Paritta (bahasa Pali), yang biasanya diterjemahkan sebagai "perlindungan" atau "penjagaan,"[1] merujuk kepada tradisi agama Buddha yaitu kegiatan pembacaan ayat-ayat atau kitab-kitab suci tertentu yang bertujuan untuk menangkal kesialan, keburukan, dan mara bahaya. Tradisi pembacaan dan mendengar paritta ini sudah muncul sejak awal mula perkembangan agama Buddha.[2]
Kegunaan
Dalam kesusastraan Pali, pembacaan paritta sangat disarankan oleh Sang Buddha, karena pembacaan paritta dapat memberikan perlindungan dari kesukaran dan kemalangan bagi pembaca dan pendengarnya.[3]
Diyakini pula secara luas bahwa pembacaan paritta sepanjang malam oleh para bhikkhu di kuil dapat membawa ketenangan dan kedamaian bagi suatu masyarakat. Pembacaan paritta biasa pula dilakukan ketika ada peristiwa-peristiwa baik seperti pembukaan rumah baru, peresmian kuil baru, pemberkatan bagi mereka yang mendengar paritta, dsb. Selain itu, paritta juga biasa dibacakan ketika ada peristiwa-peristiwa yang kurang menguntungkan seperti kematian seseorang, kejadian bencana, dsb. Pembacaan paritta juga dipercayai dapat menghalau dan menentramkan makhluk-makhluk jahat.[3]
Jenis isi
Dalam Kanon Pali, beberapa ayat atau bait dalam paritta diidentifikasi sebagai berikut
Penghormatan
Biasanya dalam banyak paritta, pemberian hormat atau penghormatan kepada Sang Buddha atau Tiga Pelindung selalu dilibatkan. Contoh dari bentuk penghormatan kepada sang Buddha dapat dilihat di Ratana Sutta pada ayat ke-15 sampai ke-17. Berikut ayat ke-15
Yānīdha bhūtāni samāgatāni, bhummāni vā yāni va antalikkhe; Tathāgataṁ deva-manussa-pūjitaṁ, Buddhaṁ namassāma suvatthi hotu. (Makhluk apapun yang berada di sini, baik dari dunia maupun ruang angkasa. Marilah bersama-sama kita menghormati Sang Buddha, yang dipuja dan dipuji oleh para dewa dan manusia. Semoga kita berbahagia.)[4]
Permohonan bantuan
Dalam beberapa ayat paritta, terdapat juga ayat yang berisi tentang permohonan bantuan atau perlindungan kepada sang Buddha, seperti dalam Candima Sutta.[5]
"Namo te buddha vīratthu, vippamuttosi sabbadhi; Sambādhapaṭipannosmi, tassa me saraṇaṃ bhavā”ti. (Hormat kepada-Mu, Buddha! Pahlawanku, Engkau terbebaskan di mana pun juga. Aku telah menjadi tawanan. Karena itu, mohon jadilah perlindunganku.)[6][7]
Pemberkatan
Jenis isi paritta lainnya bergantung pada kebajikan dari seseorang yang membaca paritta dalam Kanon Pali, alih-alih merujuk kepada kebajikan Sang Buddha. Jenis paritta ini dapat dijumpai pada Aṅgulimala Sutta yang mengisahkan tentang pembunuh yang berubah menjadi bhikkhu yaitu Aṅgulimala. Pada suatu pagi, Aṅgulimala menjumpai perempuan yang tengah melahirkan bayi yang cacat, melihat itu dia tergerak untuk memberikan pertolongan, kemudian dia bertanya kepada Sang Buddha bagaimana dia bisa membantu perempuan dan bayi itu, kemudian Sang Buddha mengatakan kepadanya untuk memberkati perempuan dan bayi itu dengan kebajikan yang telah diperbuatnya:
"Yatohaṁ, bhagini, ariyāya jātiya jāto, nābhijānāmi sañcicca pāṇaṁ jīvitā voropetā, tena saccena sotthi te hotu, sotthi gabbhassā"ti. Atha khvāssā itthiyā sotthi ahosi, sotthi gabbhassa. ("Saudari, sejak saya terlahir dengan kelahiran mulia, Saya tidak ingat pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup. Dengan kebenaran ini, semoga Anda sejahtera dan bayi Anda sejahtera!" Kemudian perempuan dan bayinya itu menjadi sejahtera.)[8][9][10]
Ayat tersebut kemudian sering dibacakan sebagai bentuk pemberkatan kepada para ibu hamil dalam tradisi agama Buddha hingga saat ini.[11][12]
Referensi
^Rhys Davids & Stede (1921-25), p. 426, entry for "Paritta2" (retrieved 08-14-2008 from "U. Chicago" at http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.2:1:1923.pali[pranala nonaktif permanen]) menyajikan terjemahan berikut, yakni "perlindungan, penjagaan; ajian pelindung, pereda sakit, penangkal." Lihat pula Piyadassi (1999a) yang menerjemahkan paritta sebagai "perlindungan," dan Anandajoti (2004) yang menerjemahkannya sebagai "penjaga(-an)."