Mohammad "Bob" Hasan (24 Februari 1931 – 31 Maret 2020), adalah seorang pengusaha Indonesia, yang pernah menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan PerdaganganIndonesia pada tahun 1998 dan kemudian dipenjara karena korupsi. Dia adalah salah satu kroni dari etnis Tionghoa-Indonesia paling terkemuka dari presiden IndonesiaSoeharto yang lama menjabat dan dijuluki "raja hutan" karena bisnis kehutanannya. Hasan menjabat sebagai Ketua Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) sejak September 1984 sampai kematiannya. Bob Hasan sejak kecil diasuh sebagai anak oleh JenderalGatot Subroto.
Lahir dengan nama The Kiang Seng di Semarang, Jawa Tengah, pada Februari 1931 dari seorang pedagang tembakau Tionghoa, Hasan menjadi anak angkat Gatot Soebroto, seorang jenderal TNI Angkatan Darat, yang saat itu memimpin Kolonel Soeharto pada tahun 1950-an.[2][3]
Karier bisnis
Setelah Soeharto menggantikan Gatot Subroto sebagai Panglima Divisi Diponegoro Angkatan Darat, Hasan bekerja dengan Soeharto untuk mengembangkan berbagai bisnis sampingan, yang dikendalikan oleh militer, yang memberikan banyak dana untuk Divisi tersebut serta pendapatan tambahan bagi para perwira.[4]
Setelah Soeharto mengambil alih kursi kepresidenan pada tahun 1966, ia memprakarsai perluasan besar-besaran penebangan komersial Indonesia, terutama di pulau-pulau di luar Jawa. Pada tahun 1970-an, Hasan menjabat sebagai "mitra" Indonesia yang dibutuhkan untuk perusahaan asing yang ingin memanen kayu di Indonesia, terutama bekerja dengan perusahaan Amerika Serikat, Georgia Pacific, dan juga mendirikan sejumlah usaha patungan antara dia dan perusahaan milik pemerintah. Pada tahun 1981 pemerintah melarang ekspor kayu yang tidak digiling, yang menyebabkan banyak perusahaan asing menjual kegiatan mereka di Indonesia kepada pemilik dalam negeri yang tertarik untuk mendirikan operasi pengolahan; Hasan, yang sudah menjadi pemegang saham utama dalam operasi Georgia Pacific di Indonesia, menjadi pemilik tunggal ketika perusahaan tersebut meninggalkan Indonesia pada tahun 1983.[4] Berawal dari perkayuan, ia mengembangkan bisnisnya ke bidang keuangan, asuransi, otomotif, dan industri lainnya, terutama melalui perusahaan induk Kalimanis miliknya.[5] Grup Kalimanis milik Hasan dilaporkan menguasai lebih dari 2 juta hektar (7.700 mil persegi) konsesi utama di Kalimantan.[6]
Hasan juga Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo). Di bawah Hasan, Apkindo diberikan kendali penuh atas harga kayu lapis, pemasaran, dan ekspor. Apkindo membantu Indonesia memperoleh sekitar tiga perempat dari pasar ekspor kayu lapis dunia pada awal 1990-an, kadang-kadang menggunakan teknik yang digambarkan oleh pengamat sebagai "harga predator". Hasan secara pribadi mendapatkan keuntungan dari kepemimpinannya baik dengan mendukung bisnis yang dimilikinya maupun melalui pengendalian biaya yang dibayarkan kepada organisasi oleh anggota lain.[4] Ketenarannya dalam industri kayu lapis membuatnya dijuluki "raja hutan".[7]
Hasan menjalankan PT Nusantara Ampera Bakti (Nusamba) yang 80% sahamnya dimiliki oleh yayasan yang dikendalikan oleh Suharto.[6][8]
Hasan menjadi mediator dalam perselisihan bisnis antara enam anak Soeharto, setelah kematian istri Soeharto pada tahun 1996.[6] Dia mengatur kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan pemegang saham seputar deposit emas Busang yang ditemukan oleh Bre-X Minerals di Kalimantan sebelum penemuan emas itu terungkap sebagai tipuan.[6][8][9]
Menteri perindustrian dan perdagangan
Suharto menunjuk Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada 14 Maret 1998, menjadikannya satu-satunya keturunan Tionghoa yang bergabung dengan salah satu kabinet Suharto. Pengangkatannya dipandang sebagai bukti bahwa Soeharto tidak serius melakukan perubahan fiskal yang substansial untuk mengatasi krisis keuangan Asia yang dimulai pada pertengahan 1997.[10] Akibat persyaratan Dana Moneter Internasional (IMF) selama krisis, Apkindo ditutup pada tahun 1998.[11] Hasan kehilangan jabatan kabinetnya ketika Suharto mundur pada 21 Mei 1998 menyusul protes dan kerusuhan massal.
Hukuman korupsi dan penjara
Hasan sering menjadi subyek tuduhan korupsi karena urusan bisnisnya dan kendali sebagian besar industri Indonesia. Setelah Suharto lengser pada tahun 1998, serangkaian putusan pengadilan menemukan bukti kejahatan. Hasan didenda 50 miliar rupiah sebagai akibat dari gugatan yang diajukan oleh beberapa organisasi pemuda, menuduh dia telah memerintahkan pembakaran hutan di Sumatra.[11] Pada Februari 2001, ia dihukum karena menyebabkan kerugian sebesar 244 juta dolar AS kepada pemerintah Indonesia melalui proyek pemetaan hutan yang curang di Jawa pada awal 1990-an. Dia dipenjarakan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan kemudian di Lembaga Pemasyarakatan Pulau Nusa Kambangan yang sulit diakses di lepas pantai selatan-tengah Jawa, sampai pembebasan bersyaratnya pada Februari 2004.[12] Hasan adalah orang pertama dan di antara rekan-rekan Soeharto yang dihukum karena penipuan dan korupsi.
Hasan adalah anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC) dari tahun 1994 hingga 2004, ketika IOC mengeluarkannya karena tuduhan korupsi. IOC dikritik oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2000 karena menyatakan bahwa Hasan harus diizinkan untuk menghadiri Olimpiade 2000 di Sydney, Australia, meskipun dia ditahan pada saat itu.[13]