Dewa atau dewata (Pāli dan Sanskerta: deva atau devatā), dalam Buddhisme, adalah sebutan untuk makhluk-makhluk yang menempati loka surga (devaloka), di dalamnya termasuk loka brahma (brahmaloka). Dewa yang menempati loka brahma berkedudukan lebih tinggi dan secara spesifik disebut sebagai brahma.
Berbeda dari agama Hindu, Buddhisme tidak menganggap dewa sebagai Tuhan atau makhluk yang kekal dan bebas dari penderitaan. Meskipun para dewa mungkin memiliki kesaktian tertentu dan berumur panjang, mereka tidak Maha Kuasa dan tidak Maha Sempurna. Para dewa, layaknya manusia, juga merupakan makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup. Bahkan, Sang Buddha sering disebut sebagai guru para dewa.[1] Seorang manusia, dengan kebajikan, juga mungkin terlahir kembali ke loka surga.
Sementara itu, Buddhisme awal secara moral tidak mengecam pemberian persembahan secara damai kepada dewa-dewi. Sepanjang sejarah Buddhisme, pemujaan dewa-dewi, sering kali berasal dari keyakinan pra-Buddhis dan animis, kemudian disesuaikan menjadi praktik dan kepercayaan Buddhis. Sebagai bagian dari proses itu, dewa-dewi tersebut dinyatakan sebagai bawahan dari Tiga Permata.[2]
Umat Buddha menerima keberadaan makhluk hidup di alam yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai dewa. Akan tetapi, mereka tetap tunduk pada kematian dan belum tentu lebih bijaksana daripada makhluk lainnya. Mereka bukan Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak Maha Sempurna. Para dewa, layaknya manusia, juga merupakan makhluk yang sedang dalam usaha mencari kesempurnaan hidup. Bahkan, Buddha sering disebut sebagai guru para dewa.[3]
Para dewa tinggal di loka atau alam yang bernama loka surga atau loka dewa. Loka surga mencakup loka brahma dan enam alam selain loka manusia pada kategorisasi loka kebahagiaan indrawi (kāmasugatibhūmi).
Loka brahma
Dewa-dewa dengan kedudukan yang lebih tinggi menetap di loka surga yang disebut loka brahma. Loka brahma terdiri atas:
loka brahma-materi-halus (rūpāvacarabhūmi), dan
loka brahma-nonmateri (arūpavacarabhūmi).
Loka ini merupakan surga tertinggi di sistem kosmologi Buddhis, berkedudukan di atas loka kebahagiaan indrawi (kāmasugatibhūmi), dan berjumlah 20 loka:[4]
4 loka brahma-nonmateri (arūpavacarabhūmi):
ākāsānañcāyatana
viññāṇānañcāyatana
ākiṁcanyāyatana
nevasaññānāsaññāyatana
16 loka brahma-materi-halus (rūpāvacarabhūmi):
1 loka makhluk-tanpa-batin (asaññasattā)
1 loka buah-besar (vehapphalā)
5 loka kediaman-murni (suddhāvāsā)
aviha
atappa
sudassa
sudassī
akaniṭṭha
9 loka brahma-biasa:
brahmapārisajja
brahmapurohita
mahābrahmā
parittābha
appamāṇābha
ābhassara
parittasubha
appamāṇasubha
subhakiṇha
Loka materi-halus (rūpāvacarabhūmi) disebut demikian karena para brahma yang tinggal di loka-loka ini memiliki tubuh yang sangat halus dan bahkan beberapa jenis materi sudah tidak ada di tubuh mereka. Loka nonmateri (arūpavacarabhūmi) berlokasi di atas loka materi-halus (rūpāvacarabhūmi) dan terdiri dari 4 tingkatan. Loka nonmateri disebut demikian karena makhluk yang terlahir di loka ini tidak memiliki tubuh jasmani sama sekali. Eksistensi kehidupan mereka hanyalah berupa fenomena mental atau batin.
Loka kebahagiaan indrawi
Selain itu, loka-loka dalam loka kebahagiaan indrawi (kāmasugatibhūmi) kecuali loka manusia juga termasuk dalam kategori alam surga. Loka dalam kategori ini berjumlah 7 loka:[5]
6 loka surga atau loka dewa (devaloka):
1 loka empat-mahāraja (cātummahārājikā)
1 loka tiga-puluh-tiga-dewa (tāvatiṃsa)
1 loka [dewa] Yāmā (yāmā)
1 loka yang-sangat-menyenangkan (tusita)
1 loka yang-gemar-mencipta (nimmānaratī)
1 loka yang-mengendalikan-ciptaan-dewa-lain (paranimmitavasavatti)
1 loka manusia (manussaloka)
Loka-loka tersebut dinamakan “loka kebahagiaan indrawi” karena para makhluk yang terlahir di loka-loka tersebut merasakan kebahagiaan dengan bersandar pada pancaindra mereka.
Referensi
^Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2.
^Buswell, Robert E., ed. (2004). Encyclopedia of Buddhism. New York: Macmillan Reference, USA. hlm. 467. ISBN978-0-02-865718-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Nasiman, Nurwito. 2017 (III). Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti untuk SMA Kelas X. pp. 175-176. ISBN 978-602-427-074-2. "Dengan memahami bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini semata-mata hasil dari proses hukum kosmis, kita diharapkan dapat meninggalkan konsep yang salah tentang penciptaan bahwa dunia ini diciptakan oleh sosok pencipta yang disebut brahma, Tuhan, atau apa pun sebutannya."