Injil Yohanes
Injil Yohanes adalah salah satu kitab yang terdapat di Perjanjian Baru. Kitab yang termasuk dalam rangkaian Injil kanonik ini memiliki gaya dan struktur yang membuatnya unik dan berbeda dengan ketiga Injil yang lain (Injil Markus, Injil Matius, Injil Lukas),[1] meskipun begitu Injil ini tetap memuat wawasan peristiwa yang sama dengan ketiga Injil lainnya.[2] Injil Yohanes menekankan tentang keilahian Yesus Kristus, Anak Allah.[2] Tidak ada Injil lain yang menekankan sifat kemanusiawian sekaligus keilahianNya dengan tegas dan jelas selain Injil ini.[2] Waktu penulisannya diperkirakan terjadi pada tahun 40-140 M.[2] Memang tidak disebutkan dengan jelas siapa yang menulis Injil ini, tetapi Yohanes anak Zebedeus adalah orang yang diperkirakan menulisnya.[2] Konteks SuratSurat ini ditujukan bagi kelompok pembaca yang menyendiri.[3] Kelompok ini merupakan cabang dari persekutuan umat purba yang tradisinya berpusat pada Yesus dan murid-muridNya.[3] Bahasa yang digunakan oleh kelompok pembaca adalah bahasa Yunani, karena itu penulis menerjemahkan beberapa istilah Yahudi ke dalam bahasa Yunani (misal: Mesias, Rabuni, Rabi, dll).[3] Kelompok pembaca ini bertikai dengan beberapa pihak.[3] Pertama dengan pengikut Yohanes Pembaptis, kedua dengan orang Yahudi.[3] Terlepas dari itu, tulisan-tulisan Yohanes dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat Gnostikisme untuk melawan pengaruh aliran tersebut dalam tubuh jemaat.[4] Hal ini ditegaskan dengan istilah-istilah yang digunakan dalam tulisan Yohanes, seperti kosmos, maut, hidup, anak-anak Allah, dll.[4] PenulisMenurut tradisi yang berkembang pada zaman Ireneus, seorang bapak gereja pada abad ke-2, penulis Injil ini adalah Yohanes bin Zebedeus, murid Yesus.[3] Tradisi yang dianut oleh gereja hingga sekarang juga menyamakan penulis Injil dengan "murid yang dikasihi Yesus".[3] Dalam seluruh Injil ini, nama Yohanes bin Zebedeus tidak disebutkan sama sekali, padahal menurut Injil Sinoptik, murid-murid yang paling akrab dengan Yesus adalah Petrus, Yohanes bin Zebedeus, dan Yakobus bin Zebedeus (Matius 17:1;Markus 5:37;14:33); hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sendirilah yang menuturkan kisah-kisah dalam Injil tersebut.[3] Penguatan pendapat bahwa Yohanes bin Zebedeus sebagai penulis Injil ini terdapat dalam Yohanes 21:22–23 karena ia murid yang hidup cukup lama dibandingkan Yakobus yang mati terbunuh pada 41 M.[3] Kanon Muratori mengindikasikan bahwa Yohanes menyusun Injil ini dengan sepengetahuan bahkan atas dorongan rasul-rasul yang lain, antara lain Andreas. Bukan juga Petrus karena Yohanes 13:23; 20:2; 21:20 menjelaskan kalau ia adalah murid yang dipertentangkan.[3] Waktu dan Tempat PenulisanWaktu penulisannya diperkirakan terjadi pada tahun 40-140 M.[2] Menurut Irenaeus, Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, yaitu di Efesus ketika pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman.[2] Penemuan-penemuan arkeologi mengindikasikan Injil Yohanes memuat detail akurat mengenai Bait Allah di Yerusalem dan lingkungannya sebelum tahun 70 M (misalnya Yohanes 9:7; 10:22–23; 19:13) yang mendukung bahwa Injil ini ditulis sebelum tahun 70 M, yaitu ketika Bait Allah dihancurkan.[5] Maksud PenulisanMaksud Injil ini ditulis adalah untuk melawan Gnostikisme dengan mempertahankan suatu keyakinan (apologetic).[2] Yohanes menyatakan tujuan untuk tulisannya dalam 20:31, yaitu "supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya." Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan "percaya", yaitu aorist subjunctive ("sehingga kamu dapat mulai mempercayai") dan present subjunctive ("sehingga kamu dapat terus percaya"). Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak (bandingkan 17:3). Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama. Injil ini juga ditujukan bagi mereka yang memiliki minat terhadap filsafat.[2] Kisah-kisah yang terkandung dalam Injil Yohanes juga sengaja ditulis untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis di dalam Injil-injil Sinoptis.[2] Walaupun ada pakar yang meragukan adanya ketergantungan Injil ini dengan Injil Sinoptik, kebanyakan pakar menerima bahwa Injil ini memang mempunyai ketergantungan dengan Injil-injil yang lain, paling tidak, penulisnya mengetahui isi ketiga Injil yang lain.[5] Ayat-ayat terkenal
Struktur dan IsiStruktur dan isi Injil Yohanes, dapat dijabarkan sebagai berikut:[2]
Beberapa Tema TeologisLogos atau FirmanGagasan tentang logos memiliki latar belakang yang luas, baik dalam dunia Yahudi maupun Yunani.[3] Tetapi gagasan logos dalam Injil Yohanes memiliki maksud-maksud tertentu, diantaranya: pertama, Yohanes merujuk kepada keadaan sebelum penciptaan untuk menggambarkan hubungan Yesus dengan Bapa (1:1).[3] Hal ini dikaitkan dengan Kejadian 1:1 "pada mulanya" yang ingin menekankan tentang keberadaan firman sebelum segala sesuatu ada.[3] Yohanes 1:1 secara jelas juga ingin menyatakan keilahian firman itu, bahwa firman itu memiliki sifat Allah.[3] Kedua, Yohanes menyatakan kalau firman itu berperan dalam penciptaan dunia (1:3), ia tidak membedakan antara kuasa penciptaan yang dimiliki Logos dan Allah. Logos juga dibedakan dari hasil ciptaan dengan menggunakan kata "ada" sedangkan untuk menciptakan ia menggunakan kata "diciptakan".[3] Ketiga, Yohanes mengaitkan Logos dengan manusia (Yohanes 1:14), Logos itu menjadi manusia melalui nubuatan nabi dimana firman Tuhan memberikan kekuatan dan pemenuhan hidup.[6] Bagi Yohanes, "daging" menandakan bahwa Logos menjadi manusia secara utuh.[3] Kesatuan Bapa dan AnakInjil Yohanes menekankan kesatuan yang kuat antara Bapa dan Anak (Yohanes 10:30), hal ini juga tampak dalam Yohanes 1:1 bahwa pada mulanya adalah Firman, Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.[3] Penekanan ini jelas terlihat dari ungkapan "Aku dan Bapa adalah satu", atau "Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau (Bapa)".[3] Kata-kata: "Aku adalah" atau "Akulah"Ini merupakan ungkapan yang bersifat pernyataan kepada para pendengar dan pembaca, dan dalam Injil Yohanes ungkapan ini sering kali digunakan, seperti 'Akulah Roti Hidup" (6:35, 48), "Akulah terang dunia" (8:12), 'Akulah pintu bagi domba-dombaKu" (10:7), dll.[3] Kata seperti roti, terang, pintu, merupakan unsur yang penting bagi orang-orang pada zaman itu, dengan demikian ingin menunjukkan betapa pentingnya Yesus dalam kehidupan mereka.[3] Penggunaan ungkapan "Aku adalah...." ingin menekankan keilahian Yesus sebagai Tuhan yang datang ke dalam dunia untuk memberikan keselamatan kepada setiap orang yang percaya padaNya.[3] Keunikan
Beberapa Judul Perikop dalam InjilMenurut judul perikop LAI Terjemahan Baru:[8]
Tujuh Hal TerkaitInjil keempat ini ingin menekankan bahwa Yesus adalah Mesias Israel dan Putra Allah yang menjelma.[2] Ada tujuh hal yang secara khusus terkait dengan tanda, ajaran, pernyataan, termasuk kebangkitan Yesus yang dapat dijadikan dasar bagi pengakuan tentang keilahian Yesus:
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|
Portal di Ensiklopedia Dunia