Moggallana (Pali: Moggallāna; Sanskerta: Maudgalyayana; Hanyu: 目連 Mulian; Jepang: 目犍連 Mokuren), dikenal juga dengan Mahamoggallāna atau Mahamaudgalyayana, adalah salah satu murid terdekat Siddharta GautamaBuddha. di antara Arahat-arahat terkenal seperti Subhuti, Sariputta dan Mahakasyapa, ia dianggap sebagai murid terkemuka kedua Sang Buddha, bersama dengan Sariputta.
Moggallana merupakan murid Sang Buddha yang memiliki kemampuan tersakti dibandingkan dengan murid-murid lainnya. Kemampuan yang dimiliki termasuk kemampuan membaca pikiran guna mengetahui kebohongan dari kebenaran, keluar dari tubuh fisiknya dan mengunjungi berbagai alam keberadaan, berbicara dengan para arwah dan dewa-dewa. Ia juga dapat melakukan hal-hal seperti berjalan menembus tembok, berjalan di atas air, terbang di udara, dan bergerak lebih cepat dari kecepatan cahaya.[1]
Berbagai Sutta dalam Tipitaka menunjukkan bahwa Moggalla berbicara dengan arwah orang yang telah meninggal guna menjelaskan kepada mereka keadaan mengerikan yang mereka alami dan memberikan pengertian akan kesusahan mereka sendiri, sehingga mereka dapat terbebaskan atau menerima hal tersebut. Moggallana juga dapat menggunakan kemampuan membaca pikiran guna memberikan pendapat yang baik dan sesuai kepada murid-muridnya, sehingga mereka meraih hasil dengan segera.
Menemukan ajaran
Moggallana yang bersahabat karib dengan Sariputta sejak masa kecil memulai masa pencarian spiritual mereka selama bertahun-tahun. Karena pencarian yang dilakukan mereka secara bersama-sama tidak membuahkan hasil, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi mencari ajaran yang tepat secara terpisah dan saling berjanji untuk mengabarkan satu sama lain barang siapa yang terlebih dahulu menemukan ajaran akan segera memberitahukannya pada yang lain. Pada kesempatan ini, Moggallan tidak cukup beruntung untuk bertemu dengan pertapa Assaji. Sariputta lah yang terlebih dahulu menemukan pertapa Assaji dan berhasil mencapai tahapan pemasuk arus (Sotapatti). Segera setelah Sariputta menemukan ajaran, dia langsung mengabarkan pada Moggallana. Setelah Moggallana mendengar syair yang diulang kembali oleh Sariputta, dia juga langsung mencapai tahapan pemasuk arus. Adapun syair terkenal pertapa Assaji adalah sebagai berikut:
"Dari segala hal yang timbul karena suatu kondisi, kondisinya telah diberitahukan oleh Tathagata, dan juga pengakhirannya. Inilah yang diajarkan oleh Pertapa Agung (Buddha Gotama)."
Ini menggambarkan bahwa Sariputta mencapai tahapan pemasuk arus dari seorang Arahat, sedangkan Moggallana mencapai tahapan pemasuk arus hanya melalui seorang umat awam biasa yakni sahabatnya sendiri.[2]
Kematian: Karma seorang Arahat
Moggallana wafat ketika ia berkunjung di Magadha. Beberapa pendapat mengatakan pemuja agama merajamnya hingga meninggal, pendapat lain mengatakan bahwa kematiannya disebabkan oleh pencuri. Diketahui secara umum bahwa kematian Moggallana terjadi secara brutal. Ketika ditanya mengapa Moggallana tidak melindungi dirinya sendiri dengan kesaktian yang dimilikinya, dan mengapa seorang Arahat Agung menderita kematian yang sedemikian brutal, Buddha mengatakan bahwa Moggallana telah memiliki perbuatan karma buruk yang berat di kehidupan sebelumnya (ia telah membunuh orang yang dianggap sebagai orang tua sendiri dan itu merupakan salah satu perbuatan buruk yang sangat berat), ia dengan tulus menerima buah dari perbuatannya dan mempercepat kematian yang demikian, sehingga terjadi secepat mungkin. Lebih lanjut, Sang Buddha menyatakan bahwa bahkan degan kesaktian yang demikian tinggi hampir tidak berguna untuk menghindari karma seseorang, terlebih jika itu karma yang sangat berat.
Moggallana dalam Mahayana
Ullambana Sutta merupakan Sutra dari sekte Mahayana dimana Moggallana disebut. Sutra ini menuliskan topik mengenai sikap baik kepada orang tua, dan merupakan khotbah Buddha Sakyamuni kepada Moggallana. Di Jepang, Ullambana merupakan dasar berdirinya sekte Obon, yang memiliki kesamaan terhadap pemahaman Konfusianisme dan Neo-Konfusianisme mengenai penyembahan kepada para leluhur. Oleh karena hal inilah Ullambana sering kali menjadi bahan kritikan, dan sering juga disebut tidak otentik karena ajaran Konfusianisme sering kali tidak sesuai dengan Ajaran Sang Buddha.
Pada Sutra Teratai Bab VI (Ramalan tenang Yang Akan Terjadi), Sang Buddha meramalkan pencerahan murid-muridnya.
... sesudah mencapai sedikit demi sedikit jalan ke-Bodhisattva-an di dalam kawasan Kegembiraan Batin, dia akan menjadi seorang Buddha bergelar Sang Tamalapatta berkeharuman cendana. Masa hidup Buddha itu akan menjadi 24 kalpa, tiada henti-hentinya kepada para dewa dan manusia dia akan mengkhotbahkan Jalan ke-Buddha-an. Para Sravaka-nya akan menjadi tak terhitung seperti pasir-pasir di sunggai Gangga.