Gereja Latin
Gereja Latin (bahasa Latin: Ecclesia Latina), yang juga disebut Gereja Katolik Roma (bahasa Latin: Ecclesia Catholica Romana) atau Gereja Barat (bahasa Latin: Ecclesia Occidentalis),[N 1] adalah Gereja partikular sui iuris terbesar di dalam Gereja Katolik. Dari generasi ke generasi, Gereja ini menggunakan berbagai macam ritus liturgi Latin, yang pada praktiknya kerap diterjemahkan ke dalam bahasa sehari-hari sejak pertengahan abad ke-20. Gereja Latin hanyalah salah satu di antara dua puluh empat Gereja partikular sui iuris di dalam Gereja Katolik. Dua puluh tiga Gereja partikular sui iuris lainnya jamak disebut Gereja-Gereja Katolik Timur. Kepala Gereja Latin adalah Uskup Roma, yakni Sri Paus, yang pernah dan dalam konteks tertentu masih digelari Batrik Barat, dan yang ber-cathedra selaku uskup di Basilika Agung Santo Yohanes Lateran di kota Roma, Italia. Gereja Katolik mengajarkan bahwa uskup-uskupnya adalah para pengganti rasul-rasul Yesus Kristus, dan bahwasanya Sri Paus adalah pengganti Petrus, rasul yang beroleh anugerah keutamaan dari Yesus Kristus.[3] Di dalam keesaan hakiki budaya dan teologi Gereja Latin, berkembang tradisi-tradisi lokal pada Abad Kuno, seperti yang dicontohkan oleh keberagaman metodologi teologis dari keempat Pujangga Gereja Latin, tokoh-tokoh besar yang hidup pada kurun waktu antara abad ke-2 sampai abad ke-7 di kawasan yang mencakup Afrika Utara dan Palestina. Sehubungan dengan bentuk liturgi, ada bermacam-macam tradisi ritus liturgi Latin. Beberapa di antaranya sudah diamalkan sejak Abad Kuno, dan yang paling menonjol adalah Ritus Romawi. Ritus-ritus lain di dalam rumpun ritus liturgi Latin yang juga cukup menonjol dan masih diamalkan sampai sekarang adalah Ritus Muzarabi, Ritus Ambrosian, dan Ritus Kartusian. Ritus Muzarabi masih diamalkan secara terbatas di Spanyol, Ritus Ambrosian berpusat di Keuskupan Agung Milan dan secara lahiriah sangat mirip dengan Ritus Romawi kendati tidak sama muatannya, sementara Ritus Kartusian yang hanya diamalkan di lingkungan tarekat Kartusian juga sepintas mirip dengan Ritus Romawi tetapi mengandung unsur-unsur khusus yang erat kaitannya dengan cara hidup tarekat Kartusian. Dulu pernah ada ritus liturgi Latin yang dinamakan Ritus Galikan karena diamalkan di Galia atau negeri orang Peranggi. Ritus Galikan merupakan hasil perpaduan beragam bentuk tata ibadat, dan struktur umumnya tidak jauh berbeda dengan Ritus Muzarabi. Meskipun demikian, Ritus Galikan tidak pernah dikodifikasi menjadi sebuah tatanan baku, akibatnya sejak abad ke-7 ritus ini perlahan-lahan terinfiltrasi sehingga banyak unsur aslinya tergantikan dengan teks-teks dan bentuk-bentuk liturgis yang bersumber dari Keuskupan Roma. Sejumlah "ritus" lain yang dulu diamalkan di lingkungan tarekat-tarekat religius dan di kota-kota penting sesungguhnya adalah varian-varian dari Ritus Romawi. Hampir semuanya tidak lagi diamalkan sekarang ini, kendati ada usaha-usaha untuk menghidupkan kembali beberapa di antaranya. Gereja Latin bersatu secara paripurna dengan golongan umat Kristen yang kini disebut Gereja Ortodoks Timur sampai dengan terjadinya skisma Timur-Barat antara Roma dan Konstantinopel pada tahun 1054. Sejak saat itu, tetapi juga sebelum itu, umat Kristen Barat lazim disebut umat Latin, kebalikan dari umat Yunani. Sebagai reaksi terhadap perang-perang penaklukan yang dilancarkan bangsa Arab Islam, umat Kristen Barat melancarkan perang-perang Salib sejak tahun 1095 sampai 1291 demi melindungi umat Kristen di Tanah Suci berikut harta benda mereka dari kezaliman. Dalam jangka panjang, para pejuang Perang Salib tidak berhasil menegakkan kembali kedaulatan politik maupun kedaulatan militer Kristen di Palestina yang tak kunjung merdeka dari daulat Islam, sama seperti bekas kawasan Kristen Afrika Utara dan seantero Timur Tengah. Nama keuskupan-keuskupan yang dulu eksis di kawasan-kawasan tersebut masih dipakai Gereja Katolik sebagai nama keuskupan-keuskupan tituler tanpa pandang ritus. Perpecahan di antara "umat Latin" dan "umat Yunani" tidak merembet ke seluruh Gereja tradisional, karena menyisakan kelompok-kelompok umat Kristen Timur yang disebut Gereja-Gereja Katolik Timur. Beberapa di antaranya menganut tradisi liturgis Bizantin, sementara selebihnya menganut tradisi-tradisi liturgis yang sama dengan tradisi-tradisi liturgis Gereja-Gereja Ortodoks Oriental, yakni tradisi liturgis Suryani, tradisi liturgis Armenia, dan tradisi liturgis Koptik. Gereja Latin mulai melancarkan misi pewartaan Injil ke Amerika Latin pada paruh awal Zaman Modern, dan ke Afrika Sub-Sahara serta Asia Timur pada paruh akhir Zaman Modern. Gerakan Reformasi Protestan pada abad ke-16 melahirkan Protestantisme yang memecah-belah umat Kristen Barat. Kelompok-kelompok pecahan tidak hanya terdiri atas golongan-golongan Kristen Protestan yang menyempal dari Gereja Latin, tetapi juga golongan-golongan kecil Katolik Mandiri yang baru menyempal pada abad ke-19. TerminologiNamaBagian dari Gereja Katolik di Barat disebut Gereja Latin untuk membedakannya dari Gereja-Gereja Katolik Timur yang juga menjunjung keutamaan Sri Paus. Dalam konteks sejarah, sebelum terjadinya skisma Timur-Barat pada tahun 1054, Gereja Latin kadang-kadang disebut Gereja Barat. Penulis-penulis dari berbagai denominasi Protestan kadang-kadang menggunakan istilah Gereja Barat sebagai klaim tersirat akan keabsahan denominasi mereka. Istilah Katolik Latin mengacu kepada umat pengamal ritus-ritus liturgis Latin, teristimewa umat pengamal Ritus Romawi, ritus liturgis Latin yang paling merakyat. Ritus-ritus liturgis Latin lainnya disebandingkan dengan ritus-ritus yang diamalkan Gereja-Gereja Katolik Timur. Istilah "Gereja" dan istilah "ritus"Kitab Kanon Gereja Timur tahun 1990 memuat definisi dari istilah "Gereja" dan istilah "ritus" yang dipakai di dalamnya.[4][5] Berdasarkan definisi-definisi yang dipakai kitab hukum gerejawi yang mengatur Gereja-Gereja Katolik Timur tersebut, "Gereja Latin" adalah salah satu kelompok umat beriman Kristen yang dipersatukan oleh suatu hierarki dan diakui kewenangan tertinggi Gereja Katolik sebagai sebuah Gereja partikular sui iuris, sementara "Ritus Latin" adalah keseluruhan warisan Gereja Latin yang menjadi sarana Gereja latin untuk memanifestasikan cara khas Gereja Latin menghayati iman Kristen, termasuk liturginya, teologinya, tradisi-tradisi dan amalan-amalan spiritualnya, serta hukum kanonnya sendiri. Seorang pemeluk agama Kristen Katolik, selaku orang pribadi, seyogianya merupakan anggota suatu Gereja partikular. Seseorang juga mewarisi, atau "berasal dari"[6][7][8][9][10] suatu warisan atau ritus tertentu. Karena ritus memiliki unsur liturgis, unsur teologis, unsur spiritual, dan unsur kedisiplinan, sesorang seyogianya juga beribadat, dikatekisasi, berdoa, dan diatur menurut suatu ritus tertentu. Gereja-Gereja partikular yang mewarisi dan melestarikan warisan tertentu diidentifikasi dengan metonimia "gereja" atau "ritus". Oleh karena itu "Ritus" telah didefinisikan sebagai "suatu bagian dari Gereja yang menggunakan suatu liturgi tersendiri",[11] atau sederhananya "sebuah Gereja".[12] Dalam lingkup makna semacam ini, istilah "Ritus" dan istilah "Gereja" dianggap sinonim, seperti yang tampak pada pernyataan di dalam glosarium yang disusun Konferensi Waligereja Amerika Serikat dan direvisi pada tahun 1999, bahwasanya tiap-tiap "Gereja Ritus Timur (Oriental) ... dianggap setara dengan Ritus Latin di dalam Gereja".[13] "Katolik Latin" dan "Katolik Roma"Terkadang Takhta Suci menggunakan istilah "Katolik Roma" (ataupun "Katolik" saja) untuk merujuk pada keseluruhan Gereja Katolik yang dalam persekutuan penuh dengan Uskup dan Gereja Roma.[14][15] Pada ensikliknya tanggal 26 Juli 1755, Allatae sunt, Paus Benediktus XIV menggunakan istilah Gereja "Roma" setara dengan "Latin".[16] Adrian Fortescue, pada Catholic Encyclopedia tahun 2010, membuat perbedaan antara "Gereja Roma" (Roman Church) dan "Gereja dari Roma" (Church of Rome). Ia mengatakan bahwa ungkapan "Gereja dari Roma" biasa digunakan oleh non-Katolik untuk merujuk Gereja Katolik tetapi, menurutnya, ungkapan tersebut hanya dapat digunakan secara tepat untuk merujuk Keuskupan Roma; dan istilah "Gereja Roma", dalam konteks patriarkat, dapat digunakan setara dengan "Gereja Latin": "Seorang Katolik Jerman, sesungguhnya, bukanlah umat Gereja dari Roma tetapi Gereja dari Cologne, atau Munich-Freising, atau apa pun itu, dalam persatuan dengan dan di bawah ketaatan pada Gereja Roma (meskipun, tanpa diragukan lagi, dengan suatu perluasan lebih jauh [istilah] Gereja Roma dapat digunakan sebagai ekuivalensi Gereja Latin untuk patriarkat)".[17] Beberapa umat Katolik Timur menggunakan ungkapan "Katolik Roma" dalam arti "Katolik Latin",[18] sementara lainnya "bangga menyebut diri mereka Katolik Roma",[19] dan ungkapan "Katolik Roma" terkadang tampak dalam nama gabungan beberapa paroki dan Gereja Katolik Timur.[20] Karakteristik yang membedakanWarisan liturgiPada tanggal 24 Oktober 1998 Kardinal Joseph Ratzinger berbicara mengenai ritus-ritus liturgi Latin: "Berapa bentuk ritus Latin selalu ada selama ini dan hanya perlahan-lahan dilepaskan, sebagai suatu dampak berkumpulnya [umat dari] berbagai bagian Eropa. Sebelum Konsili telah ada berdampingan bersama Ritus Roma yaitu Ritus Ambrosian, Mozarabik dari Toledo, Braga, Kartusian, Karmelit, dan yang paling terkenal dari semuanya, Ritus Dominikan, dan mungkin masih ada ritus-ritus lain yang tidak saya ketahui."[21] Saat ini ritus liturgi Latin yang paling umum adalah Ritus Roma (baik dalam bentuknya yang "biasa" ataupun yang "luar biasa" seperti versi tahun 1962 yang penggunaannya telah disahkan untuk zaman sekarang), Ritus Ambrosian, Ritus Mozarabik dan beberapa variasi Ritus Roma seperti Penggunaan Anglikan. Ke-23 Gereja Katolik Timur memiliki 5 keluarga besar ritus liturgi: Ritus Aleksandria (3 Gereja), Ritus Antiokhia atau Suriah Barat (3 Gereja), Ritus Armenia (1 Gereja), Ritus Bizantium (14 Gereja), dan Ritus Suriah Timur atau Kaldea (2 Gereja). Ritus liturgi Latin, seperti juga Ritus Armenia, hanya digunakan dalam satu Gereja partikular otonom. Warisan disiplinerHukum kanon untuk Gereja Latin dikodifikasikan dalam Kitab Hukum Kanonik, yang telah ada 2 edisi, yang pertama dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tahun 1917, dan yang kedua oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1983. Gereja Katolik Timur, yang masing-masingnya memiliki hukum kanon tersendiri, memiliki kesamaan kanon-kanon yang mana dikodifikasi dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Timur pada tahun 1990.[22] Dalam Gereja Latin, norma untuk pemberian Krisma adalah orang yang menerimakannya, selain dalam bahaya kematian, harus "dapat menggunakan akal, dituntut telah menerima pengajaran secukupnya, berdisposisi baik, dan dapat membarui janji-janji baptis",[23] dan supaya "Ekaristi Maha Kudus dapat diterimakan kepada anak-anak, dituntut bahwa mereka memiliki pemahaman cukup dan dipersiapkan secara saksama sehingga dapat memahami misteri Kristus sesuai kapasitas mereka dan mampu menyambut Tubuh Kristus dengan iman dan bakti".[24] Dalam Gereja-Gereja Timur, sakramen-sakramen tersebut biasanya diberikan segera setelah pembaptisan, bahkan untuk bayi.[25] Selibat, sebagai suatu konsekuensi dari panggilan untuk mempraktikkan pantang yang sempurna, merupakan kewajiban bagi para imam dalam Gereja Latin.[26] Pengecualian yang langka dimungkinkan bagi para pria yang bergabung dengan Gereja Katolik setelah sebelumnya melayani sebagai klerus dalam gereja lain.[27] Hal ini berbeda dengan disiplin pada sebagian besar tahbisan dalam Gereja Katolik Timur, di mana Imamat (selain episkopat) dapat diterimakan bagi pria yang telah menikah. Sedangkan dalam Gereja Latin seorang pria yang telah menikah tidak dapat ditahbiskan, bahkan untuk diakonat, kecuali ia ditetapkan secara sah untuk menjadi seorang diakon tetap dan bukan menjadi seorang imam.[28] Baik Gereja Latin maupun Gereja-Gereja Katolik Timur sama-sama tidak memperbolehkan perkawinan setelah tahbisan.[29] Selain itu juga tidak ada perbedaan disiplin antara Gereja-Gereja tersebut terkait mereka yang telah mengikrarkan kaul religius untuk hidup selibat. Para uskup dalam Gereja Latin ditunjuk oleh Paus atas saran dari bebagai dikasteri dari Kuria Roma; khususnya Kongregasi bagi Para Uskup, Kongregasi bagi Penginjilan (bagi negara-negara yang dilayaninya), Sacra Congregatio pro Negotiis Ecclesiasticis Extraordinariis dari Sekretariat Negara Tahta Suci (bagi penunjukan yang memerlukan persetujuan atau pemberitahuan terlebih dahulu dari pemerintah sipil), dan Kongregasi bagi Gereja-gereja Oriental (dalam wilayah kerjanya, bahkan untuk penunjukan uskup Latin). Sinode Gereja-Gereja dengan keuskupan agung mayor dan patriarkal Timur memilih para uskup untuk wilayah mereka masing-masing, hanya menerima surat pengakuan dari Paus. Sementara para uskup untuk wilayah lain dan mereka yang berasal dari Gereja-Gereja Katolik Timur yang lebih kecil ditunjuk dengan cara yang sama seperti para uskup Latin, atas saran dari Kongregasi bagi Gereja-gereja Oriental. Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|