Keresidenan Madiun

Keresidenan Madiun
Residentie Madioen
Bekas keresidenan Hindia Belanda
1830–1942

Peta Keresidenan Madiun pada tahun 1923
Ibu kotaMadiun
Sejarah
Pemerintahan
Residen 
• 1830–1838 (pertama)
Lodewijk Launy
• 1938–1942 (terakhir)
Hendrik Jan Kuneman
Era sejarahHindia Belanda
1830
• Penggabungan Pacitan
1867
1942
Didahului oleh
Digantikan oleh
ksnKesunanan
Surakarta
kslKesultanan
Yogyakarta
Pendudukan Jepang atas Hindia Belanda
Sekarang bagian dariJawa Timur, Indonesia meliputi:
Pelat kendaraanAE

Keresidenan Madiun (bahasa Belanda: Residentie Madioen), setelahnya juga dikenal sebagai Madiun Raya, adalah bekas keresidenan di Jawa yang berdiri pada tahun 1830 hingga 1942. Wilayah eks-Keresidenan Madiun mencakup Madiun, Kota Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, dan Ponorogo.

Keresidenan Madiun berdiri pada tahun 1830 setelah Madiun ditaklukkan oleh Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825–1830). Wilayah Keresidenan Madiun (1832–1867) pada awalnya hanya mencakup Madiun, Magetan, Ngawi, dan Ponorogo. Wilayah Pacitan kembali digabungkan ke dalam wilayah Keresidenan Madiun pada tahun 1867.[1] Pada tahun 1928, keresidenan ini dimasukkan ke dalam Provinsi Jawa Timur (bahasa Belanda: Oost Java).[2]

Sejarah

Pemerintah Hindia Belanda mulai menguasai wilayah Madiun pada awal abad ke-19, pada saat terjadinya Perang Diponegoro.[3] Pada saat itu, wilayah Madiun merupakan bagian dari wilayah Mancanegara Timur dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat yang terbagi menjadi 20 wilayah. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat mendapatkan 9 wilayah dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat mendapatkan 11 wilayah berdasarkan kesepakatan dalam Perjanjian Giyanti tahun 1755.

Pembagian wilayah mancanegara Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat di wilayah Madiun
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Kesunanan Surakarta Hadiningrat
Madiun Caruban
Magetan Ponorogo
Maospati Pulerejo
Gorang-Gareng Somoroto
Ngawi Pedanten
Jogorogo Polangan
Tanggul Pacitan
Purwodadi Panggul
Nguneng Lorok
Arjowinangun
Tandingan

Perang Diponegoro dianggap sebagai sikap perlawanan masyarakat pribumi atas pemerintahan Hindia Belanda yang lebih maju dan terorganisasi. Jalur Madiun dan Ponorogo dianggap cukup strategis yang dilalui oleh pejuang pendukung Pangeran Diponegoro dari wilayah tersebut.[4] Sebagai bentuk reaksi, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng yang terletak di Ngawi yang kini dikenal sebagai Benteng Van den Bosch.

Perang tersebut berakhir pada tahun 1830 setelah Pangeran Diponegoro ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda dan kemudian diasingkan ke Manado.[5] Kekalahan Pangeran Diponegoro ini menyebabkan wilayah Mataram beserta Mancanegara jatuh ke tangan Belanda, termasuk Madiun. Penggabungan wilayah Mancanegara Timur ke wilayah Hindia Belanda ditandai dengan penggabungan beberapa wilayah melalui Resolusi Gubernur Jenderal tanggal 31 Agustus 1830.[6]

Letak wilayah

Karesidenan Madiun pada umumnya dikelilingi oleh bentang alam. Di sebelah barat terdapat Gunung Lawu yang memanjang sampai Pegunungan Sewu dan berbatasan langsung dengan Keresidenan Surakarta, di sebelah utara terdapat Pegunungan Kendeng yang berbatasan dengan Keresidenan Rembang dan Keresidenan Semarang, dan di sebelah timur terdapat dataran tinggi dan Pegunungan Wilis yang berbatasan dengan Keresidenan Kediri.

Luas wilayah Keresidenan Madiun mencapai 6.078,4 km2 setelah dilakukan restrukturisasi pada tahun 1905 melalui Staatsblad van Nederlandsch-Indië nomor 605. Wilayah Keresidenan Madiun melingkupi Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan Pacitan.

Jumlah penduduk

Berikut adalah jumlah penduduk Keresidenan Madiun mulai tahun 1867 hingga 1930.[7]

Tahun Eropa Tionghoa Pribumi Jumlah
1867 376 2.311 664.366 667.264
1877 564 3.158 970.455 974.190
1888 878 3.833 1.059.374 1.064.140
1895 1.193 4.311 1.105.909 1.111.490
1905 1.830 4.769 1.349.472 1.349.472
1930 3,3 ribu 9 ribu ? 1,9 juta

Residen

Berikut adalah daftar residen yang pernah memerintah Madiun.

Residen Madiun Mulai Selesai
Lodewijk Launy (Launij) 1830 1838
Emanuel Francis 1838 1843
Jacob Dirk van Herweden 1843 1847
Christiaan Lodewijk Hartmann 1848 1852
Albert Hendrik Willem, baron de Kock 1852 1854
A. Rutering 1854 1858
Charles Wiggers 1858 1861
Dirk Cornelis Noordziek 1861 14 November 1864
Franciscus Gerard van Bloemen Waanders 14 November 1864 4 April 1866
JKH. Phitzinger 4 April 1866 30 Oktober 1875
Willem Herman van der Hell 30 Oktober 1875 23 Desember 1877
Albert Gustaaf George Peltzer 23 Desember 1877 5 Desember 1880
Anne Mari Oudemans 5 Desember 1880 3 April 1886
Jan Mullemeister 3 April 1886 25 Mei 1889
Hendrik Herman Donker Curtius 25 Mei 1889 1 November 1890
Johannes Diederik Harders 1 November 1890 15 Agustus 1891
Johan George Otto Stuart von Schmidt auf Altenstadt, Jr. 15 Agustus 1891 5 November 1892
Bernard Hendrik Huibert Ravenswaay 5 November 1892 10 Desember 1895
Hendrik Willem van Ravenswaay 10 Desember 1895 20 Juli 1896
Johan Jacob Donner 20 Juli 1896 4 April 1903
Willem Frederik Lamoraal Boissevain 4 April 1903 28 November 1907
Johan Hofland 28 November 1907 2 Januari 1914
JAE. van Deventer 2 Januari 1914 14 Desember 1917
Herman Nicolaas Bennebroek Evertsz 14 Desember 1917 10 April 1920
August Johan Herman Eijken 10 April 1920 29 Januari 1921
Johannes Hendrikus Rering 29 Januari 1921 9 Mei 1924
Henri George Charles Louis de la Parra 9 Mei 1924 14 Januari 1926
Hendrik Cornelis van den Bos 9 Februari 1926 1 November 1931
Victor de Leeuw 1 November 1931 31 Desember 1932
Josef Ferdinand Verhoog 31 Desember 1932 27 Agustus 1934
Lucien Adam 27 Agustus 1934 28 Desember 1938
Hendrik Jan Kuneman 28 Desember 1938 sebelum pendudukan Jepang
Ryuiti Takemasa 25 Agustus 1942


Galeri

Referensi

  1. ^ Mahamid, Muhammad Nginwanun Likulil,. 2022. Karesidenan Madiun 1896-1942 : Kiprah Penguasa Belanda dalam Modernisasi Administrasi hingga Perubahan Sosial-Politik. KBM Indonesia
  2. ^ Staatsblad van Nederlandsch-Indië 1928 No. 236 Bestuurshervorming. Rechtswezen. Landgerechten. Midden Java, Oost Java, Soerakarta, Jogjakarta. (dalam bahasa Belanda)
  3. ^ Sejarah Kabupaten Madiun. Madiun: Pemerintah Kabupaten Madiun. 1980. hlm. 180–182. 
  4. ^ Kurnianto, Rido. Perang Jawa dalam Perspektif Ponorogo. hlm. 2. 
  5. ^ Adi, A. Kresna (2015). Diponegoro: Ksatria Perang Jawa. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo. hlm. 123 & 126. 
  6. ^ Suwignyo, Agus; Baha'uddin. Politik Pemerintahan dan Kebijakan atas Ruang dalam Penetapan Ibu Kota Baru Kabupaten Madiun: Menemukan Posisi Caruban 1830-2017. hlm. 85–86. 
  7. ^ Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indië 1870-1930 (dalam bahasa Belanda). Landsdrukkerij-Batavia. 1870–1930.