Agus Wirahadikusumah adalah lulusan AKABRI pada tahun 1973. Ia juga belajar di Amerika Serikat, termasuk di Universitas Harvard (John F. Kennedy School of Government). Dalam tahun-tahun terakhir abad ke-20, ia menjadi Kepala Direktorat Perencanaan di Markas Angkatan Bersenjata Indonesia.
Setelah pengunduran diriSoeharto, Wirahadikusumah muncul sebagai pembaharu di jajaran angkatan bersenjata. Pada tahun 1997, ia sebagai Mayor Jenderal, ditugaskan di Markas Angkatan Bersenjata sebagai staf ahli bidang politik dan keamanan Panglima TNI.[1] Pada tahun yang sama, ia menyerukan agar militer Indonesia untuk menghentikan keterlibatan mereka dalam urusan politik dan menjadi kekuatan pertahanan profesional sebagai gantinya.
Pada Januari 1999, Mayor Jenderal Agus Wirahadikusumah, yang saat itu adalah Komandan Seskoad kemudian menjadi Asisten Perencanaan Umum Panglima TNI.
Pangkostrad
Pada tahun 2000, Presiden Gus Dur menunjuknya sebagai Pangkostrad. Ia menjabat posisi ini dari 29 Maret 2000 hingga 1 Agustus 2000. Wirahadikusumah mendukung setiap keputusan-keputusan Gus Dur, termasuk keputusan pemberhentian Jenderal Wiranto sebagai Menkopolkam. Wiranto menyebutnya sebagai "apel buruk".
Sementara Wirahadikusumah sangat populer dikalangan prajurit biasa, ia juga menciptakan musuh bagi dirinya sendiri, karena ia berusaha membersihkan Kostrad dari sejumlah dugaan kasus korupsi. Sebagai konsekuensinya, dia diberhentikan dari jabatannya sebagai Pangkostrad pada musim panas tahun 2000. Namun, menurut Umar Wirahadikusumah, pamannya, jabatan sebagai Panglima TNI telah ditawarkan kepada Agus Wirahadikusumah pada tanggal 23 Juli 2001.
Olahraga
Terlepas dari urusan militer, Wirahadikusumah juga tertarik pada olahraga dan ia adalah Wakil Ketua Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia. Dalam fungsi ini ia berperan dalam rencana tahun 1998 untuk mewujudkan pertemuan antara mantan juara bulu tangkis Indonesia (seperti Tan Joe Hok) dan penerus mereka untuk berbagi pengalaman mereka dan membuat mereka lebih siap untuk turnamen mendatang. Pada tahun 1998, ia adalah manajer dari tim Piala Thomas Indonesia yang memenangkan piala tahun itu. Wirahadikusumah dianugerahi Medali Satyalancana Kebudayaan untuk prestasi ini oleh Presiden, B.J. Habibie pada 9 September 1998.
Agus Wirahadikusumah menikah dengan Tri Rachmaningish. Mereka memiliki dua anak: seorang putra, Yunan Mahastra Satria (lahir 22 Juni 1977) dan seorang putri, Diyah Gustinar Safitri (lahir 14 Juli 1975).
Meninggal dunia
Pada 30 Agustus 2001, Wirahadikusumah dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina di Jakarta Selatan pada pukul 06:19. Seorang pegawai rumah sakit menyatakan bahwa ia telah meninggal ketika ia dibawa masuk, penyebab meninggalnya tidak diketahui dan tidak ada otopsi yang dilakukan. Menurut The Jakarta Post, kemungkinan penyebab kematian adalah gagal jantung. Namun, beberapa orang menyatakan bahwa ia mungkin telah dibunuh,[2] karena sikap reformisnya untuk mengungkap skandal korupsi 189 miliar rupiah di Yayasan Dharma Putra Kostrad, sebuah organisasi amal milik militer.[3] Ia dimakamkan di TMP Kalibata pada siang harinya.[4]