Menurut sejarah, tempat tersebut dikenal sebagai Bodhimanda (tanah di sekitar pohon Bodhi), Uruvela, Sambodhi, Vajrasana, dan Mahābodhi.[1] Nama Bodh Gaya tidak digunakan hingga abad ke-18. Vihara utama Bodhgaya dulu disebut Bodhimanda-Vihāra (Pali), dan sekarang disebut Vihāra Mahābodhi.
Bagi umat Buddha, Bodh Gaya adalah tempat yang paling penting dari empat situs ziarah utama yang terkait dengan masa kehidupan Buddha Gotama, tiga tempat suci lainnya adalah Kushinagar, Lumbini, dan Sarnath. Pada tahun 2002, Vihara Mahābodhi yang terletak di Bodh Gaya, menjadi Situs Warisan Dunia[2]UNESCO .
Berbeda dengan Bodh Gaya, kota disekitarnya merupakan tempat berdebu, berisik dan agak tercemar karena sebagian besar untuk jumlah besar peziarah dan wisatawan yang berkunjung ke sana.[3] Sebuah rencana pengembangan baru telah diusulkan untuk memastikan "masa depan yang berkelanjutan dan sejahtera" bagi Bodh Gaya, tetapi rencana tersebut telah menjadi kontroversial karena memerlukan relokasi seluruh kawasan.[4]
Sejarah
.
Menurut tradisi Buddhis, sekitar tahun 500 SM Pangeran Siddhartha Gautama, mengembara sebagai seorang pertapa, mencapai hutan di tepi sungai Falgu, dekat Gaya. Di sana ia duduk bermeditasi di bawah pohon bodhi (Ficus religiosa). Setelah tiga hari dan tiga malam bermeditasi, Siddharta mencapai pencerahan dan wawasan dan mendapatkan jawaban yang dicari-carinya selama ini. Dia kemudian menghabiskan waktu selama tujuh minggu di tujuh tempat yang berbeda di sekitar tempatnya bermeditasi dan mengingat kembali pencapaiannya. Setelah tujuh minggu, Ia pergi ke Sarnath, di mana Ia mulai mengajar Ajaran Buddha untuk pertama kalinya
Siswa-siswa Siddhartha Gautama mulai mengunjungi tempat di mana ia memperoleh pencerahan selama bulan purnama di bulan Waisak (April-Mei), berdasarkan kalender Hindu. Seiring waktu, tempat ini dikenal sebagai Bodh Gaya, hari pencapaian Pencerahan sebagai Buddha Purnima, dan pohonnya sebagai Pohon Bodhi.
Sejarah Bodh Gaya ini didokumentasikan dalam banyak prasasti dan rekaman ziarah. Salah satu yang terpenting adalah catatan dari peziarah CinaFaxian pada abad ke-5 dan Xuanzang pada abad ke-7. Kawasan itu merupakan jantung peradaban Buddhis selama berabad-abad sampai ditaklukkan oleh tentara Turki pada abad ke-13.
Diyakini bahwa 250 tahun setelah Pencerahan Buddha Gautama, Raja Asoka mengunjungi Bodh Gaya. Ia dianggap sebagai pendiri Vihara Mahabodhi yang asli. Hal ini bisa dilihat dari puncak menara vihara yang dimahkotai oleh miniatur stupa dan chhatravali di atas panggung. Tangga ganda berdiri menuju ke atas panggung dan tempat suci teratas. Di dinding di puncak menara tersebut terdapat relief bergambar Buddha. Beberapa sejarawan percaya bahwa candi ini dibangun atau direnovasi pada abad ke-1 selama masa kekuasaan Kushan. Dengan merosotnya agama Buddha di India, vihara ini ditinggalkan dan terlupakan, terkubur di bawah lapisan tanah dan pasir.
Vihara itu kemudian ditemukan oleh Sir Alexander Cunningham dalam bagian pekerjaannya untuk Masyarakat Arkeologi Inggris pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1883, Cunningham bersama dengan JD Beglar dan Dr Rajendralal Miitra dengan usaha keras menggali situs tersebut. Pekerjaan renovasi dilakukan untuk mengembalikan Bodh Gaya seperti masa kejayaannya dulu.
Vihara Buddha lainnya
Kittisirimegha dari Sri Lanka, kontemporer dari Samudragupta, didirikan dengan izin Samudragupta, sebuah Sanghārāma dekat Vihara Mahabodhi, terutama digunakan untuk para biksu Singhala yang pergi untuk berdoa di pohon Bodhi. Keadaan yang berkaitan dengan Sanghārāma itu dicatat oleh Hiouen Thsang (Beal, op. Cit., 133ff) yang memberikan keterangan mengenai hal itu seperti yang diamati oleh dirinya. Mungkin di sinilah Buddhaghosa bertemu dengan Sesepuh Revata yang membujuk dia untuk datang ke Sri Lanka.
Saat ini, beberapa vihara dan candi Buddha telah dibangun oleh orang-orang Bhutan, Cina, Jepang, Myanmar, Nepal, Sikkim, Sri Lanka, Thailand, Tibet dan Vietnam di wilayah yang luas di sekitar candi. Bangunan-bangunan ini mencerminkan gaya arsitektur, eksterior dan interior dekorasi dari masing-masing negara. Patung Buddha di Kuil Cina sendiri sudah berusia 200 tahun dan dibawa dari Cina. Vihara Nippon Jepang berbentuk seperti pagoda. Vihara Myanmar (Burma) juga berbentuk seperti pagoda dan mengingatkan pada Bagan. Vihara Thai memiliki khas atap yang miring dan melengkung yang ditutupi dengan ubin emas. Di dalamnya, terdapat patung perunggu Buddha yang luar biasa besar dan spektakuler. Di sebelah vihara Thailand baru-baru ini terdapat patung Buddha setinggi 25 meter[6] yang terletak di dalam sebuah taman yang telah ada di sana selama lebih dari 100 tahun. Sedangkan Buddhisme Tibet sendiri memiliki ada dua vihara.
Demografi
Menurut Sensus India tahun 2001,[7] Bodh Gaya memiliki populasi 30.883 jiwa. Kaum lelaki berjumlah 54% dari total penduduk dan perempuan 46%. Bodh Gaya memiliki rata-rata tingkat melek huruf 51%, lebih rendah daripada rata-rata nasional sebesar 59,5%; dengan melek huruf laki-laki 63% dan perempuan melek huruf 38%. 18% dari penduduk di bawah usia 6 tahun.
Bandar Udara
Berjarak 5 km dari Bodhgaya terdapat Bandara Gaya, juga dikenal sebagai Bandar Udara Bodhgaya.