Kata Ngawi merupakan turunan kata dalam bahasa Jawa Kuno yaitu awi yang berarti bambu. Kata awi kemudian memperoleh imbuhan Ng yang menandakan bahwa di daerah ini terdapat banyak pohon bambu.[3] Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu.[4]
Wilayah Ngawi telah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit pada tanggal 7 Juli 1358 M ketika Hayam Wuruk memerintah. Informasi ini disebutkan dalam Prasasti Canggu yang berangka tahun 1280 dalam kalender Saka. Status Ngawi pada masa ini adalah daerah otonom yang berbentuk desa dengan tugas utama mengelola penyeberangan di sungai.[5]
Hari Jadi
Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh, tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April 1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh DPRD Kabupaten Dati II Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui kesulitan-kesulitan terutama narasumber atau para tokoh-tokoh masayarakat, namun mereka tetap melakukan penelitian lewat sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno.[butuh rujukan]
Di dalam kegiatan penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai dengan hasil sebagai berikut:[butuh rujukan]
Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Ngawi dengan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, yaitu berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas diralat dengan alasan bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai Hari Jadi Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.
Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983, dibentuk Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi yang diktuai oleh Drs. Bapak Moestofa.
Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan simposium membahas Hari Jadi Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto
K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan hasil simposium tersebut menetapkan:[butuh rujukan]
Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo tentang Piagam Sultan Hamengku Buwono tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan menetapkan bahwa pada tanggal 10 November 1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai daerah Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari perjalanan Sejarah Ngawi pada zaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono.
Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo tentang Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Selanjutmya menetapkan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah penambangan) dan daerah swatantra. Peristiwa tersebut merupakan Hari Jadi Ngawi sepanjang belum diketahui data baru yang lebih tua.
Melalui Surat Keputusan nomor: 188.70/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui tentang penetapan Hari Jadi Ngawi yaitu pada tanggal 7 Juli 1358 M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut serta menerima masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi sebagai penyempurnaan di kemudian hari.[4]
Wilayah administratif
Ngawi merupakan salah satu wilayah kabupaten di bagian barat Jawa Timur. Wilayah Ngawi berbatasan langsung dengan Jawa Tengah. Ngawi memiliki wilayah seluas 1.298,58 km2. Posisi Kabupaten Ngawi Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada titik koordinat 110°11’–111°40’ Bujur Timur dan 7°21’–7°31’ Lintang Selatan.[6]
Pada awal pembentukannya, Ngawi terbagi menjadi 17 kecamatan yang terbagi menjadi 213 desa dan 4 kelurahan. Lalu pada tahun 2004, jumlah kecamatan di Kabupaten Ngawi bertambah menjadi 19 kecamatan.[7] Dua kecamatan baru ialah Kecamatan Kasreman adalah pemekaran dari Kecamatan Padas, sedangkan Kecamatan Gerih adalah pemekaran dari Kecamatan Geneng.[butuh rujukan]
Batas wilayah
Ngawi berbatasan langsung dengan beberapa wilayah, yaitu:
Wilayah Ngawi terbagi menjadi dataran tinggi dan dataran rendah. Wilayah dataran tinggi berada di kaki Gunung Lawu yang meliputi empat kecamatan yaitu Kecamatan Sine, Kecamatan Ngrambe, Kecamatan Jogorogo dan Kecamatan Kendal. Bagian lain yang termasuk dataran tinggi ialah kompleks Pegunungan Lawu di barat daya Kabupaten Ngawi. Sementara di bagian utara Kabupaten Ngawi merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng yang terdiri dari perbukitan.[8] Sekitar 40 persen atau sekitar 558,4 km2 berupa lahan sawah.[butuh rujukan]
Iklim
Iklim di Ngawi adalah iklim tropis. Suhu udara di wilayah Ngawi bervariasi sebagai akibat dari tingkat elevasi tanah, tetapi secara umum suhu udara di wilayah Ngawi berkisar antara 20°–34 °C dengan tingkat kelembapan nisbi berkisar antara 68–85%.
Wilayah Ngawi beriklim muson tropis (Am) berdasarkan klasifikasi iklim Koppen. Terdapat dua musim di wilayah ini yang dipengaruhi oleh pergerakan angin muson, yaitu musim kemarau yang dipengaruhi angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin dan musim penghujan yang dipengaruhi oleh angin muson barat daya–barat laut yang bersifat basah dan lembap. Musim kemarau di wilayah Ngawi berlangsung pada periode Mei–Oktober dengan bulan terkering adalah Agustus. Sedangkan musim penghujan di wilayah ini berlangsung pada periode November–April dengan bulan terbasah adalah Januari dengan jumlah curah hujan bulanan lebih dari 280 mm per bulan. Curah hujan di wilayah Kabupaten Ngawi berkisar antara 1.500–2.000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 90–140 hari hujan per tahun.[butuh rujukan]
Ngawi terdiri dari 19 kecamatan, 4 kelurahan, dan 213 desa (dari total 666 kecamatan, 777 kelurahan, dan 7.724 desa di Jawa Timur). Ibu kotanya adalah Kecamatan Ngawi. Pada tahun 2022, jumlah penduduknya mencapai 897.478 jiwa dengan luas wilayah 1.395,80 km² dan kepadatan penduduknya 643 jiwa/km².[14][15][16]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Ngawi, adalah sebagai berikut:
Terdapat Angkutan Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) untuk tujuan kota-kota di seluruh Jawa. Namun, angkutan umum yang menghubungkan wilayah barat daya, seperti Ngrambe dengan ibu kota kabupaten hanya tersedia hingga siang hari. Sementara itu, layanan angkutan umum menuju Sine sudah tidak tersedia lagi.
Komoditas
Padi
40 persen dari total luas wilayah Ngawi berupa sawah[18], hal ini menjadikan kabupaten ini sebagai penghasil gabah tertinggi di Indonesia sejak 2021, hingga menjadikannya salah satu lumbung pangan nasional.[19][20] Selain itu, mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur tahun 2023, Ngawi menjadi penghasil beras tertinggi kedua di Jawa Timur setelah Lamongan.[18]
Kuliner khas Ngawi cenderung memiliki kesamaan dengan daerah lain yang termasuk dalam bekas wilayah Karesidenan Madiun dan Mataraman.
Makanan
Tahu Tepo, juga dikenal sebagai Tepo Kecap, merupakan masakan yang berbahan dasar lontong, tahu, telur, tauge, kubis, dan seledri. Kemudian diberi kuah bumbu kecap yang terdiri dari kecap manis, kacang tanah, cabai rawit, bawang putih dan garam.[22]
Cemue atau Cemoe, merupakan minuman panas berbahan potongan roti tawar, kacang tanah, santan, sari jahe dan ditambahkan bawang goreng sebagai pugasan. Minuman ini biasa dijual saat malam hari ataupun pada musim hujan.[24]
1 Masuk ke dalam Daftar Benda Cagar Budaya yang Dilindungi Pemerintah Kabupaten Ngawi, 2 Dicoret dari daftar karena usia pembangunan kurang dari 50 tahun