SCTV
PT Surya Citra Televisi (SCTV) adalah jaringan televisi swasta nasional Indonesia yang lahir pada 24 Agustus 1990. Awalnya SCTV hadir sebagai stasiun lokal di Surabaya dengan siaran terbatas. Perusahaan ini baru mendapatkan izin mengudara secara nasional pada Januari 1993. SejarahTelevisi lokalPT Surya Citra Televisi berawal dari perusahaan bernama PT Foresta Maju yang berdiri pada 5 Mei 1987.[1] Perusahaan yang dimiliki oleh Henry Pribadi dan Sudwikatmono mengajukan izin pendirian stasiun televisi siaran saluran terbatas di Surabaya pada 28 April 1989. Pendiriannya pun didukung oleh mantan Gubernur Jawa Timur, Mohammad Noer karena menurutnya TVRI Surabaya tidak mendapatkan anggaran yang baik dan sudah saatnya memberikan alternatif sarana informasi ke masyarakat.[2] Persetujuan awal dari Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film No. 1415/RTF/K/IX/1989 didapatkan pada 27 September 1989 dengan nama perusahaan baru, PT Surabaya Central Televisi.[3][4][5] Izin siaran saluran terbatas pun didapatkan dari pemerintah melalui penandatangan kerjasama dengan TVRI pada 17 Januari 1990 bernomor 09/SPS/Dir/TV/1990 dan 01/SPS/SCTV/1/1990.[6][7][8] Peletakan baru pertama kantor SCTV dilakukan pada 10 November 1989, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. Selanjutnya pembangunan gedung yang berlokasi di Jalan Darmo Permai, Surabaya dimulai pada 1 Februari 1990 dihadiri oleh Menteri Penerangan Harmoko.[9] Modal awal dikeluarkan untuk membangun SCTV Rp150 miliar dengan dibantu oleh 200 karyawan. Sesuai dengan izin saluran terbatas, SCTV direncanakan memulai siaran terestrial, tetapi terbatas untuk pemirsa yang memiliki dekoder.[10] Siaran percobaannya direncanakan pada Juni 1990 selama sebulan, tanpa menggunakan dekoder dalam waktu 8 jam/hari sebagai perkenalan ke publik.[11] Namun, pada Juli 1990 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan yang mengizinkan televisi swasta bersiaran secara free to-air. Pada 1 Agustus 1990, dikeluarkan izin prinsip Deppen Dirjen RTF No. 1271E/RTF/K/VIII/1990 yang mengizinkan SCTV dapat diterima secara bebas tanpa dekoder.[12][13][14] Akhirnya dengan izin baru berupa perjanjian bersama Direktur Yayasan TVRI bernomor No. 150/SP/Dir/TV/1990 dan 02/SPS/SCTV/VIII/1990, pada 24 Agustus 1990 Surabaya Central Televisi (SCTV) dapat memulai siarannya secara resmi dengan cakupan siaran beradius 80 km di Surabaya dan sekitarnya (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, dan Lamongan).[3] Siaran resmi ini dimulai pada pukul 19.30 WIB, dengan penyampaian ucapan HUT TVRI dan pembukaan oleh seorang penyiar wanita. Program pertama yang ditayangkan adalah The British Record Industrial Awards, sebuah siaran penghargaan musik dari Britania Raya. Siaran perdana SCTV hanya berlangsung selama 1 jam 30 menit hingga pukul 21.00 WIB. Selanjutnya pada hari-hari berikutnya siaran SCTV, kemudian diperpanjang dari pukul 12.00 WIB-00.30 WIB pada akhir pekan atau dimulai dari 17.00 WIB pada hari kerja.[9] Meski pada saat itu masih berstatus televisi lokal di Surabaya, banyak merek terkemuka sempat mengiklankan produknya di SCTV. Di saat itu pula, SCTV dikenal sebagai "Saudara Kembar" dari stasiun TV RCTI Jakarta, karena SCTV selalu menayangkan acara-acara serupa yang disiarkan RCTI Jakarta meskipun berbeda jam tayang. Hal ini bisa terjadi karena keduanya melakukan kerjasama programming yang didorong oleh pemerintah walaupun keduanya memiliki perbedaan struktur kepemilikan dan manajemen.[15][16] Alasan kerjasama ini adalah kemungkinan SCTV bisa mendapat program yang lebih murah karena membeli program yang sudah ditayangkan RCTI. (Bagaimanapun, SCTV pada 1991 justru sempat "tersandung" masalah karena programnya dituduh tidak mencerminkan masyarakat Surabaya dengan menyiarkan acara impor RCTI Jakarta, seperti Wok with Yan dan Basic Training).[17] Selain dalam pemograman, kerjasama dengan RCTI juga dilakukan dalam hal teknis dan dengan magang calon karyawan SCTV dari Februari 1990.[11] Upaya persiapan lain juga dilakukan dengan mengirim beberapa tenaga ahli ke luar negeri seperti Australia dan Amerika Serikat.[18] Setelah direncanakan sejak awal bersiaran, pada 14 September 1991 pancaran siaran SCTV dapat diperluas, menjangkau Denpasar, Bali dengan mendirikan sebuah televisi jaringan bernama SCTV Denpasar.[19][2] Lalu, pada November 1991 siaran SCTV juga menjangkau Mataram, Nusa Tenggara Barat.[20] Sejak itulah kepanjangan SCTV berubah menjadi Surya Citra Televisi.[19] Nama baru tersebut sebenarnya tidak melupakan asalnya, karena kata "Surya" dapat dimaknai sebagai singkatan dari Surabaya Raya.[21] Ide perubahan nama ini sebenarnya sudah disampaikan Dirut SCTV saat itu, Henry Pribadi sehari sebelum siaran perdana SCTV mengingat jangkauan siarannya yang mencapai Gerbangkertosusila, tetapi tampaknya hingga 1991 masih belum terwujud. Melalui SK Dirjen RTF No. 1286/RTF/K/VI/1991 juga, pemerintah mengizinkan SCTV untuk bersiaran nasional lewat satelit, walaupun penerimanya terbatas pada pengguna parabola saja.[18][22] Televisi nasionalPada tanggal 30 Januari 1993, berbekal SK Menteri Penerangan No. 04A/1993 (18 Januari 1993), SCTV mendapatkan izin mengudara secara nasional (bernomor 206/RTF/K/I/1993).[23] Namun, siarannya secara nasional baru resmi dilakukan pada tanggal 24 Agustus 1993 pukul 21.00 WIB, tepat saat SCTV berulang tahun yang ke-3. Terdapat 9 kota awal di Indonesia (selain Surabaya, Denpasar dan Mataram) dimana SCTV dapat dinikmati setelah bersiaran nasional, yaitu Banjarmasin, Ambon, Dili, Balikpapan, Jakarta, Bandung, Surakarta, Yogyakarta, dan Semarang, yang selanjutnya pada akhir 1993 diperluas ke beberapa kota lain seperti Medan, Manado, Malang, Pontianak, Ujung Pandang, Batam, dan Palembang. Sebelum siaran nasional itu dimulai, SCTV melakukan siaran percobaan dengan memperpanjang jam siarnya (dari 12.00-01.00 WIB) menjadi 06.00-01.30/02.30 WIB selama 3 hari, yaitu mulai 20-23 Agustus 1993 dan membangun sejumlah stasiun transmisi di berbagai kota.[24][25][26][27][28] Diberikannya izin SCTV untuk bersiaran nasional, berarti juga mengakhiri kerjasama dengan RCTI yang sudah dijalin sejak 1990. Sejak saat itu, program SCTV (kecuali berita) selalu berbeda dengan RCTI.[26] Namun, pada akhirnya kerjasama kedua pihak dalam programming berita benar-benar berakhir setelah SCTV mulai menghentikan program berita RCTI dan menyiarkan acara beritanya sendiri bernama Liputan 6 sejak 20 Mei 1996 pukul 18.00. Kerjasama yang pada saat ini tersisa antara RCTI-SCTV (dan kemudian ditambah Indosiar), hanyalah dalam pengelolaan stasiun relay (di beberapa daerah, termasuk di Jakarta yang kini juga disewa oleh berbagai stasiun televisi lain) di mana masing-masing akan menanggung 50% biaya dari operasional stasiun relai tersebut sejak 1993.[29] Setelah itu, secara bertahap mulai tahun 1993 sampai dengan 1998, SCTV memindahkan basis operasi siaran nasionalnya dari Surabaya ke Jakarta. Mulanya, hanya kantor pusat yang berpindah (ke Wisma AKR, Kebon Jeruk, Jakarta Barat) ketika SCTV mulai bersiaran nasional, sedangkan operasional (seperti studio dan produksi program) masih berada di Surabaya (Jalan Darmo Permai) dengan alasan telah menanamkan investasi yang tidak kecil.[30][31] Seiring biaya yang makin besar, khususnya di bidang transportasi dan untuk memudahkan komunikasi, dicanangkan pada akhir 1997, SCTV sudah memusatkan seluruh operasionalnya di Jakarta.[32] Namun, baru pada tahun 1998 kegiatan ini bisa dilaksanakan, dan sejak 1999 seluruh operasional SCTV sudah dipusatkan di Jakarta.[33][34] Perpindahan operasional SCTV ke Jakarta ini juga diiringi dengan relokasi kantor pusat ke Wisma Indovision (sekarang MNC Vision Tower). Dalam periode yang sama, tepatnya di tanggal 1 Juni 1997, juga dilakukan rebranding dengan penggunaan slogan "SCTV NgeTop!" yang dimaknai sebagai upaya SCTV dan karyawannya untuk melakukan dan memberikan yang terbaik kepada pemirsanya serta keinginan menuju puncak.[35] Selain itu, station ID baru juga muncul, menonjolkan warna orange yang diharapkan menggugah semangat. Dalam perubahan ini juga, diperkenalkan maskot bernama "Tevi" (singkatan dari televisi) dan adanya repositioning target pasar dari wanita ke keluarga.[36] Tercatat di tahun ini, SCTV telah dapat dinikmati di 33 kota di Indonesia.[21] Pada tahun 2002, SCTV (dengan induknya yang bernama Surya Citra Media), mulai mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Jakarta. Tahun 2004, kanal SCTV di Surabaya pindah ke 34 UHF hingga 20 Desember 2022. Sejak tanggal 29 Januari 2005, SCTV mengubah logo dan slogannya menjadi "Satu Untuk Semua", sebagai harapan agar terus menjadi pilihan pemirsa dan berkarakter variatif-informatif.[21] Di tahun berikutnya, SCTV berhasil memperoleh hak siar dalam ajang sepak bola bergengsi di dunia, Piala Dunia FIFA 2006. Saat ini kantor pusat SCTV terletak di SCTV Tower, Senayan City, Jalan Asia Afrika Lot 19, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebelum 23 November 2007, kantor pusat SCTV berada di Jalan Gatot Subroto Kav. 21, Setiabudi, Jakarta Selatan yang kini dihuni oleh perusahaan dibawah naungan Indika Group. Saat ditempati oleh SCTV, gedung tersebut bernama Graha SCTV (sekarang Graha Mitra), yang mulai digunakannya ketika menginjak usia ke-11 pada tahun 2001. SCTV juga memiliki studio khusus di Jalan Raya Kebon Jeruk No. 66, Jakarta Barat, dan menara pemancar yang berlokasi di daerah yang sama. Kepemilikan SCTV dikuasai oleh grup Elang Mahkota Teknologi melalui Surya Citra Media (SCM). Direktur Utama SCTV saat ini adalah Sutanto Hartono. Melalui 47 stasiun transmisi, SCTV kini mampu menjangkau 240 kota dan menggapai sekitar lebih dari 175 juta potensial pemirsa. KepemilikanSejarah SCTV bisa dikatakan terikat kuat dengan trah Soeharto selama awal beroperasinya. Pada awalnya, saat masih merupakan televisi lokal Surabaya, SCTV dikuasai oleh tiga pihak, yaitu Sudwikatmono, Henry Pribadi, dan Mohammad Noer (mantan Gubernur Jawa Timur). Dalam perkembangannya, kepemilikan Noer kemudian menghilang dari SCTV dan digantikan oleh trah Cendana lain, yaitu Halimah Agustina Kamil (istri Bambang Trihatmodjo) sebanyak 25% dan Aziz Mochdar sebesar 20%. Pada 1993, Peter F. Gontha juga mendapatkan 2,5% saham SCTV, walaupun kepemilikan saham utama tetap berada di Henry dan Sudwikatmono.[14][37][a] Kondisi ini berlangsung hingga 1997-1998, ketika pemilik saham yang sudah ada berupa individu-individu tersebut kemudian mengubah struktur kepemilikan menjadi lebih sederhana. Hasilnya, SCTV pada tahun 1998 dikuasai oleh dua perusahaan yaitu PT Mitrasari Persada (yang dikendalikan oleh Henry dan Sudwikatmono, sejak 14 Agustus 1997 sebesar 52,5%) dan PT Datakom Asia (yang dikuasai Bambang Tri, Peter F. Gontha ditambah beberapa pihak lain, sejak 31 Agustus 1998 sebesar 47,5%).[38][b] Henry dengan PT Mitrasari tampak lebih agresif dalam pengelolaan SCTV, misalnya berani menyuntikkan dana sebesar Rp 150 miliar pada 1997 dan menaikkan sahamnya menjadi 73,15% di SCTV pada November 1999.[37][41] Pada tahun 2000, masuklah Eddy Kusnadi Sariaatmadja, dari grup Elang Mahkota Teknologi dengan bendera PT Abhimata Mediatama (Sariaatmadja pada saat itu menggandeng Singleton Group Australia dan beberapa pihak lainnya untuk menyuntik modal di PT Abhimata).[42][43] Sebagian saham PT Mitrasari di SCTV kemudian beralih tangan kepada PT Abhimata. PT Abhimata dan PT Mitrasari kemudian mendirikan PT Cipta Aneka Selaras (kemudian berganti nama menjadi PT Surya Citra Media/SCM) sebagai induk perusahaan SCTV. Dalam posisi ini di tahun 2001, pihak yang terkait dengan Cendana masih menguasai sebagian kepemilikan SCTV, di mana Henry dan Sudwikatmono lewat sebagian saham di PT Mitrasari (yang mengendalikan induk SCTV, PT Cipta Aneka Selaras) serta Bambang-Gontha lewat PT Datakom (sebanyak 27% saham langsung di SCTV). Namun, kemudian kepemilikan mereka berangsur-angsur dilepas di mana PT Datakom melepaskan kepemilikannya di SCTV kepada SCM pada 1 Mei 2002[44] dan Henry-Sudwikatmono melepaskan seluruh sahamnya di SCM (masing-masing Henry lewat PT Citrabumi Sacna sebanyak 25% dan Sudwikatmono lewat PT Indika Multimedia sebesar 14,42%) pada tahun 2005. Indika merupakan yang pertama melepas sahamnya, disusul Citrabumi pada 27 Juli 2005.[45][46][47] Praktis, sejak saat itu SCTV berada di bawah kendali keluarga Sariaatmadja sampai sekarang.[14][48] Kepemilikan Eddy Sariaatmadja makin diperkuat, ketika partner lamanya, Singleton, ikut melepas sejumlah sahamnya di SCTV (secara tidak langsung) pada akhir 2004 karena dirasa kurang prospektif.[49][50] Tampak bahwa pasca krisis ekonomi 1997-1998, terjadi pergesekan antara pemegang saham di SCTV (dan kemudian induknya, SCM) mengenai pengelolaannya. Penjualan saham PT Datakom Asia di SCTV banyak yang menduga karena Gontha bergesekan dengan PT Mitrasari milik Henry dan Sudwikatmono.[39] Lalu, sebelum dilepas, tampak bahwa Henry dan Sudwikatmono sudah berpisah dari sebelumnya di PT Mitrasari (sejak 7 Agustus 2003),[51] di mana Henry kini dengan PT Citrabumi Sacna dan Sudwikatmono dengan sahamnya dialihkan ke perusahaan anaknya, Agus Lasmono yaitu Indika Group. Terakhir, penjualan saham Henry di induk SCTV, SCM ke keluarga Sariaatmadja diatas, diduga karena terjadi konflik dalam pengelolaan jaringan televisi ini antara mereka berdua sehingga akhirnya Henry memaksa Sariaatmadja untuk membeli sahamnya.[45] Ada hal yang cukup menarik dari perubahan kepemilikan SCTV pada 1997-2005, yaitu upaya dari Hary Tanoesoedibjo untuk masuk menguasai SCTV. Pada Mei 2000, perusahaan HT PT Bhakti Investama melihat peluang dengan adanya surat hutang induk SCTV, PT Mitrasari di Citibank. Dalam pembentukan SCM (yang pada saat itu bernama PT Cipta Aneka Selaras), selain PT Abhimata dan PT Mitrasari, PT Bhakti juga ikut masuk dengan kepemilikan 33,5%. Bhakti juga sempat berencana untuk menguasai PT Datakom yang pada saat itu terlilit hutang, dengan harapan akhir menguasai SCTV. Bahkan, sebelumnya pada 24 April 2000 Bhakti menyatakan mereka sudah siap membeli saham SCTV sebesar 100%, yang diperkirakan akan di-share swap dengan saham PT Agis Tbk. Namun, pada akhirnya rencana HT gagal karena Henry sebagai pemilik PT Cipta Aneka Selaras tidak mau menyerahkan kepemilikannya dan pengendaliannya pada SCTV. HT kemudian memutuskan melepaskan saham PT Bhakti dalam PT Cipta Aneka Selaras seluruhnya dan membatalkan rencana pembelian saham PT Datakom di SCTV.[37] Saham PT Bhakti dalam PT Cipta Aneka Selaras, kemudian beralih kepada PT Abhimata. Beberapa rumor penjualan/beralihnya kepemilikan SCTV lainnya yang sempat tercatat (namun tidak terealisasi), seperti pembelian 52,5% sahamnya oleh PT Timsco milik Timmy Habibie sebesar 52,5% di bulan November 1998;[38] masuknya modal dari Arab Radio & Television (ART) di tahun 2000;[52] penjualan ke Bakrie Group pada 2005; maupun isu pembelian oleh televisi internasional STAR TV pada 2005-2006 dan September 2010.[42][53][54] Seperti telah disebutkan, sejak 2005 saham induk SCTV, PT Surya Citra Media berada di bawah Elang Mahkota Teknologi (Emtek) via PT Abhimata Mediatama. Pada 2008, dilakukan restrukturisasi sehingga SCM kini di bawah langsung kendali Emtek. Tindakan ini dilakukan dengan menjual saham PT Abhimata Mediatama di SCM kepada Emtek.[55] IdentitasLogoLogo SCTV awalnya terdiri dari setengah sabit warna biru dan setengah lingkaran warna merah di atas serta persegi panjang berwarna abu-abu di bawah. Di tengah-tengah kedua bentuk tersebut, ada tulisan SCTV dengan jenis huruf Helvetica Black. Logo ini digunakan dari 24 Agustus 1990 hingga 29 Januari 2005. Pertama kali dimunculkan pada siaran pertama SCTV, logo tersebut merupakan hasil sayembara ke publik. Dari 100 kandidat, kemudian terpilih 1 logo yang dirasa mampu merepresentasikan SCTV.[18] Sabit berwarna biru melambangkan langit dan setengah lingkaran merah melambangkan matahari, yang bermakna agar SCTV dapat memberikan pencerahan kepada pemirsa melalui tayangannya. Sabit tersebut membesar dari kanan ke kiri, yang merupakan simbol dari siaran SCTV yang menyebar ke berbagai tempat dan menasional.[35][56] Tercatat sempat terjadi beberapa perubahan minor pada logo ini, seperti pada 1997, di station identification-nya digunakan logo yang menggunakan warna-warna lebih cerah (seperti matahari yang berubah dari merah menjadi kuning keemasan) sebagai cerminan semangat dan harapan;[32] serta pada tahun 2003 dengan menghapuskan bayangan yang ada (sehingga warnanya solid) dengan tujuan agar lebih mudah diaplikasikan di layar televisi atau media promosi lainnya.[35] Pada tanggal 29 Januari 2005, dalam rangka penyegaran identitas, pada acara berjudul Satu Untuk Semua,[57] SCTV mengubah logo barunya menjadi tulisan SCTV warna biru dengan jenis huruf Myriad Pro Black yang dimodifikasi dan lingkaran besar gradien warna jingga dan kuning yang melambangkan simbol surya atau sinar matahari di pojok kiri atas pada tulisan. Lambang matahari yang berubah dari setengah lingkaran menjadi lingkaran penuh berwarna jingga melambangkan kedewasaan dan kematangan, simbol dari wajah penerang yang melingkupi dan memberikan kehidupan demi menjaga harapan bangsa tetap hidup maupun masa depan yang lebih baik dan bersinar,[21] sedangkan warna biru pada tulisan "SCTV" melambangkan wawasan ke depan. Bulatan matahari yang ada di atas tulisan "SCTV" biru dapat dibaca seperti posisi matahari yang ada di langit biru, yang membuat suasana cerah, cemerlang, berwawasan, variatif, inovatif dan menghibur dalam programnya serta segmentasi milenial. Tulisan "SCTV" juga dibuat bergaya dinamis-modern (sebagai tanda selalu berkembang mengikuti waktu) dan bersambung (tanda ikatan kuat di internal perusahaan atau antara SCTV dan pemirsanya). Logo tersebut diluncurkan setelah dirancang selama empat bulan.[58][59] Selain logo baru, pada waktu yang sama, juga diluncurkan station ID dan slogan baru, yaitu "Satu Untuk Semua".[35] Baik logo baru dan station ID baru SCTV didesain oleh agensi penjenamaan Playgroup Asia yang baru didirikan beberapa bulan sebelumnya, dan berkantor di Jakarta.[60] Station ID baru SCTV tahun 2005 ini, diproduksi oleh Irfan Wahid yang sebelumnya memproduksi station ID untuk RCTI pada tahun 1994. Slogan
Slogan spesial HUT
AcaraPada awal bersiaran, program SCTV tidak jauh berbeda dengan program RCTI sebagai hasil kerjasama mereka, namun jam penayangan acara-acaranya tidak sama. Setelah berpisah, SCTV kemudian memfokuskan siarannya pada acara-acara impor, terutama telenovela dan serial Mandarin.[61] Berbagai sinetron juga mulai diperkenalkan, walaupun kurang populer dan lebih menargetkan pasar perempuan. Setelah perubahan pada 1997, program sinetron ini kemudian mulai dijadikan acara utama, dengan nama "Sinetron Prima". Berbagai acara ini, seperti Deru Debu, Kisah Cinta Ratu Pantai Selatan,[62] Tersayang, Wah Cantiknya, Si Cecep, dan Dewi Fortuna cukup dikenal oleh penonton.[63] Selain acara diatas, SCTV juga memiliki acara berita di bawah bendera Liputan 6. Acara-acara ini kemudian sejak 2003-2004, diubah menjadi bertema "Gala", seperti Gala Mandarin, Gala Bollywood, Gala Hollywood, Gala Sinema, Gala Keluarga dan Gala Sinetron, dengan Gala Sinetron adalah yang utama. Walaupun saat ini nama Gala sudah tidak dipakai, namun acara sinetron maupun film televisi (FTV) tetap menjadi acara utama jaringan televisi ini. OlahragaSCTV memiliki nama program olahraga di bawah jenama SCTV Sports yang menjadi rumah sepakbola Eropa dan olahraga dunia. Pada 22 Desember 2011, SCTV berhasil memenangkan bidding hak siar UEFA Champions League, UEFA Europa League, dan UEFA Super Cup untuk musim 2012/13 hingga musim 2014/15. SCTV mengucapkan terima kasih kepada RCTI dan Indovision atas penayangan hak siar UCL dan UEL selama 10 tahun berturut-turut. dan SCTV kembali menyiarkan UCL dan UEL untuk musim 2016/17 hingga musim 2017/18 setelah mendapatkan lisensi dari beIN Sports dan sebelumnya RCTI hanya menyiarkan UCL dan UEL selama semusim 2015/16. Pada bulan Agustus 2019, SCTV kembali lagi menjadi pemegang hak siar UEFA Champions League, UEFA Europa League, dan UEFA Super Cup untuk kali ketiga mulai musim 2019-20 setelah Futbal Momentum Asia (FMA), selaku pemilik saham dari Total Sports Blast (TSB) gagal membayar hak siar ketiga kompetisi tersebut untuk dua musim selanjutnya, yaitu 2019-20 dan 2023-24. Sehingga, rivalnya RCTI juga tidak bisa melanjutkan penayangannya dan hanya menyiarkan musim 2018-19 di RCTI.[64] SCTV sendiri akan menyiarkan siaran langsung pertandingan UEFA Champions League, mulai dari babak play-off (satu babak sebelum penyisihan grup) hingga babak final, berbeda dengan RCTI yang biasanya memulai tayangannya dengan babak penyisihan grup (tidak termasuk play-off) hingga final.[65][66] Siaran langsung UEFA Champions League, UEFA Europa League, UEFA Europa Conference League dan UEFA Super Cup juga disiarkan langsung oleh Champions TV yang merupakan saluran olahraga di bawah naungan Indonesia Entertainment Group. Pertandingan UEFA Champions League, UEFA Europa League, UEFA Europa Conference League (hanya babak final) dan UEFA Super Cup disiarkan sepenuhnya oleh SCTV. Pada bulan April 2013, SCTV resmi menjadi pemegang hak siar Liga Utama Inggris musim 2013–2014 sampai 2015–2016 bersama Indosiar dan TV berlangganan Nexmedia. SCTV dan Indosiar akan menyiarkan 76 pertandingan Barclays Premier League atau 2 pertandingan per minggunya. SCTV diplot menyiarkan BPL Setiap Minggu pukul 22.30 WIB Sedangkan Indosiar hanya menyiarkan pertandingan BPL Setiap Sabtu pukul 21.30 WIB, Untuk seluruh pertandingan BPL, Capital One Cup dan FA Cup bisa dinikmati di Nexmedia. Tidak hanya Liga Utama Inggris, SCTV juga menyiarkan siaran langsung pertandingan Semifinal The FA Cup dan Piala EFL (sebelumnya Football League Cup) selama tiga musim yaitu 2013-14 hingga dan 2015-16 ditambah pertandingan FA Community Shield 2013, 2014, dan 2015 untuk melengkapi paket hak siar kompetisi/turnamen sepak bola Inggris juga dengan kerjasama beIN Sports.[67] dan SCTV kembali menyiarkan Premier League hanya musim 2021-22 saja setelah mendapatkan lisensi dari Mola dan sebelumnya TVRI Nasional dan TVRI Sport HD hanya menyiarkan Premier League musim 2019-20 silam dan NET. menyiarkan Premier League musim 2020-21. Dan pada bulan April 2022, Emtek Group kembali lagi menjadi pemegang hak siar Premier League selama 3 musim ke depan yakni 2022-23 hingga 2024-25 bersama SCTV, Moji, Nex Parabola, Vidio dan Champions TV. Bisa dibilang, ini yang keempat kalinya SCTV menyiarkan pesta sepakbola bergengsi Eropa di Inggris terbesar di dunia tersebut sebagai saluran televisi dengan induk media SCM dan Emtek Group. Pada bulan Juni 2015, SCTV mendapatkan hak siar Pesta Olahraga Asia Tenggara atau Sea Games untuk edisi 2 tahun yakni 2015 di Singapura dan 2017 di Malaysia bersama Indosiar, O Channel, MNCTV dan TVRI, Pada bulan Agustus 2016, SCTV resmi menjadi pemegang hak siar La Liga selama tiga musim, yaitu 2016–17 sampai musim 2018–19 juga dengan kerjasama beIN Sports. Lalu, di bulan Desember 2019, SCTV telah mendapatkan hak siar turnamen sepak bola Piala Dunia Antarklub FIFA (2019 dan 2020). Pada musim 2019 hanya menayangkan pertandingan final.[68] Pada bulan Mei 2021, SCTV resmi jadi partner Mola TV akan menyiarkan siaran langsung sisa pertandingan babak Kualifikasi Piala Dunia 2022 (AFC) hanya zona Asia Tim nasional sepak bola U-23 Indonesia berkat kerjasama dengan pemilik lisensi dari Mola TV mulai Juni 2021 mendatang, menggantikan TVRI Nasional dan TVRI Sport HD pada tahun 2019 silam.[69] Pada bulan Maret 2022, Emtek Group melalui SCTV mengumumkan bahwa resmi menjadi pemegang hak siar FIFA World Cup Qatar 2022 di Qatar bersama Indosiar, Moji, Mentari TV, Vidio, Nex Parabola, dan Champions TV. Bisa dibilang, ini yang kedua kalinya SCTV menyiarkan pesta bola terbesar di dunia tersebut sebagai saluran televisi dengan induk media sendiri, setelah terakhir pada tahun 2006 di Jerman. Pada bulan September 2024, SCTV kembali menyiarkan Premier League, UEFA Champions League dan UEFA Europa League untuk musim 2024/25 hingga musim 2026/27 setelah mendapatkan hak siar dan lisensi dari beIN Sports.[butuh rujukan] PenyiarJaringan siaranMenurut data Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemenkominfo), SCTV saat ini disiarkan melalui 30 stasiun televisi (tidak termasuk stasiun relai) yang dimiliki oleh 17 perusahaan (termasuk stasiun dan perusahaan induknya).[70] Hingga tahun 2020, SCTV didukung oleh 47 stasiun pemancar.[71] Sebagian besar stasiun tersebut dimiliki oleh SCTV, kecuali beberapa stasiun pemancar yang dioperasikan bersama dengan RCTI karena alasan historis. SCTV menjangkau 31 dari 38 provinsi di Indonesia. Berikut ini adalah transmisi SCTV dan stasiun afiliasinya (sejak berlakunya UU Penyiaran, stasiun TV harus membangun stasiun TV afiliasi di daerah-daerah/bersiaran secara berjaringan dengan stasiun lokal). Data dikutip dari data IPP Kemenkominfo[70] dan laporan keuangan SCM.[72][73] Keterangan: stasiun yang dicetak miring berarti masih berupa stasiun relai dan belum memiliki siaran lokalnya sendiri.
Saat Timor Timur masih menjadi bagian Indonesia, SCTV tercatat sempat mengudara di kota Dili menggunakan kanal 11 VHF hingga 1999.[77][78][79] Beberapa kota lain di Indonesia juga sempat menerima siaran SCTV dalam kanal VHF sebelum berpindah ke UHF, seperti Mataram, Banjarmasin, Balikpapan dan Ambon.[80] Daftar komplek pemancarBerikut ini adalah daftar alamat komplek pemancar stasiun transmisi dan relay televisi yang berada di kantor pusat SCTV.
ManajemenDaftar direktur utama
Direksi saat iniStruktur dewan direksi SCTV saat ini adalah sebagai berikut:
Komisaris saat iniStruktur dewan komisaris SCTV saat ini adalah sebagai berikut:
Lihat pulaCatatan
Referensi
Pranala luar
|