah menghabiskan enam tahun di tim ini, de Angelis memilih hengkang ke tim Brabham pada akhir tahun, dengan dalih bahwa tim Lotus terlihat lebih mementingkan Senna.[40] Senna dan de Angelis masing-masing menyelesaikan musim ini di urutan keempat dan kelima klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap, dengan seliisih hanya lima poin. Namun, dalam hal kualifikasi, Senna mulai memantapkan dirinya sebagai yang tercepat di lapangan: raihan tujuh kali posisi pole musim itu jauh lebih banyak daripada pembalap lain (mesin kualifikasi Renault V6 dilaporkan memproduksi lebih dari 1.000 bhp (746 kW; 1.014 PS)).[41] 1986: Membangun reputasiPosisi Elio de Angelis di tim Lotus digantikan oleh Johnny Dumfries dari Skotlandia, setelah Senna memveto rencana tim untuk merekrut Derek Warwick, dengan alasan bahwa tim Lotus tidak akan dapat menjalankan mobil kompetitif untuk dua pembalap top pada saat yang sama. Pada awalnya, Senna mencoba mereferensikan mantan teman kost sekaligus rekan senegaranya asal Brasil, yaitu Maurício Gugelmin, untuk bergabung bersama dengan tim ini sebagai pembalap nomor dua murni. Hal ini kemudian ditolak oleh sponsor utama tim ini, yaitu John Player & Sons (JPS), yang tetap bersikeras bahwa tim ini minimal harus punya pembalap asal Inggris, yang mengarah ke perekrutan Dumfries. Senna kemudian mengakui, "Bahwa saya sempat berprasangka buruk. Sampai saya akhirnya memiliki hubungan yang baik dengan Derek."[42] Senna memulai musim ini dengan baik, ia berada di urutan kedua di Brasil di belakang mobil Williams-Honda yang dikendarai oleh Nelson Piquet. Senna kemudian berhasil memenangkan Grand Prix Spanyol dengan selisih hanya 0,014 detik saja dari rekan setim Piquet, yaitu Nigel Mansell, yang juga menjadi salah satu finis terdekat di dalam sejarah ajang F1 untuk mendapati dirinya memimpin klasemen sementara Kejuaraan Dunia Pembalap setelah dua lomba berjalan.[43] Namun, reliabilitas mobil yang buruk, terutama di paruh kedua musim, membuatnya harus puas terjatuh di belakang pasangan tim Williams (Mansell dan Piquet), serta juara dunia bertahan, yaitu Alain Prost. Meskipun demikian, Senna sekali lagi menunjukkan kualitasnya sebagai spesialis kualifikasi, dengan raihan delapan kali posisi pole. Dengan total raihan enam podium termasuk kemenangan lain di Detroit, Senna menyelesaikan musim ini di posisi keempat klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap, dengan total 55 poin.[44] Setelah berhasil memenangkan Grand Prix Detroit – yang terjadi hanya sehari setelah Brasil harus rela tersingkir dari Piala Dunia FIFA 1986 – Senna meminta bendera Brasil kepada pendukungnya di pinggir lintasan, dan ia mengendarai mobil selama satu putaran sambil melambaikan bendera Brasilnya. Setelahnya, kebiasaan ini menjadi ritual rutin setiap Senna berhasil memenangi sebuah lomba.[18] Senna juga menjajal reli singkat, di mana ia mengendari mobil Vauxhall Nova, MG Metro 6R4, Ford Sierra RS Cosworth, dan Ford Escort di sebidang tanah yang tertutup untuk umum.[45] 1987: Membangun hubungan baik dengan HondaTeam Lotus memiliki kesepakatan mesin baru pada tahun 1987, dengan menjalankan mesin Honda V6 turbo yang sama seperti yang digunakan oleh tim Williams untuk memenangkan kejuaraan dunia musim sebelumnya. Senna pun mendapat rekan setim yang baru, yaitu seorang pembalap asal Jepang berusia 34 tahun, Satoru Nakajima. Tim ini menjamin Senna perlakuan preferensi kontrak atas Nakajima dalam alokasi peralatan lomba.[46] Senna memulai musim ini dengan hasil campuran: podium di San Marino, disusul oleh kontroversi pada lomba berikutnya di Spa-Francorchamps, di mana ia bertabrakan dengan Mansell, dan kemudian di garasi pit, Mansell yang marah mencekik Senna, sebelum kemudian berhasil dipisahkan oleh para mekanik tim Lotus.[47][48] Senna kemudian berhasil memenangkan dua lomba berturut-turut, yang membawanya memimpin di klasemen sementara Kejuaraan Dunia Pembalap: Grand Prix Monako (kemenangan pertama dari enam kemenangan Senna di negara kecil ini) dan Grand Prix Detroit, yang juga menjadi kemenangan kedua dalam dua tahun beruntun di sirkuit jalanan Michigan.[49] Kemenangan Senna di Detroit pada tahun 1987 ini juga menjadi yang pertama untuk suspensi aktif yang diterapkan di sebuah mobil F1.[50] Memasuki pertengahan musim, tim Williams mulai mendominasi dan unggul jauh atas lawan-lawannya. Jarak antara sesama tim bermesin Honda menjadi sangat jelas di Grand Prix Inggris, di mana Mansell dan Piquet mampu mengungguli Senna dan Nakajima yang berada di urutan ketiga dan keempat dengan selisih satu lap. Akibat dari hal tersebut, Senna menjadi tidak puas dengan peluangnya di Lotus, dan pada saat lomba di Monza, diumumkan bahwa ia akan pindah ke tim McLaren untuk tahun 1988.[51] Senna menyelesaikan musim ini dengan kuat, dengan finis di urutan kedua dalam dua lomba terakhir di Jepang dan Australia. Namun, pemeriksaan pasca-perlombaan di lomba terakhir menemukan bahwa saluran rem mobil Lotus-nya menjadi lebih lebar dari yang diizinkan oleh aturan, dan ia didiskualifikasi, dan membuat akhir musim Senna di tim Lotus berakhir dengan mengecewakan.[52] Senna berada di peringkat ketiga dalam klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap dengan 57 poin, dengan enam kali naik podium dan hanya satu kali posisi pole. Musim ini menandai titik balik dalam karier Senna, karena sepanjang tahun ia membangun hubungan yang mendalam dengan Honda, yang membayar dividen besar, karena tim McLaren telah berhasil mengamankan kontrak mesin Honda yang pindah dari tim Williams untuk musim 1988.[53] 1988–1993: McLaren1988: Pindah tim dan meraih gelar juara dunia pertamaPada tahun 1988, karena hubungan yang berhasil dibangun dengan Honda sepanjang musim 1987 selama masih di tim Lotus, dan dengan persetujuan pembalap nomor satu tim McLaren dan juara dunia dua kali Alain Prost, Senna bergabung bersama dengan tim McLaren.[54] Fondasi ini akan mengawali kompetisi sengit antara Senna dan Prost, yang berpuncak pada sejumlah insiden lomba yang dramatis di antara keduanya selama lima tahun ke depan.[55] Namun, mereka juga tetap menyadari, bahwa terlepas dari persaingan pribadi mereka, mereka harus tetap bekerja sama, terutama dalam pengujian, untuk tetap berada di depan lawan utama mereka dari tim Ferrari, Williams, Benetton, Lotus, dan March. Salah satu insiden penting di musim ini adalah di Monako, pada saat Senna mengungguli Prost dengan selisih 1,4 detik, dan memimpin sebagian besar lomba, sebelum tiba-tiba menabrak dinding pembatas pada lap ke-67.[56] Alih-alih kembali ke pit lane, Senna justru lebih memilih untuk kembali lagi ke apartemennya, dan tidak menghubungi tim sampai malam hari saat tim berkemas. Karena kamera televisi tidak menangkap insiden tersebut, bos tim McLaren, yaitu Ron Dennis, tidak tahu apa yang menyebabkan insidenya sampai saat itu, meskipun Prost berspekulasi bahwa menilai dari tanda ban, tampaknya terlihat Senna telah memotong penghalang di area Portier, yang kemudian melemparnya ke pagar pembatas luar. Pada Grand Prix Portugal, Prost membuat awal yang sedikit lebih cepat daripada Senna, tetapi pembalap asal Brasil itu menukik ke sudut pertama di depan. Prost merespon dan mencoba untuk melewati Senna di akhir lap pertama. Senna berbelok untuk memblokir Prost, memaksa Prost hampir yang hampir memepet ke dinding pit dalam kecepatan 290 km/j (180 mil/j). Prost menahan kakinya dan segera menyingsingkan Senna ke sudut pertama dan mulai menarik diri. Meskipun Prost marah dengan manuver Senna, pembalap asal Brasil tersebut hanya mendapat peringatan saja dari FIA. Pada saat rapat tim pasca-balapan, Prost menyuarakan amarahnya pada tindakan yang mendorong Senna untuk meminta maaf kepada Prost atas insiden tersebut. Pada akhirnya, pasangan ini berhasil memenangkan 15 dari 16 balapan dengan mobil McLaren MP4/4, dengan Senna yang berada di puncak dan sekaligus memenangkan gelar juara dunia F1 pertamanya, dengan meraih delapan kemenangan berbanding tujuh kemenangan Prost. Sebenarnya, Prost mencetak lebih banyak poin selama musim berjalan. Akan tetapi, peraturan pada saat itu menyatakan bahwa hanya 11 dari 16 lomba saja yang diambil sebagai penilaian untuk kejuaraan dunia.[57] Namun, insiden terbesar di musim 1988 terjadi di Grand Prix Italia di Monza. Dengan dua lap tersisa, Senna memimpin lima detik atas duet tim Ferrari, yaitu Gerhard Berger dan Michele Alboreto, yang perlahan tetapi pasti mendekati McLaren di akhir lomba (Prost tersingkir dari lomba dengan mesin yang bermasalah). Saat berada di Rettifilo Chicane, Senna mendekati mobil tim Williams yang pada saat itu dikemudikan oleh Jean-Louis Schlesser (yang menggantikan posisi Nigel Mansell yang sedang tidak sehat). Schlesser membelok lebar dan berusaha memberi Senna ruang untuk overlap, namun, kemudian, ia kehilangan kendali dan mencoba memperbaiki arah, sebelum kemudian bertabrakan dengan Senna. Dua Ferrari lantas menyalip Senna dan finis 1-2, yang pertama di Grand Prix Italia sejak kematian pendiri tim Enzo Ferrari. Lomba ini menjadi satu-satunya lomba yang tidak berhasil dimenangkan oleh tim McLaren pada tahun 1988. Selama musim ini berjalan, Senna juga berhasil menulis ulang buku catatan. Delapan kemenangan yang berhasil diraih olehnya mengalahkan rekor lama dari tujuh yang dipegang bersama oleh Jim Clark (1963) dan Prost (1984). Raihan 13 kali posisi pole juga mengalahkan rekor sembilan kali posisi pole yang dipegang oleh Nelson Piquet (1984). 1989: Kekalahan yang kontroversialTahun berikutnya, persaingan antara Senna dan Prost meningkat menjadi banyak pertempuran di lintasan dan perang psikologis yang menghadangnya.[58] Beberapa kontroversi juga muncul setelah konferensi pers Grand Prix Prancis, ketika Ron Dennis menyatakan bahwa tim McLaren menemukan perbedaan yang konsisten antara mesin Honda antara Prost dan Senna yang sedikit merugikan Prost.[59] Ketegangan dan ketidakpercayaan antara kedua pembalap meningkat ketika Senna menyalip Prost saat restart Grand Prix San Marino. Prost lantas berujar bahwa Senna telah melanggar perjanjian pra-lomba, Senna balas menyangkal telah terjadi kesepakatan, meskipun cerita Prost didukung oleh John Hogan sebagai perwakilan dari Marlboro, yang menjadi sponsor tim McLaren pada saat itu. Senna memimpin pada awal kejuaraan dunia pembalap dengan kemenangan di San Marino, Monako dan Meksiko. Senna juga mencapai prestasi memimpin setiap putaran lomba yang kemudian baru bisa disamai oleh Sebastian Vettel pada 2012.[60] Senna juga berhasil menang di Jerman, Belgia, dan Spanyol. Namun, masalah reliabilitas yang terjadi di Phoenix, Kanada, Prancis, Inggris, dan Italia, bersama dengan tabrakan di Brasil dan Portugal, akhirnya membawa gelar juara dunia pembalap mendekati Prost yang bisa tampil lebih konsisten.[61] Prost berhasil menjadi juara dunia musim 1989 setelah tabrakan kontroversial dengan Senna di Sirkuit Suzuka di Jepang, yang menjadi lomba kedua terakhir musim ini. Senna harus memenangkan untuk tetap bertahan dalam persaingan gelar juara dunia pembalap tersebut. Prost berhasil meninggalkan grid lebih cepat dari Senna dengan melepaskan penutup brankar dari mobilnya, yang tidak diketahui oleh Senna.[62] Pengurangan downforce aerodinamis ini membuat mobil Prost menjadi lebih cepat di jalan lurus, tetapi lebih lambat melalui tikungan - pilihan cerdas untuk membuat Senna kesulitan di trek yang terkenal sulit untuk menyalip ini. Pada lap ke-46, Senna berhasil mendekati dan bersebelahan dengan Prost dan mencoba menyalip dari sisi dalam di chicane terakhir. Prost berbelok ke kanan ke tikungan yang akan datang, memotong Senna dan beradu roda dengannya. Tabrakan itu menyebabkan kedua mobil McLaren meluncur keluar trek. Prost meninggalkan lomba pada saat itu, sedangkan Senna mendesak petugas marshal untuk mendorong mobilnya, dan kemudian melanjutkan perlombaan setelah menjalani pit stop untuk mengganti hidung yang rusak di mobilnya. Ia memimpin dari mobil Benetton yang dikendarai oleh Alessandro Nannini, dan kemudian berhasil mengklaim kemenangan, hanya untuk didiskualifikasi beberapa saat setelahnya setelah pertemuan pengawas lomba pasca-balapan. Senna didiskualifikasi karena menerima bantuan marshal, memotong chicane setelah tabrakan dengan Prost, dan karena menyeberang ke jalur masuk pit yang bukan bagian dari trek.[63][64] Penangguhan besar dari Super Licence dikeluarkan pada musim dingin 1989,dan Senna yang marah terlibat dalam kritik publik dengan FIA dengan presidennya pada saat itu, yaitu Jean-Marie Balestre, yang ia tuduh berbuat kolusi karena didiskualifikasi di Jepang. Senna mengklaim bahwa Balestre telah memaksa pengawas lomba untuk mendiskualifikasi dirinya sehingga Prost (yang notabene sesama Prancis seperti Balestre) dapat memenangkan kejuaraan dunia pembalap, meskipun para pengawas lomba membantah bahwa Balestre memaksa keputusan mereka, dan mengklaim bahwa Balestre sama sekali tidak hadir ketika keputusan itu dibuat.[65] Senna menyelesaikan musim keduanya di tim McLaren dengan enam kemenangan dan satu tempat kedua. Prost meninggalkan tim McLaren di akhir musim untuk bergabung bersama dengan tim Ferrari untuk tahun berikutnya.[66] 1990: Meraih gelar kedua dengan kontroversialPada tahun 1990, Senna memimpin dengan solid dalam kejuaraan dunia pembalap dengan enam kemenangan, dua tempat kedua, dan tiga tempat ketiga. Dengan Prost yang pindah ke tim Ferrari, ia juga memiliki rekan setim yang baru, yaitu pembalap asal Austria, Gerhard Berger. Di antara kemenangannya adalah putaran pembukaan di Phoenix, di mana ia bertarung untuk memimpin selama beberapa putaran melawan pembalap muda Jean Alesi. Senna juga berhasil menang di Jerman, di mana ia bertarung dengan pembalap Benetton, yaitu Alessandro Nannini, sepanjang perlombaan. Ketika musim mencapai kuartal terakhirnya, Alain Prost dengan mobil Ferrari-nya tampil sebagai penantang gelar juara dunia pembalap dengan lima kemenangan, termasuk kemenangan penting di Spanyol, pada saat ia dan rekan satu timnya, yaitu Nigel Mansell, finis 1-2 untuk Scuderia. Senna sendiri tersingkir dari arena dengan radiator yang rusak, dan jarak antara Senna dan Prost di klasemen sementara kejuaraan dunia pembalap sekarang menjadi 9 poin dengan dua balapan tersisa.[67] Pada putaran kedua terakhir kejuaraan di Jepang, di mana Senna dan Prost bertabrakan pada tahun sebelumnya, Senna berhasil meraih posisi pole di depan Prost. Sebelum sesi kualifikasi, Senna meminta jaminan dari penyelenggara untuk memindahkan kotak start posisi pole ke sisi yang bersih. Setelah sesi kualifikasi, presiden FIA Balestre justru menolak permintaan Senna, dan membalikkan ke kondisi sebelumnya, sehingga menempatkan Prost start di posisi kiri yang bersih, dan Senna start di sebelah kanan trek yang kotor. Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh jurnalis F1, yaitu Maurice Hamilton, FIA telah memperingatkan bahwa melewati garis kuning keluar pit di sebelah kanan untuk memposisikan diri lebih baik di tikungan pertama tidak akan di toleransi, yang tentunya membuat Senna semakin marah.[68] Di awal lomba, Prost berhasil unggul di depan Senna, yang segera mencoba untuk membalas Prost di tikungan pertama. Sementara Prost menikung, Senna terus menginjak pedal gas, dan kedua mobil bertabrakan pada kecepatan 270 km/j (170 mil/j). Kedua pembalap tersingkir dari arena, dan Senna berhasil mengamankan gelar juara dunia pembalap.[69][70] Menyusul tabrakan penentuan kejuaraan kedua dalam dua tahun beruntun, Jackie Stewart mewawancarai Senna di Grand Prix Australia 1990 (usai Senna meraih pole dan memimpin 61 putaran sebelum masalah girboks memaksanya berhenti) dan membawa sejumlah tabrakan kontroversial sebagai topik karena Senna terlibat selama beberapa tahun terakhir. Stewart menyatakan bahwa Senna telah melakukan lebih banyak kontak dengan mobil dan pengemudi lain dalam empat tahun terakhir daripada semua juara sebelum dirinya. Senna yang kesal mempertanyakan bagaimana seseorang seperti Stewart, yang notabene juga seorang juara dunia tiga kali, dapat mengajukan pertanyaan seperti itu mengetahui tekanan di mana pembalap melaju, dan Senna kemudian berujar (ucapannya ini menjadi terkenal), “Menjadi pembalap berarti Anda balapan dengan orang lain, dan jika Anda tidak fokus untuk membuat jarak saat lomba, maka Anda bukan lagi pembalap."[71] Setahun kemudian, setelah berhasil meraih gelar juara dunia pembalap ketiganya, Senna menjelaskan kepada pers tindakannya saat di Suzuka setahun sebelumnya. Ia menyatakan bahwa sebelum sesi kualifikasi, ia telah mencari dan menerima jaminan dari pengawas lomba bahwa praih posisi pole akan diubah ke kiri, sisi yang bersih dari trek (di mana jalur balap berada), hanya untuk menemukan keputusan ini dibalik oleh Jean-Marie Balestre setelah Senna berhasil meraih posisi pole.[72] Senna mengatakan bahwa ia tidak akan menerima apa yang ia lihat sebagai pengambilan keputusan yang tidak adil oleh Balestre, termasuk diskualifikasi pada Grand Prix Jepang 1989, dan posisi pole yang salah pada Grand Prix Jepang 1990.[73] Senna menyatakan bahwa apa pun yang terjadi, ia tidak akan menyerah, dan karena Prost berada di jalur balap yang benar, maka insiden adalah sebuuah hal yang tidak terelakkan. Prost kemudian membalas dengan mengkritik tindakan Senna sebagai "menjijikkan", dan ia juga mempertimbangkan untuk pensiun dari olahraga ini setelah insiden itu.[54] 1991: Gelar juara dunia untuk ketiga kalinyaPada tahun 1991, Senna berhasil menjadi juara dunia tiga kali termuda dalam sejarah. Ia meraih tujuh kemenangan dan meningkatkan rekor posisi pole-nya menjadi 60 kali dari 127 lomba yang diikuti. Rival beratnya, yaitu Alain Prost, mengalami penurunan prestasi seiring kualitas Ferrari yang juga menurun dan tidak lagi menjadi penantang serius untuk gelar juara dunia. Dalam sesi pengujian pra-musim, Senna membuat waspada publik tentang daya saing mobilnya dengan mesin Honda V12 baru, yang menyatakan bahwa mesin itu tidak sekuat mesin V10 tahun sebelumnya.[74] Senna memenangkan empat balapan pertama saat lawan-lawannya berjuang untuk menyamai kecepatan dan keandalannya. Pada pertengahan musim, Nigel Mansell dengan Williams-Renault mampu memberikan tantangan ketat untuk Senna. Sebelum Grand Prix Meksiko, Senna terluka dalam kecelakaan jet-ski di dekat São Paulo, yang membutuhkan jahitan di bagian belakang kepalanya. Selama sesi kualifikasi untuk lomba tersebut, ia berusaha untuk mengambil tikungan Peraltada yang berbentuk kurva 180 derajat lebih cepat dari biasanya. Usahanya ini kemudian menjadi bumerang dengan mobil yang berputar keluar lintasan dan berguling-guling setelah menabrak penghalang ban.[75] Di Grand Prix Inggris di Silverstone, mobil Senna terhenti di lap terakhir, tetapi dia tidak ditinggalkan di sirkuit, ketika pemenang perlombaan ini, yaitu Mansell, menepi dan memberikan tumpangan untuk Senna untuk kembali ke pit. Selama Grand Prix Spanyol, Senna dan Mansell bersaing ketat di trek lurus dengan kecepatan lebih dari 320 km/j (200 mil/j) dalam perlombaan yang akhirnya berhasil dimenangkan oleh Mansell. Meskipun konsistensi Senna, daya saing mobil dan masalah reliabilitas mobil Williams pada awal musim memberinya keuntungan awal, tetapi Senna bersikeras bahwa Honda meningkatkan program pengembangan mesin mereka, dan menuntut perbaikan lebih lanjut pada mobil sebelum terlambat. Modifikasi ini memungkinkannya untuk melakukan dorongan di akhir musim, dan ia memenangkan tiga lomba lagi untuk mengamankan kejuaraan yang diselesaikan di Jepang, ketika Mansell (yang perlu menang), keluar di tikungan pertama pada saat berada di posisi ketiga terperosok di area pembatas kerikil. Senna memimpin dengan sukarela membantu rekan setimnya, yaitu Gerhard Berger, untuk menang lomba dengan mengalah di tikungan terakhir di lap terakhir lomba.[76] Senna memiliki rencana untuk pindah ke tim Williams untuk musim 1992, tetapi CEO Honda, yaitu Nobuhiko Kawamoto, secara pribadi meminta agar Senna tetap bertahan di tim McLaren-Honda, yang kemudian dilakukan oleh Senna demi loyalitas.[77] Tahun itu, seperti yang terjadi pada tahun 1988 dan 1990, Senna memenangkan "International Racing Driver Award" yang diberikan oleh majalah Autosport setiap tahun. Penghargaan tersebut diberikan oleh Stirling Moss dan Senna diwawancarai di atas panggung oleh komentator F1, yaitu Murray Walker. Selama wawancara, Senna mengonfirmasi bahwa pada jamuan makan malam gala Fédération Internationale du Sport Automobile (FISA) di Paris sehari sebelumnya, di bawah naungan Jackie Stewart, Senna telah memberikan salah satu helmnya kepada "musuh" terkenalnya, yaitu Jean-Marie Balestre, karena suasana tulus yang muncul dengan sendirinya.[78] 1992: Kalah di trek oleh teknologi milik tim lawanPada tahun 1992, tekad Senna untuk mempertahankan gelar juara dunia pembalap sedikit dihantui rasa cemas atas ketidakmampuan tim McLaren untuk menantang mobil Williams FW14B yang terlihat cukup sempurna.[79] Mobil baru tim McLaren untuk musim ini memiliki beberapa kekurangan. Penundaan sempat terjadi dalam menjalankan model baru (debut mobil baru bisa turun di lomba ketiga musim ini, Grand Prix Brasil) dan di samping kurangnya suspensi aktif, mobil baru ini mengalami masalah keandalan dan tidak dapat diprediksi di tikungan cepat, sedangkan mesin Honda V12 bukan lagi yang paling kuat di sirkuit.[80] Selama sesi latihan bebas untuk balapan kedua musim ini di Meksiko, Senna mengkritisi sirkuit yang terlihat bergelombang, yang menyebabkan hilangnya downforce berujung pada dirinya menabrak tembok beton. Ia harus dikeluarkan dari mobil oleh bantuan dokter. Meskipun ia ikut lomba pada hari berikutnya, ia harus rela tersingkir dari balapan karena mengalami kegagalan girboks pada mobilnya. Senna mencetak kemenangan di Monako, Hungaria, dan Italia tahun itu. Selama sesi kualifikasi untuk Grand Prix Belgia, pembalap asal Prancis, yaitu Érik Comas, mengalami kecelakaan hebat, dan Senna adalah yang pertama tiba di tempat kejadian. Ia keluar dari mobilnya dan berlari melintasi trek untuk membantu orang asal Prancis itu, dan mengabaikan keselamatannya sendiri dalam upaya membantu sesama pembalap. Ia kemudian mengunjungi Comas di rumah sakit. Tindakannya mendapatkan pujian dari internal F1, dan tampaknya melunakkan sosok karakter kerasnya. Senna finis di posisi keempat secara keseluruhan di klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap di belakang duo Williams dari Mansell dan Riccardo Patrese dan Michael Schumacher dari tim Benetton.[81][82] Hubungan Senna dengan Schumacher sedikit memburuk sepanjang tahun 1992. Di Brasil, Schumacher menuduh Senna 'bermain-main' ketika mencoba untuk menyalip Senna, yang memiliki masalah dengan mesinnya. Di Prancis, Schumacher bertabrakan dengan Senna sehingga Senna terpaksa tersingkir. Senna kemudian berhadapan dengan Schumacher yang mengaku bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Pada sesi uji coba untuk Grand Prix Jerman, Senna dan Schumacher saling berkonfrontasi di pit, dengan Senna yang meraih kerah baju Schumacher, dan menuduh bahwa Schumacher telah membahayakan dirinya dengan tindakannya di trek.[83] Pertanyaan tentang niat Senna untuk musim 1993 yang akan datang menjadi topik menarik sepanjang musim 1992, karena ia tidak memiliki kontrak dengan tim mana pun pada akhir tahun itu. Tim Ferrari telah menawarinya kontrak yang dibahas Senna dengan Niki Lauda, tetapi memutuskan untuk menolak tawaran itu.[84] Di sisi lain, Senna merasa mobil-mobil tim McLaren menjadi kurang kompetitif jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, terutama mengingat keputusan Honda untuk meninggalkan olahraga pada akhir musim 1992, dan ketidakmampuan tim McLaren untuk mengembangkan suspensi aktif seperti yang dimiliki oleh tim Williams.[85] Dengan skenario ini, Senna mendapatkan sesi pengujian IndyCar dengan dukungan dari rekan senegaranya dan pembalap Penske, yaitu Emerson Fittipaldi. Pada bulan Desember 1992, Senna mengunjungi Firebird International Raceway di Chandler, Arizona, untuk menguji mobil Penske PC-21 1992.[86][87] Tidak seperti mobil F1 yang lebih maju, mobil IndyCar ini ditenagai oleh mesin turbo Chevrolet-Ilmor V8, memiliki transmisi tradisional dengan pedal kopling dan rem besi dan jauh lebih berat karena ukuran fisiknya yang lebih besar dibandingkan dengan mobil F1 yang lebih kecil. Untuk membiasakan dirinya, Senna awalnya menjajal 14 lap relatif lambat, sebelum menyelesaikan 10 lap lebih lanjut pada ban yang sama, dan menetapkan waktu terbaik 49,09 detik. Sebagai perbandingan, Fittipaldi telah mencatat waktu terbaik 49,70 detik, yang kemudian ditingkatkan menjadi 48,5 detik, hanya dengan menggunakan mobil Penske PC-22 1993 yang baru untuknya selama sesi tes ini.[88] 1993: Membalap dengan kontrak kerja dari lomba ke lombaUntuk tahun 1993, upaya dilakukan oleh bos tim McLaren, yaitu Ron Dennis, untuk mencoba mendapatkan kontrak pasokan mesin V10 Renault yang sama seperti yang dipakai oleh tim Williams, meskipun pada akhirnya gagal. Lain hal dengan Senna yang ia sendiri mencoba menawarkan diri untuk bisa bergabung ke tim Williams, ditambah dengan adanya informasi bahwa juara dunia bertahan Nigel Mansell bergabung dengan Seri IndyCar untuk tahun 1993,dan pembalap lama mereka, yaitu Riccardo Patrese, pergi untuk mengemudi di tim Benetton bersama dengan Michael Schumacher. Namun, meskipun Senna mencoba meyakinkan tim Williams, termasuk memberikan opsi rela digaji kecil, tim Williams akhirnya memutuskan untuk merekrut Alain Prost yang kembali ke F1 untuk pertama kalinya sejak akhir musim 1991 setelah ia dipecat dari tim Ferrari (meski gajinya tetap dibayar sampai kontraknya habis di akhir musim 1992). Prost, dengan beberapa klausul kontrak rumitnya, meminta bahwa tim Williams jangan sampai merekrut pembalap lain yang memiliki kualitas sama dengan dirinya, dan ia kemudian menolak kehadiran Senna di tim Williams.[89] Menghadapi situasi ini, selama konferensi pers pada sesi uji pembukaan musim di Sirkuit Estoril di Portugal, Senna yang tampak marah menyebut Prost sebagai seorang pengecut, yang mengarah ke beberapa komentator yang menyatakan bahwa apa yang telah dilakukan Prost tidak berbeda jauh dengan Senna lakukan saat memveto Derek Warwick pada tahun 1986, pada saat akan bergabung ke tim Lotus, tetapi mereka tidak memperhitungkan bahwa peluang Senna untuk memenangkan kejuaraan dunia pembalap jauh lebih tinggi pada tahun 1993.[90][91] Pada saat ini, tim McLaren terpaksa menjadi tim pelanggan mesin Ford dengan spek mesin V8 yang tertinggal dibandingkan dengan yang dimiliki oleh tim utama Benetton.[92] Tim McLaren berharap untuk bisa mengakali daya mesin yang lebih rendah dengan kecanggihan aerodinamika dan sistem mekanis termasuk sistem suspensi aktif yang efektif - meskipun sistem itu sendiri kadang-kadang terbukti sulit, terutama untuk rekan setimnya yang baru, yaitu Michael Andretti.[93] Dengan rencana ini, Dennis akhirnya membujuk Senna untuk tetap bersama dengan tim McLaren. Namun, pembalap asal Brasil itu setuju untuk melakukannya hanya untuk lomba pertama di Afrika Selatan, dengan situasi Senna menjadikan lomba tersebut sebagai catatan apakah tim McLaren akan bisa kompetitif atau tidak. Usai menjajal mobil McLaren MP4/8 untuk yang pertama kalinya, Senna menyimpulkan bahwa mobil baru itu memiliki potensi yang mengejutkan, meskipun dengan mesin Ford V8 yang tenaganya lebih rendah dibandingkan dengan Renault V10 yang dipakai oleh Prost di tim Williams.[94] Senna dengan demikian setuju memperpanjang kontraknya dengan tim McLaren, tetapi dengan klausul basis dari satu lomba ke lomba berikutnya, alih-alih kontrak pasti selama setahun penuh, sampai akhirnya akhir musim tiba.[95] Dilaporkan, kontrak perlomba ini bernilai US$ 1 juta perlomba, dan meskipun sempat ikut mengetes mesin Lamborghini V12 di pertengahan musim dengan potensi yang menggembirakan,[96] tim McLaren akhirnya memilih untuk menandatangani kesepakatan pasokan mesin dengan Peugeot untuk musim 1994, dan menjadi faktor hengkangnya Senna dari tim ini di akhir musim ini. Dalam lomba pembuka di Afrika Selatan, Senna finis di urutan kedua setelah selamat dari insiden tabrakan dengan Schumacher.[97] Senna menang dalam kondisi cuaca yang berubah-ubah di Brasil dan Donington. Kemenangan di Donington sering dianggap sebagai salah satu kemenangan terbesar Senna dalam proses meraih lap tercepat dalam balapan F1 yang diperbolehkan melalui jalur pit pada saat itu yang tidak dibatasi kecepatan.[98] Ia berada di urutan kelima di tikungan pertama, dan memimpin balapan di akhir lap pertama, yang berlanjut ke lap kedua, kecuali pembalap yang berada di posisi kedua dalam perlombaan di mana hingga tujuh pit stop diperlukan oleh beberapa pembalap karena cuaca hujan atau pergantian ban kering ke ban basah.[99][100] Senna kemudian mencetak finis kedua di Spanyol dan kemenangan keenamnya di Monako.[101] Setelah Monako, Senna tanpa diduga tiba-tiba memimpin klasemen sementara kejuaraan dunia pembalap, dan unggul atas Prost di Williams-Renault.[102] Seiring musim berjalan, Alain Prost dan Damon Hill menegaskan keunggulan mobil Williams-Renault mereka, sementara Senna mengalami kegagalan mekanis di Imola, Kanada, Inggris, Hungaria, dan Portugal. Senna memenangi balapan kedua terakhir musim ini di Jepang, yang ditandai dengan insiden yang melibatkan pembalap rookie dari tim Jordan, yaitu Eddie Irvine. Irvine tercatat dua kali melakukan unlap pada saat melawan Senna. Segera setelah lomba, Senna mendatangi garasi tim Jordan, dan berkata pada Irvine, "Kamu mengemudi seperti orang tolol! Kamu bukan pembalap, kamu orang bodoh!" sebelum meninju wajahnya.[103] Setelah insiden itu, para pengawas perlombaan memberikan kepada Senna larangan dua balapan untuk tahun 1994. Namun, setelah diskusi antara Senna dan presiden FIA, kompromi dicapai dengan menghapus larangan tersebut, mengingat sikap teladan Senna terhadap pengemudi rekan-rekannya.[104] Keputusan itu menciptakan beberapa polemik kembali pada hari itu, baik di antara pengemudi dan di pers, mengingat bahwa sepanjang musim 1993, Prost berada di bawah ancaman larangan tampil di empat lomba karena menggunakan kata-kata untuk mengkritik presiden FIA, yang berarti bahwa meninju sesama pengemudi di wajah tidak seburuk mengkritik FIA.[105] Musim berakhir di Australia, dengan kemenangan Senna ke-41 dan terakhir dalam karier F1, serta kemenangan terakhir untuk sebuah mobil F1 bersuspensi aktif (ironisnya, Senna juga yang memberikan kemenangan pertama untuk sebuah mobil F1 bersuspensi aktif pada 1987). Kemenangan di Adelaide adalah sesuatu yang emosional, karena Senna mengakhiri kariernya yang sukses dengan tim McLaren, dan mengalahkan saingan terbesarnya, yaitu Prost, untuk terakhir kalinya. Karena pengunduran diri Prost dari ajang F1 di akhir musim 1993, Senna mengejutkan komunitas F1 dengan secara terbuka menyambut Prost di tangga teratas podium, yang banyak dianggap sebagai tanda perdamaian di antara keduanya. Secara keseluruhan, Senna menyelesaikan musim 1993 dengan berada di posisi kedua klasemen akhir kejuaraan dunia pembalap.[93][106] 1994: WilliamsMusim yang berakhir diniUntuk musim 1994, Senna akhirnya bisa bergabung bersama dengan tim Williams setelah Prost pensiun dari ajang F1, dan dilaporkan dibayar dengan besaran gaji sebesar US$ 20 juta.[107] Senna mendapat nomor mobil #2, dengan rekan setimnya, yaitu, Damon Hill, yang menjalankan mobil nomor mobil #0, karena Prost, yang akan memakai nomor mobil #1 jika ia bertahan di ajang F1, pensiun dari ajang F1.[108] Dengan kedatangan Senna, sponsor baru juga datang. Rothmans International naik sebagai sponsor utama untuk tim Williams, dengan Senna yang menjadi salah satu pembalap pertama mereka dalam warna korporasi putih-biru. Perubahan regulasi untuk musim 1994 telah melarang suspensi aktif, kontrol traksi, dan ABS. Selama pengujian pramusim, mobil Williams FW16 yang baru tidak menunjukkan keunggulan seperti pendahulunya, yaitu mobil Williams FW15C dan Williams FW14B, dan Senna mendapati bahwa dirinya dalam tekanan ketat dari pesaingnya, yaitu mobil Benetton B194, yang dikendarai oleh Michael Schumacher. Senna menyatakan ketidaknyamanannya dengan mobil Williams yang dikendarai olehnya, dan menyatakan: "Saya memiliki perasaan yang sangat negatif tentang mobil ini dan mengendarainya pada batas dan seterusnya... Beberapa di antaranya adalah karena ketiadaan perangkat elektronik. Juga mobil itu memiliki karakteristik sendiri yang belum sepenuhnya saya percayai."[109] Lebih lanjut, Senna menambahkan bahwa kemungkinan besar musim 1994 "ini akan menjadi musim dengan banyak kecelakaan, dan saya meyakini kita semua akan beruntung jika sesuatu yang sangat serius tidak terjadi saat musim berjalan."[110] Perlombaan pertama musim ini adalah di Interlagos di São Paulo, Brasil. Senna kembali meraih posisi pole dan berhasil memimpin lomba lebih awal, tetapi Schumacher dengan mobil Benetton-nya mengintai tidak jauh di belakang. Schumacher memimpin lomba setelah melewati Senna di pit. Ketika mencoba untuk menyalip, Senna melintir dan keluar jalur di area Junção pada lap ke-56. Senna yang merasa kecewa lantas lebih memilih untuk berhenti dari lomba. Pada perlombaan kedua di Pasifik di Aida, Jepang, Senna kembali meraih posisi pole. Namun, pada saat lomba berjalan, ia diseruduk oleh Mika Häkkinen tidak lama selepas start, dan kemudian ditabrak dari samping oleh pembalap Ferrari, yaitu Nicola Larini. Kedua pembalap tersingkir dari arena dengan mengalami kerusakan pada suspensi depan mobilnya. Hill juga tersingkir dari lomba karena mengalami masalah transmisi pada mobilnya, sementara Schumacher meraih kemenangan lagi.[111] Musim 1994 menjadi musim terburuk Senna di dalam arena F1. Ia gagal menyelesaikan atau mencetak poin dalam dua lomba pertama, meskipun berhasil meraih posisi pole sebanyak dua kali. Schumacher unggul jauh atas Senna di klasemen sementara kejuaraan dunia pembalap dengan selisih 20 poin.[112] Dalam kesempatan peringatan 20 tahun kematian Senna, presiden Ferrari, yaitu Luca Cordero di Montezemolo mengungkapkan bahwa pada tanggal 27 April 1994, ia telah mengadakan diskusi di rumahnya di Bologna dengan Senna tentang kemungkinan bergabung ke tim Ferrari di masa depan.[113] Akhir musim yang penuh kontroversiMusim 1994 adalah subjek dari perubahan peraturan, terutama larangan penggunaan "alat bantu pengemudi" elektronik, seperti suspensi aktif, rem anti-lock, kontrol traksi, dan kontrol start (launch control). Sejak awal musim, ada sebagian tim yang dicurigai bermain curang, terutama tim Benetton, yang diduga oleh Senna menyulitkan bagi semua peserta di grid. Untuk membuktikan hal ini, Senna sengaja mencoba menonton lomba dari area tikungan pertama di Grand Prix Pasifik, tidak lama setelah ia tersingkir dari lomba. Senna mencoba memperhatikan dan mendengarkan apakah ada suara bagian mobil di luar mesin yang aneh, yang menjadi tanda bahwa kontrol traksi digunakan.[114] Ia lantas kembali lagi ke dalam garasi setelah meyakini bahwa mobil Benetton ilegal.[115] Dalam sebuah wawancara untuk peringatan 20 tahun kematian Ayrton Senna, rekan setimnya saat itu, yaitu Damon Hill, mengungkapkan bahwa Senna telah "menyimpulkan ada suara yang tidak biasa dari mesin" dengan "penyesuaian khusus", yang memberi tim Benetton sebuah keuntungan di awal musim.[116][116] Musim berakhir di Grand Prix Australia di Adelaide. Nama tikungan pertama di Sirkuit Jalan Raya Adelaide berganti nama menjadi "Senna Chicane". Schumacher kemudian berhasil memenangkan gelar kejuaraan dunia pembalap untuk yang pertama kalinya, meskipun berbau kontroversial, setelah tabrakan yang memaksa dirinya dan Hill tersingkir dari perlombaan. Pada konferensi pers resmi FIA setelah perlombaan tersebut berakhir, Schumacher mendedikasikan gelar juara dunia pembalapnya yang pertama untuk Senna.[117] Akhir hayat
—Eddie Cheever, Jr. usai mendengar kabar bahwa Dale Earnhardt meninggal dunia, dan membandingkannya dengan sosok Senna.[118]
—Brad Keselowski yang saat itu berusia 10 tahun saat mendengar kabar bahwa Ayrton Senna meninggal dunia, dan membandingkannya dengan sosok Earnhardt.[119]
—Lewis Hamilton yang saat itu berusia sembilan tahun terhenyak mendengar kematian pembalap idolanya, yaitu Senna, yang telah disampaikan dari ayahnya, yaitu Anthony, pada saat lomba selesai di Sirkuit Rye House pada ajang Go-kart.[120][121][122] Ayrton Senna meninggal dunia dalam usia 34 tahun akibat cedera fatal yang terjadi karena insiden di lomba Grand Prix San Marino 1994 pada tanggal 1 Mei 1994, bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Sedunia. Insiden perlombaanGrand Prix San Marino 1994 diadakan di sirkuit Autodromo Enzo e Dino Ferrari yang berlokasi di Imola, Italia, antara tanggal 28 April dan 1 Mei 1994. Senna menginap di kamar no. 200 di Hotel Castello di Castel San Pietro Terme.[123] Musim F1 di benua Eropa dimulai di Imola, yang secara tradisional dianggap sebagai awal kompetisi tahunan. Senna yang gagal finis di dua lomba awal musim menyatakan bahwa di sinilah musimnya akan dimulai, dan dengan 14 balapan tersisa, ia optimis bisa mengejar ketertinggalannya.[124] Tim Williams membawa perbaikan mobil Williams FW16 ke Imola dalam upaya untuk meningkatkan stabilitas mobil. Pada hari Jumat, Senna mampu meraih posisi pole untuk yang ke-65 kalinya (dan sekaligus juga untuk yang terakhir kalinya), tetapi ia merasa kecewa dengan peristiwa yang terjadi pada akhir pekan perlombaan tersebut. Senna mengeluh tentang handling mobil Williams FW16, dan melaporkan bahwa kinerja mobil pada umumnya lebih buruk setelah penyesuaian terbaru yang disiapkan oleh insinyur.[125] Selama sesi kualifikasi sore, rekan senegaranya dan anak didiknya, yaitu Rubens Barrichello, mengalami kecelakaan serius, ketika mobilnya terbang keluar lintasan di area chicane Variante Bassa, sebelum kemudian menabrak dinding dan pagar ban. Barrichello menderita patah hidung dan lengan, dan kemudian menarik diri dari sisa sesi di lomba tersebut. Barrichello melaporkan bahwa Senna adalah orang pertama yang ia lihat setelah sadar.[126] Dalam sesi kualifikasi hari Sabtu, pembalap rookie asal Austria, yaitu Roland Ratzenberger, tewas setelah sayap depan mobil Simtek-Ford-nya patah, dan kemudian mobilnya menerobos memasuki tikungan Villeneuve dalam kecepatan 310 km/j (190 mil/j), sebelum kemudian membentur tembok pembatas beton.[127] Senna segera mengunjungi tempat kecelakaan dan pusat medis. Di sana, ia bertemu dengan Kepala Medis FIA, yaitu Profesor Sid Watkins, yang menyarankan kepada Senna yang menangis bahwa ia harus berhenti dari kegiatan balap dan lebih baik memancing saja (hobi yang sama-sama mereka lakukan bersama). Namun, Senna menjawab bahwa membalap adalah tugasnya, dan tidak bisa dihentikan.[128] Senna kemudian dipanggil oleh pengawas lomba karena memakai mobil dinas sirkuit tanpa izin dan menerobos memanjat pagar pusat medis. Sempat terjadi perdebatan akan hal ini, meskipun pada akhirnya, Senna tidak dihukum.[129] Senna menghabiskan pagi terakhirnya pada hari Minggu untuk berbicara dengan mantan rekan setim dan rivalnya, yaitu Alain Prost, untuk membahas pembentukan kembali Grand Prix Drivers' Association, dengan tujuan meningkatkan keselamatan di ajang Formula Satu. Prost telah pensiun dari ajang F1 pada akhir musim 1993, dan sekarang bekerja menjadi pembawa acara televisi. Sebagai pembalap paling senior dalam kompetisi, Senna menawarkan diri untuk mengambil peran sebagai pemimpin, yang akan ia mulai dari lomba berikutnya di Monako. Selama rapat pembalap, kekhawatiran telah dikemukakan tentang penggunaan mobil sport Porsche 911 untuk putaran pemanasan, dengan pihak panitia yang setuju untuk membatalkan sesi pemanasan pada hari Minggu pagi.[129] Pada awal start lomba, Senna berhasil mempertahankan pimpinan lomba dari Schumacher, tetapi prosesnya segera terganggu oleh kecelakaan selepas start. Pembalap JJ Lehto dari tim Benetton-Ford mengalami gangguan teknis dan ditabrak oleh Pedro Lamy dari tim Lotus-Mugen-Honda. Sebuah roda dan puing terbang dan mendarat di tribun utama, melukai delapan orang penonton dan juga seorang polisi. Safety car yang merupakan versi sports dari sedan keluarga menengah Opel Vectra, dikerahkan selama beberapa putaran. Kecepatan Opel Vectra yang terbilang lambat untuk memandu mobil F1 kemudian dipertanyakan, karena membuat ban mobil F1 menjadi dingin, dan menyebabkan penurunan tekanan ban. Senna menarik Vectra dan memberi isyarat kepada pengemudi, yaitu Max Angelelli, untuk meningkatkan kecepatannya.[130] Pada putaran ke-6, lomba kembali dilanjutkan lagi, dan Senna segera tancap gas dan mencetak putaran tercepat ketiga, diikuti oleh Schumacher. Ketika Senna mengitari area tikungan Tamburello yang berkecepatan tinggi pada putaran ke-7, mobilnya tiba-tiba keluar lintasan dalam kecepatan sekitar 307 km/j (191 mil/j) dan terus melaju dalam keadaan lurus, dan kemudian menabrak dinding beton penahan dalam kecepatan sekitar 233 km/j (145 mil/j), setelah apa yang ditunjukkan telemetri sebagai aplikasi rem selama sekitar dua detik. Bendera merah ditunjukkan sebagai konsekuensi dari kecelakaan itu.
—Sid Watkins merasakan jiwa Senna telah pergi.[131] Dalam dua menit setelah tabrakan, Senna diekstraksi dari mobil balapnya oleh Watkins dan tim medisnya, termasuk ahli anestesi perawatan intensif, yaitu Giovanni Gordini. Perawatan awal dilakukan di samping mobil, dengan Senna yang memiliki detak jantung yang lemah dan kehilangan darah yang signifikan (sekitar 4,5 liter). Karena kondisi neurologis Senna yang buruk, maka Watkins melakukan trakeotomi di tempat, dan meminta pengangkutan langsung Senna ke Rumah Sakit Maggiore di Bologna di bawah pengawasan Gordini. Pada pukul 18:40 petang, kepala departemen darurat rumah sakit, yaitu dokter Maria Teresa Fiandri, membuat pengumuman bahwa Senna telah meninggal dunia,[132] tetapi mengatakan bahwa waktu kematian resmi di bawah hukum di negara Italia adalah pada pukul 14:17, yaitu ketika Senna menabrak dinding dan otaknya berhenti berfungsi.[129] Watkins kemudian mengatakan bahwa begitu ia melihat mata Senna yang sepenuhnya membesar, ia tahu bahwa batang otaknya sudah tidak aktif dan ia tidak akan selamat.[18] Roda depan kanan dan suspensi diyakini terpental ke arah atas kokpit dan kemudian memukul Senna di sisi kanan helmnya dan memaksa kepalanya kembali ke sandaran kepala. Sepotong besi tegak yang melekat pada roda diyakini telah menembus helmnya sebagian dan membuat lekukan besar di dahinya. Selain itu, tampak bahwa potongan bergerigi dari unit tegak telah menembus pelindung helm tepat di atas mata kanannya. Senna mengalami patah tulang tengkorak yang fatal serta cedera otak dan arteri temporal yang pecah.[133][134] Seperti yang kemudian terungkap, ketika staf medis memeriksa Senna, sebuah bendera Austria yang terkoyak ditemukan di mobilnya — sebuah bendera yang ingin dia angkat untuk menghormati Ratzenberger setelah lomba selesai.[135] Foto-foto Senna sedang dirawat di lintasan oleh personel medis darurat diambil oleh teman Senna dan editor foto Autosprint, yaitu Angelo Orsi. Karena rasa hormat, foto-foto itu tidak pernah dipublikasikan dan hanya bisa dilihat keluarga Senna, meskipun sudah ditawar dengan harga yang tinggi oleh beberapa media massa.[129] Pada tanggal 27 April 2014, sebagai bagian dari acara mengenang Senna pada peringatan 20 tahun kematiannya, panel tiga jurnalis yang terdiri dari Murray Walker, Maurice Hamilton, dan David Tremayne dan diwawancarai oleh pembawa acara Sky Sports, yaitu Simon Lazenby. Panel ini sepakat, bahwa, pada lomba F1 terakhirnya, Senna berada di bawah tekanan yang ekstrem, karena:
PemakamanKematian Senna dianggap oleh banyak penggemar Brasil sebagai tragedi nasional. Pemerintah Brasil menyatakan tiga hari berkabung nasional. Angkatan Udara Italia menawarkan untuk menerbangkan peti jenazah Senna kembali ke Brasil, tetapi keluarganya berharap agar mereka pulang dengan pesawat umum. Berlawanan dengan kebijakan penerbangan dan karena rasa hormat, peti mati Senna diizinkan untuk diterbangkan kembali ke negara asalnya di kabin penumpang pesawat VARIG McDonnell-Douglas MD-11 ditemani oleh adik laki-lakinya yang kebingungan, yaitu Leonardo, dan teman-teman dekatnya. Pesawat tersebut dikawal oleh jet tempur ke Bandar Udara Internasional Guarulhos pada tanggal 4 Mei 1994. Di sana, jenazah Senna langsung diterima oleh Walikota São Paulo, yaitu Paulo Maluf, dan gubernur negara bagian, yaitu Luís Antônio Fleury. Peti mati itu diangkut oleh tentara dari Polisi Angkatan Udara ke sebuah mobil pemadam, dengan dikawal oleh delapan kadet dari Akademi Polisi Militer yang berjaga-jaga pada saat membawa peti mati dalam perjalanan sejauh 20 mil ke kota. Dalam iring-iringan tersebut, dibantu juga oleh 17 sepeda motor polisi dan 2.500 polisi berbaris di rute untuk menjaga kerumunan di pinggir jalan.[137] Diperkirakan tiga juta orang berbondong-bondong ke jalan-jalan di kota kelahiran Senna di São Paulo, Brasil, untuk memberi penghormatan terakhir kepadanya. Prosesi pemakaman ini diterima secara luas sebagai pertemuan pelayat tercatat terbesar di zaman modern.[138] Lebih dari 200.000 orang melewatinya ketika tubuhnya terbaring di gedung Majelis Legislatif di Taman Ibirapuera. Setelah publik dipersilakan melihat peti jenazah, upacara penghormatan dengan penembakan senjata sebanyak 21 kali dilakukan oleh Brigade Artileri ke-2 dan tujuh jet Angkatan Udara Brasil terbang dalam formasi berlian ketika iring-iringan jenazah menuju ke Pemakaman Morumbi. Banyak tokoh balap mobil menghadiri pemakaman kenegaraan Senna, seperti manajer tim Ken Tyrrell, Peter Collins, Ron Dennis, dan Frank Williams, bersama dengan mantan pembalap Jackie Stewart. Pengusung peti jenazah termasuk pembalap Gerhard Berger, Michele Alboreto, Alain Prost, Thierry Boutsen, Damon Hill, Rubens Barrichello, Roberto Moreno, Derek Warwick, Maurício Gugelmin, Hans-Joachim Stuck, Johnny Herbert, Pedro Lamy, Maurizio Sala, Raul Boesel, Emerson Fittipaldi, Wilson Fittipaldi, dan Christian Fittipaldi. Baik Sid Watkins maupun Jo Ramírez, koordinator tim McLaren, tidak bisa hadir karena mereka begitu sedih. Keluarga Senna tidak mengizinkan presiden FOM, yaitu Bernie Ecclestone, seorang teman Senna, untuk menghadiri upacara tersebut, setelah pertengkaran antara Ecclestone dan saudara lelaki Senna, yaitu Leonardo, di Imola mengenai reaksi Ecclestone yang disalahartikan terhadap berita kematian Ayrton dan fakta bahwa balapan tidak dihentikan setelah insiden terjadi.[139] Presiden FIA, yaitu Max Mosley lebih memilih untuk menghadiri acara pemakaman Ratzenberger yang berlangsung pada tanggal 7 Mei 1994, di Maxglaner Friedhof, Salzburg, Austria.[140] Mosley mengatakan dalam konferensi pers 10 tahun kemudian, "Saya pergi ke pemakaman Roland karena semua orang pergi ke rumah Senna. Saya pikir penting bahwa seseorang pergi ke pemakamannya."[141] Di makam Senna, tercantum tulisan di batu nisan "Nada pode me separar do amor de Deus", yang berarti "Tidak ada yang dapat memisahkan saya dari cinta Tuhan" (referensi ke Roma 8:38-39).[142] Sementara itu, di Jepang, di kantor pusat Honda di mana mobil-mobil McLaren-Honda era Senna dipamerkan, para penggemar banyak menaruh karangan bunga ucapan duka cita, meskipun Senna sudah bukan lagi bagian dari keluarga Honda sejak musim 1993.[143] Senna sendiri dikenal dekat dengan pendiri perusahaan Soichiro Honda, dan ia sangat dicintai di Jepang.[144] Untuk balapan berikutnya di Monako, FIA memutuskan untuk membiarkan dua posisi grid pertama kosong, dan melukisnya dengan warna bendera negara Brasil dan Austria, untuk menghormati Senna dan Ratzenberger.[145] Proses hukum di negara ItaliaHukum di negara Italia mensyaratkan bahwa sebuah kecelakaan yang mengakibatkan kematian harus diselidiki dalam kondisi proses pidana, dengan adegan terkait kecelakaan diamankan dan kegiatan yang menyebabkan kematian ditangguhkan segera. Kematian Senna dengan demikian menjadi subyek proses pidana di negara Italia, yang kemudian membawa anggota tim kunci Williams diselidiki dan didakwa melakukan pembunuhan. Persidangan awal pada tahun 1997 berakhir dengan pembebasan, dengan alasan bahwa penuntutan telah gagal membuktikan kasusnya.[146] Penuntutan ini memuncak dengan putusan no. 15050 dijatuhkan oleh Mahkamah Agung Kasasi Italia pada tanggal 13 April 2007, yang menyatakan bahwa: "Telah ditentukan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh kegagalan kolom kemudi. Kegagalan ini disebabkan oleh modifikasi yang dirancang dengan buruk dan dieksekusi dengan buruk. Tanggung jawab ini jatuh pada Patrick Head dengan kesalahan kontrol yang dihilangkan." Head, bagaimanapun, tidak pernah ditangkap, karena undang-undang pembatasan untuk pembunuhan di negara Italia adalah 7 tahun 6 bulan, dan vonis akhir baru diucapkan 13 tahun setelah kecelakaan.[147] Tuduhan pidana berfokus pada kolom kemudi mobil, yang ditemukan telah terpotong pada titik di mana modifikasi telah dibuat. Penuntutan menuduh bahwa kolom kemudi mengalami kegagalan dan menyebabkan kecelakaan. Tim Williams mengakui kegagalan ini, tetapi hanya disebabkan oleh dampak di sudut tikungan Tamburello. Senna tidak menyukai posisi setir mobil Williams FW16-nya yang relatif terhadap posisi duduk, dan meminta yang sebelumnya diganti. Head dan Adrian Newey memenuhi permintaan Senna dengan memiliki potongan kolom yang ada, dan diperpanjang dengan sepotong pipa berdiameter lebih kecil, yang kemudian dilas bersama dengan pelat penguat. Modifikasi dilakukan dengan cara ini karena tidak ada waktu untuk membuat kolom kemudi yang lebih baru pada saat perlombaan akan berlangsung. Kehidupan pribadiSenna adalah seorang penganut Kristen Katolik yang taat. Ia pernah berkata: "Hanya karena saya percaya pada Tuhan, hanya karena saya memiliki iman kepada Tuhan, itu tidak berarti bahwa saya kebal. Itu tidak berarti bahwa saya abadi" (1989).[148] Ia sering membaca Alkitab dalam penerbangan panjang dari São Paulo, Brasil, ke benua Eropa.[149][150] Menurut saudara perempuannya, yaitu Viviane, Senna telah mencari kekuatan dari Alkitab pada pagi menjelang kematiannya: "Pada pagi terakhir itu, ia bangun dan membuka Alkitabnya dan membaca teks bahwa ia akan menerima hadiah terbesar dari semuanya, yaitu Tuhan sendiri."[148] Ketika profilnya naik, Senna menyatakan keprihatinannya terhadap kaum miskin di Brasil. Setelah kematiannya, ia diketahui diam-diam menyumbangkan jutaan kekayaan pribadinya untuk membantu anak-anak miskin.[151] Sesaat sebelum kematiannya, ia menciptakan kerangka kerja untuk organisasi yang didedikasikan untuk anak-anak Brasil, yang kemudian menjadi Instituto Ayrton Senna (IAS).[152] Senna sering dikutip menggunakan kegiatan mengemudi sebagai sarana untuk penemuan jati diri dan balap sebagai metafora untuk kehidupan: "Semakin keras saya mendorong, semakin saya menemukan kedalaman jati diri saya. Saya selalu mencari langkah berikutnya mencoba pergi ke bagian dunia yang berbeda dan tentunya mengunjungi daerah yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Mengendarai mobil Grand Prix sesekali terasa sepi, tetapi sangat mengasyikkan. Saya telah mengalami sensasi baru dan saya menginginkan lebih. Itulah kegembiraan saya dan juga motivasi saya."[153] Menjelang akhir kariernya, Senna menjadi semakin sibuk dengan risiko bahaya profesinya. Pada pagi hari sebelum kematiannya, ia memprakarsai reformasi organisasi keselamatan GPDA, yang ia maksudkan untuk bekerja meningkatkan keselamatan olahraganya.[154] Senna memiliki beberapa properti, di antaranya termasuk pertanian organik di Tatuí, Brasil (tempat ia membangun jalur gokart pada tahun 1991), rumah pantai di Angra dos Reis, Brasil, sebuah apartemen di São Paulo, Brasil, sebuah apartemen di Monako, sebuah rumah di Sintra, di Riviera Portugis, serta sebuah rumah di Algarve, Portugal.[155] Pada tahun 1994, kediaman terakhir di Algarve adalah tempat Senna tinggal bersama dengan pacar terakhirnya, yaitu Adriane Galisteu, selama lomba F1 berlaga di benua Eropa. Pasangan ini telah bertemu setahun sebelumnya di sebuah acara perhotelan oleh sponsor tim McLaren, yaitu Shell, sebagai bagian dari Grand Prix Brasil, dan Galisteu pada saat itu mengikuti audisi melalui agen model untuk bekerja sebagai nyonya rumah.[12] Senna menikmati berbagai kegiatan olahraga fisik termasuk berlari, bermain ski air, jet ski, dan bermain papan luncur. Ia juga memiliki beberapa hobi, seperti menerbangkan pesawat nyata, dan pesawat model, termasuk helikopter.[156] Ia juga suka berperahu, memancing, dan mengendarai sepeda motor Ducati favoritnya. Jet pribadinya adalah British Aerospace 125, dan ia juga mengemudikan helikopternya sendiri di antara tempat tinggalnya di Brasil, dan pada saat akan bepergian ke balapan.[157] Untuk ulang tahunnya yang ke-29 pada tahun 1989, Angkatan Udara Brasil memberi Senna penerbangan dengan salah satu pesawat jet mereka (Dassault Mirage III), yang membawa corak peringatan dan sekarang dipamerkan di Museum Dirgantara Rio de Janeiro.[158] Senna berteman dekat dengan pembalap asal Austria, yaitu Gerhard Berger, yang pernah menjadi rekan setimnya di tim McLaren, dan keduanya selalu saling bercanda satu sama lain.[159] Berger mengatakan, "Ia mengajari saya banyak tentang olahraga kami, dan saya mengajarinya untuk tertawa."[160] Dalam film dokumenter The Right to Win, yang dibuat pada tahun 2004 sebagai penghargaan untuk Senna, Frank Williams terutama mengingat bahwa bagi seorang pembalap sebagus Senna, pada akhirnya "ia adalah pria yang jauh lebih besar di luar mobil daripada di dalamnya." Pada tahun 1992, Senna menerima tilang dan larangan mengemudi sementara di Inggris setelah mengendarai sebuah mobil Porsche dengan kecepatan hingga 121 mil/j pada M25 dekat London, Inggris.[161] Senna menikah dengan Lilian de Vasconcelos Souza dari tahun 1981 hingga 1982. Vasconcelos, yang ia kenal sejak kecil, mengalami kesulitan beradaptasi dengan kehidupan balap suaminya di Inggris. Vasconcelos kemudian berkata, "Saya adalah gairah kedua. Hasrat pertamanya adalah balap ... Tidak ada yang lebih penting di dunia baginya, bukan keluarga, bukan istri, tidak ada apa pun."[162] Meskipun Senna tidak memiliki banyak penghasilan di awal karier balapnya, Senna bersikeras mendukung istrinya tanpa bantuan dari ayahnya karena rasa bangga.[163] Pernikahan ini lantas berakhir dengan perceraian. Senna kemudian mendekati Adriane Yamin, putri seorang pengusaha dari São Paulo, Brasil, yang berusia 15 tahun ketika mereka memulai hubungan pada tahun 1985, dan sering didampingi oleh ibunya selama pertemuan dengan Senna. Mereka berdua sempat bertunangan sebentar, tetapi hubungan itu pada akhirnya terputus oleh Senna pada akhir tahun 1988.[164] Senna berkencan dengan seorang bintang TV asal Brasil, yaitu Xuxa, dari akhir tahun 1988 hingga 1990.[164] Ia kemudian berkencan dengan Christine Ferracciu, yang tinggal bersama dengannya di rumahnya di Monako dan Portugal antara tahun 1990 dan 1991. Senna juga berselingkuh dengan seorang model asal Amerika, yaitu Carol Alt[165], dan secara singkat mengencani model Marjorie Andrade dan Elle Macpherson.[164][166] Saat menjelang akhir hayatnya, Senna menjalin hubungan dengan seorang model asal Brasil, sekaligus personil televisi, yaitu Adriane Galisteu.[167] Salah satu klaim paling mewah yang melibatkan mitra masa lalu Senna dibuat oleh Edilaine de Barros, seorang mantan model yang lebih dikenal sebagai Marcella Praddo. Ia menuduh bahwa pasangan itu berpacaran dari tahun 1992 hingga 1994. Beberapa minggu setelah kematian Senna, anak de Barros, yaitu Victoria, lahir dan membuat pengumuman klaim bahwa Senna adalah ayahnya, tetapi ditinggalkan setelah penolakan terhadap klaim-klaim oleh keluarga Senna. Bertahun-tahun kemudian, setelah bergabung dengan sebuah sekte keagamaan, mantan model itu diyakinkan untuk mencoba menuntut terhadap warisan Senna. Pada tahun 2000, tes DNA sampel rambut dan air liur yang diberikan oleh orang tua Senna secara meyakinkan membuktikan bahwa Senna bukanlah ayah dari anak de Barros.[168] Pada tahun-tahun awalnya di dalam ajang F1, Senna menjadi sasaran kampanye kotor yang dirancang oleh Nelson Piquet, mulai dari Senna yang dianggap sebagai sopir taksi, hingga tuduhan menjadi homoseksual karena pernikahannya yang gagal.[169] Menurut sebuah wawancara tahun 1990 oleh Playboy edisi Brasil, Senna menyatakan bahwa ia kehilangan "keperjakaannya" pada usia 13 tahun karena seorang pelacur yang diatur oleh sepupunya, dan ia juga menyindir bahwa ia memiliki hubungan dengan calon istri Piquet.[169] Mantan pembalap F1, yaitu Bruno Senna, adalah keponakan dari Senna (yang merupakan anak perempuan adiknya Viviane) yang mana Senna sempat berujar pada tahun 1993: "Jika kamu berpikir aku cepat, tunggu saja sampai kamu melihat keponakanku Bruno."[170] Karena kematian pamannya, Bruno pada awalnya sempat berniat untuk tidak melanjutkan karier balapan atas desakan keluarganya.[171] Ia akhirnya membalap di dalam ajang F1 antara tahun 2010 dan 2012, dengan tahun terakhir bergabung untuk tim Williams, yang merupakan keputusan yang memiliki dampak emosional yang signifikan pada keluarga Senna, dan dipandang oleh beberapa orang sebagai penandatanganan hanya karena nama besar Bruno dan uang yang bisa dibawa olehnya.[172] Aktivitas komersial non-balapPada akhir dasawarsa 1980-an, untuk memanfaatkan hubungan dekat yang telah dibentuk Honda dengan Senna, perusahaan asal Jepang itu memintanya untuk membantu menyempurnakan pengaturan suspensi Honda NSX selama tahap pengembangan terakhirnya. Uji coba dilakukan di berbagai sirkuit, termasuk lima sesi dengan prototipe di Sirkuit Suzuka, di mana kepala insinyur NSX Shigeru Uehara dan timnya hadir untuk mengumpulkan masukan langsung dari Senna.[173] Senna menemukan bahwa prototipe NSX awalnya tidak memiliki kekakuan sasis sampai tingkat yang ia terbiasa sehingga versi produksi akhir semakin diperkuat untuk kepuasannya.[174] Senna dilaporkan memiliki akses ke tiga mobil ini: NSX 1993 hitam di negara Brasil yang ia pesan sesuai spesifikasinya dengan membawa plat nomor BSS-8888 yang mewakili inisial namanya untuk "Beco" - nama panggilan masa kecilnya - "Senna da Silva" dan 8 untuk memperingati kejuaraan F1 pertamanya pada tahun 1988, kemudian mobil serupa dengan warna merah dengan plat SX-25-59 yang dipinjamkan kepadanya oleh Honda Portugal, serta yang terakhir mobil warna hitam yang dibeli oleh Antonio Carlos de Almeida Braga, yang merupakan teman dekat pribadi, manajer, dan mentor Senna.[175] Selain itu, Senna juga muncul dalam berbagai iklan untuk Honda Prelude generasi ke-4. Senna juga berperan dalam membawa mobil Audi ke negara Brasil baik sebagai bisnis impor dan manufaktur. Audi memasuki negara Brasil pada tahun 1994 melalui perusahaan Senna, yaitu Senna Import, yang didirikan pada tahun 1993. Penjualan dimulai pada bulan April tahun tersebut, dan hanya sebulan sebelum Senna berpulang. Pada tahun 1999, Audi Senna diciptakan sebagai perusahaan patungan Audi dengan Senna Import.[176] Selain NSX hitam seperti yang telah disebutkan di atas, mobil pribadi Senna lainnya pada tahun 1994 adalah Audi 100 S4 Avant warna perak.[177][178] Pada awal dasawarsa 1990-an, Senna mengembangkan merek barang dagangannya sendiri yang diwakili oleh logo dengan huruf S ganda yang berbasis dari nama lengkapnya, yaitu "Senna da Silva".[179] Logo ini dimaksudkan untuk mewakili S chicane di sirkuit balap. Merek barang yang dijual Senna adalah pakaian, jam tangan, sepeda (Carraro), sepeda motor, dan kapal. Hublot,[180] TAG Heuer,[181] dan Universal Genève[182] telah membuat jam tangan edisi terbatas untuk menghormati Senna, baik selama masa hidupnya, maupun setelah kematiannya. WarisanBanyak peningkatan keamanan dibuat dalam olahraga balap F1 setelah kematian Senna dan Ratzenberger serta kecelakaan Barrichello. Beberapa diantaranya termasuk peningkatan kualitas tembok pembatas, sirkuit-sirkuit yang didesain ulang, standar keselamatan kecelakaan yang lebih tinggi (seperti kusen yang lebih besar di sepanjang area kokpit pembalap) dan pengurangan tenaga mesin. Tikungan Tamburello dan bagian lain dari sirkuit Imola diubah untuk musim 1995. Perubahan ini terlepas dari seruan untuk diminta pada musim 1989, setelah kecelakaan serius berkecepatan tinggi di mana teman Senna, yaitu Gerhard Berger, menderita luka bakar di tangannya. Tidak ada tindakan perubahan yang terjadi setelah kecelakaan itu karena -setelah pemeriksaan oleh Senna dan Berger- selama bertahun-tahun di klaim bahwa tembok pembatas di area tersebut tidak dapat dipindahkan lebih jauh ke belakang karena sungai di dekatnya.[183] Prosedur penanganan medis di trek juga diubah dengan personil mengangkat tirai penutup di lokasi kecelakaan untuk mencegah publik dari melihat gambar yang menyedihkan seperti yang terjadi di televisi saat insiden Senna terjadi. Pada bulan Juli 1994, tim nasional sepak bola Brasil mendedikasikan gelar Piala Dunia mereka untuk Senna dan secara kolektif memegang spanduk di lapangan setelah berhasil mengalahkan Italia di pertandingan final.[184][185] Senna telah bertemu dengan berbagai anggota tim, termasuk Ronaldo[186] dan Leonardo, tiga bulan sebelumnya di Paris, dan memberikan semangat untuk seluruh anggota timnas, dengan mengatakan bahwa "ini tahun kita".[187] Sepanjang sisa musim 1994, Senna diperingati dengan berbagai cara. Damon Hill bersama dengan Michael Schumacher mendedikasikan kesuksesan individu mereka untuk Senna dengan kemenangan Hill di Grand Prix Spanyol dan kemenangan kejuaraan dunia Schumacher di Grand Prix Australia.[188][189] Beberapa bulan sebelum kematiannya, Senna telah berdiskusi dengan saudara perempuannya tentang rencana pendirian sebuah organisasi amal dengan didasarkan pada keinginan untuk berkontribusi bagi mereka yang kurang beruntung dengan cara yang lebih terorganisir dan efektif. Setelah kematiannya, Viviane Senna mendirikan Instituto Ayrton Senna untuk menghormatinya, yang telah menginvestasikan hampir US$ 80 juta selama 12 tahun terakhir dalam program sosial dan tindakan dalam kemitraan dengan sekolah, pemerintah, LSM, dan sektor swasta yang bertujuan menawarkan anak-anak dan remaja dari latar belakang berpenghasilan rendah untuk pengembangan keterampilan dan peluang yang mereka butuhkan untuk mengembangkan potensi penuh mereka sebagai pribadi, warga negara, dan profesional di masa depan.[190] Yayasan ini secara resmi dinasihati oleh Bernie Ecclestone, Frank Williams, Alain Prost, dan Gerhard Berger. Karakter kartun Senninha ("Little Senna"), lahir pada tahun 1993/94, adalah cara lain yang dengannya Senna memperpanjang status panutannya demi anak-anak Brasil.[191] Di negara asalnya, yaitu Brasil, sebuah jalan bebas hambatan utama dari bandara internasional ke São Paulo dan sebuah terowongan di sepanjang rute ke jantung kota dinamai Senna. Juga, salah satu jalan raya terpenting di Rio de Janeiro dinamai Senna ("Avenida Ayrton Senna"). Jalan utama di resor Portugal di Quinta do Lago, Algarve, juga dinamai berdasarkan dirinya, karena vilanya di sana sangat dekat (tetapi tidak di) jalan ini. Sebagian dari Sirkuit Interlagos di São Paulo dinamai "Senna Esse Chicane" untuk menghormatinya dan didekorasi dengan karya seni yang dipesan dari seniman artistik Brasil, yaitu Luciana Bermelho. Di kota Reading, Berkshire, Inggris, tempat Senna tinggal untuk waktu yang singkat, jalan di pinggiran kota Tilehurst dinamai menurut namanya.[192] Pada bulan April 2000, Senna dilantik ke dalam International Motorsports Hall of Fame.[193] Pada tahun itu juga, publik Inggris memilih aksi putaran pembukaan Senna pada lomba Grand Prix Eropa 1993 sebagai salah satu dari Daftar 100 Momen Olahraga Terbaik, tepatnya di urutan ke-43.[194] Pada tahun 2004, sebuah buku berjudul Ayrton: The Hero Revealed (judul asli: Ayrton: O Herói Revelado[195]) diterbitkan di negara Brasil untuk peringatan 10 tahun kematiannya. Senna tetap menjadi pahlawan nasional di Brasil dan makamnya menarik lebih banyak pengunjung daripada makam John F. Kennedy, Marilyn Monroe, dan Elvis Presley jika digabungkan.[149] Selain itu, untuk menandai peringatan 10 tahun kematian Senna, pada tanggal 21 April 2004, lebih dari 10.000 orang menghadiri pertandingan amal di stadion sepak bola dekat Imola. Permainan ini diselenggarakan oleh beberapa penggemar setia Senna dari negara Italia dan Kanada, dengan mempertandingkan tim Brasil yang berhasil memenangkan Piala Dunia 1994 untuk menghadapi "Nazionale Piloti", sebuah tim eksibisi yang secara eksklusif terdiri dari para pembalap mobil top. Senna sendiri pernah jadi anggota tim Nazionale Piloti pada tahun 1985. Michael Schumacher, Jarno Trulli, Rubens Barrichello, Fernando Alonso, dan banyak lainnya, menghadapi orang-orang seperti Dunga, Careca, Taffarel, dan beberapa tim yang berhasil memenangkan Piala Dunia FIFA di Amerika Serikat 10 tahun sebelumnya. Pertandingan selesai dengan skor 5–5 dan uang disumbangkan ke IAS. Viviane Senna, presiden IAS, juga terlibat dalam kick-off pertandingan ini. Pada akhir pekan yang sama, Bernie Ecclestone mengungkapkan bahwa ia masih percaya Senna dan tetap menjadi pembalap F1 terbaik yang pernah ia lihat.[139] Sejak kematiannya, Senna telah menjadi subjek dari beberapa lagu (baik yang sepenuhnya didedikasikan kepadanya atau hanya merujuk kepadanya) termasuk oleh: penyanyi-penulis lagu Italia Lucio Dalla (lagu berjudul "Ayrton"[196]) dan band rock The Rock Alchemist (lagu tribut "Live or Die");[197] Pianis jazz Kim Pensyl; Gitaris jazz-fusion Jepang dan pemimpin band T-square Masahiro Andoh (referensi dalam lagu-lagu seperti "Face" dan revisi berikutnya, seperti "The Faces"); Chris Rea (di lagunya "Saudade"); Band Spanyol Delorean (lagu panjang pada tahun 2009 berjudul Ayrton Senna); Band jazz asal Inggris Corduroy (pada tahun 1994 dengan lagu "Ayrton Senna"). Antara tahun 1996 dan 1998, untuk memberi penghormatan kepada Senna, pabrikan sepeda motor Ducati asal Italia membuat tiga edisi khusus Ducati 916 "Senna". Ducati pada waktu itu dimiliki oleh Claudio Castiglioni, teman pribadi Senna yang merupakan pemilik fanatik Ducati dan mendukung peluncuran 916 ini pada bulan Maret 1994. Pada tahun 2002, di bawah kepresidenan Castiglioni, MV Agusta juga merilis edisi khusus sepeda motor F4 750 Senna, diikuti oleh F4 Senna 1000 pada tahun 2006. Dalam kedua rilis tersebut, setiap edisi dibatasi hingga 300 unit, dan seperti halnya dengan Ducati, semua keuntungan dari penjualan disumbangkan ke Yayasan Ayrton Senna.[198] Pada tahun 2013, Ducati juga merilis edisi khusus sportbike top-of-the-range baru mereka 1199 Panigale S Senna.[199] Pada tahun 2014, IAS menugaskan Vespa untuk membuat sebuah motor memoratif untuk peringatan yang dilelang untuk amal. Motor dicat kustom dalam warna helm Ayrton Senna oleh Alan Mosca, putra pencipta desain helm Senna, Sid, berdasarkan lebih dari 50 "T5 Pole Position" model skuter PX125 yang Ayrton menangkan sebagai bagian dari penghargaan kepada peraih pole lomba ajang F1 yang diperkenalkan oleh Piaggio pada tahun 1985.[200] Pengelola Sirkuit Jalan Raya Adelaide, Australia Selatan, Australia, mengganti nama chicane tikungan pertama sirkuit menjadi "Senna Chicane" untuk menghormatinya pada tahun 1994 dan juga sebuah jalan di pinggiran Wingfield Adelaide bernama "Senna Road".[201] Versi yang lebih pendek dari sirkuit Adelaide (yang menjadi tempat kemenangan F1 terakhir Senna) dan chicane tetap digunakan untuk acara-acara motorsport lokal, dan kemudian ditambahkan sebuah plakat beton peringatan yang dipasang pada tahun 1995, dengan tanda tangan dan cetakan tangan Senna yang juga berlokasi di sana.[202] Sirkuit Adelaide dikatakan sebagai favorit Senna, dan ia dilaporkan tidak senang dengan pergantian tempat lomba dari Adelaide ke Melbourne pada tahun 1996.[203] Sirkuit olahraga bermotor lainnya memiliki nama Senna pada bagian treknya, antara lain seperti Circuito de Jerez di Spanyol, Hockenheimring di Jerman, Circuit Gilles Villeneuve di Kanada, dan Autódromo Juan y Oscar Gálvez di Argentina. Senna terpilih sebagai pembalap terbaik sepanjang masa di berbagai jajak pendapat olahraga bermotor, termasuk jajak pendapat majalah F1 Racing pada tahun 2004 dan jajak pendapat surat kabar asal Jerman, yaitu Bild am Sonntag tentang pembalap saat ini pada tahun 2010.[204] Pada tahun 2009, sebuah jajak pendapat dari 217 pembalap aktif saat ini dan mantan pembalap F1 dilakukan oleh majalah Autosport, dan hasilnya menyebut Senna sebagai "pembalap F1 terhebat yang pernah hidup".[205][206] Pada tahun 2012, wartawan BBC Sport memilih Senna sebagai pembalap F1 terhebat sepanjang masa setelah menyebut 20 pembalap terhebat mereka dalam hitungan mundur di situs web mereka.[8] Pada tahun 1993, sebuah polling tentang pembalap F1 memberi Senna suara hampir bulat sebagai pembalap terbaik di dalam ajang F1.[207] Pada tahun 2006, publik Jepang memberikan Senna dalam urutan ke-22 dalam survei terhadap orang-orang favorit mereka dalam sejarah.[208] Hasil ini adalah bagian dari Program 100 Orang Teratas Dalam Sejarah di Jepang yang disiarkan oleh Nippon TV pada tanggal 7 Mei tahun itu.[209] Pada tahun 2007, Pangeran Albert dari Monako meluncurkan sebuah plakat untuk menghormati Senna dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Vivane Senna. Sebuah pameran juga berlangsung yang memamerkan kemenangan Senna di sekitar Monako, bersama dengan helmnya yang dipinjam dari keluarga Senna dan sejumlah mobil McLaren yang pernah dikendarai oleh Senna yang dibawa langsung dari Motegi, Jepang.[210] Pada tanggal 21 Maret 2010, pada hari yang akan menandai ulang tahun Senna yang ke-50, klub sepak bola Corinthians, yang didukung oleh Senna, memainkan rekaman untuk mengenang Senna yang juga merupakan bagian dari tema yang dimainkan di São Paulo Motor Show.[211] Pada tanggal 25 Juli 2010, acara otomotif BBC, yaitu Top Gear, memberikan penghormatan emosional kepada Senna dengan Juara Dunia F1 asal Inggris, yaitu Lewis Hamilton, yang mengendarai MP4/4 yang pernah dikendarai oleh Senna pada musim 1988. Acara ini digelar sebelum rilis film dokumenter pemenang BAFTA Award yang dinamai menurut namanya, Senna, disutradarai oleh Asif Kapadia. Dalam siaran dokumenter ini, yang hanya disiarkan satu kali saja oleh BBC, Senna dinamai sebagai pembalap nomor satu oleh sesama pembalap. Sebagai film yang diproduksi oleh StudioCanal, Working Title Films, dan Midfield Films, Senna dirilis dan mendapat pujian dari para kritikus film.[212] Sejak kematian Senna, setiap mobil tim Williams memasang logo Senna 'S' kecil di mobil F1-nya untuk menghormati mantan pembalap mereka dan mendukung IAS. Logo yang direvisi kemudian ditampilkan pada tahun 2014 untuk peringatan 20 tahun kematian Senna.[213] Pada bulan Juli 2013, Honda merilis sebuah video dari sebuah penghargaan audio-visual di sirkuit Suzuka dalam keadaan gelap dengan judul "Sound of Honda - Ayrton Senna 1989". Menggunakan telemetri dan suara McLaren MP4/5 bermesin Honda yang dikemudikan oleh pembalap Brasil, Honda menciptakan kembali catatan putaran 1:38,041 menit, dengan memposisikan speaker dan lampu di sepanjang jalur 5,8 km, dan mengaktifkannya dalam sinkronisasi dengan posisi mobil balap selama putaran tersebut.[214] Pada bulan Mei tahun itu juga, Honda juga mengumumkan bahwa mereka akan kembali ke dalam ajang F1 sebagai pemasok mesin tim McLaren mulai tahun 2015, dengan kedua perusahaan lagi memanfaatkan sisi legendaris Senna sebagai bagian dari kampanye iklan mereka sejak saat itu.[215][216] Pada tanggal 25 Oktober 2013, sebuah bundel PlayStation 3 edisi liburan dengan Gran Turismo 6 diumumkan yang didedikasikan untuk mengenang Senna dengan beberapa hasil penjualan dari bundel ini akan akan disumbangkan untuk IAS.[217] Ini bukan pertama kalinya Senna diabadikan dalam sebuah video game, karena pada tahun 1992, Sega mengembangkan dan menerbitkan Ayrton Senna's Super Monaco GP II untuk Sega Mega Drive, Master System, dan Game Gear. Selain menampilkan saran dari Senna sendiri, di dalam permainan tersebut juga termasuk sirkuit pertanian Senna sendiri di Tatuí, São Paulo, dan didasarkan pada Formula Satu musim 1991 (meskipun untuk susunan pembalap di luar Senna berikut nama timnya dibuat fiktif karena masalah lisensi). Setelahnya, kemudian diikuti oleh Ayrton Senna Personal Talk: Message for the Future, yang eksklusif hanya dirilis di Jepang untuk Sega Saturn, yang merupakan cakram multimedia yang berisi wawancara dengan Senna yang dilengkapi dengan gambar foto. Pada bulan Maret 2014, selama perayaan Karnaval Brasil, kelompok samba Unidos da Tijuca memberikan penghormatan kepada Senna di salah satu parade mereka di Rio de Janeiro. Kelompok ini memamerkan mobil McLarennya bersama dengan karakter lain yang terkait dengan kecepatan, seperti Sonic, The Flash, dan Usain Bolt. Sekolah memenangkan trofi yang didambakan untuk parade terbaik 2014.[218] Pada tanggal 21 Maret 2014, Google memiliki Doodle khusus untuk menghormati ulang tahun Senna yang ke-54 di hari tersebut.[219] Dalam jelang acara peringatan 20 tahun kematian Senna pada tanggal 29 April 2014, dalam kemitraan dengan IAS, maskapai regional Brasil, yaitu Azul Linhas Aereas, membayar tribut dengan menamai ulang Embraer ERJ-195 (nomor registrasi. PR-AYU (cn 19000434)) dengan nama dan corak baru. Pesawat itu, yang sebelumnya disebut "Azultec", telah diganti namanya menjadi "#sennasempre" ("Senna selalu"), dan menampilkan logo IAS di sisi belakang badan pesawat dan gambar helm F1 Senna di bagian depan, membuatnya tampak seolah-olah memakai helm ikonik.[220][221] Tribut juga dibuat di sirkuit Imola untuk menandai peringatan 20 tahun kematian Senna.[222][223] Pada tanggal 1 Mei 2014, ribuan penggemar dari seluruh dunia berkumpul di area tikungan Tamburello, di tempat yang tepat di mana Senna mengalami kecelakaan fatal 20 tahun sebelumnya, untuk mengheningkan cipta selama satu menit. Berbagai pembalap F1 saat ini dan yang sebelumnya hadir, termasuk: pembalap Ferrari, yaitu Fernando Alonso dan Kimi Räikkönen; Anggota Akademi Pembalap Ferrari, yaitu Jules Bianchi; Teman dekat Senna dan rekan setim saat di tim McLaren, yaitu Gerhard Berger; pembalap asal Italia, yaitu Jarno Trulli, Ivan Capelli, Pierluigi Martini, Andrea de Cesaris, dan Emanuele Pirro.[224] Bunga-bunga dan barang-barang berharga lainnya juga ditempatkan di sekitar patung Senna, yang terletak berbatasan langsung dengan tikungan Tamburello.[225] Pada bulan Mei dan Juli 2014, Republik San Marino mengeluarkan 70.008 lembar perangko peringatan Senna yang bernilai EUR 2.50[226][227] serta 8.000 koin perak dalam denominasi EUR 5,00. Pada bulan Desember 2014, sebuah perusahaan asal Perancis juga memproduksi 520 koin peringatan yang dirancang oleh seorang seniman asal Brasil.[228] Perusahaan asal Amerika Serikat, yaitu Rosland Capital, bekerja sama dengan Ayrton Senna Institute untuk menghasilkan koleksi koin peringatan pada tahun 2017.[229] Pada bulan November 2014, seniman asal Inggris, yaitu Ian Berry, meluncurkan potret Ayrton di São Paulo di Institut Ayrton Senna kepada pers dan keluarga Ayrton Senna. Seniman terkenal karena karya seninya hanya menggunakan celana jins yang disajikan yang juga termasuk jins dari keluarga Senna yang mendapat pujian besar.[230][231][232] Karya itu berkeliling dunia untuk banyak penggemar untuk melihat dan memperingati ulang tahun ke-20 kematiannya. Pada bulan Februari 2015, pesepakbola internasional Alessandro Del Piero meresmikan pameran "AYRTON" yang diadakan di Turin hingga bulan Mei 2015 di ADPlog. Itu adalah penghargaan untuk Senna yang dikuratori dan dengan hasil penjualan tiket yang disumbangkan ke IAS. Ada pameran mobilnya, gokart, dan helm, serta potret denim Ian Berry.[233] Pada bulan Juli 2015, pembaruan untuk Angry Birds Go! menambahkan Ayrton Senna sebagai karakter pembalap yang dapat dimainkan.[234] Berbagai museum lilin Madame Tussauds di seluruh dunia memamerkan sosok Senna berukuran penuh dalam seragam balapnya.[235] Pada tahun 2015, ketika Lewis Hamilton berhasil memenangkan gelar juara dunia ketiganya, menyamakan pahlawan Ayrton dengan ketiganya, keluarga Senna memberinya edisi potret Ian Berry yang terbuat dari jeans keluarga, Viviane Senna menyerahkannya kepadanya di São Paulo.[236] Pada tanggal 10 Juni 2017, setelah berhasil menyelesaikan babak kualifikasi pada posisi pole untuk Grand Prix Kanada, Lewis Hamilton diberikan helm Senna yang pernah dikenakan oleh Senna selama perlombaan. Helm diberikan oleh keluarga Senna sebagai pengakuan atas posisi pole ke-65 Hamilton yang menyamai catatan rekor Senna.[237] Pada tanggal 9 Desember 2017, McLaren meluncurkan McLaren Senna sebuah hypercar 789 bhp yang berfokus pada trek yang dinamai berdasarkan Senna.[238] Pada tanggal 1 Oktober 2018, Nike dan Corinthians bekerja sama dengan Ayrton Senna Institute mengungkap koleksi orang dalam yang belum pernah dilihat sebelumnya oleh skema warna tim Lotus untuk menghormati Ayrton Senna, termasuk perlengkapan kit ketiga baru tim. Koleksi #LuteAtéSerEterno [bertarung sampai Anda abadi] adalah penghargaan untuk peringatan 30 tahun gelar dunia pertama yang diraih Senna yang dimenangkan di Suzuka, Jepang.[239] Bendera setengah Austria setengah Brasil dimunculkan di tangga teratas podium oleh pemenang lomba Grand Prix Spanyol 2019, untuk menghormati Ratzenberger dan Senna.[240] Sebuah konten unduhan (DLC) untuk permainan video F1 2019 produksi Codemasters yang menggambarkan persaingan Senna dengan Alain Prost dirilis pada bulan Juni, lengkap dengan penggambaran digital dari dua pembalap bersama dengan skema cat mobil balap yang terinspirasi oleh desain helm mereka.[241] Desain helmAdaptasi oleh pribadiPada masa-masa kartingnya, helm Senna terdiri dari latar belakang putih polos dengan tidak ada fitur yang menonjol. Ia lantas bereksperimen dengan beberapa desain untuk memuaskannya, seperti helm putih, kuning, dan hijau,[242] sebelum menetap dengan desain oleh Sid Mosca yang mencakup latar belakang kuning dengan garis hijau di sekitar visor atas dan garis biru muda metalik yang mengelilingi bagian bawah. Visor (kedua garis digambarkan dalam warna garis lain) yang pertama kali terlihat pada tahun 1979; Mosca juga melukis helm untuk Emerson Fittipaldi dan Nelson Piquet. Menurut Mosca, garis-garis biru dan hijau melambangkan gerakan dan agresi, sedangkan keseluruhan warna kuning melambangkan anak muda;[15] ketiga warna itu juga dapat diidentifikasi dengan Bendera Brasil. Helm tidak pernah mengalami perubahan signifikan selain dari sponsor. Salah satu perubahan adalah Senna sesekali mengubah garis dari biru menjadi hitam. Nada kuning berubah beberapa kali sementara biasanya kuning sunburst yang kaya. Pada tahun 1985 dan 1986, di beberapa lomba, ia menggunakan warna kuning neon neon. Pada tahun 1994, helm itu lebih ringan, kuning pucat untuk melengkapi biru dan putih mobil Williams. Ia menggunakan sejumlah merek helm sepanjang kariernya. Dari tahun 1977 hingga 1989, ia menggunakan Bell (Star - '77 ke '82, XFM-1 - '83 ke '89), dari tahun 1990 hingga 1991 memakai merek internal Honda, Rheos, dari tahun 1992 hingga 1993 ia menggunakan Shoei (X-4) dan untuk tahun 1994, ia kembali menggunakan Bell (M3 Kevlar).[243] Helm yang dikenakan oleh Senna dalam balapan fatal di Grand Prix San Marino 1994 dikembalikan ke Bell pada tahun 2002 untuk selanjutnya dimusnahkan, dengan disaksikan oleh anggota keluarganya.[244] Adaptasi oleh pihak ketigaKeponakannya, yaitu Bruno, mengenakan versi modifikasi dari desain helm Senna (helm kuning dengan garis hijau dan biru) selama kariernya di dalam ajang F1, tetapi garis-garis itu dibentuk setelah huruf S daripada lurus di bawah area dagu ia memiliki garis hijau serta memiliki persegi panjang bulat biru di area atas. Bruno memakai desain helm yang dimodifikasi untuk tiga balapan terakhir musim 2011, untuk menghormati peringatan 20 tahun keberhasilan Ayrton memenangkan gelar kejuaraan dunia pembalap terakhirnya.[245] Pada Grand Prix Brasil 1995, Rubens Barrichello memasukkan bagian dari desain helm Senna ke dalam helm miliknya.[246] Untuk Grand Prix Brasil 2011, varian lain dari helm Senna digunakan oleh Lewis Hamilton dan oleh Barrichello juga. Hamilton menggunakan desain itu dengan izin dari saudara perempuan Senna, yaitu Viviane, dan helm itu kemudian dijual untuk mendukung IAS.[247] Pada Grand Prix Brasil 2015, Hamilton sekali lagi memvariasikan desain helmnya (kali ini, bagian belakang saja karena adanya pembatasan FIA pada perubahan desain yang berlaku sejak awal tahun 2015), disertai dengan pengumuman Twitter yang menyatakan "Hanya untukmu, Brasil!! Penghargaan untuk yang terbesar."[248] Di luar balap mobil, pengendara sepeda asal Brasil, yaitu Murilo Fischer, mengenakan helm berdasarkan skema warna helm Senna kuning dengan garis-garis hijau dan biru pada stage 11 acara balap sepeda Giro d'Italia 2015, yang secara kebetulan juga finisnya di sirkuit Imola.[249] Untuk Grand Prix Emilia Romagna 2020 di sirkuit Imola, Pierre Gasly mengenakan desain helm khusus dengan warna Senna dan lencana Senna Sempre di atasnya. Statistik karierMusim ke musimHasil Formula Satu(Kunci) (Lomba yang ditebalkan mengindikasikan pole position sementara lomba yang dimiringkan mengindikasikan lap tercepat.) ‡ Setengah poin yang diberikan karena lomba berjalan kurang dari 75% jarak perlombaan. Daftar kemenangan Grand Prix Formula SatuRekor Formula SatuAyrton Senna sampai saat ini memegang rekor-rekor sebagai berikut:
Referensi
Pranala luar
|