Buddhisme di Asia Tengah berkembang setelah raja Asoka mengirimkan utusan keagamaan ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan pada abad ke-3 Sebelum Masehi. Kawasan Asia Tengah menerima agama Buddha dengan cepat, sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Penyebaran agama Buddha di Asia Tengah dilakukan oleh para pedagang Asia Tengah yang datang ke India untuk berdagang. Selama berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah melalui dukungan para pedagang. Pada abad ke-2 Sebelum Masehi, pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tengah berada di Kota Hotan.[4]
Sejarah
Kelompok monastik Buddhis
Sejumlah mazhab-mazhab Buddhis awal secara historis lazim di seluruh Asia Tengah. Sejumlah cendekiawan mengidentifikasi tiga fase utama yang berbeda dari kegiatan misionaris yang terlihat dalam sejarah agama Buddha di Asia Tengah, yang dikaitkan dengan sekte-sekte berikut (secara kronologis):[5]
Dharmaguptaka melakukan lebih banyak upaya daripada sekte lainnya untuk menyebarkan agama Buddha di luar India, ke daerah-daerah seperti Afghanistan, Asia Tengah, dan Tiongkok, dan mereka sangat sukses dalam melaksanakannya.[6] Oleh karena itu, sebagian besar negara yang mengadopsi Buddhisme dari Tiongkok, juga mengadopsi vinaya Dharmaguptaka dan penahbisan silsilah untuk biksu dan biksuni. Menurut A.K. Warder, dalam beberapa hal di negara-negara Asia Timur, sekte Dharmaguptaka dapat dianggap telah bertahan sampai sekarang.[7] Warder lebih lanjut menulis:[8]
Adalah kelompok Dharmaguptaka yang merupakan umat Buddha pertama yang mengukuhkan dirinya di Asia Tengah. Mereka tampaknya telah melakukan suatu perjalanan mengelilingi yang luas di sepanjang rute perdagangan dari Aparānta utara-barat menuju Iran dan pada saat yang sama menuju Oddiyana (lembah Suvastu, di utara Gandhāra, yang menjadi salah satu pusat utama mereka). Setelah mengukuhkan diri mereka jauh ke barat hingga Parthia, mereka mengikuti "jalur sutra", poros timur-barat Asia, ke timur melintasi Asia Tengah dan hingga mencapai Tiongkok, tempat mereka secara efektif membangun agama Buddha pada abad kedua dan ketiga Masehi. Kelompok Mahīśāsaka dan Kāśyapīya tampaknya telah mengikuti mereka melintasi Asia hingga mencapai Tiongkok. [...] Untuk periode awal Buddhisme Tiongkok, adalah kelompok Dharmaguptaka yang merupakan mazhab utama dan paling berpengaruh, dan bahkan kemudian Vinaya mereka tetap menjadi dasar dari aturan kedisiplinan di sana.
Pada abad ke-7 M, Yijing mengelompokkan Mahīśāsaka, Dharmaguptaka, dan Kāśyapīya ketiganya sebagai subsekte dari Sarvāstivāda, dan menyatakan bahwa ketiganya tidak lazim di "lima bagian di India," tetapi terletak di beberapa bagian Oḍḍiyāna, Khotan, dan Kucha.[9]
^For information on the Sogdians, an Eastern Iranian people, and their inhabitation of Turfan as an ethnic minority community during the phases of Tang Chinese (7th-8th century) and Uyghur rule (9th-13th century), see Hansen, Valerie (2012), The Silk Road: A New History, Oxford University Press, p. 98, ISBN978-0-19-993921-3.
^Khairiah (2018). Agama Budha(PDF). Pekanbaru: Kalimedia. hlm. 23–24. ISBN978-602-6827-86-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Willemen, Charles. Dessein, Bart. Cox, Collett. Sarvastivada Buddhist Scholasticism. 1997. p. 126
Halkias, Georgios (2014). “When the Greeks Converted the Buddha: Asymmetrical Transfers of Knowledge in Indo-Greek Cultures.” [1], Leiden: Brill, 65-116.