Kiras Bangun (1852 – 22 Oktober 1942), juga dikenal dengan julukan Garamata (berarti "bermata merah"), adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Desa Batukarang, Kec. Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di Sumatera Utara dan Karo untuk menentang penjajahan Belanda.[1] Kiras berhasil mengumpulkan kurang lebih 3000 pasukan.[2] Kiras merupakan ayah kandung dari Payung Bangun, tokoh militer yang memimpin pasukan Barisan Harimau Liar (BHL).
Riwayat
Kiras Bangun lahir pada tahun 1852, di kampung Batu Karang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.[1] Semasa mudanya, ia bekelana dari satu urung (desa) ke urung lain untuk memelihara norma, adat dan budaya.[3] Kerjasama antar desa yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung, yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo sejak tahun 1905. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Sementara itu tentara Belanda menggunakan taktik oportuniteit beginsel yang membuatnya keluar dari persembunyian dan menangkap serta membuangnya ke Riung.[4] Pada tahun 1909, ia dilepaskan, meskipun masih dalam pengawasan Belanda.[5] Dari tahun 1919 sampai 1926, ia dibantu oleh kedua putranya memimpin pemberontakan di Tanah Karo. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu bersama kedua anaknya akhirnya dibuang ke Cipinang di mana ia terus berjuang melawan penjajahan Belanda dalam bidang kemanusiaan.[6] Kiras meninggal pada tanggal 22 Oktober 1942 dan dimakamkan di Desa Batukarang, Payung, Kabupaten Karo.[6] Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2005 dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.[7]
Masa Muda
Kiras Bangun pada waktu muda tidak pernah menempuh pendidikan formal. Meskipun begitu beliau berhasil menguasai bahasa Melayu dan aksara Karo. Tak hanya itu beliau juga mampu menulis dan membaca huruf latin.[2] Kiras Bangun juga pernah diangkat sebagai Ketua Adat Karo Lima Senina hingga kemudian menjadi Penghulu Lima Senina di Batu Karang.[8]
Referensi
Pustaka
|
---|
Politik | |
---|
Militer | |
---|
Kemerdekaan | |
---|
Revolusi | |
---|
Pergerakan | |
---|
Sastra | |
---|
Seni | |
---|
Pendidikan | |
---|
Integrasi | |
---|
Pers | |
---|
Pembangunan | |
---|
Agama | |
---|
Perjuangan | |
---|
|