Grand Prix Monako
Grand Prix Monako (dalam bahasa bahasa Prancis: Grand Prix de Monaco) adalah sebuah acara balapan mobil Formula Satu yang diadakan setiap tahun di Sirkuit Monako, pada akhir bulan Mei atau awal bulan Juni. Diselenggarakan sejak tahun 1929, balapan ini secara luas dianggap sebagai salah satu balapan mobil yang paling penting dan bergengsi di dunia,[1][2][3] dan merupakan salah satu balapan—bersama dengan Indianapolis 500 dan 24 Hours of Le Mans—yang membentuk Triple Crown of Motorsport.[4] Sirkuit ini disebut sebagai "lokasi glamor dan prestise yang luar biasa".[5] Acara balapan Formula Satu biasanya diadakan pada akhir pekan terakhir bulan Mei, dan dikenal sebagai salah satu akhir pekan yang terbesar di balap mobil, karena balapan Formula Satu diadakan pada hari Minggu yang sama dengan Indianapolis 500 (Seri IndyCar) dan Coca-Cola 600 (NASCAR Seri Piala).[6] Balapan ini diadakan di sebuah lapangan yang sempit yang terletak di jalanan Monako, dengan banyak perubahan ketinggian dan tikungan sempit serta terowongan, sehingga menjadikannya sebagai salah satu sirkuit yang paling menuntut di dalam ajang Formula Satu. Meskipun kecepatan rata-ratanya relatif rendah, namun sirkuit Monako adalah tempat yang berbahaya untuk balapan karena sempitnya lintasan, dan balapan ini sering kali melibatkan intervensi mobil keselamatan. Balapan ini adalah satu-satunya Grand Prix yang tidak mematuhi mandat dari FIA, yaitu 305-kilometer (190-mil), yang merupakan jarak balapan minimum untuk sebuah balapan F1.[7] Grand Prix Monako yang pertama berlangsung pada tanggal 14 April 1929, dan balapan tersebut pada akhirnya menjadi bagian dari Kejuaraan Eropa pra-Perang Dunia Kedua, dan termasuk dalam Kejuaraan Dunia Pembalap musim 1950 yang pertama. Balapan ini ditetapkan sebagai Grand Prix Eropa sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1955 dan 1963, ketika gelar ini merupakan sebuah gelar kehormatan yang diberikan setiap tahun kepada satu balapan Grand Prix di benua Eropa. Graham Hill dikenal sebagai "Mr. Monaco"[8] karena lima kemenangan yang berhasil diraih olehnya di Monako pada tahun 1960-an. Ayrton Senna berhasil memenangi balapan ini lebih banyak dibandingkan dengan pembalap lain, dengan total enam kemenangan, di mana dia berhasil memenangkan lima balapan ini secara berturut-turut antara musim 1989 dan 1993.[9] SejarahAwal mulaSeperti banyak balapan di benua Eropa, Grand Prix Monako mendahului Kejuaraan Dunia saat ini. Grand Prix yang pertama di kerajaan ini diselenggarakan pada tahun 1929 oleh Antony Noghès, di bawah naungan Pangeran Louis II, melalui Automobile Club de Monaco (ACM), di mana dia menjadi presidennya.[10] ACM menyelenggarakan Rallye Automobile Monte Carlo, dan pada tahun 1928 diterapkan pada Association Internationale des Automobiles Clubs Reconnus (AIACR), sebuah badan pengatur olahraga bermotor internasional, untuk ditingkatkan dari regional Klub Prancis untuk status nasional penuh. Permohonan mereka ditolak karena kurangnya acara olahraga bermotor besar yang diadakan sepenuhnya di dalam wilayah Monako. Reli tersebut tidak dapat dipertimbangkan, karena sebagian besar menggunakan jalan negara Eropa yang lainnya.[11] Untuk mencapai status nasional penuh, Noghès mengusulkan pembuatan Grand Prix mobil di jalanan Monte Carlo. Ia memperoleh sanksi resmi dari Pangeran Louis II dan dukungan dari pembalap Monégasque Grand Prix, yaitu Louis Chiron. Chiron menganggap bahwa topografi Monkco sangat cocok untuk membangun trek balapan.[11] Balapan yang perdana, diadakan pada tanggal 14 April 1929, berhasil dimenangkan oleh William Grover-Williams (dengan menggunakan nama samaran "Williams"), mengendarai mobil pabrikan Bugatti Type 35B.[8][12] Acara balapan tersebut hanya bersifat undangan saja, namun tidak semua yang diundang memutuskan untuk hadir. Pembalap Maserati dan Alfa Romeo terkemuka memutuskan untuk tidak berkompetisi, namun Bugatti terwakili dengan baik. Mercedes mengirimkan pembalap andalan mereka, yaitu Rudolf Caracciola. Memulai balapan ini dari posisi kelima belas, Caracciola melakukan balapan pertarungan, dengan membawa mobil SSK miliknya memimpin jalannya lomba sebelum menghabiskan 4 ½ menit untuk mengisi bahan bakar dan mengganti ban untuk finis di posisi kedua.[8][13] Pembalap yang lain yang berkompetisi dengan menggunakan nama samaran adalah "Georges Philippe", Baron Philippe de Rothschild. Chiron tidak mampu bersaing, karena sebelumnya memiliki komitmen untuk berkompetisi di dalam ajang Indianapolis 500.[11] SSK Caracciola ditolak izinnya untuk balapan pada tahun berikutnya,[13] tetapi Chiron berkompetisi (dalam mobil pabrikan Bugatti Type 35C), ketika dia dikalahkan oleh privateer René Dreyfus dan mobilnya Bugatti Type 35B miliknya, dan menempati posisi kedua. Chiron berhasil meraih kemenangan di Grand Prix Monako 1931 dengan mengendarai mobil Bugatti. Hingga 2023[update], dia tetap menjadi satu-satunya penduduk asli Monako yang berhasil memenangkan acara balapan tersebut.[14] Pra-perangPerlombaan ini dengan cepat menjadi semakin penting setelah dimulainya. Karena tingginya jumlah balapan yang disebut sebagai 'Grands Prix', maka AIACR secara resmi mengakui balapan terpenting dari masing-masing klub mobil nasional yang berafiliasi sebagai Grands Prix Internasional, atau Grandes Épreuves, dan pada tahun 1933, Monako diperingkatkan bersama dengan Grand Prix Prancis, Belgia, Italia, dan Spanyol.[15] Grand Prix Monako 1933 adalah Grand Prix yang pertama di mana posisi grid ditentukan, seperti sekarang, berdasarkan waktu latihan dan bukan berdasarkan metode pemungutan suara yang sudah ada. Perlombaan tersebut menampilkan Achille Varzi dan Tazio Nuvolari yang bertukar keunggulan berkali-kali sebelum balapan ini menguntungkan Varzi di putaran terakhir ketika mobil Nuvolari terbakar.[16] Perlombaan tersebut menjadi babak Kejuaraan Eropa yang baru pada tahun 1936, ketika cuaca badai dan saluran oli rusak menyebabkan serangkaian kecelakaan, sehingga menghilangkan trio pembalap Mercedes-Benz, yaitu Chiron, Fagioli, dan von Brauchitsch, serta mobil Typ C milik Bernd Rosemeyer untuk pendatang baru Auto Union; Rudolf Caracciola, membuktikan kebenaran julukannya, Regenmeister (Rainmaster), kemudian berhasil menang.[17] Pada tahun 1937, von Brauchitsch berduel dengan Caracciola sebelum menjadi pemenang.[18] Itu adalah Grand Prix yang terakhir sebelum perang di Monako, karena pada tahun 1938, kurangnya keuntungan bagi penyelenggara, dan permintaan hampir sebesar £500 (atau sekitar £34.000 jika disesuaikan dengan inflasi pada tahun 2021) di dalam penampilan, uang untuk setiap peserta teratas membuat AIACR membatalkan acara balapan tersebut, sementara perang yang akan terjadi menyusulnya pada tahun 1939, dan Perang Dunia Kedua mengakhiri balapan terorganisir di benua Eropa hingga tahun 1945.[19] Grand Prix pasca-perangBalapan di benua Eropa dimulai kembali lagi pada tanggal 9 September 1945 di Taman Bois de Boulogne di kota Paris, empat bulan satu hari setelah berakhirnya perang di benua Eropa.[20] Namun, Grand Prix Monako tidak diselenggarakan antara tahun 1945 dan 1947 karena alasan keuangan.[21] Pada tahun 1946, kategori balapan utama yang baru, yaitu Grand Prix, yang ditetapkan oleh Fédération Internationale de l'Automobile (FIA), penerus AIACR, berdasarkan kelas pra-perang voiturette. Grand Prix Monako dijalankan dengan formula ini pada musim 1948, dan berhasil dimenangkan oleh juara dunia masa depan, yaitu Nino Farina, dengan mengendarai mobil Maserati 4CLT.[22][23] Formula SatuHari-hari awal kejuaraanAcara balapan pada musim 1949 dibatalkan karena kematian Pangeran Louis II;[21] balapan itu dimasukkan ke dalam Kejuaraan Dunia Pembalap Formula Satu yang baru pada musim berikutnya. Perlombaan ini memberikan juara dunia sebanyak lima kali di masa depan, yaitu Juan Manuel Fangio, kemenangan pertamanya dalam perlombaan Kejuaraan Dunia, serta tempat ketiga untuk Louis Chiron yang berusia 51 tahun, yang merupakan hasil terbaiknya di era Kejuaraan Dunia. Namun, tidak ada perlombaan ini pada tahun 1951 karena masalah anggaran dan kurangnya peraturan di dalam olahraga tersebut.[24] Tahun 1952 adalah tahun pertama dari dua tahun di mana Kejuaraan Dunia Pembalap dijalankan dengan peraturan Formula Dua yang kurang ketat. Perlombaan ini dijalankan sesuai dengan peraturan mobil sport, dan bukan merupakan bagian dari Kejuaraan Dunia.[8] Tidak ada balapan yang diadakan pada tahun 1953 atau 1954 karena peraturan mobil belum diselesaikan.[24] Grand Prix Monako kembali lagi digelar pada tahun 1955, sekali lagi sebagai bagian dari Kejuaraan Dunia Formula Satu, dan ini mengawali rangkaian balapan selama 64 tahun secara berturut-turut.[25] Pada balapan tahun 1955, Maurice Trintignant berhasil menang di Monte Carlo untuk yang pertama kalinya dan Chiron kembali mencetak poin dan pada usia 56 tahun menjadi pembalap tertua yang berkompetisi di Grand Prix Formula Satu. Baru pada Grand Prix Monako 1957, ketika Fangio berhasil menang lagi, Grand Prix tersebut menghasilkan pemenang ganda. Antara tahun 1954 dan 1961, mantan rekan Fangio di tim Mercedes, yaitu Stirling Moss, menjadi lebih baik, begitu pula Trintignant, yang berhasil memenangkan balapan ini lagi di musim 1958 dengan mengendarai Cooper. Balapan pada musim 1961 menyaksikan Moss menangkis tiga pembalap yang mengendarai mobil Ferrari 156s dengan privateer berusia satu tahun Rob Walker Racing Team Lotus 18 untuk meraih kemenangan Monako ketiganya.[26] Era Graham HillPembalap asal Inggris, yaitu Graham Hill, berhasil memenangkan perlombaan ini sebanyak lima kali pada tahun 1960-an, dan dikenal sebagai "King of Monaco"[27] dan "Mr. Monaco". Dia pertama kali berhasil menang pada tahun 1963, dan kemudian berhasil menang pada dua tahun berikutnya.[8] Pada balapan musim 1965, ia berhasil mengambil posisi terdepan, dan memimpin jalannya lomba sejak start, namun mengambil jalan keluar pada putaran ke-25 untuk menghindari tabrakan dengan backmarker di depannya yang lambat. Bergabung kembali di posisi kelima, Hill mencetak beberapa rekor putaran yang baru dalam perjalanannya untuk meraih kemenangan.[28] Perlombaan ini juga terkenal karena ketidakhadiran Jim Clark (di mana dia berpartisipasi di dalam Indianapolis 500), dan Paul Hawkins dari tim Lotus berakhir di pelabuhan.[29] Rekan setim Hill, yaitu pembalap asal Inggris Jackie Stewart, berhasil menang pada tahun 1966, dan Denny Hulme dari negara Selandia Baru menang pada tahun 1967, tetapi Hill berhasil memenangkan dua tahun berikutnya, di mana acara balapan pada tahun 1969 menjadi kemenangan terakhirnya di dalam kejuaraan Formula Satu, pada saat itu dia adalah seorang juara dunia pembalap Formula Satu sebanyak dua kali.[30] Perubahan trek, keamanan, dan peningkatan kepentingan bisnisPada awal tahun 1970-an, upaya Jackie Stewart menyebabkan beberapa acara balapan Formula Satu dibatalkan karena masalah keselamatan. Untuk Grand Prix Monako 1969, Penghalang Armco ditempatkan di titik tertentu untuk yang pertama kalinya di dalam sejarah sirkuit ini. Sebelumnya, kondisi sirkuit (selain pemindahan mobil produksi rakyat yang diparkir di pinggir jalan) hampir sama dengan penggunaan jalan raya sehari-hari. Jika seorang pembalap melaju, maka ia mempunyai peluang untuk menabrak apa pun yang ada di dekat rel (bangunan, pohon, tiang lampu, jendela kaca, dan bahkan stasiun kereta api), dan dalam kasus Alberto Ascari dan Paul Hawkins, air pelabuhan, karena jalan beton yang digunakan lintasan tidak memiliki Armco untuk melindungi pengemudi agar tidak keluar lintasan dan masuk ke Mediterania. Sirkuit tersebut memperoleh lebih banyak Armco pada poin tertentu untuk dua balapan berikutnya, dan pada tahun 1972, sirkuit tersebut hampir seluruhnya dilapisi dengan Armco. Untuk yang pertama kalinya di dalam sejarahnya, sirkuit Monako diubah pada tahun 1972, ketika pit dipindahkan ke sebelah tepi laut lurus antara chicane dan Tabac, dan chicane dipindahkan lebih jauh ke depan tepat sebelum Tabac, menjadi titik persimpangan antara pit dan trek. Treknya diubah lagi untuk balapan tahun 1973. Stadion Bahari Rainier III dibangun di tempat jalur lurus yang berada di belakang pit berada, dan sirkuit memperkenalkan tikungan ganda yang mengelilingi kolam renang yang baru (kompleks tikungan ini sekarang dikenal sebagai "Kolam Renang"). Hal ini menciptakan ruang untuk fasilitas pit yang baru, dan pada tahun 1976, treknya diubah lagi; tikungan Sainte Devote dibuat menjadi lebih lambat, dan chicane dibuat tepat sebelum pit straight.[31] Pada awal tahun 1970-an, ketika pemilik tim Brabham yaitu Bernie Ecclestone, mulai mengerahkan kekuatan tawar kolektif Asosiasi Konstruktor Formula Satu (FOCA), Monako cukup bergengsi untuk menjadi tulang punggung awal pendapat. Secara historis, jumlah mobil yang diizinkan di dalam suatu perlombaan ditentukan oleh penyelenggara balapan, dalam hal ini yaitu ACM, yang selalu menetapkan jumlah rendah sekitar 16. Pada tahun 1972, Ecclestone mulai menegosiasikan kesepakatan yang mengandalkan jaminan FOCA setidaknya 18 peserta untuk setiap perlombaan. Kebuntuan mengenai masalah ini membuat balapan pada tahun 1972 dalam bahaya sampai ACM menyerah dan setuju bahwa 26 mobil dapat berpartisipasi – jumlah yang sama yang diizinkan di sebagian besar sirkuit yang lain. Dua tahun kemudian, pada tahun 1974, ACM menurunkan jumlahnya menjadi 18.[32] Karena batasannya yang ketat, kecepatan rata-rata yang lambat, dan sifatnya yang menghukum, maka balapan di Monako sering kali memberikan hasil akhir yang tidak terduga. Pada balapan musim 1982, René Arnoux memimpin jalannya lomba ini di 15 putaran pertama sebelum kemudian terpaksa harus tersingkir. Alain Prost kemudian memimpin jalannya lomba ini hingga empat putaran dari akhir, ketika dia terpelintir di trek basah, menabrak pembatas, dan kehilangan roda, membuat Riccardo Patrese memimpin jalannya lomba ini. Patrese sendiri berputar dengan hanya tinggal satu setengah putaran lagi, dan membiarkan Didier Pironi untuk melaju ke depan, disusul oleh Andrea de Cesaris. Pada putaran terakhir, mobil Pironi kehabisan bahan bakar di dalam terowongan, namun mobil De Cesaris juga kehabisan bahan bakar sebelum sempat menyalip. Sementara itu, Patrese telah menyalakan mobilnya dan berhasil meraih kemenangan Grand Prix untuk yang pertama kalinya.[33] Pada tahun 1983, ACM terlibat di dalam perselisihan antara Fédération Internationale du Sport Automobile (FISA) dan FOCA. ACM, dengan persetujuan dari Bernie Ecclestone, menegosiasikan kesepakatan hak siar televisi individu dengan ABC di negara Amerika Serikat. Hal ini melanggar perjanjian yang diberlakukan oleh FISA untuk satu negosiasi terpusat mengenai hak siar televisi. Jean-Marie Balestre, presiden FISA, mengumumkan bahwa Grand Prix Monako tidak akan menjadi bagian dari kejuaraan dunia Formula Satu pada tahun 1985. ACM memperjuangkan kasus mereka di pengadilan Prancis. Mereka berhasil memenangkan kasus tersebut, dan perlombaan ini pada akhirnya dilanjutkan kembali.[32] Era dominasi Prost/SennaSelama satu dekade dari musim 1984 hingga 1993, balapan tersebut hanya dimenangkan oleh dua pembalap saja, yang bisa dibilang merupakan dua pembalap yang terbaik di dalam ajang Formula Satu pada saat itu[34][35] – Pembalap asal Prancis, yaitu Alain Prost, dan pembalap asal Brasil, yaitu Ayrton Senna. Prost, yang telah menjadi pemenang balapan dukungan untuk mobil Formula Tiga pada tahun 1979, berhasil meraih kemenangan di Monako untuk yang pertama kalinya di balapan musim 1984. Perlombaan ini dimulai terlambat, yaitu 45 menit setelah hujan lebat. Prost sempat memimpin jalannya lomba ini sebentar sebelum Nigel Mansell menyusulnya di putaran ke-11. Mansell menabrak pembatas lima putaran kemudian, dan membiarkan Prost kembali memimpin jalannya lomba ini. Pada putaram ke-27, Prost memimpin jalannya lomba ini dari pembalap Toleman, yaitu Ayrton Senna, dan pembalap Tyrrell, yaitu Stefan Bellof. Senna mengejar Prost, dan Bellof mengejar keduanya di satu-satunya mobil yang disedot secara alami di dalam balapan ini. Namun, pada putaran ke-31, balapan ini secara kontroversial dihentikan karena kondisi yang dianggap tidak dapat dilanjutkan. Kemudian, FISA mendenda petugas lintasan, yaitu Jacky Ickx, sebesar $6.000, dan menangguhkan lisensinya karena tidak berkonsultasi dengan para pengawas balapan sebelum menghentikan perlombaan ini.[36] Para pembalap hanya menerima setengah poin saja dari poin utuh yang biasanya diberikan, karena balapan ini telah dihentikan sebelum dua pertiga dari jarak balapan yang dimaksudkan telah selesai.[37] Prost berhasil menang pada tahun 1985 setelah polesitter balapan ini, yaitu Senna, terpaksa harus mundur dengan mesin Renault yang rusak di mobil Lotus-nya setelah melakukan putaran yang berlebihan di awal, dan Michele Alboreto dari tim Ferrari kembali memimpin jalannya lomba ini sebanyak dua kali, tetapi ia keluar jalur di Sainte-Devote, di mana pembalap asal Brasil, yaitu Nelson Piquet, dan Riccardo Patrese dari negara Italia mengalami kecelakaan besar hanya beberapa putaran sebelumnya dan minyak serta puing-puing berserakan di trek. Prost melewati Alboreto, yang merebut kembali pembalap asal Prancis itu, dan kemudian ban mobilnya bocor setelah menabrak puing-puing bodywork dari kecelakaan yang menimpa Piquet/Patrese, yang menjatuhkannya ke posisi ke-4. Dia mampu melewati rekan senegaranya di Romawi, yaitu Andrea De Cesaris dan Elio de Angelis, tetapi finis di posisi ke-2 di belakang Prost. Prost dari negara Prancis mendominasi balapan ini pada tahun 1986 setelah memulai balapan ini dari posisi terdepan, balapan di mana Nouvelle Chicane diubah dengan alasan keselamatan.[38] Senna memegang rekor kemenangan terbanyak di Monako, dengan enam kemenangan, termasuk lima kemenangan secara berturut-turut antara musim 1989 dan 1993, serta delapan kali naik podium dalam sepuluh kali start. Kemenangannya Grand Prix Monako 1987 adalah pertama kalinya mobil dengan suspensi aktif berhasil memenangkan sebuah Grand Prix. Dia berhasil memenangkan perlombaan ini setelah pembalap asal Inggris, yaitu Nigel Mansell, dengan mengendarai mobil Williams-Honda keluar karena knalpotnya rusak. Kemenangannya sangat populer di kalangan masyarakat Monako, dan ketika dia ditangkap pada hari Senin setelah balapan karena mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm, dia dibebaskan oleh petugas setelah mereka mengetahui siapa dia.[39] Senna mendominasi jalannya Grand Prix Monako 1988, dan mampu mengungguli rekan setimnya, yaitu Prost, sementara laju pembalap asal Prancis itu hampir sepanjang balapan ditahan oleh pembalap asal Austria, yaitu Gerhard Berger, dengan mengendarai mobil Ferrari. Pada saat Prost berhasil melewati Berger, dia berusaha sekuat tenaga dan mencatatkan waktu putaran 6 detik lebih cepat dari Senna; Senna kemudian mencetak 2 putaran tercepat, dan sambil berusaha sekuat tenaga, ia menyentuh pembatas di tikungan Portier dan menabrak Armco yang memisahkan jalan dari Mediterania. Senna merasa sangat kesal, sehingga dia kembali lagi ke flatnya di Monako, dan tidak terdengar kabarnya sampai dengan malam hari.[40] Prost kemudian berhasil menang untuk yang keempat kalinya. Senna mendominasi jalannya balapan ini pada tahun 1989, sementara Prost terjebak di belakang backmarker René Arnoux dan yang lainnya; pembalap asal Brasil itu juga mendominasi jalannya balapan ini pada tahun 1990 dan 1991. Pada Grand Prix Monako 1992, Nigel Mansell, yang berhasil memenangkan seluruh lima balapan yang diadakan hingga saat itu pada musim tersebut, berhasil meraih posisi terdepan dan mendominasi jalannya balapan ini, dengan mengendarai mobil Williams FW14B-Renault. Namun, dengan tujuh putaran tersisa, Mansell mengalami mur roda yang kendor pada mobilnya, dan terpaksa harus masuk ke dalam pit, dan muncul di belakang mobil McLaren-Honda yang dikemudikan oleh Senna, yang menggunakan ban yang sudah aus. Mansell, dengan ban yang baru, mencetak rekor putaran hampir dua detik lebih cepat dari Senna, dan menutup jarak dari 5,2 menjadi 1,9 detik hanya dalam dua putaran saja. Pasangan ini berduel di sekitar Monako pada empat putaran terakhir, namun Mansell tidak dapat menemukan jalan keluarnya, hanya finis dengan jarak dua persepuluh detik saja di belakang pembalap asal Brasil itu.[41][42] Ini merupakan kemenangan yang kelima bagi Senna di Monako, menyamai rekor Graham Hill. Senna memiliki awal yang buruk di Grand Prix Monako 1993, di mana dia mengalami kecelakaan pada saat sesi latihan dan menempati posisi ke-3 di belakang pole-sitter balapan ini, yaitu Prost, dan bintang asal Jerman yang sedang naik daun, yaitu Michael Schumacher. Keduanya berhasil mengalahkan Senna di tikungan pertama, tetapi Prost harus menjalani penalti waktu karena melompati start, dan Schumacher mundur setelah mobilnya mengalami masalah suspensi, jadi Senna meraih kemenangan keenamnya untuk memecahkan rekor kemenangan terbanyak Graham Hill di Grand Prix Monako. Juara kedua Damon Hill berkomentar bahwa, "Jika ayah saya ada sekarang, dia akan menjadi orang pertama yang memberi selamat kepada Ayrton."[43] Zaman modernPerlombaan pada tahun 1994 adalah balapan yang emosional dan tragis. Hal ini terjadi dua minggu setelah balapan di Imola, di mana pembalap asal Austria, yaitu Roland Ratzenberger, dan Ayrton Senna, keduanya tewas dalam kecelakaan pada hari-hari secara berturut-turut. Selama acara balapan di Monako, Karl Wendlinger dari negara Austria mengalami kecelakaan di mobil Sauber miliknya di terowongan; dia mengalami koma dan melewatkan sisa musim ini. Michael Schumacher dari negara Jerman memenangkan Grand Prix Monako 1994.[44] Schumacher juga berhasil memenangi ajang ini pada tahun 1995. Balapan di Monako pada musim 1996 menyaksikan Michael Schumacher mengambil posisi terdepan sebelum menabrak pembatas pada putaran pertama setelah disusul oleh Damon Hill. Hill memimpin jalannya lomba ini di 40 putaran pertama sebelum mesin mobilnya mati di terowongan. Jean Alesi memimpin jalannya lomba ini, tetapi mengalami kegagalan suspensi 20 putaran kemudian. Olivier Panis, yang memulai balapan ini dari posisi ke-14, memimpin jalannya lomba ini dan bertahan di sana hingga akhir balapan, didorong sepenuhnya oleh David Coulthard. Itu adalah satu-satunya kemenangan Panis, dan yang terakhir untuk tim Ligier miliknya. Hanya tiga mobil saja yang berhasil melewati garis finis, tetapi ada tujuh mobil yang diklasifikasikan.[45] Juara dunia pembalap sebanyak tujuh kali, yaitu Schumacher, pada akhirnya berhasil memenangkan perlombaan ini sebanyak lima kali, menyamai rekor Graham Hill. Dalam penampilannya di Grand Prix Monako 2006, ia menuai kritik ketika, saat memegang posisi terdepan untuk sementara dan menjelang berakhirnya sesi kualifikasi, ia menghentikan mobilnya di tikungan tajam Rascasse, menghalangi lintasan, dan mewajibkan para pembalap untuk memperlambat laju mobilnya.[46] Meskipun Schumacher mengklaim bahwa hal itu adalah akibat yang tidak disengaja dari kerusakan mobil yang sebenarnya, namun FIA tidak setuju, dan dia "dikirim" ke posisi yang paling belakang di grid.[47] Pada bulan Juli 2010, Bernie Ecclestone mengumumkan bahwa sebuah kesepakatan yang berdurasi selama 10 tahun telah dicapai dengan penyelenggara perlombaan, dan mempertahankan perlombaan ini di dalam kalender setidaknya hingga tahun 2020.[48] Karena pandemi COVID-19, FIA mengumumkan penundaan Grand Prix Monako 2020, bersama dengan dua balapan yang lainnya yang dijadwalkan pada bulan Mei 2020, untuk membantu mencegah penyebaran virus.[49] Namun, pada hari yang sama, Automobile Club de Monaco mengonfirmasi bahwa Grand Prix ini dibatalkan, sehingga tahun 2020 menjadi pertama kalinya Grand Prix ini tidak dijalankan sejak tahun 1954.[50] Balapan ini kembali lagi pada tahun 2021, pada tanggal 23 Mei,[51] di mana Max Verstappen berhasil memenangkan Grand Prix Monako untuk yang pertama kalinya. Pada balapan tahun 2022, pembalap asal Monégasque, yaitu Charles Leclerc dari Scuderia Ferrari, meraih posisi terdepan untuk yang pertama kalinya di Grand Prix Monako di Circuit de Monaco (dia telah berhasil meraih posisi terdepan pada tahun sebelumnya, tetapi tidak dapat balapan karena mobilnya mengalami kegagalan poros penggerak[52][53]). Namun, kesalahan strategi yang kritis[54][55] membuat Leclerc terpaksa harus rela turun ke posisi keempat, dengan rekan setim Verstappen, yaitu Sergio Pérez, yang berhasil memenangkan perlombaan ini. Perlombaan ini sempat ditunda karena hujan lebat; dua putaran formasi diselesaikan sebelum prosedur start ditangguhkan, dan selanjutnya ditunda satu jam dari waktu start yang seharusnya pada pukul 15:00 waktu setempat. Selain dikibarkannya bendera merah karena kecelakaan besar yang telah menimpa Mick Schumacher, hal ini menyebabkan penurunan jumlah putaran yang diselesaikan, dari yang seharusnya 78, menjadi 64. Pada bulan September 2022, Grand Prix ini menandatangani kontrak balapan yang baru untuk tetap ada di dalam kalender F1 hingga musim 2025.[56] SirkuitCircuit de Monaco terdiri dari jalan-jalan kota Monte Carlo dan La Condamine, yang mencakup pelabuhan terkenal. Ini unik karena diadakan di sirkuit yang sama setiap kali dijalankan dalam jangka waktu yang lama – hanya Grand Prix Italia, yang diadakan di Autodromo Nazionale Monza selama setiap tahun yang diatur oleh Formula Satu kecuali Grand Prix Italia 1980, memiliki hubungan yang sama panjang dan eratnya dengan satu sirkuit.[57] Sirkuit balapan ini memiliki banyak perubahan ketinggian, tikungan sempit, dan jalur sempit, yang menjadikannya sebagai salah satu trek yang paling menuntut di dalam balapan Formula Satu.[58] Hingga 2022[update], dua pembalap mengalami kecelakaan dan berakhir di pelabuhan, yang paling terkenal adalah Alberto Ascari di Grand Prix Monako 1955.[29][59] Walaupun lintasan ini telah mengalami perubahan kecil beberapa kali sepanjang sejarahnya, lintasan ini masih dianggap sebagai ujian akhir keterampilan membalap di dalam ajang Formula Satu, dan jika lintasan tersebut belum menjadi Grand Prix yang sudah ada, maka lintasan tersebut tidak diperbolehkan untuk ditambahkan ke dalam jadwal demi alasan keamanan.[60] Bahkan pada tahun 1929, majalah La Vie Automobile memberikan pendapat bahwa "Sistem lalu lintas apa pun yang terhormat akan menutupi lintasan dengan tanda tiang <<Danger>> di kiri, kanan, dan tengah".[61] Juara dunia pembalap Formula Satu sebanyak tiga kali, yaitu Nelson Piquet, sering mengatakan bahwa balapan di Monako adalah "seperti mencoba bersepeda mengelilingi ruang tamu Anda", namun menambahkan bahwa "kemenangan di sini bernilai dua kemenangan di tempat [yang] lain".[62] Khususnya, kursus ini mencakup terowongan. Kontras antara siang hari dan kegelapan pada saat memasuki/keluar dari terowongan menghadirkan "tantangan yang tidak dihadapi di tempat lain", karena pembalap harus "menyesuaikan penglihatan mereka [pada] saat keluar dari terowongan pada titik tercepat di trek dan mengerem untuk chicane di siang hari.".[63] Putaran kualifikasi tercepat yang pernah dicatatkan oleh Lewis Hamilton pada sesi kualifikasi (Q3) untuk Grand Prix Monako 2019, dengan catatan waktu 1:10.166.[64] Melihat areaSelama akhir pekan Grand Prix, para penonton berkerumun di sekitar Sirkuit Monako. Terdapat sejumlah grandstand sementara yang dibangun di sekitar sirkuit, sebagian besar di sekitar kawasan pelabuhan.[65] Penonton yang kaya dan terkenal sering kali tiba dengan perahu dan kapal pesiar mereka melalui pelabuhan. Balkon di sekitar Monako juga menjadi area untuk menonton balapan. Banyak hotel dan penduduk yang mendapatkan keuntungan dari pemandangan luas dari perlombaan tersebut.[66] OrganisasiGrand Prix Monako diselenggarakan setiap tahun oleh Automobile Club de Monaco, yang juga menyelenggarakan Reli Monte Carlo dan sebelumnya menyelenggarakan Junior Monaco Kart Cup.[67] Grand Prix Monako berbeda dalam beberapa hal dari Grand Prix yang lainnya. Sesi latihan bebas untuk lomba biasanya diadakan pada hari Kamis sebelum lomba, bukan pada hari Jumat.[68] Hal ini memungkinkan jalan-jalan untuk dibuka kembali untuk umum pada hari Jumat. Mulai dari Grand Prix Monako 2022 dan seterusnya, dua sesi latihan bebas pertama Formula Satu kini akan diadakan pada hari Jumat, menjadikan jadwal berjalan Formula Satu sejalan dengan Grand Prix yang lainnya.[69] Perlombaan dukungan masih akan tetap dijalankan pada hari Kamis.[70] Hingga akhir tahun 1990-an, perlombaan ini dimulai pada pukul 15.30 waktu setempat – satu setengah jam lebih lambat dibandingkan dengan balapan Formula Satu di benua Eropa yang lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir, balapan ini sejajar dengan balapan Formula Satu yang lainnya demi kenyamanan para pemirsa televisi. Selain itu, sebelumnya acara balapan ini secara tradisional diadakan pada minggu Hari Kenaikan. Selama bertahun-tahun, jumlah mobil yang diperbolehkan untuk mengikuti Grand Prix ini bergantung pada kebijakan penyelenggara balapan – Monako memiliki grid yang terkecil, hal ini diduga karena lintasannya yang sempit dan berliku.[71] Hanya 18 mobil saja yang diizinkan untuk memulai Grand Prix Monako 1975, dibandingkan dengan 23 hingga 26 mobil di seluruh putaran yang lainnya pada musim itu.[72] Pembangunan sirkuit ini memakan waktu selama enam minggu, dan penghapusan setelah balapan ini memakan waktu selama tiga minggu.[73] Hingga tahun 2017, belum ada podium yang layak pada balapan tersebut. Sebaliknya, sebagian trek ditutup setelah balapan untuk dijadikan sebagai parc fermé, tempat di mana mobil ditahan untuk pemeriksaan resmi. Tiga pembalap pertama di dalam perlombaan ini meninggalkan mobilnya di sana dan berjalan langsung menuju royal box, tempat diadakannya upacara 'podium', yang dianggap sebagai adat di dalam perlombaan.[74] Trofi dibagikan sebelum lagu kebangsaan untuk pembalap dan tim pemenang dimainkan, berbeda dengan Grand Prix yang lainnya yang mana lagu kebangsaannya dimainkan terlebih dahulu.[butuh rujukan] PopularitasGrand Prix Monako secara luas dianggap sebagai salah satu balapan mobil yang paling penting dan bergengsi di dunia bersama dengan Indianapolis 500 dan 24 Hours of Le Mans.[61][75] Ketiga balapan ini dianggap membentuk Triple Crown dari tiga balapan mobil yang paling terkenal di dunia. Sampai dengan tahun 2023, Graham Hill adalah satu-satunya pembalap yang berhasil memenangkan Triple Crown, dengan memenangkan ketiga balapan ini. Sesi latihan bebas untuk Monako tumpang tindih dengan sesi latihan untuk Indianapolis 500, dan balapannya sendiri terkadang bentrok. Karena kedua balapan ini berlangsung di sisi berlawanan Samudra Atlantik, dan merupakan bagian dari kejuaraan yang berbeda, sulit bagi seorang pembalap untuk bersaing secara efektif di keduanya selama kariernya. Juan Pablo Montoya dan Fernando Alonso adalah satu-satunya pembalap aktif yang berhasil memenangkan dua dari tiga balapan tersebut.[76][77] Dalam menganugerahkan medali emas pertamanya di bidang olahraga bermotor kepada Pangeran Rainier III, Fédération Internationale de l'Automobile (FIA) mencirikan Grand Prix Monako sebagai kontribusi "lokasi yang luar biasa glamor dan prestise" hingga olahraga bermotor.[5] Grand Prix ini telah dijalankan di bawah naungan tiga generasi keluarga kerajaan Monako: Louis II, Rainier III, dan Albert II, semuanya sangat tertarik dengan balapan ini. Sebagian besar pendapatan kerajaan berasal dari wisatawan yang tertarik dengan iklim hangat dan kasino terkenal, namun kerajaan ini juga merupakan surga pajak dan merupakan rumah bagi banyak jutawan, termasuk diantaranya adalah beberapa pembalap Formula Satu.[78] Monako telah menghasilkan empat pembalap asli Formula Satu – Louis Chiron, André Testut, Olivier Beretta, dan Charles Leclerc[79] – namun, status pajaknya telah menjadikannya rumah bagi banyak pembalap selama bertahun-tahun, termasuk Gilles Villeneuve dan Ayrton Senna. Dari musim 2006, pembalap Formula Satu, beberapa memiliki properti di kerajaan tersebut, termasuk Jenson Button dan David Coulthard, yang merupakan salah satu pemilik sebuah hotel di sana.[80] Karena kecilnya kota dan lokasi sirkuit, maka pembalap yang balapannya terpaksa harus berakhir lebih awal biasanya dapat kembali ke apartemennya hanya dalam hitungan menit saja. Ayrton Senna terkenal kembali lagi ke apartemennya setelah tersingkir dari posisi terdepan di Grand Prix Monako 1988.[81] Dalam Grand Prix Monako 2006, setelah tersingkir karena mobilnya mengalami kerusakan mekanis pada saat sedang berada di posisi kedua, Kimi Räikkönen pergi ke kapal pesiarnya, yang diparkir di pelabuhan.[82] Grand Prix ini menarik selebriti-selebriti yang ternama setiap tahunnya yang datang untuk merasakan glamor dan prestise dari acara balapan tersebut. Pesta besar diadakan di klub malam pada akhir pekan Grand Prix, dan Port Hercule dipenuhi oleh pengunjung pesta yang ikut serta dalam perayaan tersebut.[83] Kritik dari pembalap dan komentator Pada abad ke-21, beberapa komentator dan pembalap F1 menyebut Grand Prix ini sebagai balapan yang paling membosankan di semua sirkuit, baik untuk dikendarai maupun untuk ditonton sebagai penonton. Kritik ini ditujukan pada seberapa sedikit upaya untuk menyalip yang dilakukan, serta seberapa sering pembalap yang menempati posisi terdepan yang kemudian berhasil menang.[84][85] Fernando Alonso mengatakan bahwa balapan tersebut adalah "balapan [yang] paling membosankan yang pernah ada", dan Lewis Hamilton menyatakan bahwa Grand Prix 2022 "tidak benar-benar balapan".[86][87] PemenangPemenang berulang (pembalap)Pembalap dalam cetak tebal berkompetisi di kejuaraan Formula Satu pada musim ini.
Pemenang berulang (konstruktor)Tim dalam cetak tebal berkompetisi di kejuaraan Formula Satu pada musim ini.
Pemenang berulang (produsen mesin)Manufaktur dalam cetak tebal berkompetisi di kejuaraan Formula Satu pada musim ini.
* Antara tahun 1998 dan 2005 dibangun oleh Ilmor, didanai oleh Mercedes ** Dibangun oleh Cosworth, didanai oleh Ford *** Dibangun oleh Porsche Berdasarkan tahunLatar belakang merah muda menunjukkan acara balapan yang bukan bagian dari Kejuaraan Dunia Formula Satu. Konfigurasi sirkuit sebelumnya
Lihat pulaReferensi
Bibliografi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Monaco Grand Prix.
|