Pada April 2014, Jenderal TNI Budiman menginisiasi riset bersama TNI-AD dan pihak akademis (Surya University). Tujuan utama riset tersebut adalah untuk mewujudkan kemandirian pengadaan alutsista dalam negeri. Hasil riset pengembangan alat utama sistem pertahanan (alutsista) berbasis teknologi tinggi yang digarap bersama Surya University tersebut memakan waktu beragam yaitu berkisar enam bulan hingga satu tahun.[4][5][6][7]
Sedikitnya ada 15 program riset teknologi alutsista yang dibuat. Diantaranya adalah:
Superdrone, yakni pesawat tanpa awak untuk pemantauan suatu daerah. Dibeberapa negara digunakan sebagai pesawat pembom.
Alat konvensi BBM ke BBG, dengan ini sepeda motor TNI AD akan menggunakan bahan bakar hibrid; bensin dan gas. Subsidi gas lebih murah dibandingkan subsidi bensin. Motor menggunakan gas 3 kg bisa menempuh jarak 240–300 km.
Bioetanol dari sorgum, dilengkapi dengan genset yang sudah dimodifikasi sehingga cocok dengan bioetanol ini. Harganya lebih murah dan memungkinkan masyarakat bisa membuat sendiri bahan bakar tuk rumahan.
Laser gun, senjata untuk latihan menembak. Tetapi pelurunya diganti dengan berkas sinar laser. Komputer membuat tembakannya seperti tembakan peluru. Hal ini untuk menghemat penggunaan peluru.
Open BTS. Dengan BTS ini, TNI AD bisa membuat jaringan seluler sendiri. Alat ini cocok untuk daerah-daerah pedalaman.
VOIP Based MESH network, sistem jaringan yang tidak tergantung pada salah satu point (self healing).
APRS and MESH Network, sistem untuk mengatur alutsista dan tentara ketika berada dilapangan. Dilengkapi dengan sistem tracking GPS.
Nanosatelit, satelit yang beratnya hanya 1 kg. Untuk tahap ini baru bisa dipakai untuk komunikasi saja.
Simulasi komputer 1, software yang dikembangkan untuk menganalisis tank atau alat perang lainnya dan mempelajari kekurangan dan kelemahan Tank tersebut.
Simulasi komputer 2, software untuk menganalisis berbagai senapan.
Gyrocopter, prototipe motor terbang, diharapkan dapat membantu transportasi antar pulau-pulau kecil di Indonesia.