Untuk pahlawan dari Surabaya, lihat
Sutomo.
dr. Soetomo atau Soebroto (30 Juli 1888 – 30 Mei 1938 ) adalah tokoh pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia. Soebroto mengganti namanya menjadi Soetomo saat masuk ke sekolah menengah.[1]
Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama kawan-kawan dari STOVIA inilah Soetomo mendirikan perkumpulan yang bernama Budi Utomo, pada tahun 1908. Setelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra. Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda.
Pada tahun 1919 sampai 1923, Soetomo mendapatkan beasiswa dan melanjutkan studi spesialis kedokteran di Universitas Amsterdam. Selama kuliah, Soetomo ikut berkegiatan di Indische Vereeniging. Soetomo juga sempat dipilih menjadi ketua Indische Vereeniging periode 1921–1922.
Pada tahun 1923, Soetomo kembali ke Indonesia dan menjadi pengajar di Nederlandsch Artsen School (NIAS).
Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya.
Pada tahun 1930, Indonesische Studie Club mengubah namanya jadi Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935, mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).
Kongres pertama Budi Utomo diselenggarakan pada tanggal 3-5 Oktober 1908 dan dipimpin oleh dr Wahidin. Kongres tersebut menetapkan dan mengesahkan anggaran dasar beserta Pengurus Besar Budi Utomo, yang terdiri dari kaum tua. Pengambilalihan kepengurusan oleh kaum tua ini membawa dampak positif, karena dana Studie Fond semakin lebih lancar mengalir untuk tujuan pemberian beasiswa untuk memajukuan pendidikan pemuda Indonesia. [2]
Organisasi Budi Utomo bergerak dalam memajukan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat. Hingga pada akhir tahun 1909, Budi Utomo telah memiliki 40 cabang dengan beranggotakan 10.000 orang.
Setelahnya, Soetomo tetap aktif memimpin Budi Utomo cabang Batavia sampai beliau lulus. Setelah lulus dari STOVIA dan menjadi dokter pada tahun 1911, ia diangkat menjadi dokter pemerintahan dan ditempatkan di berbagai tempat berbeda sehingga mengharuskannya untuk berpindah.
Seperti halnya di Semarang, Tuban, Lubuk Pakam (Sumatera Timur) hingga ke Malang. Berpindah tugas dari satu daerah ke daerah lainnya ini membuatnya membuka mata dan mendapat banyak pengalaman akan kesengsaraan rakyat, dan berusaha membantu mereka dengan tidak menetapkan tarif atau bahkan membebaskan biaya untuk pasiennya.
Pada 1917, Soetomo menikahi Everdina J Broering yang merupakan seorang perawat berkebangsaan Belanda. Lalu pada 1919, Soetomo mendapat kesempatan untuk belajar di Universitas Amsterdam, Belanda dan berpindah dengan membawa serta istrinya.
Selain belajar di Belanda, dirinya juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (PI), yang merupakan perkumpulan mahasiswa Indonesia di Belanda. Melalui organisasi tersebut, ia berkenalan dengan tokoh PI lainnya seperti Mohammad Hatta, Ahmad Soebarjo, Ali Sastroamijoyo, Sunario, Iwa Kusuma, Sumantri dan Nazir Pamuncak.[2]
Setelah selama 4 tahun mengenyam pendidikan di Universitas Amsterdam, pada bulan Juni 1923 beliau pulang ke Indonesia. Setibanya di Indonesia, dr Soetomo ditugaskan menjadi dosen sekolah dokter NIAS (Nederlandse Indische Artsen Schoool) di Surabaya.[2]
Setahun setelahnya, ia mendirikan perkumpulan lain yang diberi nama Indonesische Studieclub (IS) pada tanggal 11 Juli 1924. Perkumpulan ini berjuang untuk membangkitkan semangat kaum terpelajar supaya memiliki kesadaran dan kewajiban terhadap masyarakat.
Dr Soetomo pernah menjadi anggota dewan kota (Gemeenteraad) di Surabaya. Keanggotaanya ini didorong oleh keyakinan bahwa melalui dewan ini suara rakyat makin cepat didengar.
Namun harapannya tidak terwujud karena kedudukannya di dewan tidak menguntungkan rakyat banyak. Oleh karena itu, Dr Soetomo dengan kawan-kawannya keluar dari dewan kota.[2]
Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, membuat perasaan persatuan di kalangan pemimpin Indonesia semakin kuat dan meningkatkan rasa nasionalisme.
Pada 16 Oktober 1930, Indonesische Studieclub (IS) mengadakan reorganisasi dan berubah menjadi Partai Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Pada perkembangan ini, anggotanya tak hanya terbatas pada kaum terpelajar, melainkan juga terbuka untuk seluruh rakyat Indonesia.
Sepeninggal istrinya pada 17 Pebruari 1934, Soetomo menjalani hari-hari seorang diri di rumahnya. Setelah sekian lama kondisi kesehatannya menurun drastis, Soetomo wafat di usia 50 tahunpada 29 Mei 1938 dan dimakamkan di area Gedung Nasional Indonesia (GNI), tepatnya berada di Jalan Bubutan No.85-87, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya.[2]
Referensi
|
---|
Politik | |
---|
Militer | |
---|
Kemerdekaan | |
---|
Revolusi | |
---|
Pergerakan | |
---|
Sastra | |
---|
Seni | |
---|
Pendidikan | |
---|
Integrasi | |
---|
Pers | |
---|
Pembangunan | |
---|
Agama | |
---|
Perjuangan | |
---|
|