Siti Hardijanti Rukmana
Siti Hardijanti Hastuti Rukmana (lahir 23 Januari 1949), atau biasa dikenal dengan nama panggilannya Tutut Soeharto, adalah Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Anggota MPR RI Fraksi Golkar sejak 1 Oktober 1992 hingga 14 Maret 1998. Tutut merupakan putri sulung dari mantan Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto. KeluargaSiti Hardijanti Hastuti lahir di Yogyakarta pada tahun 1949 sebagai anak sulung dari pasangan Soeharto dan Siti Hartinah. Pada saat itu, ayahnya menjabat sebagai Komandan Brigade Mataram (Wehrkreise III) di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel. Ia juga merupakan keturunan Mangkunegara III dari garis ibu.[2] Nama Tutut berasal dari panggilan masa kecilnya. Pada awalnya, ia sering dipanggil Tuti, kependekan dari Hastuti. Namun karena terkadang ia tidak merespon saat dipanggil, ayahnya membujuk dengan bunyi kereta api Tut tut tut. Lambat laun panggilan ini terus melekat, menjadi Tutut. [3] Pada tahun 1972, Tutut menikah dengan Indra Rukmana, anak pengusaha Edi Kowara Adiwinata. Acara pernikahan diadakan di Istana Bogor.[4] Pasangan tersebut dikaruniai empat orang anak, yaitu Dandy Nugroho Hendro Maryanto (Dandy), Danty Indriastuti Purnamasari (Danty), dan Danny Bimo Hendro Utomo (Danny), Danvy Sekartaji Rukmana (Sekar).[5] Karier bisnisTutut membangun sebagian kekayaannya sebagai pemegang saham utama Grup Citra Lamtoro Gung, dengan kepemilikan di lebih dari 90 perusahaan mulai dari telekomunikasi hingga infrastruktur, termasuk proyek jalan tol di Indonesia, Myanmar, dan Filipina.[6] Pada tahun 1988, Tutut terpilih menjadi Ketua Umum Himpunan Pekerja Sosial Indonesia pada acara kongres luar biasa selama masa periode 5 tahun. Ia bergabung dengan himpunan tersebut sejak organisasi tersebut didirikan.[7] Pada tahun 1991, Tutut menjadi Ketua Dewan Pembina HISPI (Himpunan Santri Pengusaha Indonesia), sebuah asosiasi untuk pengusaha muslim.[8] Karier publikPada era 80-an, ia pernah mempelopori terbentuknya Kirab Remaja yang bertujuan untuk memupuk rasa cinta tanah air di kalangan remaja dan memperkenalkan suatu organisasi berbasis agama seperti Rohani Islam atau ROHIS sebagai wadah organisasi yang mencetak generasi beriman.[butuh rujukan] Tutut menjabat sebagai Ketua Koordinator Bidang (Korbid) Pemberdayaan Wanita DPP Partai Golkar pada tahun 1992–98. Setelah kematian ibunya pada tahun 1996, ia dianggap sebagai Ibu Negara Indonesia. Selain itu, Suharto mengangkatnya sebagai Menteri Sosial pada bulan Maret 1998 dalam kabinet terakhirnya yang berumur pendek. Diyakini dia telah merawatnya sebagai penggantinya.[9] Menyusul jatuhnya ayahnya pada bulan Mei 1998, Golkar pada bulan Juli mengumumkan telah menarik kembali Tutut, saudara laki-lakinya Bambang Trihatmodjo dan Hutomo 'Tommy' Mandala Putra serta istri Bambang Halimah dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).[10] Pengurus Partai Golkar pada tahun 2008 mengatakan mereka tidak akan keberatan jika anak-anak Soeharto, terutama Tutut, bergabung kembali dengan pengurus partai, asalkan mereka tidak terlibat dalam kasus hukum apa pun yang belum terselesaikan.[11] Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Rully Chairul Anwar mengatakan Tutut, Bambang Trihatmodjo, dan adiknya Titiek Soeharto masih tercatat sebagai anggota Golkar meski berstatus anggota nonaktif.[12] Aspirasi presidenTutut berencana mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilihan umum presiden 2004 melalui tiket Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB).[13] Partai ini didukung oleh mantan pejabat-pejabat Orde Baru yang dikenal sangat dekat dengan Soeharto, seperti Jenderal (Purn.) R. Hartono. Namun, Tutut tidak bisa mencalonkan diri karena buruknya kinerja PKPB pada pemilihan umum 2004. Partai ini hanya meraih 2,1% suara terbanyak, sehingga hanya memperoleh dua kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada saat itu, partai politik harus memperoleh sedikitnya 5% suara terbanyak atau 3% kursi di DPR untuk mengajukan calon presiden, atau mereka dapat berkoalisi dengan partai lain. Pemilu tersebut akhirnya dimenangkan oleh mantan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono, mengalahkan petahana populer Megawati Soekarnoputri. Pada pemilu tahun 2009, PKPB hanya meraih 1,4% suara rakyat, kehilangan dua kursi di parlemen dan gagal lolos ke pemilu tahun 2014.[14] AktivismeDi samping sebagai politisi, Mbak Tutut juga dikenal sebagai pengusaha dan menjadi ketua maupun pelindung berbagai organisasi. Pada than 1994, Tutut terpilih menjadi Ketua Umum Palang Merah Indonesia. Ia menjabat sebagai Ketua Umum dari tahun 1994-1999.[15] Dia aktif dibidang kegiatan sosial dibawah naungan Yayasan Dharmais. Bersama adiknya Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek Soeharto mereka membantu operasi katarak bagi masyarakat tidak mampu di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Mulai didirikan pada 1976 Yayasan ini memberi manfaat bagi 140.000 orang..[16] KasusPada tahun 2010, Tutut menggugat atas kepemilikan saham MNCTV seiring dengan pengalihan stasiun televisi TPI ke MNCTV. Tutut menggugat PT Berkah Karya Bersama (BKB) dan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), dua anak usaha Media Nusantara Citra senilai Rp 3,4 triliun. MNC dituding telah mengambil alih kepemilikan saham Mbak Tutut di PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia yang dimiliki secara sepihak.[17] Namun 23 Agustus 2010 Mbak Tutut kalah di pengadilan atas TUN dicabut.[18] Tanggal 20 Oktober 2010 Mbak Tutut kembali mengancam pidana kelompok MNC atas perubahan nama MNCTV.[19] Alhasil pada 14 April 2011 Mbak Tutut memenangkan gugatan di PN Jakarta Pusat terhadap kelompok MNC atas perubahan nama MNCTV menjadi TPI.[20] Kepemilikan perusahaan
Penghargaan
Lihat pulaReferensi
|