Agama Buddha merupakan salah satu agama utama di Republik Tiongkok.Orang Republik Tiongkok sebagian besar mempraktikkan prinsip-prinsip Buddhisme Mahayana, Konghucu, praktik-praktik lokal, dan tradisi Taoisme.[1] Peran dari para ahli keagamaan dari tradisi Buddhis dan Tao hadir pada acara-acara khusus seperti untuk persalinan dan pemakaman. Dari hal-hal ini, jumlah yang lebih kecil secara lebih spesifik mengidentifikasikan dengan ajaran dan institusi Buddhis Tionghoa, tanpa harus menghindari praktik dari tradisi-tradisi Asia lainnya. Sekitar 35% penduduk Republik Tiongkok percaya pada Buddhisme.[2]
Statistik pemerintah Republik Tiongkok membedakan Buddhisme dari Taoisme, memberikan angka yang hampir sama untuk keduanya. Pada tahun 2005, sensus mencatat 8 juta umat Buddha dan 7,6 juta umat Taoisme, dari total populasi 23 juta.[3] Banyak orang Republik Tiongkok yang menyatakan diri sebagai "Taois" sebenarnya menjalankan praktik-praktik yang lebih sinkretis yang terkait dengan agama tradisional Tionghoa yang berdasarkan Buddhisme. Orang Republik Tiongkok yang mengaku sendiri sebagai Buddhis mungkin juga penganut kepercayaan-kepercayaan yang lebih terlokalisasi seperti Yiguandao, yang juga memusatkan perhatian pada figur Buddhis seperti Guanyin atau Maitreya dan mendukung vegetarianisme.
Ciri khas Buddhisme Republik Tiongkok adalah penekanan pada praktik vegetarianisme, pengaruh Buddhisme Humanistik, dan menonjolnya organisasi-organisasi Buddhis terpusat yang besar. Empat guru Buddhis yang mendirikan institusi yang sangat penting, populer disebut sebagai "Empat Maharaja Langit Buddhisme Republik Tiongkok",[4] satu untuk setiap arah utama, dengan institusi-institusi yang berhubungan dengan mereka disebut sebagai "Empat Gunung Besar". Mereka adalah:
Beberapa tokoh ini telah dipengaruhi oleh Buddhisme Humanistik (人間佛教) dari Master Yin Shun (印順), suatu pendekatan teologis yang timbul untuk membedakan Buddhisme Republik Tiongkok. Bahkan, Yin Shun merupakan guru pembimbing langsung dari Master Cheng Yen,[5] dan juga berpengaruh signifikan terhadap para master lainnya. Para master terkemuka ini memiliki organisasi berpengaruh dengan cabang-cabang di seluruh dunia. Dalam kebalikan hubungan historis yang lebih tua, para tokoh Buddhis Republik Tiongkok ini telah memainkan peran penting dalam kebangkitan agama Buddha di Tiongkok daratan.
Gagasan mengenai "Buddhisme Humanistik" mendorong hubungan yang lebih langsung antara komunitas-komunitas Buddhis dengan masyarakat luas. Juga dikenal sebagai "Buddhisme yang Terlibat secara Sosial", fokusnya pada kemajuan masyarakat melalui partisipasi dalam aspek-aspek seperti pelestarian lingkungan. Seperti disebutkan sebelumnya, sebagian besar institusi Buddhis arus utama menekankan pendekatan ini.[6][7]
Chandler, Stuart. Establishing a Pure Land on Earth: The Foguang Buddhist Perspective on Modernization and Globalization. University of Hawaii Press, 2004.
Laliberte, Andre. "The Politics of Buddhist Organizations in Taiwan: 1989-2003" RoutledgeCurzon, 2004.
Madsen, Richard. Democracy's Dharma: Religious Renaissance and Political Development in Taiwan. University of California Press, 2007.
David Schak and Hsin-Huang Michael Hsiao, « Taiwan’s Socially Engaged Buddhist Groups », China perspectives [Online], 59 | May - June 2005, Online since 1 June 2008, connection on 2 September 2012. URL: http://chinaperspectives.revues.org/2803