Hartarto telah menjadi seseorang yang menggeluti dunia industri mulai dekade 1960-an. Berawal menjadi Koordinator Teknik Proyek Perluasan Pabrik Kertas Leces, Probolinggo lalu menjadi direkturnya. Pada periode 1964-1965, dia diangkat menjadi Direktur Badan Pimpinan Umum (BPU) Pulp dan Kertas. Selanjutnya, ia menjabat posisi Asisten I Kopel PN Industri Kimia menjadi miliknya. Pada 1968 ia lalu menjadi kepala dnas produksi pada Dirjen Perindustrian Kimia Departemen Perindustrian.
Pada 1973, pria bersuara bariton ini ditarik menjadi direktur pembinaan pada Ditjen Pembinaan Industri Kimia. Dua tahun berikutnya, dia diangkat menjadi Direktur Industri Silikat. Kariernya makin melejit saat jabatan Dirjen Industri Kimia dipegangnya pada 1979 sampai kemudian diangkat jadi Menteri Perindustrian Indonesia pada tahun 1983.[2]
Sebagai menteri, ia sangat menentang ekspor bahan mentah dan mendesak agar Indonesia hanya boleh mengekspor hasil olahan. Hal ini didasarkan dengan pengalaman saat zaman kolonial, VOC memiskinkan Indonesia dengan mengekspor bahan mentah.[3]
Pernikahan
Hartarto menikah dengan Hartini Hartarto yang merupakan putri dari RH. Didi Soekardi Widjaja (pengusaha dan pejuang dari Sukabumi) dan istrinya Iyar Sekarningsih (yang tidak lain merupakan kerabat dekat Laksamana Sukardi dan tokoh Petisi 50 Wachdiat Sukardi (yang pernah menjadi Caleg PDI pada Pemilu 1982))[4]. Saat awal menikah muda Hartini ditinggal Hartarto ke Australia untuk kuliah. Hanya berhubungan melalui surat-menyurat pos. Hartarto menulis surat kepada Hartini setiap minggu.[3] Pernikahan ini dan dikaruniai 5 anak yakni:
Gunadharma (pengusaha, mantan komisaris independen SCTV, meninggal tahun 2004)[5]
Gautama (Anggota Dewan Komisaris PT. Gajah Tunggal, PT. Polychem Indonesia, PT. Bando Indonesia)[7][8]
Maya Dewi
Buku Biografi
Ia meluncuran buku biografi yang berjudul Perjalanan Pemikiran dan Karya Hartarto yang ditulis oleh Carmelia Sukmawati. Buku ini bercerita mengenai perjalanan hidup dan kariernya. Diawali dengan perjalanan hidup semasa kecil dan kehidupan berkeluarga, buku ini menjabarkan pengalaman Hartarto selama menjabat sebagai Dirjen Industri Kimia Dasar (1979-1983), Menteri Perindustrian (1983-1993), Menteri Koordinator Bidang Industri dan Perdagangan (1993-1995), Menteri Koordinator Bidang Produksi dan Distribusi (1995-1998), Menteri Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Maret – Mei 1998), merangkap Menko Ekuin (1998-1999), serta pencapaiannya dalam meraih gelar Doktor Kehormatan dan berbagai penghargaan lainnya. Pada bagian akhir, penulis menyampaikan pemikiran-pemikiran Hartarto mengenai masa depan bangsa, dan keyakinannya bahwa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan maju pada 2030.[9]