Meskipun istilah buddhi juga digunakan dalam filsafat dan tradisi India lainnya, penggunaannya yang paling umum adalah dalam konteks agama Buddha. Kata verbal budh- artinya "untuk membangunkan/menyadarkan," dan arti harfiahnya mendekati "kebangunan/kesadaran" ("awakening").
Menurut aliran Theravāda, kata bodhi bermakna realisasi Arahat sebagai tahapan akhir dalam empat tingkat kesucian (Pāli: cattāri purisayugāniaṭṭha purisapuggalā; berarti "empat pasang makhluk, yang terdiri dari delapan jenis makhluk suci") dan realisasi Empat Kebenaran Mulia. Selain itu, ada tiga jenis pencapaian bodhi, yaitu Sammāsambuddha, Paccekabuddha, dan Sāvakabuddha.
Menurut aliran Mahāyāna, bodhi bermakna sama dengan prajña, kebijaksanaan tentang sifat Buddha, śūnyatā, dan tathatā. Oleh karena itu, kata bodhi bermakna sama dengan realisasi nondualitas yang absolut dan relatif.
Istilah enlightenment dipopulerisasikan di dunia Barat melalui terjemahan abad ke-19 dari Max Müller.[5] Kata tersebut memiliki konotasi Barat terkait kebijaksanaan umum mengenai kebenaran atau realitas transendental. Istilah "enlightement" juga digunakan untuk menerjemahkan beberapa istilah dan konsep Buddhis lainnya, yang digunakan untuk menunjukkan kebijaksanaan (prajña); pengetahuan (vidya); "Kepadaman" (nirwana) atas kegelisahan; dan pencapaian Kebuddhaan tertinggi (samyaksaṁbodhi atau Buddhatta), seperti yang dicontohkan oleh Buddha Gautama. Selain kata bodhi, kata vimutti (Pāli; Sanskerta: vimukti) juga umum digunakan untuk merujuk pada enlightenment dalam bahasa Inggris. Akan tetapi, penerjemah bahasa Indonesia umumnya menerjemahkan vimutti sebagai kebebasan atau pembebasan.
Etimologi
Bodhi, bahasa Sanskertaबोधि,[web 1] "terbangun",[6] "pengetahuan sempurna",[web 1] "pengetahuan atau kebijaksanaan sempurna (ketika seseorang menjadi बुद्ध [Buddha[web 2]] atau जिन [jina, arahat; "berjaya", "pemenang"[web 3]], kecerdasan yang diterangi atau dicerahkan (dari seorang Buddha atau जिन)".[web 4]
Kata Bodhi adalah kata benda abstrak, dibentuk dari akar kata kerja *budh-,[6] Sanskerta बुध,[web 2][web 5] "untuk membangunkan, untuk mengetahui",[6] "untuk bangun, terbangun, menjadi bangun",[web 5] "untuk memulihkan kesadaran (setelah pingsan)",[web 5] "mengamati, memperhatikan, menyimak".[web 5]
Kata ini serupa dengan kata kerja bujjhati (Pāli) dan bodhati, बोदति, "menjadi sadar atau menyadari, merasakan, belajar, mengetahui, memahami, terbangun"[web 6] atau budhyate (Sanskerta).
Kata benda Sanskerta feminin dari *budh- adalah बुद्धि, buddhi, "hal mengetahui sebelumnya, intuisi, persepsi, sudut pandang".[web 2]
Definisi
Dalam aliran Theravāda, bodhi mengacu pada realisasi tingkatan Arahat dalam empat tingkat kesucian (Pāli: cattāri purisayugāniaṭṭha purisapuggalā; berarti "empat pasang makhluk, yang terdiri dari delapan jenis makhluk suci"). Dalam Buddhisme Theravada, bodhi bermakna sama dengan pemahaman tertinggi dan realisasi Empat Kebenaran Mulia yang mengarah pada pembebasan.[7] Menurut Bhante Nyanatiloka,[8]
(Melalui Bodhi) seseorang terbangun dari tidur atau pingsan (yang menimpa batin) oleh kekotoran batin (kilesa, q.v.) dan memahami Empat Kebenaran Mulia (sacca, q.v.).
Persamaan makna bodhi dengan Empat Kebenaran Mulia ini merupakan perkembangan lanjutan oleh Buddhisme, sebagai respons terhadap perkembangan pemikiran keagamaan India yang menekankan pentingnya "pemahaman yang membebaskan" untuk pencapaian kebebasan (Nibbāna).[9][10]
Dalam aliran Mahāyāna, bodhi bermakna sama dengan prajña, kebijaksanaan tentang sifat Buddha, śūnyatā, dan tathatā. Hal ini bermakna sama dengan realisasi nondualitas yang absolut dan relatif.[7]
Kata bodhi merujuk pada pencapaian Arahat sebagai tahapan akhir dalam empat tingkat kesucian. Sang Buddha pertama-tama menyatakan diri-Nya sebagai seorang Arahat. Ciri khas seorang Arahat adalah pencapaian Nibbāna dalam kehidupan sekarang ini. Kata "arahant" tidak diciptakan oleh Sang Buddha tetapi sudah ada bahkan sebelum Beliau muncul dalam kancah keagamaan India.[11]
Tiga jenis bodhi
Theravāda mendefinisikan "Arahat" sebagai makhluk yang mencapai Nibbāna. Oleh karena itu, para Buddha juga termasuk Arahat. Kitab-kitab dari aliran Theravāda menguraikan tiga jenis kecerahan (bodhi) sebagai berikut:
Sammāsambuddha, seseorang yang tercerahkan sendiri (tanpa guru) dan mengajarkan Dhamma yang telah ditemukan-Nya. Calon sammāsambuddha disebut sebagai bodhisatta (Pāli) atau bodhisatwa (Sanskerta).
Paccekabuddha, seseorang yang tercerahkan sendiri (tanpa guru), tetapi tidak mengajarkan Dhamma yang telah ditemukan-Nya.
Sāvakabuddha, seseorang yang tercerahkan dengan bertumpu pada Dhamma yang telah ditemukan dan diajarkan oleh Sammāsambuddha.
Sang Buddha Gotama termasuk dalam jenis Sammāsambuddha dalam kategorisasi ini.
Buddha Gotama mencapai kecerahan (bodhi) ketika bermeditasi di bawah pohon Ficus religiosa. Pohon ini berada di Bodh Gaya saat ini di Bihar, India. Oleh karena itu, pohon ini kemudian disebut sebagai "pohon Bodhi".
Dalam konsensus pemersatu aliran Buddhis, telah disepakati bahwa kedua aliran utama Buddhisme mengakui 37 kualitas yang membantu menuju kecerahan (Pāli: bodhipakkhiyā dhammā; Sanskerta: bodhipakṣa dharma) dan tiga jalan mencapai bodhi, sebagai poin nomor 6 dan 7:
Robert S. Cohen mencatat bahwa sebagian besar buku berbahasa Inggris tentang agama Buddha menggunakan istilah "enlightenment" untuk menerjemahkan istilah bodhi. Menurutnya, bodhi tidak merujuk pada hasilnya, namun pada jalan realisasi, atau proses memahami; istilah "enlightenment" berorientasi pada peristiwa, sedangkan istilah “awakening” berorientasi pada proses. Penggunaan istilah "enlightenment" di Barat mempunyai akar Kristiani, seperti dalam pernyataan Calvin "Hanya Tuhan yang mencerahkan (enlighten) pikiran kita untuk memahami kebenaran-Nya".
Pada awal abad ke-19, bodhi diterjemahkan sebagai "intelligence" ("kecerdasan"). Istilah "enlighten" pertama kali digunakan pada tahun 1835, dalam terjemahan bahasa Inggris dari sebuah artikel Perancis, sedangkan penggunaan istilah 'enlightenment' yang tercatat pertama kali disebutkan (oleh Oxford English Dictionary) pada Journal of the Asiatic Masyarakat Benggala (Februari 1836). Pada tahun 1857, The Times menggunakan istilah "the Enlightened" ("Yang Tercerahkan") untuk merujuk kpeada Sang Buddha dalam sebuah artikel pendek, yang dicetak ulang pada tahun berikutnya oleh Max Müller. Setelah itu, penggunaan istilah tersebut mereda, namun muncul kembali dengan diterbitkannya buku berjudul Chips from a german Workshop yang ditulis oleh Max Müller, mencakup cetakan ulang dari artikel Times. Buku tersebut diterjemahkan pada tahun 1969 ke dalam bahasa Jerman dengan menggunakan istilah "der Erleuchtete". Max Müller adalah seorang esensialis yang percaya pada natural religion, dan memandang agama sebagai kapasitas yang melekat pada manusia. "Enlightenment" adalah sarana untuk menangkap kebenaran alamiah keagamaan, yang dibedakan dari sekadar mitologi.[12] Perspektif ini dipengaruhi oleh pemikiran Kantian, khususnya definisi Kant tentang Enlightenment sebagai penggunaan akal yang bebas dan tanpa hambatan. Terjemahan Müller menggemakan gagasan ini, menggambarkan agama Buddha sebagai agama yang rasional dan tercerahkan yang selaras dengan kebenaran alamiah agama yang melekat pada manusia.[13]
Pada pertengahan tahun 1870-an sudah menjadi hal biasa untuk menyebut Sang Buddha sebagai "enlightened" ("tercerahkan"), dan pada akhir tahun 1880-an istilah "enlightened" ("tercerahkan") dan "enlightenment" ("kecerahan") mendominasi literatur berbahasa Inggris.[12]
Referensi
^Monier Williams Sanskrit-English Dictionary, bodhi
Batchelor, Stephen (1998), Buddhism Without Beliefs: A Contemporary Guide to Awakening
Bhikkhu Nanamoli; Bhikkhu Bodhi (1995), The Middle Length Discourses of the Buddha. A New Translation of the Majjhima Nikaya
Bowker, John (2007), The Concise Oxford Dictionary of World Religions, Oxford; New York: Oxford University Press
Bronkhorst, Johannes (1993), The Two Traditions Of Meditation In Ancient India, Motilal Banarsidass Publ.
Buswell, Robert E. JR; Gimello, Robert M. (editors) (1994), Paths to Liberation. The Marga and its Transformations in Buddhist Thought, Delhi: Motilal Banarsidass PublishersPemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link)
Buswell, Robert, ed. (2004), Encyclopedia of Buddhism, MacMIllan reference USA
Carrithers, Michael (1983), The Forest Monks of Sri Lanka: an anthropological and historical study, New Delhi: Oxford University Press
Cohen, Robert S. (2006), Beyond Enlightenment: Buddhism, Religion, Modernity, Routledge
Cousins, L. S. (1996), "The origins of insight meditation", dalam Skorupski, T., The Buddhist Forum IV, seminar papers 1994–1996(PDF), London, UK: School of Oriental and African Studies, hlm. 35–58
Dumoulin, Heinrich (2000), A History of Zen Buddhism, New Delhi: Munshiram Manoharlal Publishers Pvt. Ltd.
Dumoulin, Heinrich (2005), Zen Buddhism: A History. Volume 1: India and China, World Wisdom Books, ISBN978-0-941532-89-1
Dumoulin, Heinrich (2005), Zen Buddhism: A History. Volume 2: Japan, World Wisdom Books, ISBN978-0-941532-90-7
Faure, Bernard (1991), The Rhetoric of Immediacy. A Cultural Critique of Chan/Zen Buddhism, Princeton, New Jersey: Princeton University Press, ISBN0-691-02963-6
Fischer-Schreiber, Ingrid; Ehrhard, Franz-Karl; diener, Michael S. (2008), Lexicon Boeddhisme. Wijsbegeerte, religie, psychologie, mystiek, cultuur an literatuur, Asoka
Gregory, Peter N. (1991), Sudden and Gradual (Approaches to Enlightenment in Chinese Thought), Motilal Banarsidass. ISBN8120808193
Gimello, Robert M. (2004), "Bodhi", dalam Buswell, Robert E., Encyclopedia of Buddhism, MacMillan
Gombrich, Richard F. (1997), How Buddhism Began. The Conditioned Genesis of the Early Teachings, New Delhi: Munshiram Manoharlal Publishers Pvt. Ltd.
Gombrich, Richard (2005), Kindness and compassion as a means to Nirvana. In: Paul Williams (ed.), "Buddhism: The early Buddhist schools and doctrinal history; Theravāda doctrine, Volume 2", Taylor & Francis
Peter N. Gregory (1991), Sudden and Gradual (Approaches to Enlightenment in Chinese Thought), Motilal Banarsidass. ISBN8120808193
Harris, Ishwar C. (2004), The Laughing Buddha of Tofukuji: The Life of Zen Master Keido Fukushima, World Wisdom Books, ISBN978-0-941532-62-4
Hart, James D. (ed) (1995), Transcendentalism. In: The Oxford Companion to American Literature, Oxford University PressPemeliharaan CS1: Teks tambahan: authors list (link)
Harvey, Peter (1995), An introduction to Buddhism. Teachings, history and practices, Cambridge University Press
Hodge, Stephen (2003), The Maha-Vairocana-Abhisambodhi Tantra, With Buddhaguya's Commentary, London: RoutledgeCurzon
Mohr, Michel (2000), Emerging from Nonduality. Koan Practice in the Rinzai Tradition since Hakuin. In: steven Heine & Dale S. Wright (eds.)(2000), "The Koan. texts and Contexts in Zen Buddhism", Oxford: Oxford University Press
Norman, K.R. (1992), The Four Noble Truths. In: "Collected Papers", vol 2:210–223, Pali Text Society, 2003
Nyanatiloka (1980), Buddhist Dictionary. Manual of Buddhist terms and Doctrines. Fourth Revised edition, Buddhist Publication Society
Park, Sung-bae (1983), Buddhist Faith and Sudden Enlightenment, SUNY Press
Polak, Grzegorz (2011), Reexamining Jhana: Towards a Critical Reconstruction of Early Buddhist Soteriology, UMCS
Samy, AMA (1998), Waarom kwam Bodhidharma naar het Westen? De ontmoeting van Zen met het Westen, Asoka: Asoka
Schmithausen, Lambert (1981), On some Aspects of Descriptions or Theories of 'Liberating Insight' and 'Enlightenment' in Early Buddhism". In: Studien zum Jainismus und Buddhismus (Gedenkschrift für Ludwig Alsdorf), hrsg. von Klaus Bruhn und Albrecht Wezler, Wiesbaden 1981, 199-250
Scott, Rachelle M. (2009), Nirvana for sale? Buddhism, Wealth, and the Dhammakaya Temple in Contemporary Thailand, SUNY Press
Sebastian, C.D. (2005), Metaphysics and Mysticism in Mahayana Buddhism, Delhi: Sri Satguru Publications
Sekida, Katsuki (1985), Zen Training. Methods and Philosophy, New York, Tokyo: Weatherhill
Sharf, Robert H. (2000), "The Rhetoric of Experience and the Study of Religion"(PDF), Journal of Consciousness Studies, 7 (11–12): 267–287, diarsipkan dari versi asli(PDF) tanggal 13 May 2013, diakses tanggal 28 October 2012Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Snelling, John (1987), The Buddhist handbook. A Complete Guide to Buddhist Teaching and Practice, London: Century Paperbacks
Versluis, Arthur (2001), The Esoteric Origins of the American Renaissance, Oxford University Press
Vetter, Tilmann (1988), The Ideas and Meditative Practices of Early Buddhism, BRILL
Walsh (translator), Maurice (1995), The Long Discourses of the Buddha: A translation of the Digha Nikaya, Boston: Wisdom publications
Warder, A.K. (2000), Indian Buddhism, Delhi: Motilal Banarsidass Publishers
Williams, Paul (2000), Buddhist Thought. A complete introduction to the Indian tradition, Routledge
Wright, Dale S. (2000), Philosophical Meditations on Zen Buddhism, Cambridge: Cambridge University Press
McRae, John (2003), Seeing Through Zen. Encounter, Transformation, and Genealogy in Chinese Chan Buddhism, The University Press Group Ltd, ISBN9780520237988