Cerita ini terjadi setelah mukjizatpemberian makan 5000 orang, di mana Yesus memerintahkan murid-murid-Nya naik kapal menyeberangi Danau Galilea, sementara Ia tinggal sendirian untuk berdoa. Ketika hari sudah malam, angin keras bertiup dan kapal itu terombang-ambing oleh gelombang besar. Di tengah badai dan kegelapan, murid-murid melihat Yesus mendatangi kapal mereka dengan berjalan di atas air danau. Mereka menjadi ketakutan, karena mengira melihat hantu, tetapi Yesus mengatakan mereka untuk tidak takut. Murid-murid menjadi tenang. Yesus naik ke kapal dan badai menjadi teduh, serta mereka pun selamat mencapai pantai seberang. Menurut suatu detail yang hanya dicatat dalam Injil Matius, Petrus sempat berjalan di atas air menuju kepada Yesus, tetapi kemudian ia menjadi takut dan mulai tenggelam, lalu Yesus memegangnya dan bersama-sama naik ke kapal.[1]
Dalam tiga kitab Injil pada bagian Perjanjian Baru di AlkitabKristen, peristiwa ini dicatat terpisah dan merupakan kejadian yang berbeda dengan mukjizat sebelumnya, Yesus meredakan angin ribut, yang juga bertempat di Danau Galilea dan berkaitan dengan kapal yang diterpa angin sakal. Dalam ketiga narasi Injil, episode ini mengikuti mukjizat pemberian makan 5000 orang, di mana Yesus memutuskan untuk menyendiri dengan kapal ke tempat yang sepi di wilayah Betsaida,[7] setelah mendengar kabar kematian Yohanes Pembaptis, tetapi diikuti oleh banyak orang yang berjalan kaki menyusuri danau datang kepada-Nya.[8][9]
Dalam ketiga Injil, setelah orang banyak kenyang dan pulang ke rumah masing-masing, sore hari itu murid-murid naik kapal hendak menyeberangi Danau Galilea, meninggalkan Yesus sendirian yang bermaksud berdoa di atas gunung seorang diri. Yohanes mencatat secara spesifik bahwa mereka berlayar menuju Kapernaum.[5] Dalam pelayaran di danau itu, kapal yang berisi para murid diterpa angin sakal dan gelombang besar, tetapi kemudian melihat Yesus berjalan di atas air menuju ke arah mereka. Hanya Injil Yohanes yang mencatat bahwa mereka 2-3 mil jauhnya dari pantai (Injil Matius mencatat "beberapa" mil) Murid-murid menjadi ketakutan, tetapi Yesus mengatakan mereka untuk tidak takut. Kemudian Yesus naik ke atas kapal dan angin serta gelombang menjadi teduh.[8][9]
Injil Matius secara khusus menyebutkan bahwa Petrus meminta untuk diizinkan mendatangi Yesus di atas air dan Yesus mengizinkannya. Setelah Petrus turun dari kapal dan berjalan di atas air, ia menjadi takut akan badai itu dan mulai tenggelam. Ia menjerit minta tolong kepada Yesus. Yesus segera memegang tangannya dan menegur akan kelemahan imannya, kemudian menuntunnya kembali naik ke kapal. Segera angin dan badai itu teduh. Juga hanya pada Injil Matius murid-murid yang tercengang menyebut Yesus sebagai "Anak Allah".[8][9]
Dalam ketiga Injil, angin dan gelombang menjadi tenang setelah Yesus naik ke atas kapal, tetapi hanya Injil Yohanes yang mencatat bahwa kapal itu langsung sudah tiba di tujuan. Catatan Injil Matius dan Injil Markus tamat sampai di sini, sedangkan Injil Yohanes masih melanjutkan bahwa keesokan harinya orang banyak yang termasuk 5000 orang yang diberi makan sehari sebelumnya itu datang ke Kapernaum serta bertanya bagaimana Yesus dapat menyeberang, karena mereka melihat murid-murid berlayar tanpa Yesus sore hari itu. Yesus tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi mengatakan kepada orang banyak bahwa mereka mencari-Nya bukan karena percaya akan tanda-tanda ("Keilahian") Yesus sehubungan mukjizat lima ketul roti dan dua ekor ikan, melainkan untuk mendapatkan keuntungan jasmani, yaitu makanan gratis. Yesus menasihatkan agar mereka tidak mencari keuntungan duniawi, tetapi mencari hidup yang berdasarkan kerohanian yang tinggi. Dalam Injil Yohanes percakapan mengenai roti ini berlanjut pada pengajaran bahwa Yesus adalah "Roti Hidup" dan "roti sejati yang turun dari sorga".[8][9][10]
Episode ini terjadi hampir di akhir pelayanan Yesus di Galilea, sebelum titik penting dalam kisah Injil di mana Petrus mengakui Yesus sebagai Mesias (= Kristus) dan melihat Yesus dimuliakan di atas gunung. Setelah itu Yesus mulai perjalanan terakhirnya ke Yerusalem.[8][11]
22 ¶ Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. 23 Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri.
45 ¶ Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan berangkat lebih dulu ke seberang, ke Betsaida, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang. 46 Setelah Ia berpisah dari mereka, Ia pergi ke bukit untuk berdoa.
15 ¶ Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.
(23) Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.
47 Ketika hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal sendirian di darat.
16 Dan ketika hari sudah mulai malam, murid-murid Yesus pergi ke danau, lalu naik ke perahu, 17 dan menyeberang ke Kapernaum. Ketika hari sudah gelap Yesus belum juga datang mendapatkan mereka,
24 Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.
48 Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena angin sakal,
18 sedang laut bergelora karena angin kencang. 19 Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya,
25 Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air.
(48) maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di atas air dan Ia hendak melewati mereka.
(19) mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu.
26 Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut.
49 Ketika mereka melihat Dia berjalan di atas air, mereka mengira bahwa Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, 50 sebab mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut.
(19) Maka ketakutanlah mereka.
27 Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!"
50 Tetapi segera Ia berkata kepada mereka: "Tenanglah! Aku ini, jangan takut!"
20 Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Aku ini, jangan takut!"
28 Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: "Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air." 29 Kata Yesus: "Datanglah!" Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus. 30 Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: "Tuhan, tolonglah aku!" 31 Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"
---
---
32 Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah.
51 Lalu Ia naik ke perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah.
21 Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai yang mereka tujui.
33 Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: "Sesungguhnya Engkau Anak Allah." ¶ 34 Setibanya di seberang mereka mendarat di Genesaret.
51 Mereka sangat tercengang dan bingung, 52 sebab sesudah peristiwa roti itu mereka belum juga mengerti, dan hati mereka tetap degil. 53 Setibanya di seberang Yesus dan murid-murid-Nya mendarat di Genesaret dan berlabuh di situ.
Mukjizat ini mempunyai sejumlah penafsiran spesifik dalam pengajaran Kristen dan dianggap penting karena dampak yang nyata pada penyusunan Pengakuan Iman Kristiani.[12]
Satu aspek menarik nas ini adalah hubungan antara Yesus dan murid-murid-Nya. Merrill Tenney menyatakan bahwa insiden ini pada intinya berpusat pada aspek tersebut, bukan pada marabahaya ataupun mukjizat itu sendiri.[13]Dwight Pentecost dan John Danilson menyatakan bahwa mukjizat ini sengaja diatur oleh Yesus untuk mengajar murid-murid-Nya agar tumbuh dalam iman.[14] David Cook dan Craig Evans mencatat bahwa "yang beriman kecil" adalah istilah yang umum pada Injil Matius (misalnya Matius 8:26 ketika angin ribut diredakan atau Matius 16:8 mengenai ragi orang Farisi sesaat sebelum "Pengakuan Petrus" dan dapat berarti "tidak beriman".[15]
Richard Cassidy menyatakan bahwa episode ini menunjukkan kekhususan posisi Petrus di antara para rasul dan hubungan antara Yesus dan Petrus.[16] Dalam pandangan Cassidy kejadian ini menyiratkan bahwa Petrus mempunyai iman kepada Yesus dan mengakui kekuasaan supra alamiah Yesus, serta dengan mencoba berjalan sendiri di atas air, ia ingin berbagi pengalaman di hadapan murid-murid lain, karena ia menganggap dirinya paling dekat dengan Yesus.[16] Cook dan Evans mengamati bahwa teriakan Petrus "Tuhan tolonglah aku" mirip dengan Matius 8:25 dan Markus 4:38 9 pada peristiwa angin ribut diredakan dan sekali lagi menekankan ketergantungan murid-murid kepada Yesus.[15]
Cook dan Evans juga menggemakan tafsiran Pentecost bahwa detail mengenai "beberapa mil jauhnya" dan "diterpa gelombang besar" dimaksudkan untuk menekankan bahwa Yesus dapat berjalan di atas air jauh dari pantai, pada laut yang berombak besar, jadi menunjukkan kuasa-Nya atas alam.[14][15]R.T. France juga menunjukkan bahwa jarak kapal dari pantai dan tenggelamnya Petrus menguatkan tingkat kedalaman air.[17]
Para sarjana seperti Ulrich Luz dan secara terpisah Dale Allison memandang nas ini berperan penting dalam menyatakan keilahian Yesus di antara orang Kristen mula-mula.[12] Alan Robinson melihat nas ini penting dalam pembentukan iman gereja mula-mula di mana murid-murid melihat Yesus sebagai Anak Allah.[18] Dale Allison berpendapat bahwa penggambaran dalam Injil Matius menekankan bahwa Allah Bapa bersedia membagi kuasa ilahi dengan Allah Putra dan dampak nas ini terhadap pengakuan keilahian Yesus dalam rumusan pengakuan iman di kemudian hari tidak dapat disangkal.[19]
Analisis kritis sejarah
Para sarjana yang meyakini catatan ini sebagai peristiwa yang benar-benar terjadi menggunakan dasar Yesus, sebagai Anak Allah, berkuasa di atas hukum alam. Tidak adanya catatan protes mengenai kebenaran kisah ini dan mukjizat-mukjizat lain merupakan bukti kenyataan sejarahnya.[20] Makna kejadian ini adalah terkandung dalam hakikat mukjizat: "Arti perikop (cerita) ... hanya mempunyai makna ... jika dipahami berkaitan dengan peristiwa mukjizat yang sungguh-sungguh pernah terjadi" (Leopold Sabourin, 1975).[21]
Bart Ehrman mengemukakan pandangan bahwa umumnya tidak mungkin membuktikan atau menyangkal peristiwa supernatural seperti mukjizat ini menggunakan metode sejarah, karena pembuktiannya membutuhkan kepercayaan akan dunia supernatural yang tidak dapat dimasukkan dalam analisis sejarah, dan menyangkalnya membutuhkan bukti sejarah yang biasanya sukar diperoleh.[22]
Namun, ada beberapa sarjana yang meskipun yakin peristiwa ini pernah terjadi, bukanlah suatu mukjizat. Ada satu variasi yang diusulkan, bahwa Yesus memproyeksikan bayangan diri-Nya di tengah danau, padahal sebenarnya tetap di pantai.[21]Albert Schweitzer, misalnya, mengusulkan murid-murid itu melihat Yesus berjalan-jalan di pantai, tetapi dikacaukan dengan angin kencang dan kegelapan; beberapa sarjana yang menerima teori "kebingungan" ini ("misperception thesis") berargumen bahwa Injil Markus asalnya menulis bahwa Yesus berjalan-jalan di tepi pantai bukan di pantai, dan Injil Yohanes menulis versi yang lebih akurat.[23] Yang lain menganggap seluruh episode sebagai suatu legenda yang dibuat orang-orang saleh ("pious legend") (B.H. Brunscombe, 1937), mungkin berdasarkan beberapa insiden lepas; mungkin Yesus berjalan melalui ombak-ombak kecil (Vincent Taylor, 1957), atau mungkin ia berjalan pada jembatan pasir yang menjorok ke danau (Sherman Johnson, 1972, J.D.M. Derrett, 1981).[24]
Ada pula sarjana yang menganggap kisah ini sebagai contoh “simbolisme kreatif”, atau mitos,[25] yang perlu dipahami sebagian secara harfaiah dan sebagian secara alegoris (kiasan).[26]Rudolf Bultmann melihat topik berjalan di atas air juga dikenal di beberapa budaya.[25] Dalam tradisi Yunani dan Romawi kuno, dewa Poseidon atau Neptunus, yaitu dewa laut, mengarungi permukaan samudera di atas kereta kudanya. Manusia dapat diberi kuasa ini, terutama putra-putra Poseidon dari istri manusia biasa seperti Orion, yang “diberi [...] sebagai hadiah, kuasa untuk berjalan di atas air seperti di atas tanah”.[27] Lagipula, ada kaitan berjalan di atas air dengan raja-raja seperti Xerxes atau Alexander III dari Makedonia, tetapi ditolak dan diejek sebagai hal mustahil dan kecongkakan sesumbar para penguasa oleh para sejarawan Menander, Dio Chrysostom atau pada 2 Makabe 5:21.[26]
Penafsiran lain
Doron Nof dari Florida State University mencoba memberikan penjelasan lain, yaitu Yesus mungkin berjalan di atas lapisan es yang tipis, bukannya air, mengingat sumber-sumber air asin di sekitar pantai danau kemungkinan menyalurkan suhu dingin.[28] Namun, Nof memberi kesimpulan di akhir studinya bahwa "apakah ini terjadi atau tidak bukanlah diputuskan oleh sarjana agama, arkeolog, antropolog maupun orang percaya."[29]