Surat Petrus yang Kedua adalah salah satu surat yang terdapat di dalam Perjanjian Baru di AlkitabKristen yang ditujukan kepada seluruh umat Kristen yang mula-mula.[1] Surat ini ditulis terutama untuk menentang pekerjaan guru-guru yang mengajarkan hal-hal yang salah, dan juga untuk memberantas perbuatan-perbuatan tak patut yang dihasilkan oleh ajaran guru-guru itu.[1] Supaya tidak dipengaruhi oleh ajaran-ajaran itu, orang Kristen harus berpegang kepada ajaran yang benar tentang Tuhan dan tentang Yesus Kristus yaitu ajaran yang disampaikan oleh orang-orang yang telah menyaksikan dan mendengar sendiri Yesus mengajar.[1]
Yang terutama dirisaukan dalam surat ini ialah orang-orang yang mengajar bahwa Kristus tidak akan datang lagi untuk kedua kalinya.[1] Surat ini menerangkan bahwa kedatangan Kristus itu tampaknya lambat karena Tuhan "tidak mau seorang pun binasa. Ia ingin supaya semua orang bertobat dari dosa-dosanya".[1]
Penulis
Penulis surat Petrus yang kedua ini adalah Simon Petrus yang merupakan murid dan rasul YesusKristus.[2] Pernah muncul sebuah teori yang mengemukakan bahwa surat ini adalah pseudopigrafa, yaitu tulisan yang disebarkan sesudah kematian seorang ternama, namun tidak ada bukti kuat mengenai hal ini.[2] Mengenai surat 2 Petrus ini Guthrie mencatat, “tidak ada keraguan bahwa sang penulis bermaksud agar pembacanya tahu bahwa ia adalah rasul Petrus.”[2] Pada 2 Petrus 1:1 sang pengarang mengidentifikasi dirinya sebagai Συμεὼν Πέτρος, “Symeon Petros.” Jikalau pengarang ini seorang Petrus gadungan dari abad ke-2, rasanya ia tidak akan memakai ejaan ini, terlebih jika dalam surat ini ia berupaya menghubungkan dengan surat 1 Petrus yang hanya memakai nama Πέτρος "Petros" saja. Pada ayat 1:14 sang pengarang berbicara mengenai kematiannya yang segera tiba dan itu sesuai dengan yang pernah dinyatakan oleh Tuhan (Yesus) kepadanya. Pada ayat 1:16-18 ia mengklaim sebagai saksi mata peristiwa Transfigurasi Yesus. Ayat 3:1 merujuk kepada surat terdahulu yang dikirimkannya kepada penerima yang sama. Pada ayat 3:15 ia tampaknya menempatkan Paulus setingkat dengannya, dengan menyebutnya “saudara kita terkasih.” Itu semua menguatkan keotentikan Petrus sebagai penulis surat ini.[3]
Waktu penulisan
Surat ini diyakini ditulis antara tahun 61-62 M, pada periode yang sama dengan surat Yudas,[4] sebelum kematian Petrus pada tahun 64-65 M, sesaat setelah kematian Paulus.[3]
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan surat ini adalah untuk menasihati penerimanya terhadap bahaya yang mengancam dari pihak penyesat, nabi-nabi palsu, serta guru-guru palsu.[5] Selain itu, terdapat juga nasihat mengenai pengertian Firman.[5] Firman merupakan nubuat-nubuat dalam Kitab Suci yang tidak boleh ditafsir dengan kehendak sendiri.[5]
Surat ini diyakini ditulis sesaat setelah Paulus meninggal, dan merupakan kelanjutan dari Surat 1 Petrus.[3] Petrus sendiri menyadari bahwa kematiannya sudah dekat, sesuai nubuat YesusKristus. "2 Petrus 1:12–15 penuh dengan bahasa khas pidato perpisahan... dan secara eksplisit mengutarakan alasan penulisan surat 2 Petrus ini adalah kesadaran Petrus bahwa kematiannya mendekat dan keinginannya agar ajarannya tetap diingat setelah ia mati."[6] Kematian Paulus (dihukum pancung atas perintah Kaisar Romawi), membuat rasul Petrus, yang sebelumnya mengkhususkan diri untuk melayani orang bersunat (orang Yahudi), terdorong untuk menulis nasihat bagi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh Paulus dari kalangan bangsa bukan Yahudi; hal mana diyakini tidak akan terjadi jika Paulus masih hidup (sesuai perjanjian di antara mereka sebelumnya, sebagaimana tercatat di bagian Perjanjian Baru lain).[3] Petrus mengantisipasi datangnya para pengajar palsu dalam gereja segera setelah meninggalnya para rasul (termasuk dirinya dalam waktu dekat) dan menulis untuk meyakinkan jemaat bahwa mereka tidak akan dirugikan sebagai orang Kristen yang percaya, meskipun para rasul saksi mata (antara lain Petrus sendiri) sudah tidak bersama mereka lagi.[3] Paulus sendiri juga telah memperingatkan jemaat atas datangnya guru-guru palsu (Kisah Para Rasul 20:29–30). Jadi, Surat 2 Petrus ini merupakan suatu surat wasiat, testamen dan sekaligus menguatkan para jemaat agar mereka tetap setia pada ajaran para rasul yang benar (2 Petrus 3:2, 15–16).[3] Untuk itulah ia menyatakan tidak hanya otoritas dirinya sendiri (1:16-19), tetapi juga otoritas Paulus (3:15-16) dan para sejawatnya (3:2), karena setelah kematiannya jemaat hanya mempunyai sumber-sumber tertulis, melawan guru-guru palsu yang hidup pada zaman setelahnya.[3]
Ayat-ayat terkenal
2 Petrus 1:5–8: Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.
2 Petrus 3:8: Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti 1000 tahun dan 1000 tahun sama seperti satu hari.
2 Petrus 3:9: Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.
2 Petrus 3:15: Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya.
Muatan Teologis
Mengenai Manusia
Pada dasarnya pemahaman 2 Petrus mengenai manusia tidak jauh berbeda dengan 1 Petrus.[7] Dalam surat ini, jiwa diartikan sebagai manusai seutuhnya, dan bukan sekadar sisi rohani kehidupan manusia.[7] Namun demikian, sebagian orang menilai gambaran tentang manusia khususnya dalam 2 Petrus 1:4 menjadi sangat Helenistik, sehingga tidak sesuai dengan gagasan mengenai manusia dalam teks-teks Perjanjian Baru yang lain.[7] Kesulitan ini timbul sebetulnya dikarenakan adanya anak kalimat supaya olehnya kamu boleh mengambil bagian dari kodrat ilahi.[7] Secara implisit, anak kalimat ini sebtulnya mengandaikan pada dasarnya manusia memiliki kodrat ilahi, hanya saja untuk sementara waktu mereka terpisah dari Allah sehingga harus kembali kepada Allah.[7] Dengan ungkapan demikian, penulis 2 Petrus dinilai telah menggunakan terminologi Helenis, sebagaimana digunakan oleh Filo dan Flavius Yosefus.[7]
Surga dan Neraka
Dalam surat 2 Petrus, pandangan tentang masa depan berpusat pada kehadiran langit dan bumi, kehancurannya oleh api serta langit dan bumi yang baru (3:5, 10, 12, 13).[8] Langit dan bumi yang diperbarui akan ditandai dengan kebenaran.[8] Petrus menjelaskan bahwa kekudusan di sini adalah persiapan bagi kebenaran dalam keadaan kelak.[8]
Struktur
Struktur Surat Petrus yang Kedua dapat dijabarkan sebagai berikut:[9]
^John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
^ abcM. E . Duyverman. 1992. Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hal. 187.
^Bauckham, RJ. Jude, 2 Peter. Word Biblical Commentary.
^ abcdefBambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 2. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm. 72-79.
^ abc(Indonesia)Donald Guthrie. 1992. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm.240.