Imamat adalah jabatan pelayan kerohanian yang dikuasakan (ditahbiskan) dengan Sakramen Imamat KudusGereja Katolik. Secara teknis, para uskup pun adalah imam, tetapi istilah imam dipahami umat awam sebagai sebutan khusus bagi para presbiter dan pastor (imam paroki). Doktrin Gereja Katolik pun adakalanya menyebut seluruh umat (awam) terbaptis sebagai "imamat umum",[1][2] yang dapat saja dirancukan dengan imamat pelayanan rohaniwan tertahbis.
Gereja Katolik memiliki tata tertib khusus bagi para imam di Gereja Latin, yang berbeda dari tata tertib bagi para imam di 23 Gereja Katolik Timur. Yang paling mencolok adalah keharusan bagi para imam di Gereja Latin untuk mengikrarkan kaul selibat, sementara mayoritas Gereja Katolik Timur memperbolehkan pria beristri ditahbiskan menjadi imam.[3] Para diakon adalah laki-laki, dan lazimnya tergolong rohaniwan praja, tetapi tidak seperti hampir semua imam (Katolik Barat) dan semua uskup Katolik Timur maupun Barat, para diakon dibenarkan beristri sebelum ditahbiskan menjadi rohaniwan.[4] Imamat hanya terbuka bagi kaum pria, kaum wanita tidak dibenarkan menjadi imam. Gereja Katolik mengajarkan bahwa bilamana seorang pria mengambil bagian dalam imamat sesudah menerima SakramenImamat Kudus, ia bertindak in persona Christi capitis, yakni bertindak selaku pribadi Kristus Sang Kepala.[5]
Berbeda dari peristilahan Katolik Indonesia, kata Latin sacerdos (imam) dan sacerdotium (imamat) merujuk secara umum kepada imamat pelayanan yang diemban uskup maupun presbiter, sementara kata presbyter (imam), presbyterium (majelis imam), dan presbyteratus (imamat) merujuk secara khusus kepada presbiter.[6] Menurut Annuario Pontificio tahun 2016, jumlah imam Katolik sedunia per 31 Desember 2014 mencapai angka 415.792, mencakup imam-imam praja maupun imam-imam tarekat.[7]
Umat Katolik yang mengamalkan hidup bakti atau kerahiban mencakup orang-orang yang ditahbiskan maupun yang tidak ditahbiskan. Yang menjadi anggota lembaga hidup bakti atau rahib dapat saja diakon, imam, uskup, maupun anggota-anggota tarekat religius yang tidak ditahbiskan. Anggota-anggota tarekat religius yang tidak ditahbiskan tidak dapat dianggap sebagai umat awam dalam arti sempit, karena mereka mengikrarkan kaul-kaul tertentu dan tidak bebas untuk kawin sesudah mengikrarkan kaul profesi meriah. Semua wanita yang menjadi anggota tarekat religius tidak ditahbiskan. Mereka dapat saja menjadi suster-suster yang hidup berguyub dan berkiprah di tengah masyarakat sampai taraf tertentu, maupun menjadi biarawati yang berkhalwat di biara atau dengan cara lain. Kaum pria anggota tarekat religius yang ditahbiskan menjadi imam atau diakon, baik yang hidup berguyub di biara maupun yang hidup berkhalwat, merupakan golongan yang disebut rohaniwan reguler (rohaniwan bertata tertib tarekat), berbeda dari golongan rohaniwan praja (rohaniwan keuskupan). Imam atau diakon yang bukan anggota tarekat religius sering kali berdarma bakti selaku rohaniwan di gereja tertentu, memegang jabatan pengurus di keuskupan tertentu, atau memegang jabatan tertentu di Roma.[8]