Poniman terlahir sebagai putra dari Bapak Kertowidjojo yang merupakan seorang Lurah (Kepala Desa) di salah satu desa di Kabupaten Sukoharjo dan Ibu Kunti yang merupakan seorang Ibu Rumah Tangga.[4] Poniman kecil hidup di keluarga yang penuh kasih sayang dan menjadi tumpuan harapan kedua orang tuanya dikarenakan Poniman merupakan anak keempat dari empat bersaudara dan juga sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarga itu. Poniman kecil hidup dalam kesederhanaan dan tumbuh dalam asuhan dan bimbingan adat istiadat Suku Jawa, yang membuat Poniman tumbuh menjadi pribadi yang yang jujur, disiplin, kerja keras, dan bertanggung jawab serta semangat pantang menyerah serta hal ini yang menjadi prinsip hidupnya.[5] Pada masa kecilnya juga terlihat jiwa kepemimpinan dari diri Poniman, terutama jika ada teman-temannya yang butuh pertolongan untuk menyelesaikan masalah jika terjadi pertikaian diantara mereka.[6]
Memasuki Dunia Pendidikan
Pada tahun 1932 yakni saat Poniman berusia 6 tahun, Poniman kecil memulai pendidikannya di Sekolah Rakyat (SR) di Blimbing yang dimana jarak antara kediaman dengan sekolah sejauh ±7 kilometer dan melewati area persawahan, sehingga tidak heran jika sepulang sekolah Poniman selalu bermain di sawah bersama teman-temannya. Setelah lulus dari SR Blimbing pada tahun 1940, Poniman melanjutkan pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Surakarta. Di sekolah, Poniman tergolong anak yang cerdas dan memiliki daya ingat yang kuat sehingga ia dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan tidak heran, ia menjadi kesayangan para guru di sekolahnya dan teman-temannya pun menyukainya karena sikap perilaku Poniman yang baik dan cerdas. Setelah lulus dari HIS pada tahun 1942, Poniman melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di kota yang sama. Pada saat mengenyam pendidikan, terlihat kecakapannya dalam penguasaan mata pelajaran, terutama pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan bahasa Belanda dan Inggris.[7]
Tumbuh Menjadi Remaja
Seiring dengan berjalannya waktu, Poniman tumbuh menjadi seorang remaja yang lembut dengan mental yang kokoh, keras dan tegas yang semua itu adalah hikmah dari perjalanan hidup yang ia rasakan. Sebagai remaja, Poniman suka bergaul dengan remaja di lingkungannya dan setiap kali ada perkumpulan para pemuda, Poniman selalu dipilih oleh teman-temannya menjadi ketua. Hal yang sering dilakukan Poniman pada saat remaja adalah sering memperhatikan keadaan masyarakat disekitarnya terutama masalah tindakan sewenang-wenang atau kekekrasan yang dilakukan oleh Belanda atau penjajah Jepang yang menindas masyarakat kecil. Hal itu dilakukannya karena selalu terlintas didalam benak Poniman membayangkan saat sekolah dan pesan-pesan yang ia dapatkan dari orang tua atau gurunya bagaimana ia harus bertindak apabila adanya ketidak-adilan di masyarakat serta menjadi insan yang berguna, beriman dan bertaqwa, memiliki kepedulian dan kebersamaan terhadap penderitaan orang banyak.[8]
Awal Karier Di Dunia Militer
Mewujudkan Cita-cita Menjadi Tentara
Semenjak kecil, Poniman sudah terbiasa hidup dengan disiplin, kerja keras dan mandiri. Selain itu, dihadapkan pula pada kenyataan bahwa di Surakarta maupun di Sukoharjo Poniman sering melihat serdadu KNIL yang membuat dirinya tergugah untuk menjadi seorang tentara. Keinginan itu kian tampak dimana dengan secara nekat Poniman merantau seorang diri ke Bandung yang dimana kota tersebut merupakan pusat tentara KNIL di Indonesia.
Pada saat itu sebenarnya ayah dan ibunya tidak merestui Poniman merantau ke Bandung. Namun entah bagaimana Poniman nekat pergi sendiri dengan uang saku hanya 1 (satu) ringgit atau 2,5 gulden. Poniman pergi ke Stasiun Balapan menggunakan sepeda milik ayahnya dan diantar oleh temannya. Karena diarasa uang bekal itu tidak cukup, maka dinamo yang terpasang di sepeda milik ayahnya itu dilepas dan dijual untuk membeli karcis kereta api. Kemudian temannya tersebut diminta untuk mengantarkan kembali sepeda milik ayah itu yang sudah tidak memiliki dinamo.[9]
Menjadi Bundancho PETA
Sesampainya di Bandung, Poniman tinggal sementara di rumah salah satu tetangganya di Surakarta yang telah menetap di kota itu. Pada suatu hari, Poniman diajak jalan-jalan ke Alun-alun kota dan disitu pula Poniman melihat Pengumuman dari Pemerintah Militer Jepang yang ditujukan kepada para Pemuda untuk masuk menjadi tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA) di Pulau Jawa.[10]
Pendidikan Militer
HIS
MULO
PETA (1944)
Kambu Kyoiku Ta
SSKAD V, Bandung (1956)
Seskoad, Bandung (1964)
Karier
Karir Militer
Karier Poniman dimulai dari bergabung dengan PETA (1944)[11] dan secara kronologis selanjutnya menjabat sebagai:
Poniman menjabat sebagai Menteri Pertahanan pada masa Kabinet Pembangunan IV.[12] Kementerian ini sebelumnya digabung dengan Panglima ABRI, tetapi ketika masa Poniman menjabat, oleh Suharto Kementerian Pertahanan Keamanan dan Panglima ABRI dipisah menjadi Kementerian Pertahanan dan Keamanan, dan Panglima ABRI yang dijabat oleh Jenderal Benny Moerdani.[13]
^ abcdDepartemen Pertahanan Keamanan, Staf Pembinan Karyawan, Indonesia (1986). Mimbar kekaryaan ABRI. Edisi 191-200. Indonesia: Indonesia. Departemen Penerangan. hlm. 71.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); line feed character di |title= pada posisi 23 (bantuan)