Keutamaan Petrus
Keutamaan Petrus atau Primasi Petrus adalah kedudukan utama yang dinisbatkan kepada Petrus di antara kedua belas rasul. Keutamaan Petrus di antara para rasulEvangelical Dictionary of Theology menyifatkan Petrus sebagai tokoh pemimpin di antara para rasul, tokoh yang menyuarakan perkara-perkara terkait kepentingan semua rasul, tokoh yang disapa Yesus dengan nama yang membuat sang tokoh dihubung-hubungkan dengan batu karang tempat Yesus mendirikan Gerejanya, tokoh yang diamanatkan untuk menggembalakan kawanan domba Kristus, dan tokoh yang menjalankan peran pemimpin di dalam Gereja Purba sebagaimana diriwayatkan di dalam Kisah Para Rasul.[1] Para sarjana pada umumnya sependapat bahwa tokoh Petrus-sejarah memang menempati kedudukan utama di antara murid-murid Yesus, sehingga menjadikannya "anggota paling terkemuka dan paling berpengaruh dari kelompok dua belas murid utama, baik semasa Yesus berkiprah maupun di dalam Gereja Perdana".[2] Menurut salah satu tafsir, Perjanjian Baru dan karya-karya tulis Kristen Purba lainnya menisbatkan kedudukan utama tersebut kepada Petrus karena memandangnya sebagai faktor pemersatu apabila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang lekat dengan tafsir-tafsir Kristen yang saling bertentangan.[3] Pandangan KatolikDi dalam Gereja Katolik, keutamaan Petrus dijujung sebagai landasan keutamaan Uskup Roma di atas semua uskup lain. Perpanjangan keutamaan Petrus kepada paus ini disebut keutamaan Uskup Roma. Doktrin Gereja Katolik ini mengajarkan bahwa paus selaku Uskup Roma mengampu kewenangan yang dilimpahkan Yesus untuk memimpin segenap Gereja. Ada beragam pandangan mengenai hakikat keutamaan Uskup Roma dan bagaimana keutamaan itu dijalankan serta dipindahtangankan secara berkesinambungan. Doktrin ini membedakan kewibawaan pribadi Petrus dari supremasi jabatan paus yang diyakini umat Katolik dilembagakan Yesus dalam diri Petrus.
Di dalam Perjanjian Baru, yang oleh sebagian pihak disebut Hukum Baru atau "Perjanjian Baru Yunani",[4] nas Matius 16:16-18[5] melaporkan bahwa Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus. Di dalam bagian-bagian lain dari Kitab Suci, pengubahan nama semacam itu senantiasa mengandung makna perubahan status (misalnya Abram menjadi Abraham, Yakub menjadi Israel, dan Saulus menjadi Paulus). Di dalam injil-injil, Petrus ditampilkan sebagai orang-dekat Yesus. Rumahnya di Kapernaum disediakan untuk dipakai Yesus, demikian pula perahu nelayan miliknya, bila diperlukan. Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus, dan Petrus turut menghadiri acara perjamuan kawin di Kana. Ia memainkan peran utama di dalam kisah mukjizat menjala ikan dan mukjizat berjalan di atas air.[6] Nas Yohanes 20 meriwayatkan bahwa ketika Petrus dan seorang murid lain berlari ke makam yang sudah kosong, murid lain itu tiba lebih dulu, tetapi Petruslah yang masuk ke dalam bilik makam. Sekalipun terbilang dalam keanggotaan kelompok dua belas murid utama, Petrus tampil menonjol di dalam bab-bab awal Kisah Para Rasul, sementara Yakobus Sadik ditampilkan sebagai seorang pemimpin atas kemampuannya sendiri di dalam bab-bab terkemudian. Petrus bahkan jamak dianggap sebagai Uskup Yerusalem yang pertama. Akan tetapi umat katolik percaya bahwa sekalipun benar demikian, Uskup Yerusalem bukanlah kepala Gereja Katolik, karena jabatan pemimpin diemban Petrus selaku "Batu Karang" dan "Gembala Utama".[7] Diyakini bahwa Petrus memercayakan jemaat Yerusalem kepada Yakobus tatkala ia terpaksa meninggalkan Yerusalem lantaran aniaya yang dilancarkan Herodes Agripa.[8][9] Selain itu, di dalam Konsili Yerusalem yang diriwayatkan nas Kisah Para Rasul 15, Yakobus menyebut ucapan-ucapan Petrus sebagai eksegesato, kata Yunani yang secara harfiah mengacu kepada tindakan "memaklumkan" atau "menetapkan aturan."[10] Meskipun demikian, Yakobus menyebut ucapan-ucapannya sendiri sebagai akouoo, yang secara harfiah mengacu kepada tindakan "mengeluarkan pendapat," dan tidak berdenotasi kewenangan. Sarjana Katolik Michael M. Winter membahasakannya di dalam bukunya, Saint Peter and the Popes, dengan kalimat "Ucapan Santo Yakobus berbeda sifatnya [dari ucapan Santo Petrus]. Ia berbesar hati mengamini ucapan Santo Petrus, kendati tampaknya tidak sejalan dengan pendiriannya sendiri, kemudian menyampaikan anjuran praktis demi kerukunan."[butuh rujukan] Bapa Gereja Latin abad ke-4, Hieronimus, mengemukakan di dalam suratnya kepada Agustinus, Uskup Hipo, bahwa "malah Petruslah penggerak utama di balik lahirnya maklumat yang olehnya perkara ini diteguhkan," sehubungan dengan Konsili Yerusalem, kemudian menambahkan "dan kepada fatwanyalah Rasul Yakobus beserta sekalian penatua memberikan persetujuan."[11] Yesus berkata kepada Petrus pada ayat 19, "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga." Bagi bangsa Ibrani pada khususnya, kunci adalah lambang wewenang; kunci juga digunakan sebagai lambang kuasa atas maut di dalam nas Wahyu 1:18.[12] Di dalam bukunya, The Faith of Our Fathers, Kardinal Gibbons memaparkan bahwa kunci masih menjadi lambang wewenang di dalam budaya masa kini. Ia menggunakan contoh orang yang menitipkan kunci rumahnya kepada orang lain, dan menjelaskan bahwa orang lain itu merepresentasikan si empunya rumah yang berhalangan hadir. Dengan menerima kunci, Petrus mengambil jabatan perdana menteri, jabatan yang tidak asing bagi bangsa Ibrani pada masa lampau maupun pada masa hidupnya, jabatan yang dijabarkan di dalam Perjanjian Lama sebagai jabatan pengampu wewenang pemberian Allah untuk mengikat dan melepaskan.[13][14] Konstitusi Dogmatis Pastor aeternus yang dikeluarkan Konsili Vatikan I mendefinisikan keutamaan Uskup Roma atas segenap Gereja Katolik sebagai suatu lembaga asasi Gereja yang tak kunjung dapat ditiadakan. Definisi tersebut didasarkan atas pernyataan Yesus di dalam nas Matius 16:18 yang berbunyi, "dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya", dan nas Yohanes 21:17 yang berbunyi, "Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? " Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Percakapan dengan Petrus ini menetapkan Petrus sebagai pemimpin murid-murid pada saat Yesus tidak bersama-sama dengan mereka.[15]
Pada bulan Desember 1996, Kongregasi untuk Ajaran Iman menggelar sebuah simposium doktrinal mengenai "Keutamaan Pengganti Petrus". Salah satu "hasil perenungan" terhadap pokok-pokok pikiran dari doktrin Katolik mengenai keutamaan tersebut yaitu bahwasanya keutamaan pengganti Petrus adalah suatu pelayanan penting bagi kesatuan.[17] Daftar yang memuat beberapa pokok pikiran dari doktrin tersebut dikeluarkan oleh Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman, Joseph Kardinal Ratzinger. Patut dicermati bahwa pada daftar kedua belas rasul di dalam Injil-Injil Sinoptik dan Kisah Para Rasul, Simon/Petrus selalu menempati urutan pertama.
Katekismus Gereja Katolik menyatakan sebagai berikut:
Tokoh-tokoh yang mendukung keutamaan RomaBagi para pujangga Gereja Purba, baik Latin maupun Yunani, "batu karang" dipahami sebagai sebutan bagi Petrus selaku orang pribadi maupun sebagai lambang dari imannya. Janji Kristus pun dipahami sebagai janji yang lebih umum sifatnya kepada kedua belas rasulnya dan kepada Gereja Katolik secara keseluruhan.[20] IreneusIreneus sudah disebut-sebut sebagai saksi utama Kekristenan pada abad ke-2.[21] Selaku murid Polikarpus, tokoh yang berguru kepada Rasul Yohanes, Ireneus menjadi Uskup Lyon pada tahun 178. Di dalam risalahnya, Melawan Bidat-Bidat, Ireneus mengemukakan bahwa "sekalipun ada beragam dialek di dunia, daya tradisi satu dan sama jua. Karena iman yang sama dianut dan diwariskan jemaat-jemaat yang didirikan di negara-negara Jerman, Ispanya, di kalangan suku-suku Kelt, di Timur, di Libya, dan di kawasan tengah dunia."[22] Di dalam jilid ke-3 dari risalahnya itu, Ireneus melanjutkan pembelaannya terhadap gagasan persatuan jemaat di sekeliling uskup dengan mengemukakan bahwa "dengan mengacu kepada tradisi dan iman rasuli yang diwartakan kepada umat manusia, yang diwariskan sampai ke zaman kita oleh uskup-uskup yang silih berganti mengampu kepemimpinan, di jemaat yang paling besar, paling purba, lagi paling masyhur, yang diasaskan dan ditegakkan oleh dua rasul teramat mulia, Petrus dan Paulus, di Roma, dapatlah kita tumbangkan semua pihak yang dengan cara lain apa saja … memungut lebih banyak daripada yang seharusnya."[23] Ireneus mengedepankan doktrin Suksesi Apostolik untuk membantah klaim-klaim para ahli bidat, terutama kaum Gnostik yang menyerang teologi dan kewenangan Gereja arus utama. Ia mengemukakan bahwa orang dapat menemukan ajaran yang sejati di beberapa takhta keuskupan terkemuka, bukan hanya di Roma. Oleh karena itu, doktrin yang dikedepankannya mengandung dua pokok pikiran, yaitu susur-galur dari para rasul dan ajaran yang benar. Ignasius, Uskup AntiokhiaIgnasius, Uskup Antiokhia, terkenal sangat mementingkan wewenang uskup. Di dalam suratnya kepada jemaat di Smirna pada tahun 115, ia mengimbau umat Kristen Smirna untuk "menghindari perpecahan, selayaknya biang keladi kedurjanaan. Turutilah uskup, wahai kamu sekalian, sebagaimana Yesus Kristus menuruti Bapa; dan turutilah majelis presbiter selayaknya para rasul. Janganlah seorang pun berbuat apa-apa terpisah dari uskup. Di mana pun uskup tampil, hendaklah umat hadir di situ, selayaknya di mana pun Kristus Yesus berada, di situlah Gereja Katolik."[24] TertulianusTertulianus lahir di Kartago sekitar tahun 155, menjadi imam saat berumur kira-kira empat puluh tahun, dan giat berusaha membela iman. Di dalam risalahnya yang ditulis pada tahun 208, Scorpiace, Tertulianus mengemukakan bahwa "tiada penangguhan maupun cecar pertanyaan yang akan menyongsong umat Kristen di ambang pintu. …Karena sekalipun kamu berpikir bahwa surga masih tertutup, ingatlah bahwa Tuhan titipkan kuncinya kepada Petrus di sini, dan melalui Petrus kepada Gereja, kunci yang akan dibawa semua orang, jika ia ditanyai dan memberikan pernyataan [iman]."[25] Scorpiace adalah sumber sejarah tertua-yang-diketahui yang menyangkutpautkan kunci Kerajaan Surga dengan orang-orang selain Petrus. Di dalam Scorpiace, Tertulianus memaparkan pemahamannya bahwa kunci tersebut bersangkut paut dengan "semua orang" jika mereka "memberikan pernyataan", bukan semata-mata bersangkut paut dengan Uskup Roma seperti tafsir modern. Tertulianus kelak menarik kembali pernyataan tersebut di dalam risalahnya yang berjudul De Pudecitia,[26] dengan memerinci berbagai alasan mengapa kunci Petrus semata-mata bersangkut paut dengan Petrus. Kemudian hari Tertulianus dicap sudah murtad bersama-sama para pengikut Montanus lantaran berpendirian bahwa wewenang harus dikaitkan dengan kuasa yang dapat dipertunjukkan. SiprianusTasius Sesilius Siprianus menjadi Uskup Kartago pada tahun 248, tetapi wafat 10 tahun kemudian. Di dalam semua karya tulisnya, Siprianus menandaskan bahwa batu karang itu adalah Petrus, dan Gereja berdiri di atas Petrus. Ia juga menyatakan bahwa lantaran Gereja berdiri di atas para uskup, mereka juga berkewenangan. Di dalam karya tulisnya ia mengemukakan, "pihak-pihak yang murtad dari Gereja, tidak mengizinkan Gereja untuk memanggil kembali dan membawa pulang orang yang murtad. Ada satu Allah, dan satu Kristus, dan satu Gereja, dan satu kursi yang ditegakkan suara Tuhan di atas batu karang. Tiada mezbah boleh didirikan, tidak pula imamat baru boleh diasaskan, selain satu mezbah dan satu imamat. Barang siapa yang berhimpun di tempat lain, tercerai-berailah dia."[27] Di dalam risalah De Catholicae Ecclesiae Unitate yang ia tulis pada tahun 251, Siprianus bertanya, "orang yang membelot terhadap kursi Petrus, tokoh yang di atasnya Gereja diasaskan, apakah dia yakin dirinya masih berada di dalam Gereja?"[28] Sehubungan dengan tafsir nas Matius 16:18-19 itu, Jaroslav Pelikan mengemukakan di dalam bukunya bahwa[29] "Bapa Kristen Purba, Siprianus, mendalilkannya sebagai bukti keabsahan wewenang uskup—bukan semata-mata Uskup Roma, melainkan semua uskup," merujuk kepada buku Maurice Bevenot tentang Santo Siprianus.[30] Umat Kristen Katolik Timur setuju dengan pandangan di atas, dan menganut doktrin-doktrin asasi yang sama dengan semua umat Katolik selebihnya, tetapi sebagai suatu refleksi teologis biasanya dalam satu dan lain cara juga memandang Petrus sebagai contoh dari semua uskup lain. Yohanes KrisostomusYohanes Krisostomus lahir di Antiokhia sekitar tahun 347, dan kemudian hari berjuang demi pembaruan Gereja sampai diasingkan pada tahun 404. Khotbah-khotbahnya menonjolkan keyakinannya akan keutamaan Petrus. Petrus ia sebut sebagai "pemimpin rombongan, penyambung lidah sekalian rasul, kepala suku, pemimpin sejagat, landasan Gereja, orang yang mengasihi Kristus dengan menggebu-gebu."[31] Karya-karya tulisnya juga menonjolkan kefanaan Petrus, menautkannya lebih erat dengan warga Gereja.
Agustinus, Uskup HipoAgustinus lahir di Numidia pada tahun 354, dibaptis di Milan pada tahun 387, dan menjadi Uskup Hipo dari tahun 397 sampai akhir hayatnya pada tahun 430. Agustinus mengajarkan bahwa Petrus adalah orang nomor satu di antara para rasul, dan oleh karena itu mewakili Gereja.[33] Di dalam Sermo, kumpulan khotbahnya, Agustinus mengemukakan bahwa "Petrus, di banyak bagian dari Kitab Suci, tampil selaku representasi Gereja, teristimewa pada bagian yang mengabadikan sabda Yesus, 'Kepadamu akan Kuberikan kunci … akan terlepas di surga'. Apakah Petrus menerima kunci itu sedangkan Paulus tidak? Apakah Petrus menerimanya sedangkan Yohanes, Yakobus, dan rasul-rasul selebihnya tidak? Namun lantaran Petrus diumpamakan mewakili Gereja, apa-apa yang dikaruniakan kepada dirinya sendiri sesungguhnya dikaruniakan kepada Gereja."[34] Di dalam risalah Contra Epistolam Manichaei yang ia tulis pada tahun 395, Agustinus menjelaskan bahwa "ada banyak perkara lain yang memang sudah sepantasnya membuat saya betah berdiam di haribaan Gereja Katolik. …suksesi para imam membetahkan saya, mulai dari takhta Rasul Petrus sendiri (yang kepadanya, Tuhan, pascakebangkitan-Nya, memberikan amanat untuk menggembalakan domba-domba-Nya) sampai kepada uskup yang sekarang menjabat."[35] Paus Inosensius IPaus Inosensius I menjabat dari tahun 402 sampai 417. Teori-teori modern tentang keutamaan paus tumbuh dan berkembang di seputar pribadi dan karya-karya tulisnya. Di dalam sepucuk surat yang ia kirim pada tahun 416 kepada Desensius, Uskup Eugubium, Inosensius mengemukakan bahwa "siapa yang tidak tahu atau celik bahwa perkara ini [tatanan Gereja] dibawa masuk Petrus, pemimpin para rasul, ke Gereja Roma, dan dipelihara sampai sekarang, dan harus dipertahankan semua orang, dan bahwasanya tidak ada apa-apa boleh diwajibkan atau disiarkan jikalau tidak berwibawa, atau tampaknya berpatokan kepada preseden-preseden di tempat lain?"[36] Pada masa jabatannyalah para uskup mulai mengakui keutamaan paus di atas uskup-uskup lain di Barat. Salah satu buktinya adalah sepucuk surat yang dikirim sidang para uskup di Mileve kepada Inosensius pada tahun 416. Surat ini memuat alusi kepada wewenang "bapa suci" yang bersumber dari kewibawaan Kitab Suci.[37] Doktrin keutamaan mulai mengejawantah pada masa jabatannya. Paus Leo IBerdasarkan pengetahuannya akan nas-nas yang berkenaan dengan Petrus di dalam Injil, dan karya-karya tulisnya tentang keutamaan Petrus, Paus Leo I jelas-jelas menganggap dirinya tidak terpisahkan dari wewenang yang dikaruniakan kepada Petrus selaku Uskup Roma. Leo sendiri ditahbiskan menjadi Uskup Roma pada tahun 440. Di dalam karya tulisnya ia kemukakan bahwa "hak mengampu kuasa ini memang diteruskan kepada rasul-rasul lain, dan amar maklumat ini diteruskan kepada semua pemimpin Gereja; akan tetapi tidak sia-sialah perkara yang dikaruniakan bagi semua orang itu dipercayakan kepada satu orang saja. Itulah sebabnya wewenang tersebut dipercayakan kepada Petrus seorang diri, lantaran semua pemimpin Gereja menyandang ketokohan Petrus. …Dengan demikian di dalam Petrus kekuatan semua orang diperteguh, dan inayah rahmat Allah mengatur supaya kemapanan yang melalui Kristus diberikan kepada Petrus, melalui Petrus tersampaikan kepada para rasul." Konsili Kalsedon kemudian hari menyebut Leo sebagai "orang yang ditugasi Juru Selamat untuk merawat pokok anggur."[38] Paus Gregorius VIIGerakan pembaruan Gregorius adalah serangkaian gerakan yang rata-rata dimaksudkan untuk memperbarui Gereja Katolik, dipelopori oleh Paus Gregorius VII, yang sebebelumnya dikenal sebagai Diakon Agung Hildebrandus. Gregorius menjadi Paus pada tahun 1073. Gerakan pembaruannya bukan dimaksudkan untuk merombak tubuh Gereja melainkan memurnikan kaum rohaniwan pada umumnya.[39] Ketenaran Gregorius mungkin melambung lantaran pertikaiannya dengan Raja Jerman, Henrikus IV, yakni pertikaian yang dikenal dengan sebutan "Laga Investitur". Di dalam risalahnya, Dictus Pape, Gregorius membentangkan kebijakan dan cita-cita luhurnya sendiri maupun kebijakan dan cita-cita luhur Gereja Katolik. Lewat karya tulis tersebut, Gregorius menandaskan bahwa paus memiliki kuasa untuk memakzulkan maupun memulihkan jabatan uskup-uskup, dan juga secara efektif memperkecil lingkup kewenangan uskup-uskup lain.[40] Doktrin ini mendukung gagasan bahwasanya Roma dan jemaat di Roma pun harus diutamakan di atas semua jemaat lain. Pada masa jabatannya, Gregorius juga berjaya melambungkan kuasa Gereja mengatasi kuasa negara. Para pengikut Gregorius mengusung gagasan pemisahan kekuasaan. Kata mereka, "seyogianya raja-raja berwenang atas hal ihwal yang menjadi hak raja-raja, dan imam-imam berwenang atas hal ihwal yang menjadi hak imam-imam."[41] Pada masa jabatannya, doktrin keutamaan Petrus kian lebih kukuh dibanding sebelumnya. TantanganKonsiliSepanjang sejarah Gereja Katolik, klaim keutamaan yang diajukan paus harus berhadapan dengan berbagai macam tantangan. Baik Maklumat Milan, Konsili Nikea I, maupun Konsili Konstantinopel I berkaitan erat dengan perkara keutamaan ini, lantaran mengamandemen kuasa paus atas uskup-uskup lain. Kanon ke-3 Konsili Konstantinopel I tahun 381 mendapuk Konstantinopel sebagai Roma baru, memberikan kursi kehormatan kepada Uskup Roma, dan memberikan kursi kehormatan nomor dua kepada Uskup Konstantinopel. Konsili Efesus tahun 431 menimbulkan perdebatan mengenai apakah hasilnya menentukan bahwa paus adalah kepala Gereja atau Gereja berada di bawah wewenang dewan uskup.[42] Meskipun pokok bahasan utamanya adalah pengakuan akan Pribadi Kristus, Konsili Kalsedon tahun 451 juga membatasi kuasa para uskup. Banyak surat yang dikeluarkan oleh muktamar ini mengungkapkan bahwa pendiriannya selaras dengan doktrin keutamaan paus. Para peserta menggelari Paus Leo I dengan sebutan yang hebat-hebat seperti "yang paling suci lagi dikasihi Allah" dan "uskup agung oikumene dan batrik Roma raya." Lantaran tidak semua pihak merasa puas dengan hasilnya, Konsili Kalsedon menjadi pangkal skisma dengan Gereja Ortodoks Oriental.[43] SkismaKrisis paling terkenal yang pernah dialami lembaga kepausan, sekaligus tentangan terbesar terhadap wewenangnya, muncul berbarengan dengan "Skisma Barat" menjelang akhir Abad Pertengahan, mulai tahun 1378 sampai 1417.[44] Terhitung ada tujuh orang paus yang memimpin Gereja dari Avignon di Prancis pada permulaan abad ke-14, sampai Paus Gregorius XI akhirnya nekat kembali ke Italia dan takhta Keuskupan Roma yang penuh pergolakan.[45] Sesudah zaman kepausan Avignon berakhir pada tahun 1377, Paus Urbanus VI, seorang Italia, membawahi dewan kardinal yang mayoritas beranggotakan orang Prancis. Para kardinal menggugat keabsahan pemilihannya lalu memilih Klemens VII menjadi Paus. Jerman, Italia, Inggris, berikut semua negara Eropa Utara dan Eropa Timur tetap setia kepada Urbanus, sementara Prancis, Spanyol, Skotlandia, dan Roma memihak Klemens VII (1378–1394) dan penggantinya, Benediktus XIII, yang bermarkas di Avignon. Nas Matius 16:18Kontroversi menyeruak sehubungan dengan satu ayat khusus yang memuat nama Aram כפא (Kefa) yang berarti "batu karang", nama panggilan yang diberikan Yesus kepada tokoh yang sebelumnya dikenal dengan nama Simon.[46] Orang Yunani menerjemahkan nama tersebut menjadi Πέτρος (Petros), suatu kata rekaan baru, bentuk maskulin dari kata baku feminin πέτρα (petra), yang juga berarti "batu karang." Petros diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Petrus.[47] Meskipun alasan-alasan yang melatarbelakangi ketidaksepahaman mengenai hakikat keutamaan Petrus cukup rumit, lantaran terkait dengan urusan doktrin, sejarah, dan politik, perdebatan sering kali menyempit menjadi diskusi tentang makna dan terjemahan nas Matius 16:18:[butuh rujukan] "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya."[48] Di dalam ayat Yunani aslinya, nama baru yang diterima Simon adalah Πέτρος (Petros), tetapi kata Yunani pada bagian kedua dari ayat itu yang diterjemahkan menjadi "batu karang" adalah πέτρα (petra). Jika diterjemahkan secara harfiah, ucapan Yesus akan berbunyi, "engkau adalah Batu Karang dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku".[a] Demi melestarikan permainan-kata itulah nama baru yang diterima Simon diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi Πέτρος, alih-alih menjadi Κηφᾶς (Kefas).[butuh rujukan] Satu argumen umum yang lazim dikemukakan dari masa ke masa oleh umat Protestan dari masa ke masa adalah bahwasanya penerjemahan Perjanjian Baru berbahasa Ibrani ke bahasa Yunani paling banter hanyalah suatu gagasan yang daif, lantaran tidak ada bukti nyata maupun indikasi bahwa Perjanjian Baru (dalam bahasa Yunani) pernah diterjemahkan dari karya tulis Ibrani atau Aram. Penjelasan lebih lanjut mengenai argumen ini dapat dibaca di artikel Teori Perjanjian Baru asli berbahasa Aram. Menurut argumen alih-aksara Protestan ini,[butuh rujukan] di dalam bahasa yang dituturkan Yesus, kata yang sama, yakni כפא (kefa), dipakai untuk nama Petrus maupun untuk batu karang yang dikatakan Yesus akan menjadi landasan tempat ia mendirikan jemaatnya. Sejak Reformasi Protestan, sudah banyak pihak non-Katolik yang menggugat pendirian Gereja Katolik, mempertanyaan apakah kata feminin πέτρα memang mengacu kepada Petrus, dan mengklaim bahwa mungkin saja kata itu justru mengacu kepada pernyataan iman Petrus atau kepada Yesus sendiri.[49][50] Pandangan Ortodoks TimurBanyak pihak yang menjunjung keutamaan PetrusGereja Ortodoks Timur menghormati Rasul Petrus, bersama-sama dengan Rasul Paulus, sebagai "rasul-rasul terkemuka". Gelar lain yang diberikan kepada Petrus adalah korufayos, yang dapat diterjemahkan menjadi "pemandu paduan suara," atau pemimpin biduan.[51] Para sarjana Ortodoks mengikuti Yohanes Krisostomus dan tradisi Bizantin[52] dalam menganggap Petrus sebagai ikon jabatan uskup[53] dengan gelarnya selaku protos (orang pertama) yang menyiratkan adanya wewenang sampai taraf tertentu atas rasul-rasul lain. Menurut pandangan tradisonal Ortodoks dan patristis ini, Gereja adalah sidang jemaat pengucapan-syukur lokal ("diosis" dalam peristilahan saat ini) dan orang yang menduduki "Kursi Petrus" (mengikuti kata-kata Siprianus) adalah uskupnya. Sebagai hasilnya, keutamaan Petrus relevan dengan hubungan antara uskup dan para presbiter, bukan dengan hubungan antara Uskup Roma dan uskup-uskup lain yang semuanya sama-sama menempati kursi Petrus. John Meyendorff menjelaskannya sebagai berikut:
Gagasan bahwa banyak takhta 'berasal dari Petrus' pernah pula dianut di Barat. Paus Gregorius I pernah mengemukakan sebagai berikut:
Meskipun demikian, Batrik Oikumene Konstantinopel setiap tahun mengirim perutusan ke Roma untuk menghadiri perhelatan hari besar Santo Petrus dan Santo Paulus. Gereja Ortodoks juga berpandangan bahwa sebenarnya Paus Linuslah Uskup Roma yang pertama, bukan Petrus.
'Kunci' dan 'batu karang' tidak semata-mata berkaitan dengan PetrusPara teolog Ortodoks Timur sepakat bahwa di dalam nas Matius 16:18,[56] agaknya "batu karang" adalah sebutan kepada diri Petrus, lantaran nama "Petrus" berarti "batu karang".[57] Meskipun demikian, nas Matius 18:18[58] menyiratkan bahwa rasul-rasul lain pun diberi kuasa yang sama. Sekalipun kata kunci tidak muncul secara tertulis di dalam ayat ini, sejumlah Bapa Gereja beranggapan bahwa makna kunci tersirat di dalamnya, dan bahwasanya segenap Gereja memegang kunci tersebut:
Selain itu, para teolog Ortodoks Timur mengikuti pandangan bapa-bapa Gereja semisal Yohanes Krisostomus dengan menjelaskan bahwa "batu karang" merujuk kepada Petrus (selaku sarana) sekaligus kepada pengakuan iman Petrus, yakni unsur yang paling signifikan dalam pendirian Gereja.[20] Beberapa sarjana Ortodoks tidak memandang Petrus lebih tinggi daripada rasul-rasul lain dari segi apa pun. Di mata mereka Petrus tidak memiliki kuasa dan wewenang atas rasul-rasul lain semasa Yesus berkarya. Tidak ada jabatan pengemban kuasa di antara kedua belas rasul, yang ada hanyalah "tingkat keakraban" atau "taraf kehormatan." Menurut pandangan ini, Petrus memiliki suatu keutamaan simbolis atau keutamaan kehormatan (dalam arti murni keutamaan kehormatan belaka) yang lemah sifatnya. Pada zaman patristis, inilah pandangan Gereja Barat yang dianut Santo Agustinus. Sarjana-sarjana Ortodoks lain (lih. di atas), mengikuti pandangan tradisional Bizantinnya Yohanes Krisostomus yang melihat Petrus sebagai ikon uskup dan oleh karena itu diperlengkapi dengan wewenang di dalam jemaat (yaitu keuskupan).
Contoh-contoh dari sejarahPara sejarawan Ortodoks juga berpandangan bahwa di Kekaisaran Romawi Timur (atau Bizantin) pada masa-masa awalnya, wewenang Petrus hanya diakui secara parsial lantaran keterkaitan erat sang rasul dengan Roma, dan bahwasanya faktor ini bukanlah suatu isu utama. Lagi pula, bagi Gereja Ortodoks Timur, hak-hak istimewa Roma tidaklah dipahami sebagai kuasa mutlak (primasi dibedakan dari supremasi). Di Timur ada banyak "takhta rasuli", Yerusalem dipandang sebagai "induk segala jemaat", dan Uskup Antiokhia pun dapat saja mendaku diri sebagai pengganti Petrus, lantaran sang rasul adalah Uskup Antiokhia yang pertama. "Kanon 28 Konsili Kalsedon bagi pihak Bizantin adalah salah satu wacana-tertulis yang bersifat asasi bagi ketatalaksanaan Gereja: "'Demi alasan-alasan yang tepatlah hak-hak istimewa diberikan kepada Roma Lama, lantaran kota ini adalah tempat kedudukan kaisar dan senatus.' ...Salah satu alasan mengapa Gereja Roma diberi keutamaan yang tidak dapat diganggu gugat di atas semua Gereja rasuli adalah 'martabat rasuli' Petrus dan Paulus yang pada kenyataannya turut mengukuhkan kedudukan kota itu sebagai sebuah ibu kota, dan semata-mata perpaduan kedua unsur itulah yang memberi hak kepada Uskup Roma untuk menduduki tempat utama di Dunia Kristen atas mufakat semua Gereja."[70] Pandangan ProtestanSalah satu pokok perdebatan utama Katolik-Protestan berkisar seputar nas Matius 16:18, yang mengabadikan ucappan Yesus kepada Petrus, "engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku." Umat Katolik menafsirkannya sebagai ungkapan kehendak Yesus untuk mendirikan Gerejanya di atas Petrus, sang rasul. Yesus berkata kepada Petrus (Batu Karang) bahwa ia hendak mendirikan Gerejanya di atas Batu Karang (Petrus) ini, dan bahwasanya Petrus dijadikan gembala kawanan rasuli[72] – itulah sebabnya mengapa umat Katolik menjunjung tinggi keutamaan Uskup Roma. Salah satu pandangan Protestan mengenai nas tersebut sejalan dengan pandangan Katolik, kendati tidak membenarkan bahwa keutamaan tersebut bersumber dari sumber-sumber doktrinal, dan tidak pula membenarkan pengidentikan Simon Petrus dengan paus.[butuh rujukan] Umat Protestan lainnya berpandangan sebagai berikutː[butuh rujukan] Yesus memberi Simon nama baru, petros. Meskipun demikian, Yesus menyebut "batu karang", petra. Nas ini dianggit dalam bahasa Yunani, bukan bahasa Aram, jadi apa pun yang mungkin diucapkan Yesus dalam bahasa Aram hanya dugaan belaka. Dalam bahasa Yunani, kedua kata itu dibedakan, πέτρα adalah "batu karang" tetapi πέτρος adalah "batu kecil" atau "kerakal" (James G. McCarthy menerjemahkan πέτρα menjadi "gunung batu", dan menerjemahkan πέτρος menjadi "bongkahan atau sebongkah batu").[butuh rujukan] Yang Yesus maksudkan dengan "batu karang ini" bukanlah Petrus melainkan pengakuan iman Petrus pada ayat sebelumnya. Dengan demikian, alih-alih menyatakan keutamaan Petrus, Yesus justru menyatakan bahwa jemaat-Nya bakal dibangun di atas landasan wahyu dan pengakuan iman akan Yesus sebagai Sang Mesias.[butuh rujukan] Bagaimanapun juga, banyak sarjana Protestan yang menolak pandangan ini,[butuh rujukan] misalnya Craig L. Blomberg yang mengemukakan bahwa "ungkapan 'batu karang ini' nyaris pasti mengacu kepada Petrus, langsung muncul menyusul penyebutan namanya, sama seperti kata-kata sesudah 'Mesias' pada ayat 16 mengacu kepada Yesus. Permainan kata dalam bahasa Yunani antara nama Petrus (Petros) dan 'batu karang' (petra) hanya masuk akal jika Petruslah batu karang itu dan jika Yesus hendak menjelaskan signifikansi dari identifikasi tersebut."[73] Donald A. Carson III mengemukakan sebagai berikut:
Salah satu argumen alternatif Protestan adalah bahwasanya ketika Yesus berkata "di atas batu karang ini" di dalam ayat Injil Matius tersebut, yang ia maksudkan adalah dirinya sendiri, merujuk kepada nas Ulangan 32:3-4[75] yang berbunyi, "Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna". Gagasan serupa juga muncul di dalam nas 1 Korintus 10:4[76] yang berbunyi, "...batu karang itu ialah Kristus." Di dalam nas Efesus 2:20,[77] Yesus disebut sebagai "batu penjuru". Makna "batu karang"Di dalam nas Yunani aslinya, kata yang diterjemahkan menjadi "Petrus" adalah Πέτρος (Petros), dan kata yang diterjemahkan menjadi "batu karang" adalah πέτρα (petra), dua kata yang sekalipun tidak sama tetap saja memunculkan kesan sebagai salah satu dari sekian banyak permainan-kata yang dipakai Yesus dalam bertutur. Lagi pula, karena Yesus diduga berbicara kepada Petrus di dalam bahasa Aram yang merupakan bahasa-ibu mereka, tentu ia menggunakan kata kefa baik untuk "Petrus" maupun "batu karang".[78] Nas Matius 16ː18 di dalam Pesyita dan bahasa Suryani-Lama memakai kata kefa untuk "Petrus" maupun "batu karang".[79] Nas Yohanes 1:42[80] meriwayatkan bahwa Yesus menyebut Simon dengan nama "Kefas", sama seperti yang dilakukan Paulus di dalam beberapa suratnya.[butuh rujukan] Petrus diamanatkan untuk menguatkan saudara-saudaranya, yaitu para rasul.[81] Menurut Kisah Para Rasul bab 1-2, 10-11, dan 15, Petrus juga berperan selaku pemimpin jemaat Kristen Purba di Yerusalem. Para pujangga Katolik Latin maupun Yunani terdahulu (misalnya Yohanes Krisostomus) menganggap "batu karang yang menjadi landasan" itu melambangkan Petrus selaku orang pribadi maupun pernyataan imannya (atau iman yang ia nyatakan), dan menganggap janji Kristus pun lebih umum sifatnya lantaran berlaku atas kedua belas rasul maupun seantero Gereja.[20] Tafsir "makna ganda" tersebut juga tersaji di dalam Katekismus Gereja Katolik yang ada saat ini.[82] Klaim-klaim bantahan Protestan terhadap tafsir Katolik lebih banyak didasarkan pada perbedaan kata-kata Yunani yang diterjemahkan menjadi "Batu Karang" di dalam ayat Injil Matius tersebut. Di dalam bahasa Yunani klasik Atika, petros lazimnya berarti "kerakal," sementara petra berarti "bongkahan batu" atau "tebing batu". Oleh karena itu, dengan mengartikan nama Petrus sebagai "kerakal", mereka berdalil bahwa mustahil "batu karang" yang dimaksud adalah Petrus, melainkan sesuatu yang lain, bisa saja Yesus sendiri, bisa juga keimanan kepada Yesus yang baru saja dinyatakan Petrus. Bagaimanapun juga, Perjanjian Baru ditulis di dalam bahasa Yunani Koiné, bukan bahasa Yunani Atika, dan beberapa pakar terpandang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara makna petros dan makna petra.[butuh rujukan] Bagaimanapun juga, sekalipun nomina feminin petra diterjemahkan menjadi batu karang di dalam kalimat "di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku," kata petra (πέτρα) juga dipakai di dalam nas 1 Korintus 10:4[83] untuk menyifatkan Yesus di dalam kalimat "mereka semua makan makanan rohani yang sama, dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus."[butuh rujukan] Meskipun nas Matius 16[84] dipetik Gereja Katolik sebagai salah satu nas-bukti bagi doktin supremasi paus, para sarjana Protestan[siapa?] mengatakan bahwa sebelum Reformasi abad ke-16, nas itu jarang sekali dipakai untuk mendukung klaim-klaim kepausan. Menurut mereka, sebagian besar tafsir Gereja Perdana dan Gereja Abad Pertengahan memahami 'batu karang' sebagai rujukan kepada Kristus atau kepada iman Petrus, bukan kepada diri Petrus. Penjelasan Yesus mereka pahami sebagai pembenarannya atas kesaksian Petrus bahwa Yesus adalah Putra Allah.[85] Bantahan lain terhadap pendirian Katolik adalah bahwasanya jika Petrus benar-benar berarti Batu Karang, dan oleh karena itu adalah pemimpin para rasul, maka fakta tersebut akan bertentangan dengan ajaran Alkitab di dalam nas Efesus 2:20,[86] yang mengatakan bahwa dasar jemaat adalah para rasul dan para nabi, bukan Petrus saja. Mereka berpendapat bahwa makna nas Matius 16:18[87] adalah permainan-kata yang direka Yesus sedemikian rupa sehingga serasi dengan nama Petrus dengan maksud untuk menjelaskan bahwa pengakuan yang baru saja ia utarakan itulah batu karang tempat jemaat didirikan.[88] Golongan-golongan Kristen lainnya yang berteologi konservatif, antara lain golongan Lutheran Konfesional, juga membantah komentar-komentar Karl Keating dan D.A. Carson yang mengklaim bahwa petros dan petra tidak dibedakan di dalam bahasa Yunani Koine. Para teolog Lutheran[89] menegaskan bahwa kamus-kamus bahasa Yunani Koine, termasuk [90] Leksikon Bauer-Danker-Arndt-Gingrich yang terpandang itu, memang mencantumkan kedua kata tersebut berikut ayat-ayat yang menyajikan makna-makna berlainan untuk masing-masing kata. Para apolog Lutheran konservatif menegaskan sebagai berikut:
Dukungan parsial ProtestanDukungan parsial terhadap pendirian Katolik datang dari Oscar Cullmann. Ia tidak sependapat dengan Luther maupun para reformator Protestan yang berpendirian bahwa yang dimaksud Kristus dengan "batu karang" bukanlah Petrus, melainkan dirinya sendiri atau iman para pengikutnya. Ia yakin bahwa makna asli Aram dari kata itu sudah terang-benderang, yaitu kefa adalah kata Aram untuk "batu karang", dan kefa jugalah nama yang dipakai Kristus untuk menyapa Petrus.[92] Meskipun demikian, Oscar Cullmann menolak keras klaim Katolik yang mengatakan bahwa Petrus adalah pelopor suksesi paus. Ia mengemukakan di dalam tulisannya bahwa "di dalam riwayat hidup Petrus tidak ada titik anjak bagi suatu rantai suksesi kepemimpinan segenap Gereja." Sekalipun meyakini bahwa nas Injil Matius tersebut sepenuhnya sahih dan sedikit pun tidak mengandung keragu-raguan, ia berpendapat bahwa nas itu tidak dapat dipakai sebagai "pembenaran suksesi paus."[92] Oscar Cullmann menyimpulkan bahwa kendati Petrus adalah pemimpin mula-mula para rasul, ia bukanlah pengasas suksesi kasatmata apapun di dalam Gereja.[92] Ada pula sarjana-sarjana Protestan lain yang secara parsial membela pendirian historis Katolik tentang "Batu Karang".[93] Dengan pendekatan yang agak berlainan dari pendekatan Oscar Cullmann, mereka menunjukkan bahwa Injil matius tidak ditulis dalam ragam klasik Atika dari bahasa Yunani, melainkan dalam dialek Helenistis Koine yang tidak membedakan makna petros dan petra. Lagi pula, di dalam bahasa Yunani Atika pun, yang memaknai petros sebagai batu kecil, ada contoh-contoh pemakaian kata itu untuk menyebut batu karang yang lebih besar ukurannya, misalnya di dalam naskah sandiwara karangan Sofokles, Oidipus di Kolonos ayat 1595, yang memakai kata petros sebagai sebutan untuk bongkahan batu yang dijadikan tengaran, jelas-jelas benda yang lebih besar daripada sebutir kerakal. Bagaimanapun juga, pembedaan petros dari petra tidaklah relevan jika mengingat bahwa bahasa Aramlah yang mungkin dipakai dalam menuturkan kalimat itu. Di dalam bahasa Yunani, dari zaman apa saja, bentuk feminin petra tidak dapat dipakai menjadi nama diri laki-laki, dan fakta ini mungkin dapat menjelaskan mengapa Petros adalah kata Yunani yang dipakai untuk menerjemahkan kata Aram Kefa.[78] Petrus juga disebut sebagai paus pertama Gereja Katolik yang dipercaya bangsa Romawi pada tahun 69 Masehi. Meskipun demikian, sarjana-sarjana Protestan lainnya teguh meyakini bahwa Yesus sebenarnya memang mengacu kepada Petrus sebagai batu karang tempat ia akan mendirikan jemaatnya, tetapi ayat tersebut sama sekali tidak mengindikasikan sustu suksesi berkelanjutan dari jabatan tersirat Petrus. Menurut mereka, Matius memakai pronomina demonstratif taute, yang konon berarti "inilah" atau "ini jua", ketika mengacu kepada batu karang tempat jemaat Yesus akan didirikan. Matius juga memakai kata Yunani kai sebagai kata-penghubung "dan". Konon apabila sebuah pronomina demonstratif dirangkaikan dengan kai, pronomina itu merujuk kepada nomina yang mendahuluinya. Oleh karena itu, batu karang kedua yang diucapkan Yesus mestilah sama dengan batu karang yang pertama; dan jika Petrus adalah batu karang yang pertama, maka mesti dia jualah batu karang yang kedua.[94] Gereja Rasuli Baru meyakini penetapan kembali pelayanan Rasul. Gereja ini memandang Petrus sebagai Rasul Ketua pertama Gereja Purba.[butuh rujukan] Pandangan LutheranBuku Konkordia menyatakan sebagai berikut:
Berbeda dari Oscar Cullmann, umat Lutheran Konfesional dan banyak apolog Protestan lainnya sepakat bahwa tidak ada artinya menjelaskan makna Batu Karang dengan menilik bahasa Aram, karena sekalipun benar bahwa orang Yahudi lebih banyak bertutur dalam bahasa Aram di rumah, biasanya mereka bertutur dalam bahasa Yunani di muka umum. Segelintir kata bahasa Aram yang diucapkan Yesus di muka umum bukanlah perkara yang lumrah, dan itulah sebabnya kata-kata tersebut ditonjolkan. Salah satu faktor yang turut andil memengaruhi pandangan yang dianut banyak umat Lutheran bahwa penafsiran Batu Karang melalui bahasa Aram itu sia-sia adalah fakta bahwa Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine, bukan dalam bahasa Aram.[96][97][98] Para sejarawan Lutheran modern bahkan menyingkapkan bahwa sebelum dasawarsa 1870-an, Gereja Katolik belum menganggap Petrus sebagai Batu Karang, setidaknya belum secara bulat beranggapan demikian:
Para apolog Lutheran mengemukakan kecamannya sebagai berikut:
Pandangan Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman AkhirGereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir (gereja OSZA) mengamini keutamaan Petrus, kendati tidak lazim memakai istilah tersebut. Gereja OSZA mengajarkan bahwa Petrus adalah rasul-ketua dan kepala Gereja pascakenaikan Kristus. Gereja OSZA lebih lanjut mengajarkan bahwa segala wewenang Imamat Melkisedek harus diperoleh lewat alur wewenang yang dapat ditelusuri langsung dari Kristus melalui Petrus.[101] Meskipun demikian, berbeda dari kelompok-kelompok lain, gereja ini percaya bahwa alur suksesi tersebut terputus sesudah para rasul wafat, sehingga perlu ada pemulihan wewenang imamat. Gereja OSZA mengajarkan bahwa pemulihan wewenang imamat terjadi pada peristiwa penampakkan-pascabangkit Petrus, Yakobus, dan Yohanes, yang menyerahkan wewenang kepada Joseph Smith dan Oliver Cowdery pada tahun 1829.[102] Semua warga tertahbis gereja OSZA dapat memperoleh penjabaran tertulis alur wewenang yang dapat dirunut balik sampai kepada Kristus melalui Petrus.[103] Sekalipun mengamini keutamaan Petrus, beberapa petinggi gereja OSZA mengajarkan bahwa yang dimaksud Yesus dengan batu karang di dalam nas Matius 16:18 bukanlah Petrus maupun pernyataan imannya, melainkan karunia wahyu dari Roh Kudus yang menyingkap keilahian Kristus kepada Petrus. Rasul Howard W. Hunter mengajarkan bahwa:
Pendiri gereja OSZA, Joseph Smith, pernah berkata:
Meskipun petikan-petikan di atas dapat merepresentasikan akidah normatif gereja OSZA, tidak satu pun yang bersumber dari sumber-sumber doktrinal terkanonisasi.[106] Oleh karena itu gereja OSZA tidak memiliki tafsir doktrinal resmi atas nas Matius 16:18.[butuh rujukan] Baca jugaKeterangan
Rujukan
Bahan bacaan lanjutan
|
Portal di Ensiklopedia Dunia