Grand Prix San Marino
Grand Prix San Marino (dalam bahasa Italia: Gran Premio di San Marino) adalah sebuah seri kejuaraan dunia balapan mobil Formula Satu, yang dilangsungkan di Autodromo Enzo e Dino Ferrari di dekat Bologna, Italia, di kota Imola, dekat pegunungan Apennine di Italia, antara tahun 1981 dan 2006.[1] Balapan ini, meskipun digelar atas nama San Marino, tetapi memakai fasilitas sirkuit yang ada di negara Italia, sekalipun di negara Italia sendiri sudah ada Grand Prix Italia yang diadakan di Monza, karena negara San Marino tidak memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjadi tuan rumah Grand Prix. Pada tahun 1980, ketika Monza sedang dalam perbaikan, trek Imola digunakan untuk Grand Prix Italia yang ke-51.[2] Pada tahun 2020, trek Imola digunakan untuk Grand Prix Emilia Romagna yang pertama. SejarahAwal mulaDaerah sekitar Imola adalah rumah bagi beberapa pabrikan mobil balap – yaitu Ferrari, Lamborghini, Maserati, Minardi (yang kemudian berubah nama menjadi Scuderia Toro Rosso pada tahun 2006, dan sekarang sudah menjadi Scuderia AlphaTauri sejak tahun 2020), Dallara, dan Stanguellini. Setelah Perang Dunia Kedua (PDII) telah usai, kota ini meluncurkan program untuk mencoba meningkatkan sektor ekonomi lokal. Empat penggemar balapan motor lokal telah mengusulkan sebuah pembangunan jalan baru yang menghubungkan jalan umum yang ada, yang digunakan oleh produsen mobil lokal untuk menguji prototipe mobil mereka. Konstruksi yang pertama pun dimulai pada bulan Maret 1950. Uji coba yang paling pertama dilakukan dua tahun kemudian, ketika Enzo Ferrari mengirimkan mobilnya untuk masuk ke dalam trek ini, dan Alberto Ascari menjalankan beberapa putaran demonstrasi. Pada bulan April 1953, balapan sepeda motor yang paling pertama diadakan di Imola, dan balapan mobil yang paling pertama dilakukan di Imola pada bulan Juni 1954. Pada bulan April 1963, balapan yang paling pertama dengan mobil Formula Satu berlangsung di Imola, sebagai sebuah acara balapan non-kejuaraan, dan berhasil dimenangkan oleh pembalap asal Inggris, yaitu Jim Clark, untuk tim Lotus. Acara balapan Formula Satu non-kejuaraan lebih lanjut berlangsung di Sirkuit Imola pada tahun 1979, yang berhasil dimenangkan oleh pembalap asal Austria, yaitu Niki Lauda, untuk tim Brabham-Alfa Romeo. Pada tahun 1980, Grand Prix Italia pindah dari sirkuit Monza yang berkecepatan tinggi ke sirkuit Imola (yang kemudian dikenal sebagai Autodromo Dino Ferrari), sebagai akibat secara langsung dari pile-up di garis start yang telah terjadi pada tahun 1978, yang mana kejadian nahas tersebut telah merenggut nyawa seorang pembalap asal Swedia yang populer, yakni Ronnie Peterson. Balapan Itu kemudian berhasil dimenangkan oleh Nelson Piquet untuk tim Brabham-Ford. Pada tahun berikutnya, Grand Prix Italia kembali lagi ke sirkuit Monza. Hal ini membuat pemilik sirkuit Imola tanpa Grand Prix. Namun, mereka ingin tetap berada di dalam kalender, dan dengan Grand Prix Italia yang sudah ada di kalender, maka mereka meminta pada Klub Mobil San Marino, otoritas olahraga bermotor Republik San Marino terdekat, untuk mengajukan Grand Prix atas nama mereka sendiri. Aplikasi mereka pun berhasil, dan Grand Prix San Marino pun lahir.[3] Imola (1981–2006)1981–1993Balapan pada tahun 1981 membuat pembalap asal Kanada, yaitu Gilles Villeneuve, berhasil membuat mobil Ferrari yang dikendarai oleh-nya lolos ke posisi terdepan. Dia memimpin balapan untuk 19 putaran pertama, sampai dia masuk ke dalam pit untuk mengganti ban yang baru. Rekan setimnya, yaitu Didier Pironi, mewarisi keunggulan, tetapi pada akhirnya disalip oleh Nelson Piquet, yang pada akhirnya berhasil memenangkan perlombaan, dengan Riccardo Patrese yang mengambil posisi kedua, dan Carlos Reutemann yang finis di posisi ketiga. Musim 1982 melihat balapan lainnya yang tidak terlupakan; balapan itu telah diboikot oleh sebagian besar tim Asosiasi Konstruktor Formula Satu (FOCA), dan merupakan sebuah titik balik di dalam sejarah ajang Formula Satu. Hanya 14 mobil saja yang pada akhirnya tetap turun ikut berkompetisi, dan setelah dua mobil Renault yang dikendarai oleh Alain Prost dan René Arnoux terpaksa harus rela pensiun dari balapan, maka dua pembalap Ferrari dipastikan tidak memiliki persaingan yang berarti sama sekali, dan berhasil finis di urutan pertama dan kedua. Namun, kemenangan tim Ferrari tidak begitu jelas. Duet rekan setim di tim Ferrari, yaitu Villeneuve dan Pironi, berjuang keras di atas lintasan, tetapi sementara Michele Alboreto dari tim Tyrrell yang berada di posisi ketiga berada jauh di belakang mereka, maka tim Ferrari lantas memerintahkan kepada kedua pembalap mereka untuk memperlambat kecepatan mobil mereka masing-masing, untuk bisa meminimalkan risiko kerusakan mekanis pada mobil mereka masing-masing, atau kehabisan bahan bakar pada mobil mereka masing-masing. Villeneuve percaya bahwa urutan ini juga berarti bahwa mobil-mobil tersebut harus bisa mempertahankan posisinya di trek. Namun, Pironi yakin bahwa mobil-mobil itu bebas untuk berbalapan satu sama lain, dan dia pun berhasil melewati Villeneuve. Villeneuve percaya bahwa Pironi hanya mencoba untuk membumbui jalannya balapan yang sebaliknya membosankan, dan dengan sepatutnya kembali melewati rekan satu timnya, dengan asumsi bahwa dia kemudian akan bertahan selama sisa balapan. Dengan demikian, maka Villeneuve telah gagal dalam upayanya melindungi garis dalam pada saat memasuki tikungan Tosa di lap terakhir, dan Pironi berhasil melewatinya untuk meraih kemenangan. Villeneuve marah pada apa yang dia lihat sebagai sebuah pengkhianatan oleh Pironi, meskipun pendapat di dalam tim Ferrari sendiri telah terpecah atas arti sebenarnya dari perintah dari tim Ferrari sendiri untuk memperlambat laju mobil. Ekspresi Villeneuve terlihat cemberut di atas podium, di mana dia merasa marah atas tindakan Pironi. Dia dikutip setelah itu mengatakan bahwa, "Saya tidak akan pernah berbicara dengan Pironi lagi dalam hidup saya." Itu telah terbukti menjadi kata-kata nubuatan, karena dia masih belum berbicara dengan rekan setimnya, ketika dia meninggal dunia pada saat sesi kualifikasi untuk Grand Prix Belgia, dua minggu kemudian. Musim 1983 melihat tim Ferrari berhasil memenangkan perlombaan ini lagi, dengan Patrick Tambay yang berhasil mengambil penghargaan tertinggi, dan Riccardo Patrese yang menghancurkan mobil Brabham-nya dengan keras di tikungan Acquaminerale, pada saat sedang bertarung dengan Tambay untuk memimpin jalannya lomba. Pada tahun 1984, Prost menang di dalam mobil McLaren, dan musim 1985 adalah balapan yang menarik yang lainnya. Pembalap asal Brasil, yaitu Ayrton Senna, memimpin sebagian besar jalannya perlombaan; tetapi pembalap Ferrari, yaitu Stefan Johansson, memulai di tempat ke-15, dan dengan cepat membuat tempat hanya dalam balapan keduanya untuk Kuda Jingkrak; dia berhasil melewati Senna di akhir putaran ke-61, dan memimpin jalannya lomba ini. Sayangnya, Johansson kemudian mengalami masalah bahan bakar pada mobilnya, dan terpaksa harus rela tersingkir dari balapan ini; banyak pembalap yang lain yang kemudian mulai mengalami kehabisan bahan bakar pada mobilnya, dan Prost menempati posisi pertama, hanya untuk didiskualifikasi kemudian, ketika mobilnya ditimbang dengan bobot kurang dari 2 kg; Kemenangan kemudian diserahkan ke urutan ke-2 dari pembalap asal Italia, yaitu Elio de Angelis. Musim 1986 melihat Prost berhasil memenangkan perlombaan ini lagi, di dalam perlombaan yang kekurangan bahan bakar. Musim 1987 melihat Senna mengambil posisi terdepan dari pembalap asal Inggris, yaitu Nigel Mansell; rekan setimnya, yaitu Nelson Piquet, mengalami kecelakaan besar di tikungan Tamburello, dan meskipun ia hanya mengalami cedera ringan saja, namun ia tidak berpartisipasi dalam balapan, karena dokter medis FIA, yaitu Sid Watkins, telah menyatakan bahwa pembalap asal Brasil itu tidak layak untuk tetap turun ikut balapan. Musim 1988 melihat duo Prost dan Senna dari tim McLaren benar-benar mendominasi; mereka berdua berjarak tiga detik lebih cepat di babak sesi kualifikasi dari pembalap sesi kualifikasi tercepat berikutnya, yaitu Piquet, di dalam mobil Lotus. Musim 1989 melihat sirkuit ini telah berganti nama menjadi Autodromo Enzo e Dino Ferrari, untuk menghormati memori Enzo Ferrari, yang telah meninggal dunia pada tahun sebelumnya. Balapan itu adalah balapan yang penting yang lainnya, yang membuat pembalap asal Austria, yaitu Gerhard Berger, mengalami kecelakaan berat pada saat mobilnya sedang melaju lurus di tikungan Tamburello; dia pingsan dan mobil, setelah berhenti dan basah kuyup dengan bahan bakar, terbakar. Pembalap asal Austria itu berhasil selamat dari kecelakaan berat ini, dan hanya mengalami luka bakar saja di tangannya, dan terpaksa harus rela melewatkan satu balapan berikutnya, yaitu di Grand Prix Monako. Perlombaan itu telah ditandai dengan dikibarkannya bendera merah dan dimulai kembali, dan menghasilkan salah satu persaingan yang paling terkenal dan sengit di dalam sejarah olahraga ini. Duet rekan setim di tim McLaren, yaitu Prost dan Senna, membuat kesepakatan bahwa siapa pun yang mendapatkan tikungan Tosa yang lambat dan panjang, akan tetap berada di posisi terdepan. Akan tetapi, pada saat kedua rekan setim memulai, Prost mendapatkan awal yang lebih baik dan memimpin masuk ke tikungan Tamburello. Namun, Senna bersama dengan Prost melewati tangan kanan Villeneuve, dan lantas melewati pembalap asal Perancis itu ke tikungan Tosa. Prost merasa sangat marah, karena dia melihat ini sebagai sebuah kesepakatan yang rusak. Dia telah mengikuti dan mencoba untuk melewati Senna pada banyak kesempatan, dan pada akhirnya pergi ke chicane Variante Bassa. Senna pun akhirnya berhasil memenangkan perlombaan ini, dan Prost finis di posisi kedua. Pada tahun 1990, pole-sitter Senna mengalami kebocoran ban mobil di putaran ketiga; dan meninggalkan Nigel Mansell dan Berger yang berjuang keras untuk bisa memimpin lomba ini. Mansell melakukan putaran 360 derajat penuh pada sebuah lintasan lurus antara tikungan Tamburello dan Villeneuve, setelah Berger berhasil memaksa pembalap asal Inggris itu untuk turun ke lapangan; Mansell mempertahankan mobil Ferrari di jalan; tetapi karena putaran ini, mesin V12 di dalam mobil Ferrari yang dikendarai olehnya mendapat rumput di dalamnya, dan segera mengalami kegagalan. Riccardo Patrese pada akhirnya berhasil memenangkan perlombaan ini dengan Williams, diikuti oleh Berger, yang telah merusak ban mobilnya, dan tidak bisa mencegah Patrese untuk melewatinya. Tahun 1991 adalah acara balapan yang diguyur oleh hujan deras, dan mobil Prost berputar di atas rumput di tikungan Rivazza pada saat sedang menjalani putaran parade, dan kemudian dirinya mematikan mesin mobil Ferrari yang dikendarai olehnya. Gerhard Berger melakukan hal yang sama, tetapi dia berhasil untuk tetap mempertahankan mobil McLaren-nya; dua mobil McLaren finis di posisi pertama dan kedua, dengan Senna yang berada di depan Berger, dengan pembalap baru asal Finlandia, yaitu JJ Lehto, yang berhasil finis di atas podium, dan Mika Häkkinen finis di posisi kelima. Musim 1992 melihat pasangan dari tim Williams, yaitu Nigel Mansell dan Patrese, berhasil mendominasi, dan musim 1993 pun melihat Prost berhasil memenangkan perlombaan ini lagi, di mana dia sekarang mengendarai mobil Williams. 1994Peristiwa pada tahun 1994 dianggap sebagai sebuah akhir pekan yang paling hitam dalam sejarah olahraga ini sejak Grand Prix Belgia 1960, dan menandai titik balik perkembangan untuk membuat olahraga ini menjadi jauh lebih aman daripada sebelumnya. Balapan Itu telah dirusak oleh beberapa kecelakaan besar dan juga oleh kematian dua pembalap selama akhir pekan. Pada hari Jumat, pada saat sesi latihan bebas sedang berlangsung, pembalap Jordan, yaitu Rubens Barrichello, mengalami gegar otak parah dalam sebuah tabrakan yang telah menimpa dirinya di chicane Variante Bassa, di mana ia melambat dengan keras, keluar dari tepi jalan, dan masuk ke arah pagar untuk melindungi penonton dari sirkuit ini. Pembalap muda asal Brasil itu pun sempat mengalami pingsan selama beberapa menit. Keesokan harinya, di babak kualifikasi, giliran pembalap Simtek, yaitu Roland Ratzenberger, yang menabrak di tikungan Villeneuve, setelah sayap depan mobilnya, yang rusak pada putaran pertama sesi kualifikasi, putus, dan Ratzenberger, di mana dia tidak dapat mengarahkan mobilnya ke tikungan, dan hampir saja menabrakkan kepalanya ke dinding penahan dekat lintasan ini, dengan kecepatan pada mobilnya yang hampir mencapai 195 mph, mengalami patah tulang tengkorak basilar, dan pada akhirnya, tewas di tempat. Lalu akhirnya, pada hari balapan, pembalap Benetton, yaitu JJ Lehto, dan pembalap Lotus, yaitu Pedro Lamy, bertabrakan di awal balapan, dengan puing-puing yang beterbangan di atas pagar yang melukai delapan orang penonton. Kemudian, pada putaran ke-7, pembalap baru Williams, yaitu Ayrton Senna, setelah kemungkinan mengalami masalah mekanis dengan mobilnya, melaju dari jalur di tikungan Tamburello berkecepatan tinggi. Senna pertama kali keluar dari trek dengan kecepatan 325 km/jam (195 mph), menurunkan gigi dua kali menjadi 225 km/jam (135 mph), sebelum pada akhirnya bertabrakan dengan dinding. Meskipun kecelakaan itu terlihat berat, tetapi sepertinya masih bisa selamat, sebuah suspensi dan roda kanan depan terlepas, barang-barang ini menabrak dan menusuk helm Senna dengan kecepatan yang sangat tinggi, dan menyebabkan luka kritis di kepala; juara dunia pembalap sebanyak tiga kali lipat asal Brasil itu meninggal dunia karena luka-lukanya di sebuah rumah sakit di Bologna beberapa jam kemudian.[4] Kemudian, di dalam balapan itu sendiri, sebuah roda dari mobil Minardi yang dikendarai oleh Michele Alboreto terlepas pada saat dia keluar dari dalam jalur pit; kejadian itu telah menabrak dan melukai 4 orang mekanik dari tim Ferrari dan juga Lotus sekaligus. Michael Schumacher dari Jerman kemudian berhasil memenangkan perlombaan ini, dengan pembalap pengganti sementara tim Ferrari, yaitu Nicola Larini, yang berada di urutan kedua, tetapi tidak ada perayaan di atas podium sama sekali. Setelah terjadinya peristiwa tragis ini, sayap kiri tikungan Tamburello diubah menjadi sebuah chicane dan sayap kanan, yang dikenal sebagai kurva Villenueve. Modifikasi ini telah memaksa para pembalap untuk melambatkan laju mobilnya, sehingga trek ini pun menjadi lebih aman. Reaksi atas tragedi ini terhadap olahraga itu sendiri sangatlah menakjubkan. Tidak hanya karena dua pembalap sekaligus terbunuh, yang mana salah satunya adalah seorang juara dunia pembalap sebanyak tiga kali lipat, yaitu Ayrton Senna, tetapi ini adalah kematian yang pertama dalam delapan tahun terakhir, dan kematian yang pertama pada pertemuan balapan dalam dua belas tahun terakhir. Kematian hingga akhir musim 1982 adalah suatu hal yang sudah biasa; di mana 1 atau 2 pembalap telah terbunuh pada setiap musimnya. Bahan yang jauh lebih kuat dan lebih efisien (seperti serat karbon) dalam konstruksi mobil, dan peningkatan keselamatan lintasan dan pembalap selama bertahun-tahun, telah membuat jatuhnya korban jiwa menjadi jauh lebih jarang daripada sebelumnya. Pada bulan Februari 2019, selain Senna dan Ratzenberger, satu-satunya korban jiwa terkait F1 yang lainnya sejak tahun 1983 adalah Elio de Angelis selama sebuah sesi tes yang sedang berlangsung di Sirkuit Paul Ricard, Perancis, pada tahun 1986, dan Jules Bianchi selama berlangsungnya Grand Prix Jepang 2014. Cedera ringan biasanya merupakan hal yang terburuk yang pernah dialami oleh seorang pembalap, bahkan dalam sebuah kecelakaan yang besar sekalipun, seperti kecelakaan yang dialami oleh Nelson Piquet pada tahun 1987, dan juga kecelakaan yang dialami oleh Gerhard Berger pada tahun 1989. Namun, setelah peristiwa bencana pada tahun 1994 ini, banyak sirkuit yang dimodifikasi sementara selama musim tersebut, untuk membuatnya menjadi lebih lambat, terutama pada tendangan sudut Eau Rouge yang menakutkan di Sirkuit Spa-Francorchamps di Grand Prix Belgia, yang telah diubah menjadi chicane sementara untuk tahun tersebut. Peraturan untuk desain mobil pun kemudian diubah sepanjang musim, dan serangkaian perubahan lebih lanjut akan mengikuti untuk musim berikutnya. 1995–2006Untuk tahun 1995, tikungan Tamburello dan Villeneuve – yang telah mengalami sejumlah insiden yang berat selama bertahun-tahun lamanya – telah diubah dari tikungan datar menjadi tikungan yang lebih lambat daripada sebelumnya, dan tikungan Variante Bassa pun telah diluruskan. Hal Itu juga merupakan sebuah katalisator untuk perubahan yang dilakukan pada sirkuit yang lain, dan olahraga secara keseluruhan, dalam upaya untuk bisa membuatnya lebih aman. Tahun itu dan tahun berikutnya melihat Damon Hill berhasil memenangkan perlombaan ini, dan musim 1998 melihat pembalap asal Inggris, yaitu David Coulthard, mengambil kemenangan marjinal, sementara mesin Mercedes-Benz pada mobilnya rusak. Musim 1999 sampai dengan musim 2004 melihat kejar-kejaran kemenangan oleh Michael Schumacher, kecuali pada musim 2001, yang telah dimenangkan oleh saudara kandungnya sendiri, yakni Ralf. Musim 2000 menampilkan dominasi dari Mika Häkkinen dan Schumacher, dan pembalap asal Finlandia itu pun pada akhirnya terpaksa harus rela mundur dari perlombaan ini setelah mobilnya menabrak puing-puing, kehilangan waktu dan mengalami pit stop yang lebih lambat, yang berarti bahwa sang pembalap asal Jerman tersebut mampu keluar di atas. Musim 2004 melihat pembalap BAR-Honda, yaitu Jenson Button, secara mengejutkan berhasil mengambil posisi terdepan dari pasangan dominan tim Ferrari, yaitu Schumacher dan Barrichello: Button sendiri pada akhirnya berhasil finis di posisi kedua dalam balapan ini, tepat di belakang Schumacher, yang telah berhasil memenangkan 13 balapan pada tahun itu. Balapan pada musim 2005 berhasil dimenangkan oleh pembalap muda asal Spanyol, yaitu Fernando Alonso; dan pada tahun 2006, Schumacher berhasil memenangkan perlombaan ini untuk yang ketujuh kalinya, sementara seorang pembalap baru asal Jepang, yaitu Yuji Ide, yang mengendarai mobil Super Aguri-Honda, telah menyebabkan sebuah kecelakaan besar pada saat start, yang telah membalikkan mobil pembalap asal Belanda, yaitu Christijan Albers, yang pada saat itu mengendarai mobil Midland, yang kemudian membuatnya telah kehilangan lisensi super FIA. Pada tanggal 29 Agustus 2006, secara resmi telah diumumkan bahwa balapan ini akan dicabut dari kalender Kejuaraan Dunia FIA Formula Satu untuk musim 2007, guna memberi ruang bagi Grand Prix Belgia. Sejak saat itu, Grand Prix San Marino sudah tidak pernah ditampilkan lagi.[5] Berbeda dengan balapan sepeda motor, di mana sebelumnya sudah pernah ada pembalap yang berasal dari San Marino, seperti misalnya Manuel Poggiali dan juga Alex De Angelis, tidak ada satu pun pembalap asal San Marinese yang pernah atau sedang berlaga di Grand Prix Kejuaraan Dunia FIA Formula Satu. Pembalap asal Italia, yaitu Elio de Angelis dan Riccardo Patrese, telah berhasil memenangkan perlombaan ini, masing-masing pada tahun 1985 dan 1990. Michael Schumacher telah berhasil memenangkan perlombaan ini sebanyak tujuh kali, dan Ayrton Senna serta Alain Prost telah berhasil memenangkannya sebanyak tiga kali. Tim Williams dan Ferrari sama-sama telah berhasil memenangkan perlombaan ini sebanyak delapan kali, dan tim McLaren telah berhasil memenangkan perlombaan ini sebanyak enam kali. Sirkuit Imola telah kembali lagi ke dalam kalender balapan F1 pada tahun 2020, dengan nama Grand Prix Emilia-Romagna (dalam bahasa Italia: Gran Premio dell'Emilia Romagna), alih-alih dinamai sebagai Grand Prix San Marino.[6] Pemenang Grand Prix San MarinoBanyak pemenang (pembalap)
Banyak pemenang (konstruktor)Tim dalam huruf tebal bersaing di kejuaraan Formula Satu musim ini.
Banyak pemenang (produsen mesin)Manufaktur dalam huruf tebal bersaing di kejuaraan Formula Satu musim ini.
* Dibangun oleh Porsche ** Dibangun oleh Cosworth Berdasarkan tahunSemua Grand Prix San Marino diselenggarakan di Imola.[7] Kematian selama Grand Prix San Marino
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai San Marino Grand Prix.
|