Keresidenan Madiun
Keresidenan Madiun (bahasa Belanda: Residentie Madioen), setelahnya juga dikenal sebagai Madiun Raya, adalah bekas keresidenan di Jawa yang berdiri pada tahun 1830 hingga 1942. Wilayah eks-Keresidenan Madiun mencakup Madiun, Kota Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, dan Ponorogo. Keresidenan Madiun berdiri pada tahun 1830 setelah Madiun ditaklukkan oleh Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825–1830). Wilayah Keresidenan Madiun (1832–1867) pada awalnya hanya mencakup Madiun, Magetan, Ngawi, dan Ponorogo. Wilayah Pacitan kembali digabungkan ke dalam wilayah Keresidenan Madiun pada tahun 1867.[1] Pada tahun 1928, keresidenan ini dimasukkan ke dalam Provinsi Jawa Timur (bahasa Belanda: Oost Java).[2] SejarahPemerintah Hindia Belanda mulai menguasai wilayah Madiun pada awal abad ke-19, pada saat terjadinya Perang Diponegoro.[3] Pada saat itu, wilayah Madiun merupakan bagian dari wilayah Mancanegara Timur dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat yang terbagi menjadi 20 wilayah. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mendapatkan 9 wilayah dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat mendapatkan 11 wilayah berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755.
Perang Diponegoro dianggap sebagai sikap perlawanan masyarakat pribumi atas pemerintahan Hindia Belanda yang lebih maju dan terorganisasi. Jalur Madiun dan Ponorogo dianggap cukup strategis yang dilalui oleh pejuang pendukung Pangeran Diponegoro dari wilayah tersebut.[4] Sebagai bentuk reaksi, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang terletak di Ngawi yang kini dikenal sebagai Benteng Van den Bosch. Perang tersebut berakhir pada tahun 1830 setelah Pangeran Diponegoro ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian diasingkan ke Manado.[5] Kekalahan Pangeran Diponegoro ini menyebabkan wilayah Mataram beserta Mancanegara jatuh ke tangan Belanda, termasuk Madiun. Penggabungan wilayah Mancanegara Timur ke wilayah Hindia Belanda ditandai dengan penggabungan beberapa wilayah melalui Resolusi Gubernur Jenderal tanggal 31 Agustus 1830.[6] Letak wilayahKaresidenan Madiun pada umumnya dikelilingi oleh bentang alam. Di sebelah barat terdapat Gunung Lawu yang memanjang sampai Pegunungan Sewu dan berbatasan langsung dengan Keresidenan Surakarta, di sebelah utara terdapat Pegunungan Kendeng yang berbatasan dengan Keresidenan Rembang dan Keresidenan Semarang, dan di sebelah timur terdapat dataran tinggi dan Pegunungan Wilis yang berbatasan dengan Keresidenan Kediri. Luas wilayah Keresidenan Madiun mencapai 6.078,4 km2 setelah dilakukan restrukturisasi pada tahun 1905 melalui Staatsblad van Nederlandsch-Indië nomor 605. Wilayah Keresidenan Madiun melingkupi Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan. Jumlah pendudukBerikut adalah jumlah penduduk Keresidenan Madiun mulai tahun 1867 hingga 1930.[7]
ResidenBerikut adalah daftar residen yang pernah memerintah Madiun.
Galeri
Referensi
|