Dalam tradisi buddhis, Maya meninggal segera setelah kelahiran Siddhattha Gotama, secara umum dikatakan tujuh hari setelahnya, dan hidup kembali di loka surga, sebuah pola yang dikatakan serupa dalam kisah kelahiran semua Buddha lampau.[3] Oleh karena itu, Maya tidak membesarkan putranya yang justru diasuh oleh suadara perempuannya, Mahapajapati Gotami.[3] Namun, Maya kadang-kadang turun dari loka surga untuk memberikan nasihat kepada putranya.[3]
Māyā (माया) berarti "pencipta yang terampil" dalam bahasa Sanskerta.[4] Māyā juga disebut Mahāmāyā (महामाया, "Māyā yang Agung") dan Māyādevī (मायादेवी, "Ratu Māyā"). Dalam bahasa Tionghoa, dia dikenal sebagai Móyé-fūrén (摩耶夫人, "Nyonya Māyā"); dalam bahasa Tibet, dia dikenal sebagai Gyutrulma; dan dalam bahasa Jepang, dia dikenal sebagai Maya-bunin (摩耶夫人code: ja is deprecated ). Selain itu, dalam bahasa Sinhala, dia dikenal sebagai මහාමායා දේවී (Mahāmāyā Dēvi).
Māyā menikahi Raja Śuddhodana (Pāli: Suddhodana), pemimpin suku Sakya dari Kapilavastu.
Kelahiran Pangeran Siddhartha
Ratu Maya dan Raja Suddhodana tidak memiliki anak dalam dua puluh tahun pernikahan mereka. Menurut legenda, pada saat malam bulan purnama, ratu yang sedang tidur di istana bermimpi aneh. Dia merasakan dirinya dibawa oleh empat dewa ke Danau Anotatta di Himalaya. Setelah membersihkan dirinya di sana, para dewa memberikannya pakaian surgawi, menghiasinya dengan wewangian dan bunga-bunga surgawi. Sesaat kemudian seekor gajah putih muncul sambil memegang sekuntum bunga teratai pada belalainya dan mengitarinya tiga kali, masuk ke dalam perutnya melalui sisi kanan. Ratu terbangun dari mimpi ajaibnya dan menyadari pentingnya mimpi tersebut karena gajah dianggap sebagai simbol kemuliaan di Nepal. Ratu pun menceritakan mimpi itu kepada raja.
Maya melahirkan Siddhartha sekitar tahun 563 SM. Masa kehamilannya sampai 10 bulan. Mengikuti tradisi, Ratu kembali pulang ke kampung halamannya untuk melahirkan. Dalam perjalanan, dia berjalan di bawah pohon Sala (Shorea robusta), di taman Lumbini yang indah (sekarang di Nepal). Maya kemudian melahirkan pangeran dalam posisi berdiri sambil memegang pohon Sala. Menurut legenda, bayi itu lahir dari sisi sebelah kanan perut ratu Maya. Para dewa kemudian muncul di angkasa dan menurunkan hujan untuk membasuh bayi yang baru lahir tersebut. Bayi laki-laki itu kemudian diberi nama Siddhartha, yang berarti "Dia yang telah mencapai cita-citanya".
Ratu Maya meninggal tujuh hari setelah melahirkan Pangeran Siddhartha. Menurut legenda, dia kemudian terlahir kembali di alam surga Tavatimsa, tempat Buddha Gautama kemudian berkunjung dan mengajarkan Abhidharma kepada ibunya itu. Adik perempuannya, Prajāpatī (Pāli: Pajāpatī atau Mahāpajāpatī Gotamī), kemudian menjadi ibu tiri Pangeran Siddhartha.
Setelah Pangeran Siddhartha mencapai kesempurnaan dan menjadi Buddha, dia datang mengunjungi ibunya di alam surga Tavatimsa selama tiga bulan untuk memberikan penghormatan dan mengajarkan Dharma.
Cerita yang ada menunjukkan kemiripan kisah Ratu Maya dengan beberapa cerita dari agama lain. Merujuk mimpi Ratu Maya, beberapa versi riwayat hidup Buddha Gautama mengatakan bahwa Pangeran Siddhartha lahir tanpa adanya aktivitas seksual antara raja dan ratu. Kisah kelahiran Buddha ini dikenal di Barat semasa penyebaran agama Buddha dan mungkin telah memengaruhi kisah kelahiran Yesus. Saint Jerome (abad ke-4 Masehi) menyebutkan tentang kelahiran Buddha, yang dia sebut sebagai "dia yang lahir dari sisi kanan seorang wanita perawan".[5] Juga terdapat sebuah fragmen Archelaos of Carrha (278 M) yang menyebutkan kelahiran Buddha.
Beberapa kemiripan kisah kelahiran Buddha dengan Yesus adalah:
Kemiripan antara bunyi nama Bunda Maria (ibu Yesus) dalam bahasa Aramaic dengan nama Ratu Maya(Aramaic: מרים, Maryām).
Maya mengandung setelah mengalami sebuah mimpi ketika dia dikunjungi empat dewa, Maria mengandung setelah kunjungan seorang malaikat.
Keduanya melahirkan di luar rumah (dalam perjalanan).
Makhluk surgawi muncul di angkasa.
Makhluk surgawi (malaikat atau dewa) mengumumkan munculnya sang "penyelamat" di dunia ini.
Para pertapa datang untuk memberikan penghormatan kepada bayi yang baru lahir ini dan membuat ramalan masa depannya.
Juga terdapat kemiripan antara kisah kelahiran Buddha dengan dewa Hermes dari Yunani yang dilahirkan dari seorang wanita bernama hampir sama, Dewi Maia. Hermes dalam mitologi Yunani juga sering diasosiasikan dengan Planet Merkurius, sebuah planet yang dalam bahasa Sanskerta disebut Budha (dengan satu huruf D).