Rubens Barrichello
Rubens Goncalves Barrichello (pengucapan bahasa Portugis: [ˈʁubẽjs baʁiˈkɛlu], panggilannya Rubinho atau Rubino, lahir 23 Mei 1972) adalah seorang mantan pembalap F1 asal Brasil. Selama kariernya di dalam ajang F1 dari musim 1993 sampai dengan 2011, ia telah bergabung dengan banyak tim, yaitu Jordan, Stewart, Ferrari, Honda, Brawn, dan Williams.[1] Prestasi terbaiknya adalah pada saat ia menjadi runner-up dunia tahun 2002 dan 2004 pada saat bergabung bersama dengan Michael Schumacher di tim Ferrari. Sejak musim 2012, Rubens membalap di dalam ajang IndyCar bersama dengan tim KV Racing Technology.[2][3] Setelah berkompetisi hanya selama satu tahun saja, dan gagal menemukan tim untuk balapan di musim 2013, Barichello kembali lagi ke Brasil untuk berkompetisi di kejuaraan Seri V8 Mobil Stok Brasil. Dia pada saat ini berkompetisi penuh waktu di Stock Car Pro Series Brasil, dengan mengendarai mobil Toyota Corolla E210 No. 111 untuk tim Full Time Sports. Dia berhasil mencetak 11 kemenangan Grand Prix dan 68 podium.[4] Sepanjang kariernya di dalam ajang F1, Rubens memegang rekor sebagai salah satu pembalap yang paling berpengalaman di dalam ajang F1, dengan jumlah keikutsertaan dalam lomba F1 sebanyak 300 kali, yang ia catatkan di Grand Prix Belgia 2010, dan pembalap yang mengikuti start balapan sebanyak 300 kali, yang ia catatkan di Grand Prix Jepang 2010. Sebelumnya, rekor partisipan terbanyak dalam lomba F1 tercatatkan atas nama Riccardo Patrese, yang mencatatkan 256 kali start sampai akhir kariernya di Grand Prix Australia 1993. Barrichello juga tercatat bersama dengan David Coulthard sebagai salah satu pembalap F1 tersukses pada abad ke-21 yang tidak pernah meraih gelar juara dunia. ProfilPribadiBaik ayah dan kakek dari Barrichello juga bernama sama, Rubens Barrichello.[5] Berdasar dari persamaan nama itulah, Rubens kemudian dipanggil sebagai Rubinho (bahasa Portugal untuk Rubens kecil), yang kemudian menjadi nama panggilannya sampai sekarang. Rubinho sendiri ternyata juga memiliki kesamaan lain dengan sang ayah, yaitu tanggal lahir yang sama: 23 Mei.[6] Rubens merupakan pendukung dari klub sepak bola Brasil, S.C. Corinthians. Namun ia juga sempat menjadi pendukung Juventus saat ia bersama Michael Schumacher diundang hadir ke stadion Old Trafford Manchester, saat final Liga Champions 2003 antara A.C. Milan vs. Juventus. Barrichello dan Schumi juga sempat membentuk sebuah tim sepak bola amal yang para pemainnya diisi oleh atlet seperti Valentino Rossi, Boris Becker, Roger Federer, dan atlet sepak bola sungguhan semacam Zinedine Zidane, Alessandro Del Piero, dan Pavel Nedved. TemanBarrichello menikah dengan Silvana Giaffone pada 24 Februari 1997. Silvana merupakan saudara dari pembalap Indy asal Brasil, Felipe Giaffone, dan juga merupakan keponakan dari Affonso Giaffone Filho dan Zeca Giaffone. Saat ini pasangan Rubinho dan Silvana telah mempunyai dua orang anak laki-laki, Eduardo yang lahir pada tahun 2001 dan Fernando yang lahir pada tahun 2005. Pasangan Rubinho dan Silvana saat ini tinggal di Banbury dan Curmor, kawasan Oxfordshire, Inggris. Teman terbaik Rubens di ajang F1 adalah Felipe Massa. Bukti kedekatan Rubens dan Felipe Massa ia perlihatkan saat Massa mengalami kecelakaan di Hungaria 2009 dan harus istirahat dari balap F1, Rubens kemudian memberikan sedikit sentuhan helm Massa pada helm miliknya.[7] Dan kemenangan di GP Eropa 2009 yang ia raih kemudian juga ia persembahkan kepada Massa. Sedangkan idola masa kecil Rubens yang turut mempengaruhinya agar turun ke ajang balapan adalah almarhum Ayrton Senna. Sehari sebelum Senna wafat di 1 Mei 1994, Rubens sempat mengingat bahwa Senna-lah yang pertama kali menjenguknya di medical centre ketika Rubens mengalami kecelakaan di sesi latihan GP San Marino 1994. Seminggu sebelumnya juga Rubens sempat terkenang akan idolanya tersebut yang secara tidak sengaja mengajak Rubens makan di sebuah restoran cepat saji di Jepang. Karier awalBarrichello memenangi lima gelar karting di Brasil sebelum akhirnya ia pergi ke Eropa untuk membalap di ajang Formula Vauxhall Lotus series di 1990.[8] Pada tahun pertamanya tersebut ia langsung memenangi kejuaraan tersebut. Lantas kemudian ia pindah ke ajang Formula 3 Inggris pada 1991[9] dengan bergabung bersama West Surrey Racing, ketika di sana ia mengalahkan David Coulthard, dan kemudian menjadi juara di akhir musim. Tahun 1992 ia pindah ke ajang F3000,[9] walaupun prestasinya terbilang biasa saja, ia mampu finis di P3 klasemen akhir, dan membuat Eddie Jordan (EJ) tertarik untuk meminangnya membalap di ajang F1 musim 1993, dalam usia 21 tahun.[9] Karier Formula 11993–1996: Jordan F1Barrichello memulai debut F1-nya pada GP Afrika Selatan 1993,[10] berbarengan dengan debut tim Sauber di ajang F1. Pada balapan ketiganya di GP Eropa di Donington Park, Barrichello start dari P12, dan secara brilian mampu naik ke P4 saat lap pertama. Lantas kemudian ia naik lagi ke P2 setelah menyalip Damon Hill dan Alain Prost, sebelum kemudian akhirnya menyerah karena kegagalan pasokan bahan bakar ke mesin.[11] Selama 1993, Barrichello mampu secara regular mengalahkan dua rekan setimnya yang jauh lebih berpengalaman, Ivan Capelli dan Thierry Boutsen. Rubens nyaris saja mencatat poin pertamanya di GP Prancis sebelum akhirnya disalip Michael Andretti di lap terakhir. Raihan poin Rubens akhirnya bisa tercetak di GP Jepang[12] saat ia finis keenam, di atas rekan setim barunya, Eddie Irvine. Dua poin yang Rubinho raih menempatkannya di P18 klasemen akhir 1993. Musim 1994 dimulai Rubens dengan baik. Ia berada di P4 saat GP Brasil dan P3 di GP Pasifik di Aida, Jepang, yang memberikannya podium pertama dalam karier F1-nya. Namun di GP San Marino di Imola, Rubens harus mengalami musibah, di mana saat sesi latihan Jumat mobilnya menabrak tembok di Variante Bassa. Karier Rubens di F1 sempat terancam, namun akhirnya ia bisa selamat dengan baik berkat kecepatan penanganan dari tim medis.[13] Besoknya di Sabtu, Imola kembali memakan korban saat Roland Ratzenberger (Simtek) menabrak tembok di tikungan Villeneuve. Roland lantas tewas di tempat. Dan yang paling menyakitkan adalah pada hari Minggu, saat mentor sekaligus idola Rubens, Ayrton Senna wafat setelah Williams-nya menabrak tembok di tikungan Tamburello. GP San Marino 1994 kemudian dikenang oleh seluruh fans F1 di dunia sebagai balapan terhitam dalam sejarah F1.[14] Setelah F1 kembali memasuki masa normal di GP Spanyol 1994, yang ditandai dengan masuknya pembalap muda David Coulthard ke tim Williams untuk menggantikan posisi Ayrton Senna, Barrichello kembali beraksi sampai musim berakhir, di mana di Belgia ia meraih pole,[15] dan sekaligus mencatatkan dirinya sebagai peraih pole position termuda saat itu (sebelum dipecahkan Fernando Alonso di Malaysia 2003). Ia juga sempat memimpin balapan beberapa lap di GP Portugis, dan juga P4 di Adelaide. Hasil akhir Rubens di musim tersebut adalah P4 klasemen dengan 19 poin. Tahun 1995 Rubens hanya mampu mencatatkan P2 di GP Kanada di belakang Jean Alesi.[16] Sisanya ia kerap dirundung sial karena mobil Jordan 1995 tidak sebagus musim sebelumnya. Barrichello di akhir musim hanya mampu menempati P11 dengan raihan 11 poin. Musim 1996 Jordan kedatangan mesin baru, Peugeot.[17] Namun meskipun mesin Peugeot menjanjikan, Barrichello tetap gagal memberikan hasil yang bagus untuk timnya.[18] Hubungannya yang memburuk dengan EJ di pertengahan 1996 membuat beberapa tim besar tertarik meminangnya, diantaranya Ferrari dan McLaren. Namun akhirnya Barrichello memilih untuk bergabung dengan tim debutan Stewart Grand Prix untuk musim 1997. Di musim terakhirnya bersama Jordan, Barrichello hanya mampu mencatatkan 14 poin. 1997–1999: Stewart Grand PrixMusim F1 1997 merupakan musim yang sulit bagi tim debutan Stewart GP, di mana Rubens Barrichello hanya mampu finis tiga kali di musim tersebut. Namun salah satu finisnya adalah podium kedua di GP Monaco di belakang sang master, Michael Schumacher.[19] Di akhir musim ia berada di P13 klasemen akhir dengan 6 poin, sementara rekan setimnya, Jan Magnussen gagal meraih sebiji poin pun sampai akhir musim. Musim 1998 Stewart mengalami sedikit perbaikan, dua posisi finis kelima adalah hasil terbaik yang bisa Barrichello berikan kepada tim. Sementara rekan setimnya, Jan Magnussen bahkan harus rela dipecat di pertengahan musim dan digantikan oleh Jos Verstappen. Musim 1999 merupakan musim terbaik bagi Stewart GP. Barrichello memulainya dengan baik saat ia start ketiga di GP Brasil, di belakang Schumi, dan kemudian sempat memimpin beberapa lap sebelum mesinnya meledak di dekat 'Subida dos Boxes'.[20] Barrichello lantas meraih pole di Prancis[21] dan tiga podium finis, yaitu di San Marino, Prancis, dan Eropa/Nürburgring di mana rekan setimnya, Johnny Herbert memenangi balapan GP Eropa tersebut. Mendekati akhir musim, talenta Rubinho kemudian tertangkap dengan baik oleh Jean Todt dari Ferrari, dan Rubinho akhirnya masuk ke Ferrari sebagai pengganti Eddie Irvine untuk musim 2000. 2000–2005: Scuderia FerrariRubinho masuk ke Ferrari di akhir 1999. GP Pertama Rubinho bersama tim Kuda Jingkrak adalah Australia 2000 di mana ia meraih podium kedua di belakang Schumi. Ia lantas kembali meraih pole di basahnya sirkuit Silverstone,[22] namun kegagalan mekanis menghambat ambisinya untuk meraih kemenangan balapan pertamanya. Di Kanada ia sempat menjadi yang tercepat di akhir balapan, tetapi atas perintah tim ia disarankan agar tidak menyalip Schumacher.[23] GP Jerman 2000[24] menjadi momen tidak terlupakan bagi Rubinho, di mana dengan ban kering ia mampu melajukan mobilnya di sirkuit basah untuk meraih kemenangan perdananya, di mana semua lawannya saat itu secara mendadak mengganti ke ban basah. Ia juga harus berjuang keras untuk bisa meraih kemenangannya tersebut, sebab saat kualifikasi ia hanya mampu berada di P18. Saking emosionalnya Rubinho, ia juga sempat menangis di atas podium. Ia menjadi pembalap Brasil pertama sejak Ayrton Senna di Australia 1993 yang mampu memenangi balapan F1.[25] Kemudian disisa musim, Rubinho dengan sukarela membantu Schumi untuk bisa meraih gelar juara dunia dan sekaligus pula mengamankan gelar juara konstruktor. Pada musim 2001, Rubinho mengakhiri musim dengan berada di P3 klasemen, raihan poinnya 56pts, dan podium sebanyak 10 kali, walaupun tidak ada satupun kemenangan yang berhasil ia raih. Diawali tragedi GP Austria yang mengakibatkan tim Ferrari terkena denda 1 juta dollar dan pelarangan team order,[26] Rubens Barrichello akhirnya diperlakukan sama oleh tim Ferrari, walaupun masih tetap harus sedikit mengalah demi lancarnya gelar Schumi. Rubinho lantas meraih 4 kemenangan dan finis di P2 klasemen akhir dengan raihan 77 poin. Pada musim 2003 di mana Schumi sempat mengalami kesulitan dengan handling F2003-GA, Barrichello menjadi aktor utama penyelamat gelar dunia Schumi. Setelah meraih kemenangan berani di Inggris dengan menyingkirkan Kimi Räikkönen, Barrichello menyelamatkan dua gelar (pembalap dan konstruktor) saat ia menang di Jepang, di mana Kimi Raikkonen hanya mampu finis kedua, dan Schumi terjebak di P8. Musim 2004 Barrichello kembali finis kedua di klasemen akhir pembalap dengan 114pts dan 14 podium. Hasil terbaiknya sebelum menang brilian di Italia dan China adalah finis kedua tujuh kali berturut-turut di 7 balapan awal. Barrichello juga akhirnya mampu finis ketiga di GP Brasil setelah 11 balapan dari 15 balapan GP Brasil yang ia ikuti ia selalu gagal finis. Pada musim 2005, Ferrari gagal mendapatkan ban bagus dari Bridgestone yang kalah kuat dalam ketahanan satu set ban untuk satu balapan oleh saingan beratnya, Michelin. Hasil terbaik Rubinho di 2005 adalah finis kedua di Australia dan di balapan kontroversial GP AS, di mana hanya enam mobil saja yang turun (semuanya ber-ban Bridgestone). Posisi akhir Barrichello di 2005 adalah P8 klasemen dengan 38 poin. Di bulan Agustus, Barrichello mengumumkan bahwa ia akan hengkang ke tim Honda mulai musim 2006. Penggantinya di Ferrari adalah rekan senegaranya, Felipe Massa.[27] 2006–2008: HondaMusim 2006 Rubinho memperkuat tim Honda bersama Jenson Button. Sesaat sebelum berlangsungnya GP Australia, Jense setuju untuk memberikan nomor 11 pada Rubinho, di mana nomor 11 tersebut merupakan nomor kesayangan Rubinho sejak ia masih diajang karting. Walaupun tidak ada podium yang berhasil ia raih, Rubinho tampil cukup konsisten. Posisi finis tertingginya adalah di GP Monaco dan Hungaria saat ia berhasil finis keempat, di akhir musim ia berada di P7 klasemen akhir dengan raihan 30 poin. Momen unik terjadi di GP Monaco, di mana saat itu Barrichello setuju untuk menukar helmnya dengan Tony Kanaan,[28] seorang pembalap Indy asal Brasil, di mana untuk GP Monaco Rubinho mengenakan helm Kanaan, dan sebaliknya di Indianapolis 500 Kanaan mengenakan helm Barrichello.[29] Musim 2007 merupakan musim terburuk Rubens. Ia gagal meraih satu poin pun selama musim 2007. Satu-satunya kesempatan Rubens untuk meraih angka adalah saat di GP Monaco ketika ia sempat berada di P6 sebelum akhirnya tersingkir. Kendati demikian kursinya tetap aman untuk 2008 walaupun ada gossip ia akan ditukar dengan Anthony Davidson.[30] Setelah tampil buruk di 2007, Barrichello bangkit di 2008. Ia meraih poin perdananya di GP Monaco saat finis di P6, dan berkat kepiawaiannya dalam menaklukkan cuaca hujan, Barrichello berhasil finis ketiga di GP Inggris,[31] setelah sebelumnya sempat memimpin jauh. Rubens Barrichello lantas memecahkan rekor sebagai pembalap paling berpengalaman di F1 dengan 257 start di GP Turki,[32] memecahkan rekor sebelumnya 256 start atas nama Riccardo Patrese. Walaupun keabsahan dari rekor ini sempat dipertanyakan karena ia gagal start di beberapa lomba seperti di Barcelona dan Prancis 2002. Di akhir musim Barrichello berada di P14 klasemen akhir dengan raihan 11 poin. Lagi-lagi kabar buruk menimpa Barrichello, tim Honda secara mendadak mundur dari ajang F1 pada pertengahan Desember 2008, Barrichello sempat dilanda masa ketidakpastian soal masa depannya di F1, sebelum akhirnya ia bisa bernapas lega setelah Ross Brawn menyelamatkan posisinya di F1 dengan tetap mempercayakannya sebagai pembalap di tim barunya, Brawn Grand Prix.[33] 2009: Brawn Grand PrixSegera setelah mendapat kepastian tetap berada di F1 sebagai pembalap, Rubens Barrichello langsung berjuang untuk mengembangkan mobil Brawn GP yang ditenagai Mercedes-Benz.[34] Hasil kerja kerasnya terlihat dengan tampilnya Brawn GP sebagai pemenang balapan di Australia dengan hasil 1-2, di mana Barrichello menempati posisi kedua di belakang rekan setimnya, yaitu Jenson Button.[35][36] Dua posisi runner-up lainnya ia raih di Spanyol ketika Rubinho sempat memimpin beberapa lap di awal lomba, tetapi gagal meraih kemenangan disebabkan ia menggunakan strategi 3 kali pit-stop (sementara Jense Button yang memenangi lomba menggunakan dua kali pit-stop), dan di Monako di mana ia dan Button lagi-lagi finis 1-2. Kemenangan spektakuler kemudian dicatatkan Rubens di GP Eropa di Valencia, di mana ia yang start dari P3 mampu naik dua posisi dengan dibantu strategi pit yang bagus, dan kegagalan Lewis Hamilton, yang saat itu sedang memimpin lomba, ketika ia sedang pitstop. Ini merupakan kemenangan pertama Barrichello dalam lima tahun terakhir, setelah terakhir kali ia menang di China 2004. Barrichello kemudian berhasil meraih kemenangan keduanya di musim 2009 saat menang di Italia. Ia berhasil finis di P3 klasemen akhir pembalap dengan nilai 77 poin. 2010–2011: Williams F1Tanggal 2 November 2009, Williams F1 mengumumkan bahwa Rubens Barrichello akan menjadi pembalap tim Inggris tersebut mulai musim 2010, bersama pembalap rookie asal Jerman, Nico Hülkenberg. Bersama Williams, Rubinho memiliki kesempatan untuk mencatatkan rekor sebagai pembalap F1 pertama sepanjang sejarah yang mampu menembus angka 300 kali start balapan. Sesuai perhitungan, jumlah start yang ke-300-nya akan dicapai di GP Jepang. Pada dua balapan awal musim 2010, Rubens Barrichello membuktikan reputasinya sebagai pembalap sarat pengalaman dengan memberikan raihan poin berturut-turut bagi tim Williams. Namun di Malaysia, ia gagal memberikan tim Williams poin setelah kopling mobilnya sempat macet saat start. Walaupun begitu ia sukses finis di P13. Selanjutnya setelah gagal di China, Rubens kembali finis dengan poin di Spanyol ketika ia berhasil finis di P9. Balapan di Valencia menjadi balapan terbaik Rubens bersama Williams saat ia berhasil finis di P4, yang disusul dengan P5 di Inggris. Kejadian besar yang menimpa Rubens di musim 2010 adalah saat ia dipepet oleh Michael Schumacher ke dinding pit di Hungaria yang menyebabkan Schumi harus terkena penalti turun 10 posisi di Belgia. Rubens berujar Schumi saat itu seperti mencoba untuk membunuhnya, dan perlu waktu sekitar dua pekan sampai akhirnya Schumi meminta maaf pada Rubens ketika Rubens merayakan partisipasinya ke-300 di ajang F1 pada GP Belgia. Di GP Belgia sendiri Rubens gagal finis setelah menyeruduk Fernando Alonso. Sebelum balapan, Rubens terpilih menjadi ketua Grand Prix Drivers' Association yang baru menggantikan Nick Heidfeld. Hasil terbaik Rubens di paruh kedua musim 2010 adalah saat ia finis P6 di Singapura dan P7 di Korea. Rubens menutup musim 2010 dengan hasil buruk saat ia finis di P12 di Abu Dhabi. Secara keseluruhan ia berada di P10 klasemen dengan raihan 47 poin. Musim 2011 Barrichello masih bertahan di tim Williams dan kali ini ia berpasangan dengan sesama pembalap latin Pastor Maldonado. Barrichello harus mengawali musim dengan buruk saat ia gagal finis di Australia dan Malaysia. Ia bahkan harus mengalami finis buruk yaitu P17 di Spanyol. Poin pertamanya di musim 2011 ia raih di Monako setelah terbantu kecelakaan yang dialami rekan setimnya sendiri (Maldonado). Kemudian di balapan selanjutnya di Kanada, Barrichello kembali meraih angka dengan finis di P9. Memasuki pertengahan musim, rumor mulai berkembang di paddock bahwa kemungkinan besar tim Williams tidak akan memperpanjang kontraknya untuk musim 2012. Sampai akhir musim, Barrichello tidak lagi mampu untuk mencetak poin dan ia terpuruk di posisi 17 klasemen dengan 4 poin saja. Memasuki sesi pra musim 2012, masa depan Barrichello di F1 mulai dalam tanda tanya seiring banyaknya rumor yang mengkait-kaitkan Adrian Sutil, Kimi Räikkönen dan Bruno Senna. Rubens tetap optimis dirinya masih dipertahankan Williams demi stabilitas tim mengingat jam terbangnya yang panjang. Pada pertengahan Januari 2012, tim Williams dikabarkan sudah mengontrak Bruno Senna untuk 2012. Pada tanggal 17 Januari, Rubens Barrichello mengatakan di akun Twitternya bahwa ia tidak akan membalap untuk Williams pada 2012 dan pada saat bersamaan, Bruno Senna diumumkan sebagai penggantinya untuk 2012.[37][38] Rencana comeback dengan Caterham (2014)Mantan kepala tim Caterham F1, yaitu Manfredi Ravetto, mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa sebuah kontrak telah ditandatangani dengan Barrichello untuk menggantikan posisi Kamui Kobayashi untuk tiga balapan terakhir di musim ini, asalkan mobilnya kompetitif. Ternyata tidak, dan tim Caterham masuk ke dalam administrasi, jadi Barrichello tidak bergabung bersama dengan tim.[39] Karier IndyCarPada tanggal 25 Januari 2012, jurnalis Robin Miller melaporkan bahwa Barrichello akan bersiap untuk melakukan tes mobil IndyCar bersama tim KV Racing Technology atas desakan temannya, yaitu Tony Kanaan. Tes tersebut direncanakan akan digelar di Sebring dari tanggal 30 Januari sampai dengan tanggal 1 Februari.[40] Barrichello juga melakukan tes serupa di Infineon Raceway pada pertengahan bulan Februari.[41] Pada tanggal 1 Maret 2012, akhirnya diperoleh kepastian bahwa Barrichello resmi bergabung bersama dengan tim KV Racing Technology untuk membalap di dalam ajang IndyCar musim 2012. Ia bergabung bersama dengan Kanaan dan E. J. Viso.[2][3][42] Rubens sendiri berhasil mendapat sponsor untuk musim 2012 dari sebuah perusahaan konstruksi asal Brasil, yaitu Embrase.[43] Barrichello balapan di Indianapolis 500 untuk yang pertama kalinya pada tanggal 27 Mei 2012. Dia memimpin jalannya lomba ini total selama dua putaran dan finis di urutan ke-11, dan dengan demikian memenangkan gelar Indianapolis 500 Rookie of the Year 2012. Selama sisa musim ini, ia meraih dua kali finis di posisi enam besar, dan menyelesaikan tahun itu di posisi ke-12 di dalam klasemen akhir kejuaraan pembalap. Amerika SelatanBarrichello bergabung bersama dengan tim Peugeot dari seri balap Brasil, yaitu Stock Car Brasil, untuk tiga balapan terakhir musim 2012 sebagai pembalap tamu.[44] Sejak musim 2013, dia mengendarai mobil Chevrolet sebagai anggota tetap tim Full Time Sports. Karena Nonô Figueiredo sudah menggunakan nomor 11, yang merupakan nomor keberuntungan Barrichello, dia malah memilih nomor 111. Dalam musim 2013, dia menyelesaikan musim ini di posisi ke-8 secara keseluruhan, dengan hasil balapan terbaik yaitu finis di urutan kedua. Melanjutkan mengendarai mobil Chevrolet untuk tim Full Time Sports pada tahun 2014, Barrichello dinobatkan sebagai Juara Stock Car Brasil musim 2014, dengan berhasil memenangkan dua balapan dan mengamankan 4 podium lagi. Ini adalah gelar kejuaraan pertama Barrichello dalam 23 tahun, sejak gelar Formula 3 Inggris pada tahun 1991.[45] Pada musim 2015, Barrichello finis di urutan ke-4 secara keseluruhan. Pada musim 2016, ia berhasil mengklaim tiga kemenangan dan sembilan podium, dan finis di posisi kedua secara keseluruhan di belakang Felipe Fraga. Rubinho finis di posisi ke-5 pada musim 2017, ke-4 pada musim 2018, dan ke-5 pada musim 2019, dan berhasil mendapatkan banyak kemenangan di setiap tahunnya. Pada tahun 2020, Toyota mengirimnya ke Argentina untuk berkompetisi di kejuaraan Super TC 2000 dan Top Race V6.[46][47] HelmHelm Barrichello berwarna putih dengan bentuk oval oranye-merah di bagian belakang, bentuk oranye-merah di sekitar visor, garis merah oranye di bawah helm dan lingkaran biru di bagian atas dengan silinder biru langit dan biru langit—mirip dengan yang ada di helm mantan juara dunia, yaitu Emerson Fittipaldi—dengan bintang emas di tengah (biasanya berujung lima, meskipun desain terbaru memilikinya berujung enam). Bagian putih helm berubah menjadi perak untuk beberapa balapan selama musim 1999. Setelah bergabung bersama dengan tim Ferrari di musim 2000, rekan setimnya, yaitu Michael Schumacher, mengganti warna helmnya di Grand Prix Monako untuk menghindari kebingungan, karena warna helm asli kedua pembalap itu identik (satu-satunya perbedaan nyata adalah helm Schumacher memiliki pita merah yang melilit punggungnya dari visor, memudar menjadi emas dan punggung). Di Grand Prix Brasil 2001, bentuk oval dan bentuk di sekitar kaca depan dicat menyerupai Bendera Brasil, dan di Grand Prix ke-300, helm miliknya sekali lagi membawa warna bendera Brasil. Di Grand Prix Monako 2006, ia memiliki livery helm dari sesama Brasil dan teman baik, yaitu Tony Kanaan, yang kemudian memiliki livery helm Barrichello pada saat balapan di Indianapolis 500 2006 yang diadakan di pada hari yang sama, karena mereka mengatakan bahwa itu akan menjadi yang paling dekat bagi salah satu dari mereka untuk bersaing di dalam balapan terbesar di tahun ini dari kategori yang dilombakan oleh yang lain. Di Grand Prix Brasil 2008, Barrichello berbalapan dengan helm sebagai penghormatan kepada Ingo Hoffmann, mantan pembalap F1 dan juga juara Stock Car Brasil beberapa kali, yang pensiun pada tahun itu. Pada Grand Prix Brasil 1995 dan Grand Prix Brasil 2011, dia memakai helm yang dicat untuk menyertakan elemen desain helmnya sendiri, dan desain klasik helm Ayrton Senna. Selama musim 2009, dia menggunakan warna neon tim Brawn GP di helmnya. Statistik
Catatan kaki
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Rubens Barrichello.
|